“Tadi parfum Papa tumpah, Ray.”
Tentu saja Regis berbohong. Tadi ia sengaja menyemprotkan wewangian ke seluruh penjuru ruangan untuk menyamarkan aroma sisa percintaannya dengan Amora. Untung saja Rayden tidak memergokinya saat itu.
Jawaban yang diberikan ayahnya sama sekali tidak memuaskan Rayden. Netranya mengelilingi ruangan dan menemukan sosok ibunya yang tengah terbaring di atas ranjang. Padahal tidak biasanya ibunya tidur di waktu seperti ini.
Melihat keanehan tersebut, Rayden langsung menghampiri ibunya. “Mama kenapa, Pa?” tanyanya dengan panik.
Regis menghampiri putranya yang telah duduk di sisi ranjang. “Mamamu lagi tidur, Ray. Biarkan dia istirahat dulu,” ujarnya yang mencoba memberikan pengertian kepada putranya.
Akan tetapi, Rayden tidak mau mendengarkan ucapannya. Melihat ibunya masih memejamkan matanya, Rayden pun menggoyangkan lengan wanita itu.
Regis hanya bisa menghela napas pelan. Ia tahu
Kening Regis mengernyit ketika melihat Xavier yang tengah berbaring di sofa panjang ruang keluarganya. Ia pun berjalan menghampirinya. “Xavier, bangun,” ucap Regis seraya menarik bantal sofa yang menjadi sandaran kepala sahabatnya itu. “Hum?” Xavier membuka netranya dengan malas. “Aku ngantuk, Regis. Biarkan aku tidur di sini sebentar.” “Siapa yang mengizinkanmu tidur di sini? Bukankah tadi aku memintamu untuk membawa Ray pulang setelah jam tujuh? Kenapa kamu sudah pulang jam segini?” selidik Regis yang langsung meminta penjelasan dari sahabatnya itu. Xavier menghela napas berat. Akhirnya ia bangkit dari pembaringannya dan berkata, “Anakmu sudah tidak betah di sana. Mana mungkin aku menghalanginya.” Xavier menguap lebar, lalu mengusap wajahnya dengan kasar untuk menghilangkan kantuknya. “Kamu tidak tahu bagaimana lelahnya aku menghadapi putramu. Dia benar-benar menguras tenagaku,” ucapnya secara berlebihan. “Katakan s
Suara ketukan pintu mengalihkan pandangan Regis dari layar laptopnya. "Masuk," ucapnya.Terlihat wajah Rayden menyembul dari balik pintu ruang kerjanya tersebut. Anak laki-laki itu datang untuk memenuhi permintaan Regis beberapa saat lalu."Masuk saja, Ray," ujar Regis ketika melihat keraguan putranya tersebut.Rayden mengangguk, lalu melangkah masuk. Anak laki-laki itu baru saja selesai mandi dan telah berganti pakaian dengan piyama.“Papa sedang sibuk?” tanya Rayden ketika melihat meja kerja ayahnya yang cukup berantakan.“Tidak terlalu,” jawab Regis seraya memberikan isyarat kepada putranya agar mendekat padanya.Namun, Rayden hanya berdiri di depan meja kerja pria itu dengan netra mengelilingi setiap sudut ruangan tersebut. Ia jarang memasuki ruangan itu karena seringkali terkunci.Rayden tahu jika ayahnya tidak ingin ada orang yang tidak berkepentingan memasuki ruangan tersebut tanpa izin, mengingat pasti
“Selamat bergabung dengan Eternal Bliss. Saya harap kalian dapat menganggap tempat ini sebagai rumah kedua kalian dan membantu saya untuk memberikan acara yang memuaskan bagi para klien kita di masa mendatang.” Amora memberikan kata sambutannya kepada sepuluh orang bawahan yang baru saja direkrutnya. Hari ini adalah hari pertama mereka menempati kantor kecil yang dibeli olehnya dan Estelle. “Tempat ini baru selesai direnovasi sedikit kemarin dan mungkin masih ada banyak kekurangan. Saya harap kalian dapat memakluminya dan membantu saya untuk mengecek apa saja hal yang perlu dilengkapi,” pinta Estelle kepada para wajah baru yang berusia lebih muda di hadapannya. Mereka memang adalah para mahasiswa yang baru lulus, tetapi pengalaman dalam tim dan kemampuan mereka tidak diragukan lagi. Amora sendiri yang telah memberikan wawancara secara langsung dan melakukan tes singkat untuk melihat kemampuan mereka. "Meskipun bisnis kita ini kecil dan masih baru, tap
"Nanti Ray hadir juga kan di acara ulang tahun cucu keluarga Waverly kan, Amora?" tanya Estelle yang mengalihkan sejenak perhatian Amora yang sedang memeriksa jadwal pertemuan dengan calon klien berikutnya."Ya, ada apa?" Amora kembali membereskan dokumennya."Akhir-akhir ini Kimmy sepertinya hanya membahas tentang Ray terus. Aku sampai pusing mendengarnya dan putramu itu benar-benar kloningan suamimu,” keluh Estelle yang menjelaskan bagaimana acuh tak acuhnya Rayden setiap kali Kimmy mengajaknya bicara. Amora tersenyum simpul. “Aku akan mengingatkannya nanti. Anak itu mungkin saja malu untuk mengekspresikan dirinya di depan putrimu,” ucapnya membela Rayden. Amora tahu jika Rayden tidak mungkin akan menyakiti Kimmy meskipun putri Estelle tersebut bersikap mengesalkan terhadap putranya itu. Sebagai ibunya, Amora mengenal sifat Rayden yang sangat menyayangi dan menghormati lawan jenisnya tanpa mengenal usia. “Tidak usah dipusingkan, Estelle. Merek
"Sepertinya ada kemajuan nih." Estelle masih menggoda Amora yang tampak salah tingkah di hadapannya. Amora berdengkus malas. Ia memalingkan wajahnya untuk menghindari interogasi dari sahabatnya itu dan berkata, “Aku rasa tidak ada salahnya kalau kami melakukannya, kan? Lagian sudah sama-sama dewasa juga.” Suara tawa kecil meluncur dari bibir Estelle, lalu setelah tawanya terhenti, ia kembali berkata, “Aku sangat senang melihat perkembangan kalian, Amora. Aku yakin kali ini kamu akan mendapatkan kebahagianmu dari Tuan Muda Lorenzo.” Estelle benar-benar tulus mendoakannya. Sejujurnya rasa bersalah karena tidak bisa membantu Amora tujuh tahun yang lalu masih membayanginya dan Estelle sangat berharap kali ini Amora benar-benar bahagia. Ia berpikir jika sudah cukup bagi Amora untuk menjalani hari-hari buruknya di masa lalu. "Apa kamu tahu kalau suamimu itu sangat menyayangimu? Gino saja sampai tidak menyangka kalau Regis Lorenzo yang selalu mengabaikan sem
Amora baru saja tiba di depan gedung perkantoran Royal Dragon. Ia memandang takjub gedung megah yang berdiri di depan matanya. Kaca-kaca gedung yang mengkilap terasa sangat menyilaukan matanya.Ini adalah pertama kalinya ia menginjakkan kakinya di gedung perkantoran tempat suaminya bekerja. Desain luar gedung tersebut terlihat sangat mewah dan membuat siapa pun yang melihatnya terkesima, termasuk Amora saat ini. Bahkan gedung perusahaan keluarga Lysander yang pernah didatanginya dulu hanya setitik debu jika dibandingkan dengan gedung pencakar langit milik Royal Dragon.Melihat kemegahan dan kemewahan yang terpampang di hadapannya, tiba-tiba saja Amora merasa sangat gugup. Sebenarnya ia ingin menolak ajakan Regis untuk makan siang di kantor, tetapi karena Regis tidak dapat keluar kantor hari ini, akhirnya Amora terpaksa mengalah. 'Sebenarnya seberapa besar kekayaan keluarga Lorenzo?' batin Amora tercengang. Rasa percaya diri Amora seakan
Amora masih memandang lekat sosok gadis yang cukup dikenalnya itu. Gadis itu masih belum menyadari kehadirannya di dalam elevator tersebut.“Huft! Untung saja belum tertutup,” gumam gadis itu dengan wajah yang tampak basah oleh peluh.Pandangannya tertuju pada panel elevator yang telah tertuju pada lantai 30 seperti yang diinginkannya. “Terima kasih,” ucap gadis itu seraya menoleh kepada Amora yang masih menatapnya dengan terheran-heran.Kening gadis itu mengernyit ketika melihat wajah Amora. Sontak, bola mata gadis itu membulat besar. Ia langsung mengacungkan telunjuknya kepada Amora.“Ke-kenapa kamu bisa ada di sini?” tanya gadis itu kepada Amora.Namun, Amora tidak menjawab dan malah berbalik melemparkan pertanyaan kepada gadis itu. “Seharusnya saya yang bertanya kepada Anda. Kenapa Anda bisa masuk ke dalam lift ini?”Gadis itu menatap Amora dengan bingung, lalu ia mengedarkan pandangannya k
“Kenapa? Kamu takut sekarang?” ledek Alicia. Gadis itu tersenyum angkuh ketika melihat wajah kaget Amora setelah mengetahui identitasnya. Ia mengangkat sedikit dagunya untuk menunjukkan kedudukannya. "Aku rasa tidak ada yang harus aku takutkan, Nona Lorenzo," jawab Amora yang kembali bersikap tenang. Alicia berdecak kesal. "Kamu tidak lupa kan apa yang sudah kamu lakukan pada sepatuku? Aku belum membuat perhitungan padamu!" hardiknya. Gadis itu kembali mengungkit permasalahan di antara mereka yang masih membekas di dalam ingatannya. Ia tidak akan lupa dengan tindakan Amora yang membuatnya kesal hingga hari ini. Bibir Amora mengembuskan napas pelan, lalu ia berkata, "Bukankah aku sudah membersihkannya dan mengembalikannya? Apa lagi yang ingin kamu minta dariku?" "Apa menitipkan sepatunya di kafe termasuk mengembalikan? Katanya kamu mau meminta maaf dengan tulus, tapi apa? Dasar pembohong," cibir Alicia sembari mencebikkan bibirnya denga
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi