“Dia adalah Johanes Brown, suami saya.”Seorang wanita muda dengan penampilan yang cukup ‘wah’ dan terkesan terlalu terbuka karena belahan dadanya tampak menantang tersebut, tiba-tiba saja ikut menyela dalam pembicaraan dan menjelaskan sosok pria yang sedang berdiri di sampingnya saat ini.Wanita itu adalah Lisa Taylor, ibu dari Benjamin Brown yang sempat berseteru dengan Amora waktu itu. Ia memperkenalkan suaminya dengan bangga dan tersenyum dengan genitnya untuk menunjukkan ketertarikannya kepada Regis.Kening Johanes mengernyit. Wajahnya tampak sedikit ditekuk dengan tingkah aneh istrinya yang dinilai terlalu centil.“Tuan Brown adalah wakil saya, Tuan Muda Lorenzo,” terang Larry dengan senyuman yang masih sumringah di wajahnya.“Ayah saya adalah David Brown. Anda pasti mengenalnya karena ayah saya pernah bertemu dengan Anda di beberapa pertemuan,” sahut Johanes dengan penuh percaya diri.Namun, Regis tidak menanggapi. Ia hanya memberikan lirikan tajamnya kepada Larry. Membuat pria
Larry sangat terkejut dengan penuturan Regis mengenai siswa mereka yang hilang tanpa mereka ketahui. Ia kembali menatap asistennya dan bertanya dengan nada sedikit membentak, “Nona Smith, apa Anda tadi tidak melihatnya dengan jelas?”Eva terlonjak kaget. Ia meremas kedua tangannya dengan gugup. Wajahnya terlihat pias seperti kertas putih tak bernoda. “Tadi … tadi memang ada satu anak yang keluar. Katanya dia sedang tidak enak badan, jadi dia meminta izin untuk ke kamar kecil. Saya pikir dia tidak ingin menerima beasiswa itu karena orang tuanya juga tidak hadir di sini,” jawab Eva dengan waswas.Regis mengangkat satu alisnya. Ia memang tidak melihat sosok Amora di dalam ruangan itu. Padahal ia sangat berharap dapat bertemu kedua orang tersebut saat dalam perjalanan menuju ke sekolah tadi. Harapannya itu langsung sirna karena kelalaian para penanggung jawab sekolah tersebut.Regis merasa ada sesuatu hal yang tidak beres terjadi terhadap Amora dan Rayden. Ia merasa ada seseorang yang
Larry menatap anak laki-laki yang masih tersenyum cemerlang di hadapan Regis itu dengan nanar.“Siapa nama anak ini?”Larry bertanya kepada asistennya, Eva Smith mengenai anak laki-laki yang sudah berani memanggil Regis dengan sebutan “Paman Iron Man”. Ia benar-benar syok dan juga merasa malu karena memperlihatkan sesuatu hal yang tidak sepatutnya kepada tamu agungnya tersebut.“Namanya Rayden Lysander, siswa kelas satu,” jawab Eva dengan nada berbisik.“Ehem, Rayden Lysander,” panggil Larry kepada anak laki-laki itu.Perhatian Rayden pun beralih dari Regis kepada pria paruh baya tersebut. Kedua netranya mengerjap dengan bingung.“Apa yang sudah kamu katakan tadi? Apa kamu tidak diajarkan tata krama oleh orang tuamu bagaimana cara menyapa orang lain?” tanya Larry yang langsung menghakimi anak laki-laki itu.Seulas senyuman di wajah Rayden perlahan memudar. Kedua binar di bola matanya ikut meredup. Ia tidak menjawab pertanyaan tersebut karena khawatir jawabannya akan memicu desas-desus
Meskipun telah menerima bentakan dan pengusiran secara langsung, tetapi putra Amora tersebut masih mengangkat wajahnya dan menatap orang tua Benjamin dengan tajam. Bocah laki-laki itu tahu jika semua orang terutama ibu kandung Benjamin pasti sangat senang melihat dirinya dihina dan dikeluarkan dengan cara memalukan seperti ini. “Saya akan keluar. Saya juga tidak sudi menerima beasiswa yang hanya bisa menilai seseorang dari ucapan sepihak seperti ini saja!” Kedua bola mata biru Alicia terbelalak lebar. Refleks, gadis itu langsung berdiri dan memberikan tepukan tangan yang meriah terhadap ucapan yang dilontarkan anak laki-laki itu. Alicia mengacungkan kedua jempolnya atas sikap perlawanan anak tersebut. Ia menyukai perlawanan yang diberikan Rayden kepada orang dewasa yang telah menyudutkannya.Gadis itu sangat memahami posisi Rayden karena ia juga tidak suka diperlakukan buruk dan dipermalukan seperti ini. Menurut pengamatan Alicia, sikap pengurus yayasan sekolah itu terlalu berlebi
“Aku rasa mereka sudah meragukan pilihanmu, Kak.”Pernyataan pedas yang sengaja dilontarkan Alicia untuk memanaskan suasana berhasil membuat tatapan Larry dan Johanes tertuju padanya. Kedua pria itu merasa sangat kesal dan marah, tetapi tidak berani mengungkapkannya secara langsung kepada gadis itu.Melihat ekspresi keduanya yang menahan amarah padanya, Alicia tidak dapat berhenti tertawa. Ia merasa kedua pria itu terlihat seperti badut yang lucu.“Oh ya?” Regis mengangkat satu alisnya. Tidak ada ekspresi apa pun yang ditunjukkannya.Meskipun Regis tahu jika adiknya sengaja mempermainkan kedua pengurus yayasan sekolah tersebut, tetapi Regis dapat memanfaatkan situasi tersebut untuk menyudutkan mereka lebih jauh.“Ti-Tidak, Tuan Muda Lorenzo. Mana mungkin kami meragukan Anda,” tampik Johanes dengan cepat.Lisa langsung menyenggol lengan suaminya. Ia tampak kesal karena suaminya malah menghancurkan rencananya untuk mempermalukan Rayden. Namun, ia tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun
“Saya sangat senang karena kalian memiliki semangat yang luar biasa. Saya yakin cita-cita yang kalian impikan pasti akan terwujud,” ucap Regis mengakhiri pertemuannya dengan para siswa Sunrise School.Sontak, para siswa tersebut bertepuk tangan sebagai bentuk rasa terima kasih dan penghargaan mereka atas ucapan Regis.Satu per satu dari mereka menjabat tangan Regis setelah pria itu membagikan sertifikat sebagai simbolis dari pemberian beasiswa yang diberikannya, lalu mereka pun mulai meninggalkan ruangan tersebut.Alicia juga ikut keluar. Gadis itu merasa sudah cukup melihat tontonan menarik tadi. Mark terpaksa ikut keluar karena khawatir gadis itu akan membuat masalah yang lain.Regis juga Ingin menyusul adiknya keluar dari ruangan. Akan tetapi, Larry memanggilnya."Tuan Muda Lorenzo, kita belum selesai berbicara. Bukankah Anda sudah berjanji untuk membahas masalah kerja sama kita setelah penyerahan beasiswa ini?" tanya pria paruh baya itu, sekedar mengingatkan Regis.Namun, Regis ma
“Ma-maafkan saya. Tadi saya sudah lancang memanggil Paman seperti itu,” cicit Rayden dengan wajah tertunduk.“Saya tahu kalau Paman pasti marah karena gara-gara saya, Paman jadi malu di depan orang-orang,” lanjut Rayden lagi.Tadi putra Amora itu memang keceplosan. Ia benar-benar tidak menyangka akan bertemu kembali dengan pria yang telah menjadi sosok ayah idamannya sejak awal pertemuan pertama mereka.Karena tindakan spontannya tadi, ia malah dianggap tidak memiliki tata krama oleh ibunya Benjamin. Sebenarnya ada rasa sesal di dalam hati Rayden dengan sikapnya tersebut walaupun tadi ia enggan mengakuinya.Regis mengulum senyumnya, lalu mengusap puncak kepala anak laki-laki itu dan berkata, “Siapa bilang kalau saya malu? Memangnya dari segi mana kamu melihat saya marah, hm?”Rayden mengangkat wajahnya dengan cemas, lalu bertanya, “Paman sungguh tidak marah?”Lengkungan di bibir Regis semakin dalam. “Tidak. Untuk apa saya marah? Apa memanggil saya seperti itu adalah penghinaan?” ucapn
“Tentu saja saya tidak keberatan!” cetus Rayden dengan spontan. Wajah anak laki-laki itu berubah sangat cerah. Namun, sedetik kemudian wajahnya berubah sangat muram karena kembali teringat dengan sikap ibunya yang akan marah apabila mengetahui keinginannya tersebut. Melihat raut wajah Rayden yang berubah dengan cepat, kening Regis pun mengerut. “Ada apa? Apa … saya tidak dapat memenuhi ekspektasimu?” tanya Regis dengan bingung. Padahal ia mengira jika anak laki-laki itu akan sangat senang dengan tawarannya ini. “Bukan begitu,” cicit Rayden dengan wajah yang kembali tertunduk sendu. Padahal Regis berpikir jika ia dapat meraih hati putra Amora tersebut dengan mudah, tetapi ternyata sulit baginya mendapatkan pengakuan meskipun dirinya adalah sosok ayah yang diidamkan anak laki-laki itu. Regis berharap dapat berhasil mengambil hati Rayden agar rencananya ke depan akan lebih mulus. Tanpa Rayden ketahui, pria itu memiliki maksud dan tujuan tertentu mengadakan acara pembagian beasiswa
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi