“Ma-maafkan saya. Tadi saya sudah lancang memanggil Paman seperti itu,” cicit Rayden dengan wajah tertunduk.“Saya tahu kalau Paman pasti marah karena gara-gara saya, Paman jadi malu di depan orang-orang,” lanjut Rayden lagi.Tadi putra Amora itu memang keceplosan. Ia benar-benar tidak menyangka akan bertemu kembali dengan pria yang telah menjadi sosok ayah idamannya sejak awal pertemuan pertama mereka.Karena tindakan spontannya tadi, ia malah dianggap tidak memiliki tata krama oleh ibunya Benjamin. Sebenarnya ada rasa sesal di dalam hati Rayden dengan sikapnya tersebut walaupun tadi ia enggan mengakuinya.Regis mengulum senyumnya, lalu mengusap puncak kepala anak laki-laki itu dan berkata, “Siapa bilang kalau saya malu? Memangnya dari segi mana kamu melihat saya marah, hm?”Rayden mengangkat wajahnya dengan cemas, lalu bertanya, “Paman sungguh tidak marah?”Lengkungan di bibir Regis semakin dalam. “Tidak. Untuk apa saya marah? Apa memanggil saya seperti itu adalah penghinaan?” ucapn
“Tentu saja saya tidak keberatan!” cetus Rayden dengan spontan. Wajah anak laki-laki itu berubah sangat cerah. Namun, sedetik kemudian wajahnya berubah sangat muram karena kembali teringat dengan sikap ibunya yang akan marah apabila mengetahui keinginannya tersebut. Melihat raut wajah Rayden yang berubah dengan cepat, kening Regis pun mengerut. “Ada apa? Apa … saya tidak dapat memenuhi ekspektasimu?” tanya Regis dengan bingung. Padahal ia mengira jika anak laki-laki itu akan sangat senang dengan tawarannya ini. “Bukan begitu,” cicit Rayden dengan wajah yang kembali tertunduk sendu. Padahal Regis berpikir jika ia dapat meraih hati putra Amora tersebut dengan mudah, tetapi ternyata sulit baginya mendapatkan pengakuan meskipun dirinya adalah sosok ayah yang diidamkan anak laki-laki itu. Regis berharap dapat berhasil mengambil hati Rayden agar rencananya ke depan akan lebih mulus. Tanpa Rayden ketahui, pria itu memiliki maksud dan tujuan tertentu mengadakan acara pembagian beasiswa
“Tentu saja atas dasar Paman adalah pahlawan super heromu yang luar biasa. Apa ada wanita yang bisa menolak lelaki sepertiku?” Regis tersenyum dengan penuh percaya diri dan terkesan sedikit narsis dengan ucapan yang dilontarkannya itu. Namun, ia tidak melebih-lebihkannya karena kenyataannya, ia memang memiliki kriteria yang diinginkan semua wanita. Sayangnya, Rayden tidak terlalu yakin ibunya akan terlena dengan hal-hal seperti itu. Apalagi ibunya sudah menegaskan kepadanya kalau dia tidak memiliki niat untuk menikah lagi. Ia pun menertawakan sikap narsis sosok ayah idamannya tersebut. “Kita bicarakan nanti kalau Paman memang bisa berhasil membujuk ibuku,” tukas Rayden. “Baiklah, kalau begitu … kamu akan memihak Paman, bukan?” tanya Regis memastikan. “Selama Paman tidak melukai ataupun menyakiti ibuku, saya akan selalu di pihak Paman,” tukas Rayden dengan tersenyum cemerlang. Seulas senyuman juga terbit di bibir Regis. Ia mengepalkan tangan kanannya, lalu menyodorkan kepalannya t
“Nyonya Lysander, apa yang terjadi dengan Anda?” Daisy Miller—wali kelas Rayden menatap syok penampilan Amora yang berpaspasan dengannya di tengah koridor sekolah. Saat ini hampir sekujur tubuh Amora dalam kondisi basah kuyup. Hujan memang sudah turun dengan sangat deras di luar gedung saat ini. Daisy menerka jika Amora baru saja menerjang hujan untuk tiba di sekolah tersebut. “Saya kehujanan, Miss,” jawab Amora dengan cepat. Netranya memandang ke sekeliling koridor dan tidak mendapati siapa pun di belakang Daisy saat ini. “Miss, di mana putra saya?” tanya Amora dengan bingung. Ia mengira Rayden bersama dengan guru tersebut. Kening Daisy mengernyit. “Rayden belum pulang? Saya pikir tadi dia langsung dijemput oleh Nyonya setelah pembagian beasiswa." Amora mulai memahami jika Daisy tidak mengetahui keberadaan Rayden saat ini. “Tadi saya ada sedikit urusan dan sempat tertahan cukup lama. Saya … saya pikir Ray akan menunggu di sekolah,” ucap Amora dengan nada yang mulai terdengar p
Kedua bola mata Rayden membelalak syok. Ia tidak menyangka lelaki plontos bertampang sangar itu akan melemparnya!Seketika tubuh Rayden melayang di udara. Ia memejamkan matanya dengan erat dan mengira tubuhnya akan remuk karena menghantam tanah di halaman rumahnya.Akan tetapi, semua kekhawatirannya lenyap karena tubuhnya ternyatta mendarat di dalam dekapan seseorang yang tidak lain adalah Regis Lorenzo.Lelaki itu berhasil menangkapnya dengan cepat sebelum tubuh Rayden mencium tanah yang bertekstur kasar dan berbatu.Sepasang tangan kokoh Regis memeluk erat tubuh mungil tersebut di dalam pelukannya. Ia tidak peduli meskipun setelan jas mahalnya harus kotor karena berguling di atas tanah tersebut.Pundaknya juga membentur batu yang cukup besar dan menimbulkan sedikit sobekan di sana. Regis sempat meringis sekilas, tetapi ia mengabaikan rasa sakitnya itu karena ada hal yang lebih penting daripada benturan kecil itu.“Tuan Muda!”Mark yang berteriak dengan panik, segera menghampiri Regi
Kepalan tinju Regis melayang dengan sangat cepat. Memukul tepat di titik area kelemahan yang ada pada setiap tubuh lawannya. Ia tidak memberikan satu kesempatan pun bagi ketiga lawannya untuk menyentuh tubuhnya. Dalam hitungan detik saja, ketiga lelaki yang telah menertawakannya tadi telah bertekuk lutut di hadapannya dengan memegang area yang terkena pukulan Regis tadi. Sudut bibir Regis terangkat sinis. Satu tangannya menarik rambut salah satu lawannya dan menengadahkan wajah lawannya tersebut. Ia kembali memberikan pukulan bertubi-tubi pada wajah lawannya tersebut hingga cairan merah pekat mengalir deras dari hidung lawannya itu. Tubuh lawannya itu sudah tidak lagi berdaya melawan dan berakhir sangat mengenaskan.Kini perhatian Regis beralih kepada lelaki paruh baya yang tengah meringkuk dengan satu tangan memegang ulu hatinya yang terasa nyeri akibat pukulan Regis beberapa saat lalu.“Am-ampuni saya, Tuan,” ujar lelaki paruh baya yang sempat mengejeknya bersama lelaki plontos t
Amora yang baru saja tiba di depan rumahnya, sangat kaget ketika melihat kekacauan yang terjadi. Tadi ia berusaha menerobos kerumunan orang-orang yang mengelilingi halaman rumahnya.Wanita itu benar-benar syok ketika melihat semua barang pribadinya berada di luar rumahnya. Apalagi ketika melihat sosok Regis Lorenzo yang sedang mencengkeram leher seorang pria asing, Amora langsung menghardiknya dengan keras.“Mama!”Rayden langsung melepaskan pelukan Alicia ketika melihat sosok ibunya. Ia menghambur ke arah ibunya, kemudian memeluk pinggang wanita itu dengan erat.Melihat sosok Amora, Alicia yang berdiri di tengah keributan itu langsung memalingkan wajahnya. ‘Ke-kenapa dia bisa ada di sini?’Alicia tidak menyangka akan bertemu dengan wanita karyawan toserba itu di tempat tersebut.‘Tadi anak itu panggil dia apa? Mama? Jadi dia ... Mama anak itu?’ batin Alicia yang menelaah dengan wajah yang telah terperangah syok.Karena khawatir wanita itu mengenali wajahnya, ia segera mencari tempat
Regis malah tersenyum. Ia tahu jika ucapannya telah membuat jantung wanita itu hampir terlepas. Ia memang sengaja mengungkit hal itu untuk melihat reaksi yang diberikan Amora dan ternyata dugaannya tidak meleset. Amora memang tidak ingin Rayden mengetahui bahwa mereka pernah berhubungan dekat dulu. Hal ini semakin meyakinkan hati Regis mengenai status Rayden. Namun, demi lebih yakin, ia tetap akan melakukan tes DNA. Tentu saja ia sudah mendapatkan sampel dari rambut milik Rayden tanpa sepengetahuan anak laki-laki itu dan Amora pastinya. Inilah salah satu alasan Regis mendekati anak itu. Melihat kepanikan dan kegugupan wanita itu, Regis kembali tersenyum. Sikapnya masih terlihat sangat tenang meskipun sebelumnya ia sudah menumpahkan amarahnya seperti seseorang yang kehilangan akal sehatnya. “Baiklah kalau memang Anda mengharapkan seperti itu, Amora,” ucap Regis yang tidak ingin memperpanjang keributan di antara mereka. Embusan napas kasar bergulir dari bibir Amora. Ia tidak bisa me
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi