“Aku juga tidak tahu,” jawab Alicia. Netra elang Regis langsung menghunus kepada sang adik dengan tajam. “Kamu tidak tahu?” Gadis itu pun memutar bola matanya dengan malas. Ia langsung menyambar gawainya dari tangan sang kakak dan berkata, “Benar-benar menyebalkan! Apa aku sudah tidak ada privasi apa pun, huh?” Protes yang diajukan Alicia tidak digubris oleh Regis. “Aku sudah mau menginjak 18 tahun, Kak. Jangan terus menganggapku seperti anak kecil!” lanjut Alicia dengan wajah yang ditekuk masam. “Masih dua bulan lagi,” ucap Regis membalikkan ucapan sang adik tadi. Alicia mendengkus kesal. Tidak ada niatnya untuk menjelaskan tentang hal yang sedang dilakukannya kepada kakaknya itu. Sudut bibir gadis itu ditekuk masam. Ia hanya memandang layar gawainya untuk mengalihkan pandangannya dari kakaknya. Kedua alis Regis pun bertaut. “Kamu tidak sedang berpacaran dengan seorang perempuan kan, Alicia?” selidik Regis dengan ragu. Khawatir jika sang adik malah memiliki perilaku m
“Dia adalah Johanes Brown, suami saya.”Seorang wanita muda dengan penampilan yang cukup ‘wah’ dan terkesan terlalu terbuka karena belahan dadanya tampak menantang tersebut, tiba-tiba saja ikut menyela dalam pembicaraan dan menjelaskan sosok pria yang sedang berdiri di sampingnya saat ini.Wanita itu adalah Lisa Taylor, ibu dari Benjamin Brown yang sempat berseteru dengan Amora waktu itu. Ia memperkenalkan suaminya dengan bangga dan tersenyum dengan genitnya untuk menunjukkan ketertarikannya kepada Regis.Kening Johanes mengernyit. Wajahnya tampak sedikit ditekuk dengan tingkah aneh istrinya yang dinilai terlalu centil.“Tuan Brown adalah wakil saya, Tuan Muda Lorenzo,” terang Larry dengan senyuman yang masih sumringah di wajahnya.“Ayah saya adalah David Brown. Anda pasti mengenalnya karena ayah saya pernah bertemu dengan Anda di beberapa pertemuan,” sahut Johanes dengan penuh percaya diri.Namun, Regis tidak menanggapi. Ia hanya memberikan lirikan tajamnya kepada Larry. Membuat pria
Larry sangat terkejut dengan penuturan Regis mengenai siswa mereka yang hilang tanpa mereka ketahui. Ia kembali menatap asistennya dan bertanya dengan nada sedikit membentak, “Nona Smith, apa Anda tadi tidak melihatnya dengan jelas?”Eva terlonjak kaget. Ia meremas kedua tangannya dengan gugup. Wajahnya terlihat pias seperti kertas putih tak bernoda. “Tadi … tadi memang ada satu anak yang keluar. Katanya dia sedang tidak enak badan, jadi dia meminta izin untuk ke kamar kecil. Saya pikir dia tidak ingin menerima beasiswa itu karena orang tuanya juga tidak hadir di sini,” jawab Eva dengan waswas.Regis mengangkat satu alisnya. Ia memang tidak melihat sosok Amora di dalam ruangan itu. Padahal ia sangat berharap dapat bertemu kedua orang tersebut saat dalam perjalanan menuju ke sekolah tadi. Harapannya itu langsung sirna karena kelalaian para penanggung jawab sekolah tersebut.Regis merasa ada sesuatu hal yang tidak beres terjadi terhadap Amora dan Rayden. Ia merasa ada seseorang yang
Larry menatap anak laki-laki yang masih tersenyum cemerlang di hadapan Regis itu dengan nanar.“Siapa nama anak ini?”Larry bertanya kepada asistennya, Eva Smith mengenai anak laki-laki yang sudah berani memanggil Regis dengan sebutan “Paman Iron Man”. Ia benar-benar syok dan juga merasa malu karena memperlihatkan sesuatu hal yang tidak sepatutnya kepada tamu agungnya tersebut.“Namanya Rayden Lysander, siswa kelas satu,” jawab Eva dengan nada berbisik.“Ehem, Rayden Lysander,” panggil Larry kepada anak laki-laki itu.Perhatian Rayden pun beralih dari Regis kepada pria paruh baya tersebut. Kedua netranya mengerjap dengan bingung.“Apa yang sudah kamu katakan tadi? Apa kamu tidak diajarkan tata krama oleh orang tuamu bagaimana cara menyapa orang lain?” tanya Larry yang langsung menghakimi anak laki-laki itu.Seulas senyuman di wajah Rayden perlahan memudar. Kedua binar di bola matanya ikut meredup. Ia tidak menjawab pertanyaan tersebut karena khawatir jawabannya akan memicu desas-desus
Meskipun telah menerima bentakan dan pengusiran secara langsung, tetapi putra Amora tersebut masih mengangkat wajahnya dan menatap orang tua Benjamin dengan tajam. Bocah laki-laki itu tahu jika semua orang terutama ibu kandung Benjamin pasti sangat senang melihat dirinya dihina dan dikeluarkan dengan cara memalukan seperti ini. “Saya akan keluar. Saya juga tidak sudi menerima beasiswa yang hanya bisa menilai seseorang dari ucapan sepihak seperti ini saja!” Kedua bola mata biru Alicia terbelalak lebar. Refleks, gadis itu langsung berdiri dan memberikan tepukan tangan yang meriah terhadap ucapan yang dilontarkan anak laki-laki itu. Alicia mengacungkan kedua jempolnya atas sikap perlawanan anak tersebut. Ia menyukai perlawanan yang diberikan Rayden kepada orang dewasa yang telah menyudutkannya.Gadis itu sangat memahami posisi Rayden karena ia juga tidak suka diperlakukan buruk dan dipermalukan seperti ini. Menurut pengamatan Alicia, sikap pengurus yayasan sekolah itu terlalu berlebi
“Aku rasa mereka sudah meragukan pilihanmu, Kak.”Pernyataan pedas yang sengaja dilontarkan Alicia untuk memanaskan suasana berhasil membuat tatapan Larry dan Johanes tertuju padanya. Kedua pria itu merasa sangat kesal dan marah, tetapi tidak berani mengungkapkannya secara langsung kepada gadis itu.Melihat ekspresi keduanya yang menahan amarah padanya, Alicia tidak dapat berhenti tertawa. Ia merasa kedua pria itu terlihat seperti badut yang lucu.“Oh ya?” Regis mengangkat satu alisnya. Tidak ada ekspresi apa pun yang ditunjukkannya.Meskipun Regis tahu jika adiknya sengaja mempermainkan kedua pengurus yayasan sekolah tersebut, tetapi Regis dapat memanfaatkan situasi tersebut untuk menyudutkan mereka lebih jauh.“Ti-Tidak, Tuan Muda Lorenzo. Mana mungkin kami meragukan Anda,” tampik Johanes dengan cepat.Lisa langsung menyenggol lengan suaminya. Ia tampak kesal karena suaminya malah menghancurkan rencananya untuk mempermalukan Rayden. Namun, ia tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun
“Saya sangat senang karena kalian memiliki semangat yang luar biasa. Saya yakin cita-cita yang kalian impikan pasti akan terwujud,” ucap Regis mengakhiri pertemuannya dengan para siswa Sunrise School.Sontak, para siswa tersebut bertepuk tangan sebagai bentuk rasa terima kasih dan penghargaan mereka atas ucapan Regis.Satu per satu dari mereka menjabat tangan Regis setelah pria itu membagikan sertifikat sebagai simbolis dari pemberian beasiswa yang diberikannya, lalu mereka pun mulai meninggalkan ruangan tersebut.Alicia juga ikut keluar. Gadis itu merasa sudah cukup melihat tontonan menarik tadi. Mark terpaksa ikut keluar karena khawatir gadis itu akan membuat masalah yang lain.Regis juga Ingin menyusul adiknya keluar dari ruangan. Akan tetapi, Larry memanggilnya."Tuan Muda Lorenzo, kita belum selesai berbicara. Bukankah Anda sudah berjanji untuk membahas masalah kerja sama kita setelah penyerahan beasiswa ini?" tanya pria paruh baya itu, sekedar mengingatkan Regis.Namun, Regis ma
“Ma-maafkan saya. Tadi saya sudah lancang memanggil Paman seperti itu,” cicit Rayden dengan wajah tertunduk.“Saya tahu kalau Paman pasti marah karena gara-gara saya, Paman jadi malu di depan orang-orang,” lanjut Rayden lagi.Tadi putra Amora itu memang keceplosan. Ia benar-benar tidak menyangka akan bertemu kembali dengan pria yang telah menjadi sosok ayah idamannya sejak awal pertemuan pertama mereka.Karena tindakan spontannya tadi, ia malah dianggap tidak memiliki tata krama oleh ibunya Benjamin. Sebenarnya ada rasa sesal di dalam hati Rayden dengan sikapnya tersebut walaupun tadi ia enggan mengakuinya.Regis mengulum senyumnya, lalu mengusap puncak kepala anak laki-laki itu dan berkata, “Siapa bilang kalau saya malu? Memangnya dari segi mana kamu melihat saya marah, hm?”Rayden mengangkat wajahnya dengan cemas, lalu bertanya, “Paman sungguh tidak marah?”Lengkungan di bibir Regis semakin dalam. “Tidak. Untuk apa saya marah? Apa memanggil saya seperti itu adalah penghinaan?” ucapn