Nindya reflek menyambar ponselnya dan menjauh dari Elang. Dengan gusar dia menerima panggilan dari Daniel. "Iya halo! Iya, aku tadi chat kamu, nggak bisa lewat telepon … aku butuh ketemu, aku mau ngomong langsung. Kapan kamu pulang?"
Detik berikutnya Nindya menekan tombol merah, mematikan panggilan secara sepihak seperti yang dilakukan Elang. Daniel sama sekali tidak memiliki prioritas untuk kepentingannya."Aku pulang sekarang!" pamit Nindya. Moodnya memburuk mendengar tunangannya tidak bisa memastikan kapan bisa pulang dan menemuinya.Awalnya Nindya ingin bicara lewat telepon, tapi bertemu dan membahas kelanjutan hubungan mereka secara langsung dirasa lebih bijak. Nindya ingin jujur mengenai perasaannya, mengenai kondisinya, juga mengenai kesalahannya yang tidak sengaja terjebak di tenda bersama Elang. Jika memungkinkan!"Aku akan mengantarmu!""Tidak, aku mau pulang sendiri!" ucap Nindya keras kepala.Elang tidak menggubrisDi rumah Nindya, Elang membuat makan malam di dapur setelah menata semua belanjaan Nindya ke dalam kulkas dan meletakkan lainnya di dekat meja makan.Nindya langsung masuk kamar dan merebahkan tubuh. Moodnya yang berantakan tidak kunjung membaik, ditambah perdebatan sengit dengan Elang di sepanjang jalan pulang benar-benar mengacaukan isi kepalanya."Aku membuat sup ayam dan telur dadar, makan yuk!" ajak Elang. Tangannya mengusap lengan Nindya yang tidur memunggunginya."Udah malas keluar kamar, ngantuk!""Aku gendong!""El, tolong biarkan aku sendiri. Aku lagi nggak pengen makan, nggak pengen ngobrol, lagi pula pagi tadi kita udah makan sup sama telur!""Pagi sup tomat wortel, sekarang sup ayam plus sayuran. Pagi telur dadar kornet, sekarang telur dadar isi udang, nggak sama itu!""Aku nggak lapar, El!" kata Nindya gemas."Kamu harus makan, Sayang!""Aku bukan sayangmu!" sahut Nindya keki."Ka
Elang berdiri dari tempat duduknya dan bertanya sekali lagi, "Kamu masih belum selesai bicara? Gak sayang itu kaki udah banyak bentolan?"Nindya ikut berdiri, melangkahkan kaki lebih dulu ke dalam rumah sembari melanjutkan omelannya. "El, kamu ini sebenarnya dengerin aku nggak sih? Aku tuh kurang suka sama sikap kamu yang sok manis sama Vivian, lagian kalau kamu bisa setia bakalan lebih banyak orang punya penilaian bagus buat kamu!""Contohnya?""Wah Elang udah ganteng setia pula!"Elang terbahak-bahak mendengar kalimat Nindya yang diucapkan dengan intonasi berlebihan. "Hm, trus?""Lagian apa sih hebatnya Vivian selain perabotannya yang besar depan belakang?" Elang menyeringai sekaligus menaikkan kedua alisnya. Ingin menjawab kalau Vivian memiliki daya tarik Afrodit, yang bisa membuat laki-laki waras menjadi gila saat berfantasi … tapi semua kalimat itu ditahan demi menghormati Nindya."Hm … ya aku suka aja bisa dapetin
Saat mapala jatuh cinta, maka mereka akan sangat jatuh cinta. Mungkin itu hanya bualan konyol yang katanya tidak mungkin ada di lingkup para mahasiswa pecinta alam. Bagaimana bisa sekumpulan badboy membicarakan cinta yang sebenarnya, sementara mereka sendiri selalu terlibat dengan beberapa wanita sekaligus dalam satu periode pacaran?Seperti tabiat Elang yang tidak pernah setia pada satu wanita. Elang juga tidak terlalu memperhatikan dan peduli pada mereka yang hanya berstatus pacar sementara untuknya. Elang mudah bosan, dan ketimbang memutuskan hubungan, dia lebih baik menduakan mereka. Hukum alam, wanita tidak suka diduakan apalagi ditigakan. Mereka akan mundur dan pergi dari kehidupan Elang dengan inisiatif pribadi. Mereka tidak akan tahan dengan playboy yang tidak bisa dipegang apalagi dikekang.Sebelumnya, Elang tidak pernah mengalah dan tidak terlalu pemaaf pada wanita meski dia penyayang. Tapi Nindya sepertinya akan segera menjadi pengecualian. Ent
Nindya tersenyum kikuk merasakan jari-jari Elang membelai pipi hingga rahangnya. "El … bisakah permintaanmu ditunda beberapa hari lagi?""Takut ya?" Elang terkekeh, "Aku masih waras, aku menghormati privasi perempuan yang sedang masa periode. Aku hanya iseng menggodamu!"Spontan Nindya memukul lengan Elang, "Kamu seneng ya bikin orang panik?""Aku tau kamu gelisah. Maaf jika bercandanya keterlaluan. Jangan dibawa serius, Manisku!" Elang mengecup bibir Nindya sekilas sebelum melanjutkan ucapannya, "Tidurlah, aku akan mengerjakan tugasku!"Elang kembali duduk di ruang tamu dan mengeluarkan kertas penuh coretan tangannya. Mulai membuat laporan yang diperlukan untuk bimbingan di hari Sabtu."Aku akan membantumu!""Tidak perlu, aku bisa mengerjakan ini sendirian. Sekarang cuma mau nulis karakteristik air di kawasan karst sebagai pendahuluan. Materinya sebagian sudah siap.""Kamu bisa mulai babnya dengan menjelaskan ketersediaan air di daerah itu. Ada tiga macam jenis air yang bisa digunakan
Laboratorium masih sepi ketika Elang datang. Pakaiannya rapi, lengkap dengan jas praktikum yang harus dipakai selama berada di ruang penelitian.Satu jam pertama Elang habiskan untuk memasang peralatan dan menyiapkan semua perlengkapan uji kelayakan air sesi pertama. Fokusnya pada hasil penelitian dan tabel catatan membuat Elang tidak menyadari kedatangan Mayra."Sibuk, El?""Hai, May … baru mulai tahap awal. Gimana kamu udah sampai mana?""Ada revisi data sedikit, moga-moga akhir bulan bisa daftar seminar!" Mayra membantu Elang, mengambil alih membuat data penelitian tanpa diminta."Cuma data aja? Hasil penelitian udah beres semua?" "Minggu depan beres semua kayaknya, kalau lancar!" jawab Mayra dengan senyum manisnya.Elang termangu sejenak, Mayra memang lembut dan sangat baik padanya. Selama empat tahun selalu membantu tanpa diminta, memperhatikan kuliah Elang dan tak berhenti mengingatkan jika Elang mulai malas-malas
Dewa mengetuk pintu laboratorium dan meminta izin pada petugas jaga untuk memanggilkan Elang dan Mayra. Mahasiswa tahun pertama jurusan teknik sipil itu menunggu kakaknya sembari memperhatikan Mayra dari luar ruangan."Kamu masih ada kuliah?" tanya Elang begitu tiba di hadapan Dewa."Nggak ada, Mas. Mau pulang abis ini, mau nganter ibu ke Jl. Parangtritis.""Temani Mayra ke BPS bentar ya, paling satu jam juga dia udah selesai ambil datanya, abis itu anterin pulang sekalian! Biasanya dia suka ngajak mampir beli es dawet di Timoho." Elang memberi perintah seenaknya seolah Mayra adalah majikan dan Dewa adalah supir pribadinya."Apaan sih kamu, El! Aku bisa ambil data di BPS sendiri." Mayra melotot ke arah Elang yang sedang membuka dompet dan memberikan uang pada adiknya. "Buat beli bensin sama es dawetnya Mayra!"Dewa terkekeh, menaikkan sebelah alis dan tanpa sungkan mengambil uang dari tangan Elang. "Nggak ada kembaliannya ini, M
Faktanya kata-kata Mayra merasuk ke dalam pikiran Elang dengan sangat dalam. Elang tidak berhenti mempertanyakan dirinya sendiri mengenai cinta yang dijatuhkannya untuk Nindya. Elang tidak menyangkal kalau dia sangat tertarik dan masih penasaran dengan Nindya setelah kejadian malam keakraban di tenda. Tapi jatuh cinta pada dosen pembimbingnya? Elang terpekur kembali, menimbang perasaannya.Bayangan Nindya memang tidak pernah pergi dari benaknya, dan godaan untuk selalu bertemu Nindya menjadi sangat menyiksa setiap hari. Apalagi jika malam, Elang tidak bisa menghentikan fantasi lelakinya bersama Nindya. Mengulangi kejadian salah sasaran dengan lebih romantis menjadi cita-cita utamanya.Kemudian cita-cita itu terus mengganggu dan terbayang, dan terbayang dan terus saja terbayang! Fantasi paling memabukkan yang membuat Elang tak berkutik. Well, tamatlah dia jika sampai jatuh cinta pada Nindya!Elang meninggalkan laboratorium sesuai jadwal, beristira
"Kak El, semangat!" teriak Vivian bertepuk tangan dan melambai-lambai memberi cium jauh.Nindya menaikkan sebelah alisnya sebal tanpa melakukan hal lain. Tangannya terlipat di depan dada dengan ekspresi manis yang hanya ditujukan untuk Elang."Ish gemes banget tau nggak, bisa nggak kamu bantu carikan satu yang kayak pacarmu, Vi." Riska menarik baju Vivian dengan mata tanpa berkedip."Nggak ada, limited edition!" jawab Vivian sarkas."Astaga, tega banget kamu bikin aku blingsatan! Tau gitu tadi ogah suruh nemenin liat Elang latihan," gerutu Riska tidak terima."Minta sama Dedi kan bisa, repot amat!" "Kalau berbagi aja gimana, Vi? Aku jadi selir aja nggak apa-apa," ujar Riska menawar."Maksudnya?""Kamu empat hari aku tiga hari." Vivian hampir mendamprat kasar sahabatnya, "Sinting kamu!""Kamu lima hari … aku dua aja cukup, adil nggak?""Riska!" pekik Vivian gemas, setengah tertawa jug
Dua bulan kemudian ….Elang mendapatkan ucapan selamat dari Pak Ronald, dua dosen penguji dan teman-teman dari teknik kimia yang hadir dalam seminar. Penelitian Elang sukses, membawa proyek kampus pada tahap berikutnya, yaitu menaikkan sumber air tanah yang telah teruji dari dalam goa untuk didistribusikan ke desa dan dijadikan kebutuhan sehari-hari oleh warga sekitar. "Sukses ya, El!" Mayra menjabat tangan Elang paling akhir, tulus mengucapkan doa untuk orang yang dicintainya. "Bisa langsung skripsi itu, jaminan lancar kamu sama Pak Ronald! Aku yakin tiga bulan kelar, bisa wisuda periode semester ini kamu, El!""Thanks, sukses buat kamu juga, May!" Elang bersyukur, Mayra tidak berubah sikap. Tetap baik dan ramah padanya. "Kayaknya kamu bakal lulus lebih dulu … ngomong-ngomong kemana Bu Nindya? Kok cepet banget ilangnya, padahal tadi masih sempat ngasih masukan buat revisi laporan!"Elang mengedikkan bahu, dia memang tidak tau
Bukan pernikahan mewah seperti yang diimpikan oleh semua gadis dan juga orang tuanya. Elang menikahi Nindya di rumah sakit sebagai permintaan maaf, sebagai hadiah untuk keteledorannya dan sebagai penyembuh untuk hati Nindya yang sedang terluka.Elang menebus semua rasa bersalahnya dengan berjanji akan mencintai Nindya selamanya. Hatinya ikut perih, bukan hanya karena kehilangan calon anaknya tapi karena dirinyalah yang telah merusak masa depan Nindya dan tunangannya, meski itu terjadi tanpa disengaja.Elang tidak ingin Nindya tidak bahagia di masa depan karena ulahnya, karena ada bekas yang mungkin akan jadi pemantik dalam kisah rumah tangga dosennya itu bila menikah dengan Daniel. Biarlah Elang yang menanggung semua itu terlepas Nindya mencintainya atau tidak.Sudah seminggu berlalu, Nindya masih di rumah ibunya untuk beristirahat, sementara Elang memulai kesibukannya dengan penelitian dan juga latihan untuk persiapan lomba.Nindya tidak mau dije
Setelah beberapa waktu yang terasa sangat lama bagi Elang, akhirnya Nindya dipindahkan ke bangsal perawatan. Elang duduk gelisah di sisi ranjang tempat Nindya istirahat. Sesekali masih tersenyum sembari mengusap jemari Nindya yang terasa dingin."El, aku minta maaf!" Nindya menatap Elang sendu, dengan mata merebak dan penuh penyesalan.Elang mengeratkan genggaman, lalu mencium tangan Nindya dengan kasih sayang. "Sssttt …! No, kamu tidak boleh menangis! Itu salahku, jadi seharusnya aku yang minta maaf." "Aku tidak bermaksud berbohong," ucap Nindya serak."Kamu pasti punya alasan kuat melakukan itu semua, aku menduga ada dua hal yang menyebabkan kamu begitu. Pertama kamu akan menikah dengan Daniel dalam waktu dekat karena aku tidak pantas menjadi seorang suami. Kedua, kamu melakukan ini untuk Mayra." Elang menjeda kalimatnya dengan satu tarikan nafas panjang. "Aku kehilangan satu lembar surat mama!"Elang setiap beberapa hari sekali selalu
Nindya terengah-engah, nafasnya berat dan serasa hampir putus melewati tanjakan cinta. Padahal, dia berjalan setengah ditarik Elang. Melihat pemuda itu masih bisa cengengesan di depannya, Nindya menyadari kalau fisiknya terlalu lembek.Elang mengusap keringat di wajah Nindya, "Capek ya?""Sangat, rasanya aku tidak mungkin kuat berjalan lagi, El! Kakiku gemetar, perutku juga melilit." Nindya merasa ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Rasa lelah menghampiri dengan dahsyat, tubuhnya lemas tak bertenaga dan perut bagian bawahnya sakit. Elang mengajak Nindya duduk di pinggir jalan, meluruskan kaki dosennya dan memberikan tasnya untuk bersandar. Wajah Nindya terlalu pucat, keringat dingin juga tidak berhenti memenuhi dahi Nindya. "Kamu sakit? Apa yang kamu rasakan?"Ada orang yang memiliki alergi dingin, ada juga yang mendadak sakit saat beradaptasi dengan cuaca gunung. Elang menemukan kasus serupa di beberapa kegiatan pendakian massal yang
Setelah mendapat izin dari ibu Nindya, Elang mengemudi ke tempat penyewaan alat-alat petualangan. Mereka akan berangkat langsung dari Semarang, Elang tidak akan sempat kembali ke Yogya mengambil semua kebutuhannya untuk di gunung nanti. Mereka juga mampir ke minimarket untuk membeli kebutuhan makanan.Elang cukup gila memilih jalur ngagrong sebagai pendakian pertama untuk Nindya. Selain lebih ekstrim, jalur tikus tersebut terbilang bukan jalur resmi yang direkomendasikan untuk mendaki Gunung Merbabu. Tidak ada pos pantau untuk mengawasi para pendaki dari jalur yang tidak resmi, sehingga membahayakan bagi pendaki yang tidak berpengalaman, karena tidak ada data yang tercatat di pos utama.Pendaki pemula kebanyakan lebih memilih jalur Selo dengan tingkat kesulitan medium. Elang pribadi kurang menyukai jalur tersebut karena terlalu ramai. Dia suka sepi saat di alam terbuka, agar suara alam terdengar jelas dan dia bisa lebih leluasa menikmati perjalanannya.Ela
"Kamu bisa pingsan di pelukanku!" Uh, Elang memang selalu penuh rayuan mematikan untuk Nindya yang sering naif dalam sebuah hubungan. "Apa Lala masih melihat kita?""Tidak, dia membuang muka!" Elang terkekeh, dia agak keterlaluan menciptakan suasana romantis bersama Nindya. Bukan hanya Lala yang gerah, tapi pria seumuran ayahnya yang sedari tadi memperhatikannya spontan memasang wajah dingin. "Siapa pria yang berdiri arah jam sembilan?"Nindya tidak menoleh tapi melihat dengan ekor matanya. "Oh … itu ayahku!""Hm … sepertinya aku dalam masalah!"Nindya terkikik melihat ekspresi Elang yang mendadak serius. "Tidak akan, kami sudah tidak bertegur sapa selama sepuluh tahun.""Apa alasan ibumu tidak mau datang karena situasi ini, karena ada ayahmu?""Mempelai wanita itu sepupuku dari keluarga ayah, jadi ayah pasti hadir, dan ibu menghindari masalah. Istri ayahku masih saja cemburu pada ibuku, dan selalu saja berusaha menying
"Pegang tanganku," perintah Elang pada Nindya ketika mereka turun dari mobil. Masuk ke dalam gedung serbaguna yang sudah disulap menjadi tempat resepsi pernikahan yang lumayan mewah.Sepupu Nindya cukup mujur karena mendapatkan suami dari kalangan orang banyak harta, sehingga pesta pernikahan pun tidak bisa dibilang sederhana. Beruntung Nindya dan Elang memakai pakaian yang pantas. Sangat serasi sebagai pasangan muda yang sedang jatuh cinta. Ups … sepertinya baru Elang yang jatuh cinta. Nindya baru tahap suka."Hm, ide bagus! Aku kurang nyaman dengan heels ini, terlalu tinggi!" Nindya mengaitkan tangan pada lengan mahasiswanya, selain agar tampak mesra sebagai pasangan, Nindya butuh bantalan kuat jika ada yang menyindir statusnya yang masih melajang di usia dua puluh delapan. Masalahnya tidak sederhana sederhana karena sepupunya yang sedang menggelar pesta pernikahan belum genap berusia 23 tahun. "Kenapa tidak pakai yang tanpa heels?" Elang mela
Sulit untuk menolak pria yang bisa membuatmu selalu tersenyum! Mungkin itu pepatah kuno yang dulu tidak pernah diyakini Nindya. Sekarang kalimat sakti itu membuktikan diri padanya, memberikan kebenaran yang mau tidak mau harus diakui. Nindya memiliki kesulitan menolak Elang! Pemuda itu terus saja menempel padanya di tiap kesempatan, membuat mereka selalu berdekatan tanpa rasa malu sedikitpun. Terlalu cuek atau terlalu percaya diri juga Nindya tak paham, yang jelas Elang cukup berani untuk ikut pulang bersamanya ke Semarang.Cinta? Ya Elang memang sudah menyatakan cinta padanya, tapi bagi Nindya cinta Elang bisa jadi hanya kamuflase dari nafsunya. Mereka menjadi dekat dan banyak bersentuhan karena sebuah kesalahan, yang berasal dari nafsu. Jadi kemungkinan untuk berubah menjadi cinta masih sulit untuk dipercaya Nindya. Lalu bagaimana Nindya nanti akan mengenalkan Elang pada ibunya? Entahlah! Bagaimana dia menjawab pertanyaan yang akan datang padanya saat
Di rumah, Nindya belum juga bersiap pulang ke Semarang. Hatinya masih terguncang dengan permintaan Daniel yang menurutnya kejam dan tak berperasaan. "Aku akan menikahimu setelah janin itu dihilangkan!""Aku tidak mau menjadi ayahnya, dia bukan anakku!""Untuk apa kamu mempertahankan bayi itu jika bapaknya saja tidak mau bertanggung jawab?""Kenapa kamu harus melindungi pria yang melecehkanmu?" "Gugurkan minggu depan dan kita atur pernikahan segera!""Aku juga salah karena terlalu sibuk!"Dan masih banyak kalimat-kalimat Daniel yang terngiang-ngiang di telinga Nindya. Namun, keputusannya sudah bulat, dia tidak akan melakukan aborsi. Soal Elang? Entahlah, Nindya juga masih dalam kebimbangan. Dia bukan wanita jahat, terlebih pada sesama wanita. Nindya tidak ingin merebut Elang dari siapapun, apalagi dari Mayra.Tangan Nindya mengambil satu kertas lusuh yang beberapa waktu lalu diambilnya dari tas Elang.