Regis telah keluar dari ruangan James Ritter. Ia menyusuri koridor dan berjalan menuju lift. Namun, langkahnya terhenti ketika ia melihat sosok wanita yang memang ingin dicarinya. Amora Lysander berdiri di depan lift dengan wajah muram. Wanita itu tampak melamun hingga tidak menyadari kehadiran Regis yang telah berdiri di sampingnya. “Ehem!” Regis sengaja berdeham pelan untuk mengalihkan perhatian wanita itu. Namun, Amora masih saja berdiri diam dengan wajah tertunduk memandang gawai butut di tangannya. Netra elang Regis melirik wanita itu. Sudut bibirnya terangkat tipis. “Amora Lysander,” panggilnya. Refleks, Amora mendongak. Ia langsung mengangkat tangannya dan berseru, “Ya!” “Pfftt!” Regis berusaha menahan gelak tawanya melihat kekonyolan yang baru saja dilakukan oleh Amora. Ia tidak menyangka wanita itu akan terkejut dengan panggilannya. Pandangan Amora pun beralih kepada Regis. Melihat ekspresi kebingungan Amora, Regis tidak dapat lagi menahan tawanya. “Berhenti tertawa,
“Kamu bisa menghubungiku kalau membutuhkan bantuan untuk merawat Nyonya Adams, Henry. Aku akan membantumu semampuku.” Amora berpesan kepada putra Emma sebelum ia berpamitan untuk pulang bersama Rayden. Ia tidak bisa pergi tanpa merasa bertanggung jawab. Saat ini mereka berada di luar ruangan rawat Emma. Hilde berdiri di samping Henry dengan tatapan tajam, tetapi wanita itu tidak mengatakan apa pun. Amora juga tidak menghiraukannya karena tahu jika wanita itu tidak menyukai kehadirannya di sana. Meskipun kesalahpahaman mereka sudah selesai dibicarakan, tetapi Hilde masih belum bisa melepaskan amarah dan kebenciannya terhadap Amora. Tidak mudah baginya untuk menghapus kenangan buruknya tersebut. Amora juga tidak ingin memperpanjang keributannya dengan Hilde. Ia berpikir untuk tetap bersikap sewajarnya. Saat ini hal yang terlintas di dalam benak Amora adalah kondisi Emma. Meskipun ia tidak bisa membantu dalam hal keuangan, tetapi setidaknya ia memiliki ketulusan untuk menggunakan te
“Kenapa Paman masih ada di sini?” tanya Rayden dengan penuh rasa ingin tahu, tetapi juga terlintas kekhawatiran di dalam benaknya. Regis merasa senang dengan respon yang diberikan anak laki-laki itu.“Paman menunggu kalian,” sahut Regis seraya melirik Amora yang masih memasang wajah masam. Bola mata Rayden semakin membulat tak percaya atas jawaban yang didengarnya.Di satu sisi, Amora telah melayangkan tatapan tajamnya kepada Regis “Bukankah Anda bilang akan menunggu di lobi? Saya kira Anda berubah pikiran,” sindirnya dengan dingin. Suara kekehan kecil pun bergulir dari bibir Regis. Ia dapat merasakan kekesalan dari nada bicara wanita itu terhadap dirinya. Namun, hal itu membuat wanita itu semakin menarik di dalam benaknya.“Tadi aku mencari kalian di atas. Aku pikir kalian masih lama, tapi ternyata kalian sudah turun lebih dulu. Kita hanya berselisih jalan.” Mendengar penjelasan dari Regis, Rayden langsung menoleh ke arah ibunya seolah bertanya atas hal yang terjadi di luar sepen
“Waaahhh! Malam ini kita benar-benar akan tidur di sini, Ma?” Rayden berseru dengan penuh takjub dengan hal yang terpampang di depan matanya. Ia baru saja turun dari taksi bersama ibu dan paman super hero-nya. Mereka sedang berdiri di depan gedung pencakar langit yang berdiri dengan megah dan bercahaya dengan lampu-lampu yang menyala dengan indah. Gedung tinggi tersebut merupakan hotel bintang lima paling elit yang ada di Kota New York. Ini pertama kalinya bagi Rayden melangkahkan kakinya ke dalam gedung megah yang dipenuhi dengan interior dan dekorasi yang sangat berkelas. Lantai tempatnya berpijak terlihat sangat mengkilap hingga membuatnya takut jikalau sepatu lusuhnya akan mengotori lantai tersebut. “Mama.” Rayden menarik ujung lengan baju ibunya. Amora menoleh. Ia dapat melihat kekhawatiran putranya. Bagi mereka, datang ke tempat mewah seperti ini sangat berlebihan. Meskipun dulu Amora sering beberapa kali berkunjung ke gedung hotel ini, tetapi saat itu ia datang hanya untu
Amora tidak menjawab. Ia bergegas menyusul Rayden dan memilih untuk berpura-pura tidak mendengar ucapan pria itu.Sebenarnya di dalam hati Amora, tidak dapat memungkiri jika dirinya sangat senang menerima fasilitas bermalam semewah ini. Apalagi ia dapat melihat Rayden yang begitu bersemangat karena merupakan pengalaman yang sangat baru bagi putranya tersebut.Namun, Amora tidak ingin terlena dengan kemewahan yang bukan merupakan miliknya. Ia berpikir untuk segera mencari tempat tinggal yang baru sesegera mungkin besok agar Rayden tidak terlalu terikat dan dimanjakan dengan hal berbau dengan ‘kemewahan’ dan ‘kekuasaan.Regis bergegas menyusul keduanya masuk ke dalam gedung megah tersebut. Dua orang petugas yang berjaga di depan pintu langsung memasang sikap sigap dalam menyapa Regis.Dua orang resepsionis wanita dan pria yang sedang berdiri di depan counter kerjanya ikut menyapa Regis dan memberikan anggukan kecil sebagai tanda hormat mereka.Regis hanya membalas anggukan tipis kepada
“Ehm … saya rasa karena Anda memiliki sandal anak-anak di dalam rak sepatu Anda, Tuan Muda Lorenzo." Amora bergegas menjelaskan pikiran putranya tersebut. Ia tidak ingin terjadi kesalahpahaman di antara keduanya. Kedua alis Regis bertaut. Ia tertegun selama tiga detik, lalu ia tertawa kecil. “Ternyata karena itu,” gumamnya. “Maafkan Ray, Tuan. Saya harap Anda tidak memasukkannya ke hati. Mungkin karena dia hanya penasaran saja,” tukas Amora yang berusaha membela putranya. Ia khawatir Regis tersinggung dengan ucapan putranya itu. Perlahan tawa Regis terhenti. Ia menatap Rayden yang sedang menunggu jawaban darinya, lalu pandangannya tertuju lurus kepada Amora. Wanita itu terlihat salah tingkah dan memilih untuk membantu Rayden untuk meletakkan sepatu ke dalam raknya. Regis pun tersenyum kecil. Ia mengikuti gerak-gerik Amora, kemudian berkata, “Kamu tidak perlu meminta maaf, Amora. Tidak ada yang salah dari pertanyaan Ray." Pandan
“Te-tentu saja hanya istri ataupun kekasih Anda yang berhak. Tidak pantas kalau saya yang menanyakan hal yang berada di luar porsiku sebagai tamu di sini,” cicit Amora dengan wajah yang sedikit tertunduk.Ia sengaja memutuskan kontak mata dengan Regis karena rasanya jawaban yang diberikan kepada pria itu terdengar seperti ia sedang memendam kecemburuan. Padahal tidak sedikit pun di dalam pikiran Amora untuk bersikap seperti itu.Amora berusaha memperjelas hubungan mereka kepada pria itu. Akan tetapi, ucapan dan tindakannya benar-benar sulit diselaraskan.Saat ini jantung Amora masih berpacu dengan cepat karena tindakan yang dilakukan Regis terhadapnya. Telunjuk pria itu masih berada di atas bibirnya. Kali ini pria itu menarik dagunya sehingga tatapan mereka kembali bertemu.Sudut bibir Regis terangkat tipis. Perlahan ia mendekati wajah wanita itu sehingga netra Amora langsung terpejam erat.Wanita itu mengira Regis akan merebut ciuman secara paksa darinya. Akan tetapi, ternyata Regis
Amora berjalan mengelilingi penthouse itu untuk mencari putranya yang tidak kelihatan sosoknya sejak tadi. Wajahnya masih terasa panas dan memerah. Berbagai umpatan terhadap Regis masih terlintas di dalam benaknya.“Di mana anak itu?” gumam Amora seraya menghela napas panjang. Ia sudah cukup lelah dan sekarang harus mengitari penthouse itu.Penthouse itu begitu luas hingga Amora tidak tahu harus melangkah ke mana untuk mencari putranya. Akhirnya ia terpaksa memanggil anak laki-laki itu untuk mempersingkat waktu pencariannya."Ray, keluarlah! Kamu di mana?" “Mama!” sahut Rayden.Amora pun menoleh ke arah sumber suara dan melihat sosok putranya yang baru saja menyembulkan wajahnya dari balik salah satu pintu ruangan.“Apa yang kamu lakukan di sana, Ray? Jangan berkeliaran sembarangan. Ini bukan rumah kita. Bersikaplah yang sopan,” ucap Amora mengingatkan anak laki-laki itu.Rayden mengerucutkan bibirnya, lalu mengikuti ibunya menuju ruang tengah di mana terdapat sofa berkelas tinggi da
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi