Amora menoleh dan mendapati Noel yang telah berdiri di depannya. “Kamu mau ke mana, Amora?” tanya pria itu. Sudut bibir Amora terangkat canggung. Ekor matanya melirik Chris yang terlihat ragu mendekatinya karena Noel telah menghampirinya lebih dulu. “A-aku tadi … mau mencarimu,” jawab Amora yang terpaksa berbohong. Ia merutuki dirinya yang harus bertemu dan berurusan dengan dua hal serumit ini. ‘Sebenarnya hari apa ini?’ gerutu Amora di dalam hati. Diam-diam ia mengembuskan napasnya dengan kasar. “Amora?” Noel memanggilnya kembali. Pria itu memandangnya dengan bingung. “Ya?” Amora mengangkat wajahnya dan kembali menatap pria itu. Ia sangat terkejut ketika melihat Noel yang sudah mengulurkan tangan kepadanya. “Apa kamu mau berdansa denganku, Amora?” tanya Noel yang membuat Amora tercengang. “No-Noel, aku … aku tidak terlalu pandai berdansa,” ucap Amora yang mencoba menolak dengan halus. “Tidak usah merendah begitu. Aku tahu kamu pandai berdansa. Kamu lupa kalau kita dul
“Lihatlah … kamu begitu pintar berdansa. Tadi siapa yang bilang tidak bisa, hm?”Noel tersenyum menggoda Amora yang saat ini berada dalam tuntunan langkahnya dalam berdansa. Gerakan kaki mereka begitu selaras dengan irama denting piano yang mengalun lembut.“Kan sudah lama sekali aku tidak melakukannya. Wajar kalau aku tidak yakin tadi,” cicit Amora berdalih.Seulas senyuman tak hentinya terukir di bibir Noel. Dari sudut matanya yang lain, ia bisa melihat kekaguman orang-orang terhadap dirinya, tetapi ia tidak terlalu menghiraukan tanggapan mereka. Saat ini sepasang iris matanya hanya ada sosok wanita pujaan yang telah menawan hatinya sejak lama. Jarak yang begitu dekat dengan tangan yang saling bersentuhan membuat degup jantung Noel berpacu cepat.Namun, pria itu berusaha untuk menikmati momen langka tersebut dengan tetap bersikap tenang, sedangkan Amora terlihat cukup gugup.Wanita itu hanya sesekali membalas tatapannya dan membalas senyumannya dengan kikuk, lalu kembali menundukka
“Tenang saja, Nyonya. Semua sudah teratasi dengan baik.” Pria plontos berperawakan tinggi dan besar dengan wajah yang diliputi seringai sinis sedang menghubungi seseorang melalui gawainya. Netra sipitnya memantau sosok wanita muda yang sedang terbaring di dalam mobil box miliknya. Saat ini pria itu sedang berdiri di lahan pakiran basement yang sangat sepi karena parkiran tersebut hanya dipergunakan untuk kendaraan-kendaraan khusus barang saja. “Jangan khawatir, Nyonya. Setidaknya wanita ini akan tertidur selama dua atau tiga jam lebih,” ucap pria berkepala botak itu lagi. Tentu saja wanita yang dimaksud pria itu adalah Amora Lysander. Istri Regis Lorenzo tersebut telah terlelap karena obat bius yang dihirupnya saat pria itu membekapnya tadi. Pria tersebut adalah orang bayaran Julia Brown. Demi memperlancar proses pertunangan Chelsea dengan putra keluarga Rowan, Julia meminta seseorang kenalannya untuk menyekap Amora untuk sementara waktu hingga acara selesai. Setelah membius A
“Bagaimana? Apa dia ada di dalam?”Wajah Noel terlihat sangat panik bercampur cemas saat melihat Estelle keluar dari kamar kecil khusus wanita seorang diri. Ia menatap wajah Estelle yang memberikan gelengan kecil padanya.“Kamu yakin?” Noel kembali bertanya kepada Estelle untuk memastikan lebih jauh.Sudah lima belas menit lebih Amora tidak kunjung kembali setelah berpamitan dengan Noel. Pria itu sempat menghubungi nomor kontak Amora yang dimintanya tadi dari wanita itu, tetapi sayangnya, panggilannya itu tidak terjawab.Akhirnya Noel memutuskan untuk mencari ke toilet wanita. Namun, Amora tidak menjawab meskipun ia memanggil dari luar. Karena merasa tidak pantas masuk ke dalam toilet wanita, akhirnya Noel meminta bantuan Estelle untuk mengecek keberadaan Amora di dalam toilet tersebut.“Aku sudah memeriksa semuanya sampai kugedor juga,” terang Estelle. Ia dapat memahami kekhawatiran pria itu karena saat ini dirinya juga merasakan hal yang sama."Amora, sebenarnya kamu ke mana?" gumam
“Tu-tuan Muda Lorenzo?” Estelle bergumam syok.Mendengar nama sahabatnya disebut oleh istrinya, tatapan Gino semakin melekat pada istrinya dan semakin mempertajam pendengarannya untuk mendengar pembicaraan istrinya itu.“Ke-kenapa Anda yang menelepon saya, Tuan Muda Lorenzo?” tanya Estelle dengan bingung.Wanita itu kembali memastikan jika nama pada layar gawainya itu memang adalah Amora Lysander, tetapi malah Regis yang sedang berbicara dengannya. Ternyata hal yang diucapkan suaminya memang benar terbukti.Amora memang sedang bersama Regis Lorenzo!Namun, Estelle tidak dapat percaya begitu saja dengan pengakuan sepihak karena ia belum pernah bertegur sapa dengan suami Amora tersebut.“Apa Anda benar adalah Tuan Muda Lorenzo? Setahu saya, dia tidak ada di sini,” ucap Estelle yang meragukan identitas pria yang sedang berbicara dengannya."Suami Anda bisa memastikannya, Nona Mauverick," sahut Regis yang mengaktifkan kameranya untuk memperlihatkan wajahnya kepada wanita itu dan Regis.Se
“Huaaaa … Mamaaaa!” Tangisan Billie semakin menjadi. Anak laki-laki itu masih terduduk sembari memegang permen lolipopnya yang patah gara-gara ia terjatuh tadi. Estelle pun menghampiri anak laki-laki itu dan membantunya berdiri. Ia menepuk pelan kedua lutut bocah tersebut dan mengusap kedua tangan mungil yang kotor serta memberikan tiupan lembut di sana. “Mamaaa ….” Billie masih menangis dan memanggil ibunya. Estelle pun bertanya kepada anak laki-laki itu, “Kamu tahu yang mana Mamamu, Nak?” Refleks, anak laki-laki itu langsung menunjuk. Pandangan orang-orang langsung mengikuti arah telunjuk kecil tersebut di mana yang langsung mengarah pada sosok calon istri Gilbert Rowan yang sedang berdiri mematung dengan wajah yang pucat. “Si-siapa Mamamu? Jangan asal menunjuk!” hardik Chelsea dengan panik. Akan tetapi, anak laki-laki itu tidak memahami maksud dari perkataannya. Ia kembali berlari ke arah Chelsea. “Mama, lollipop Bill jatuh,” rengeknya dengan diiringi suara tangisan khas ana
"Apa kabar, Chelsea? Sepertinya hidupmu semakin baik saja setelah pergi dariku."Suara Andrew Baker yang merupakan mantan kekasih Chelsea berkumandang di seluruh ruangan. Seorang pria yang berpenampilan lusuh dengan wajah yang hancur karena luka bakar itu membuat semua orang terperangah."Bisa-bisanya kamu hidup bahagia dengan lelaki lain setelah membuatku yang seperti ini. Kamu benar-benar hebat, Chelsea."Kalimat yang dilontarkan Andrew langsung membuat suara riuh bergemuruh di dalam ruangan tersebut. "Ti-tidak. Tolong ... semua ini tidak benar. Jangan dengarkan dia!" Chelsea terus berteriak dengan panik. Akan tetapi, tidak ada satu orang pun yang mempedulikan teriakannya. Apalagi saat ini Albert Parker yang telah mengambil alih pekerjaan kru yang mengurus bagian perlengkapan panggung dan sound system.Albert juga sengaja mengarahkan pencahayaan tepat di atas kepala Chelsea untuk memperlihatkan dengan jelas ekspresi wanita itu saat ini. Chelsea kehilangan semua kata-katanya karena
"Mamaaa ….” Billie Baker masih menangis. Anak laki-laki itu hanya mendengar suara seruan yang mencemooh ibunya tanpa dapat memahami hal apa yang terjadi di depan matanya. Terlebih ibunya tidak sedikit pun berniat untuk memberikan pelukan untuk menenangkan dirinya. Sebagian besar orang sangat bersimpati terhadap Billie yang merupakan anak tak berdosa yang hanya menjadi korban dari keegoisan kedua orang tuanya saja. Estelle meminta Gino membawa anak laki-laki itu keluar dari ruangan tersebut. Ia tidak ingin membiarkan anak tersebut melihat lebih jauh keburukan Chelsea. Panggilan video yang dilakukan Andrew Baker telah berakhir. Albert telah memutuskan sambungan telepon tersebut setelah pria itu berhasil menjalankan misinya. Sementara itu, Gilbert Rowan yang telah mendengar semua keburukan calon istrinya, sedang berdiri mematung. Pria itu benar-benar syok. “Chelsea, apa semua yang dikatakannya benar?” desis Gilbert Rowan yang merasa dirinya sangat bodoh dapat tertipu oleh calon istr
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi