"Apa kabar, Chelsea? Sepertinya hidupmu semakin baik saja setelah pergi dariku."Suara Andrew Baker yang merupakan mantan kekasih Chelsea berkumandang di seluruh ruangan. Seorang pria yang berpenampilan lusuh dengan wajah yang hancur karena luka bakar itu membuat semua orang terperangah."Bisa-bisanya kamu hidup bahagia dengan lelaki lain setelah membuatku yang seperti ini. Kamu benar-benar hebat, Chelsea."Kalimat yang dilontarkan Andrew langsung membuat suara riuh bergemuruh di dalam ruangan tersebut. "Ti-tidak. Tolong ... semua ini tidak benar. Jangan dengarkan dia!" Chelsea terus berteriak dengan panik. Akan tetapi, tidak ada satu orang pun yang mempedulikan teriakannya. Apalagi saat ini Albert Parker yang telah mengambil alih pekerjaan kru yang mengurus bagian perlengkapan panggung dan sound system.Albert juga sengaja mengarahkan pencahayaan tepat di atas kepala Chelsea untuk memperlihatkan dengan jelas ekspresi wanita itu saat ini. Chelsea kehilangan semua kata-katanya karena
"Mamaaa ….” Billie Baker masih menangis. Anak laki-laki itu hanya mendengar suara seruan yang mencemooh ibunya tanpa dapat memahami hal apa yang terjadi di depan matanya. Terlebih ibunya tidak sedikit pun berniat untuk memberikan pelukan untuk menenangkan dirinya. Sebagian besar orang sangat bersimpati terhadap Billie yang merupakan anak tak berdosa yang hanya menjadi korban dari keegoisan kedua orang tuanya saja. Estelle meminta Gino membawa anak laki-laki itu keluar dari ruangan tersebut. Ia tidak ingin membiarkan anak tersebut melihat lebih jauh keburukan Chelsea. Panggilan video yang dilakukan Andrew Baker telah berakhir. Albert telah memutuskan sambungan telepon tersebut setelah pria itu berhasil menjalankan misinya. Sementara itu, Gilbert Rowan yang telah mendengar semua keburukan calon istrinya, sedang berdiri mematung. Pria itu benar-benar syok. “Chelsea, apa semua yang dikatakannya benar?” desis Gilbert Rowan yang merasa dirinya sangat bodoh dapat tertipu oleh calon istr
“Berikan mereka pengalaman yang tidak akan pernah mereka lupakan seumur hidup mereka,” titah Regis kepada Albert melalui panggilan telepon yang sedang dilakukannya. Wajah Regis terlihat sangat dingin. Namun, Regis tidak dapat memungkiri jika ia mendapatkan kepuasan atas kinerja yang diberikan Albert terhadap tugas yang diberikannya tersebut. Pandangan Regis melayang jauh pada langit malam yang terlihat dari balik jendela kaca besar dan tinggi hingga ke langit-langit ruangan tempatnya berdiri. Saat ini dirinya berada di dalam kamar hotel yang sama dengan hotel tempat berlangsungnya acara pertunangan keluarga Rowan. Regis memang sengaja tidak pulang ke penthouse-nya karena tidak ingin membuat putranya khawatir apabila putranya melihat kondisi Amora yang kembali dalam kondisi tidak sadarkan diri. Akhirnya ia memutuskan untuk memesan kamar hotel di tempat tersebut. Ia akan bermalam di sana sembari menunggu Amora sadar dari pengaruh obat bius. “Setelah membereskan semuanya, kembali d
Mark menghela napas panjang. Sikap keras kepala Biana cukup membuatnya frustasi hari ini. Namun, ia tetap harus membawa gadis itu pergi walau bagaimanapun caranya.“Nona Curtiz, meskipun Anda di sini, Anda juga tidak bisa berbuat apa pun, bukan? Saya harap Anda dapat mengerti kalau sekarang sudah terlalu malam. Tadi Anda dengar sendiri kan kalau dokter bilang Nyonya hanya terlelap karena efek obat bius saja. Jadi Anda tidak perlu khawatir lagi.”Manik mata Biana masih menatap Mark dengan tajam. “Tapi, saya tidak bisa membiarkannya di sini sendiri. Bagaimana kalau ada orang yang berniat jahat padanya?”“Nona Curtiz ...," Helaan napas lelah telah berembus dari bibir Mark. Ia lanjut berkata, "Tuan Muda saya juga akan bermalam di kamar ini. Beliau yang akan menjaga Nyonya. Jadi … percayakan saja hal ini kepada beliau."Biana berdengus. “Justru dia yang tidak bisa dipercaya. Kalau dia memang bisa dipercaya, Amora tidak akan mengalami hal seperti ini,” cetusnya dengan sinis."Tapi, hal ini
“Ugh ….”Suara lenguhan kecil bergulir dari bibir Amora. Sayup-sayup sepasang kelopak matanya terbuka dan menampilkan bola mata hazel indahnya yang jernih. Akan tetapi, beberapa detik kemudian kedua netranya langsung terpejam erat karena kaget dengan pencahayaan lampu yang begitu terang menusuk netranya. Detik berikutnya ia mencoba membuka matanya kembali, tetapi secara perlahan-lahan hingga mampu menyesuaikan diri dengan situasi yang terjadi padanya. ‘Sebenarnya ini … di mana?’ batin Amora yang mencoba untuk memahami situasi yang terjadi padanya.Bibir Amora yang pucat berulang kali meringis tatkala rasa sakit di dalam kepalanya bertubi-tubi menyiksanya.Lidahnya masih terasa kelu untuk berbicara. Ia merasa dirinya seperti seorang linglung yang kehilangan kemampuan untuk berpikir ataupun melakukan sesuatu. Untuk menggerakkan satu ujung jarinya saja Amora masih merasa sangat tak berdaya. Semua yang dialaminya adalah karena efek dari obat bius yang masih tersisa. ‘Apa yang terjadi
Suara Regis yang lembut terdengar sangat menenangkan di telinga Amora. Secara ajaib rasa takut wanita itu berhasil teratasi dan tergantikan dengan kehangatan dari pelukan yang diterimanya. Namun, Amora sangat kaget ketika menyadari tindakan yang dilakukannya secara spontan saat ini terhadap suaminya tersebut. ‘Ya ampun … kenapa aku malah memeluknya? Memalukan sekali!’ pekik wanita itu di dalam hati. Apalagi saat ini wajahnya malah bersandar pada dada bidang Regis. Pria itu bahkan hanya mengenakan jubah mandi saja. Namun, Amora tidak dapat memungkiri jika aroma tubuh suaminya itu membuatnya terasa nyaman. Manik mata Amora mengerjap berulang kali ketika ia mendengar suara detak jantung yang begitu jelas di telinganya. ‘I-ini … suara detak jantungku atau ... detak jantungnya?’ Amora mencoba untuk menerka. Sulit baginya untuk membedakan hal tersebut mengingat detak jantungnya saat ini juga sedang berpacu cepat. “Bagaimana perasaanmu sekarang, Amora?” Suara Regis menyentakkan lamuna
Melihat wajah istrinya yang kebingungan, Regis malah mengulum senyumnya. “Kamu menipuku?” selidik Amora yang telah menyipitkan netranya dengan tajam. “Tidak.” Regis menggeleng kecil, lalu pria itu berkata, “Tadi kamu memang mengigau dan memanggilku ‘Oddie’.” Rahang Amora hampir terjatuh karena syok. Ia menjadi semakin salah tingkah dan membuang pandangannya karena merasa bersalah. Ekspresi yang ditunjukkan wanita itu membuat kecurigaan Regis bertambah besar. Pria itu pun berdeham pelan, lalu kembali berkata, “Kamu juga … memelukku karena kedinginan.” Amora kembali terperangah. Ia tidak menyangka akan mengucapkan dan melakukan hal sembrono seperti itu di saat dirinya tidak dalam kondisi sadar. Regis pun menceritakan hal yang terjadi di antara mereka dua jam yang lalu. Saat itu ia baru saja selesai berendam dan berniat untuk tidur. Ia memilih untuk tidur di samping Amora. Akan tetapi, baru saja ia membaringkan tubuhnya di sisi wanita itu, Amora mendadak mengigau. “Oddie …."Sonta
Seulas senyuman canggung terbit di bibir Amora. Ia mencoba untuk mencairkan pikirannya yang mendadak menjadi buntu karena pertanyaan aneh yang muncul di dalam benaknya. “A-aku pikir selama ini hubungan kita adalah hubungan yang saling menguntungkan. Apa maksudmu berkata kalau kamu terluka? Aku rasa kita sudah sama-sama dewasa untuk menerima segala risiko atas perbuatan yang kita lakukan, bukan? Ketidaksengajaan kecil seperti itu apa perlu dipermasalahkan?” Amora mencoba untuk berpikiran terbuka. Ia masih tidak yakin jika Regis memiliki perasaan khusus padanya. ‘Apa sinyal yang kuberikan masih belum cukup jelas?’ batin Regis seraya menghela napas lelah. Sekarang ia tidak tahu apakah dirinya yang terlalu bodoh atau memang Amora yang tidak terlalu peka untuk menangkap sinyal-sinyal cinta yang selalu diperlihatkannya selama ini. Tiba-tiba satu tangan besar Regis memegang puncak kepala istrinya tersebut dan ia mengacak surai panjang wanita itu dengan gemas. “Regis, hentikan! Kenapa s
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi