Arianne tidak berkata-kata. Dia berhati-hati menuruni tangga dan memasuki ruang makan. Mark melihat ke arahnya dengan acuh tak acuh. “Kau perlu seseorang mengundangmu untuk makan? Tidakkah aku pernah mengajarimu aturannya?”Dia duduk dan mulai makan seorang diri karena dia memang lapar. Selain itu, dia yakin bahwa Mark tidak akan melakukan apapun pada dirinya dihadapan Helen. Lagipula, dia masih perlu menjaga citra sempurnanya di depan orang lain. Memasang muka masam adalah yang paling mungkin dia lakukan.Helen melihat ke arah Arianne dengan tatapan keibuan. “Mark, aku sangat amat bersyukur atas semua kepedulian yang telah kau berikan pada Ari dahulu. Sebagai seorang ibu, aku tidak bisa tidak merasa malu.”Aery tidak dapat melanjutkan melihat pertunjukan ini. Sebelum Mark menjawabnya, dia menyela, “Mark sayang, kau sungguh orang yang baik. Membayangkan bahwa kau bisa mengurus seorang anak dari musuh dan memberinya makan selama beberapa dekade.”Ekspresi wajah Helen berubah datar s
”Arianne, aku pergi,” Helen dengan hati-hati memanggil. “Periksakanlah ke dokter jika kau tidak enak badan. Jangan dibiarkan saja.”Dia tidak dapat menahan kekesalannya. “Bukan tempatmu untuk memikirkan tentangku, bu Kinsey,” jawabnya dingin. “Kau perlu lebih memikirkan tentang anggota keluarga Kinsey.”Tubuh Helen terasa kaku. Dia merasa sedikit malu. Aery menarik Helen. “Tolong jangan biarkan dirimu jadi korban orang yang tidak ramah, bu. Kau mungkin ingin mengakui dia sebagai anakmu, tetapi dia tidak ingin mengakuimu sebagai ibunya.”Helen menghela nafas dan perlahan berjalan menuruni tangga untuk pergi. Aery merasa sangat kesal. Ada kalanya, dia adalah satu-satunya anak perempuan di mata Helen. Namun, Arianne menampakkan dirinya tiba-tiba, dan dia juga mengendalikan lelaki yang ia cinta. Pikiran itu membuatnya sangat marah!Tidak lama setelahnya, keadaan di luar menjadi hening. Arianne bangun dan turun ke lantai bawah untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan.Tepat saat dia kel
Arianne takut jika Tiffany mungkin tidak sengaja memberitahu rahasianya, jadi dia segera membatahnya. “Aku tidak apa. Aku tidak akan berhenti khawatir jika aku tidak membantumu juga.”Will tersenyum. “Tunggulah aku. Aku harus pergi ke kamar kecil.”Tiffany menggenggam tangan Arianne setelah Will pergi. “Tanganmu begitu dingin. Dokter menyuruhmu kemarin untuk beristirahat selama satu minggu, tapi kau masih berkeliaran. Will bisa membantuku. Kenapa kau tidak pulang?”Karena Arianne sudah disini juga, tentu saja, dia tidak berencana untuk pergi sekarang. “Baik sudahi. Jangan menyampaikan hal yang tidak-tidak di depan Will. Aku baik-baik saja.”Di sisi lain, Will telah sampai di depan pintu kamar kecil ketika dia menghentikan langkah kakinya. Matanya menangkap sepasang mata dingin. Setelah hening sesaat, dia berkata, “Jangan katakan bahwa kau membuntuti Ari sampai sini?”Tatapan Mark berubah gelap. “Ari? Sepertinya kau cukup dekat dengan istriku.”Will terhenyak mendengar kata ‘istri
Will melirik ke arah Arianne namun tidak memberi tahu perjumpaannya dengan Mark. “Bukan apa-apa. Sudah larut, mari kita sudahi. Tiffie, kau harus pulang ke rumah dan menemani ibumu.”Tiffany menghela. “Kau tahu seperti apa ibuku. Sekarang ayahku pergi, dia mungkin tidak akan dapat kembali normal selama beberapa tahun.”Arianne mengangguk, “Lalu dia pergi. Hubungi aku jika kau butuh apapun.”Tepat saat dia berucap, dia menyadari sebuah mobil Rolls-Royce hitam tidak jauh terparkir. Dia ingat plat nomor mobilnya dengan baik - itu adalah mobil Mark...Hanya butuh sesaat bagi Brian untuk keluar dari mobil, berjalan ke arahnya, dan mengambil tasnya. “Waktunya pergi, nyonya.”Arianne tidak mengira akan melihat Mark di sini. Dia melihat ke arah Will dan Tiffany lalu mengikuti Brian ke dalam mobil tanpa berucap sepatah katapun.Ekspresi Mark di dalam mobil sulit untuk dipahami. “Apa yang kau lakukan disini?” tanya Arianne.Dia melihat ke arah gedung-gedung yang terlewati. “Kenapa aku tid
Mark sudah memesan agar ini disiapkan sejak kemarin. Kebetulan, Helen dan Aery mengunjungi mereka juga hari ini. Arianne tidak yakin apakah dia mempersiapkannya secara khusus untuk Aery, tapi bahan-bahannya ternyata datang terlambat dan Aery tidak bisa menunggu hingga jam makan malam.Udang dengan kualitas tinggi ini sangat sulit ditemukan dalam musim sekarang. Mark pasti sudah bersusah payah berusaha memesan ini dari luar negeri.Dia baru saja memasukan udang ke mulutnya, saat Mark tiba di ruang makan. Ketika Arianne melihat wajahnya, dia mengira kalau Mark marah karena dia sudah mulai makan duluan. Saat dia sedang ragu apakah dia harus melepeh udangnya atau tidak, Mark mendorong sepiring penuh udang ke hadapannya dan berkata. “Tidak tahu tata krama meja makan.”Arianne lalu teringat kalau Mark tidak pernah makan udang.Walaupun nada suaranya tidak ramah. Dia tidak peduli dengan peraturan lagi saat ini. Dia mengangkat tangannya dan segunung kulit udang sudah muncul di hadapannya.
Sudah lama sejak terakhir kali mereka makan bersama dan menghabiskan waktu dirumah yang sama. Mark tidak mengambil inisiatif untuk bicara padanya beberapa hari terakhir ini, maka Arianne menghentikan langkahnya saat dia mendengar ini. “Aku… tidak suka dengan bau rokoknya. Kau merokok saja, aku akan tidur di kamar tamu.”Arianne tidak pernah mengatakan apapun soal kebenciannya pada kebiasaan merokoknya sebelumnya… tatapan rumit tersirat dimata Mark. dia lalu melempar bungkus rokok ke tong sampah, bangun dari kursi dan berjalan ke tempat tidur. “Tidurlah.”Arianne terkejut. Dia tidak mengerti apa maksudnya. Apakah dia membuang bungkus rokoknya karena dia baru saja mengatakan kalau dia benci bau rokok? Itu tampak tidak mungkin kalau dia melakukannya hanya karena mempertimbangkan dirinya. Kemungkinan paling besar disini adalah dia sedang merasa kesal…Dia merasa bingung sesaat, lalu berjalan ke tong sampah dan mengambil kembali bungkus rokoknya. Tempat sampah di kamar mereka selalu bers
Tiba-tiba Tiffany teringat dengan Ethan. Dia belum menceritakan soal putusnya hubungan mereka, lalu nada suara nya menjadi pahit. “Ya, itu akan membaik, dan kita semua akan baik-baik saja!”Saat Arianne menutup teleponnya, dia langsung kembali bekerja. Pagi yang sibuk sangat cepat berlalu. Saat makan siang, dia terpikir akan restoran Cina di dekat kantor yang menyajikan makanan ringan.Di restoran Cina itu, dia memesan dua makanan yang dia suka dan mulai makan. Saat dia akan pulang, dia menyadari kalau diluar sedang hujan. Cuacanya selalu tidak bisa di prediksi di musim ini, persis seperti Mark Tremont…Hujannya lumayan deras dan tidak ada tanda kalau hujannya akan berhenti. Beberapa waktu berlalu dia pun menyadari kalau dia sepertinya akan terjebak disini. Walaupun kantornya tidak jauh, dia tidak mungkin bisa kesana tanpa basah kuyup. Ada ruang terbuka yang dipakai sebagai tempat parkir di depan restoran itu, karena dia tidak dekat dari jalan besar, maka dia juga tidak bisa memangg
Arianne terdiam beberapa saat.”... Kau meragukanku seperti Tiffie. Baiklah, kita sudah sampai. Kau bisa berhenti disini.”Dia menunggu hingga mobilnya berhenti lalu dengan tergesa-gesa keluar dari mobil setelah mengucapkan terimakasih pada Ethan.Ethan menatap Arianne yang berlalu pergi dengan mata gelapnya. Sepertinya Tiffany belum memberitahukannya soal putusnya mereka…Saat sudah waktunya untuk pulang, Arianne menerima pesan dari Tiffany. ‘Sulit sekali mencari pekerjaan! Bukan hanya itu, hari ini hujan terus. Menyebalkan sekali!’Arianne hampir selesai dengan pekerjaannya, maka dia membalas. “Kau punya Ethan yang selalu mendukungmu, apalagi yang harus kau khawatirkan? Kau selalu membantunya, sekarang gilirannya untuk membantumu. Karena dia mempunyai pekerjaan bagus sekarang dan mengendarai mobil yang harganya hampir mencapai ratusan ribu dolar, kau bisa hidup yang berkecukupan. Santai saja saja mencari pekerjaanya.’Setelah mengirimkan pesan itu, Tiffany tidak langsung membalas