Laboratorium masih sepi ketika Elang datang. Pakaiannya rapi, lengkap dengan jas praktikum yang harus dipakai selama berada di ruang penelitian.
Satu jam pertama Elang habiskan untuk memasang peralatan dan menyiapkan semua perlengkapan uji kelayakan air sesi pertama. Fokusnya pada hasil penelitian dan tabel catatan membuat Elang tidak menyadari kedatangan Mayra."Sibuk, El?""Hai, May … baru mulai tahap awal. Gimana kamu udah sampai mana?""Ada revisi data sedikit, moga-moga akhir bulan bisa daftar seminar!" Mayra membantu Elang, mengambil alih membuat data penelitian tanpa diminta."Cuma data aja? Hasil penelitian udah beres semua?""Minggu depan beres semua kayaknya, kalau lancar!" jawab Mayra dengan senyum manisnya.Elang termangu sejenak, Mayra memang lembut dan sangat baik padanya. Selama empat tahun selalu membantu tanpa diminta, memperhatikan kuliah Elang dan tak berhenti mengingatkan jika Elang mulai malas-malasDewa mengetuk pintu laboratorium dan meminta izin pada petugas jaga untuk memanggilkan Elang dan Mayra. Mahasiswa tahun pertama jurusan teknik sipil itu menunggu kakaknya sembari memperhatikan Mayra dari luar ruangan."Kamu masih ada kuliah?" tanya Elang begitu tiba di hadapan Dewa."Nggak ada, Mas. Mau pulang abis ini, mau nganter ibu ke Jl. Parangtritis.""Temani Mayra ke BPS bentar ya, paling satu jam juga dia udah selesai ambil datanya, abis itu anterin pulang sekalian! Biasanya dia suka ngajak mampir beli es dawet di Timoho." Elang memberi perintah seenaknya seolah Mayra adalah majikan dan Dewa adalah supir pribadinya."Apaan sih kamu, El! Aku bisa ambil data di BPS sendiri." Mayra melotot ke arah Elang yang sedang membuka dompet dan memberikan uang pada adiknya. "Buat beli bensin sama es dawetnya Mayra!"Dewa terkekeh, menaikkan sebelah alis dan tanpa sungkan mengambil uang dari tangan Elang. "Nggak ada kembaliannya ini, M
Faktanya kata-kata Mayra merasuk ke dalam pikiran Elang dengan sangat dalam. Elang tidak berhenti mempertanyakan dirinya sendiri mengenai cinta yang dijatuhkannya untuk Nindya. Elang tidak menyangkal kalau dia sangat tertarik dan masih penasaran dengan Nindya setelah kejadian malam keakraban di tenda. Tapi jatuh cinta pada dosen pembimbingnya? Elang terpekur kembali, menimbang perasaannya.Bayangan Nindya memang tidak pernah pergi dari benaknya, dan godaan untuk selalu bertemu Nindya menjadi sangat menyiksa setiap hari. Apalagi jika malam, Elang tidak bisa menghentikan fantasi lelakinya bersama Nindya. Mengulangi kejadian salah sasaran dengan lebih romantis menjadi cita-cita utamanya.Kemudian cita-cita itu terus mengganggu dan terbayang, dan terbayang dan terus saja terbayang! Fantasi paling memabukkan yang membuat Elang tak berkutik. Well, tamatlah dia jika sampai jatuh cinta pada Nindya!Elang meninggalkan laboratorium sesuai jadwal, beristira
"Kak El, semangat!" teriak Vivian bertepuk tangan dan melambai-lambai memberi cium jauh.Nindya menaikkan sebelah alisnya sebal tanpa melakukan hal lain. Tangannya terlipat di depan dada dengan ekspresi manis yang hanya ditujukan untuk Elang."Ish gemes banget tau nggak, bisa nggak kamu bantu carikan satu yang kayak pacarmu, Vi." Riska menarik baju Vivian dengan mata tanpa berkedip."Nggak ada, limited edition!" jawab Vivian sarkas."Astaga, tega banget kamu bikin aku blingsatan! Tau gitu tadi ogah suruh nemenin liat Elang latihan," gerutu Riska tidak terima."Minta sama Dedi kan bisa, repot amat!" "Kalau berbagi aja gimana, Vi? Aku jadi selir aja nggak apa-apa," ujar Riska menawar."Maksudnya?""Kamu empat hari aku tiga hari." Vivian hampir mendamprat kasar sahabatnya, "Sinting kamu!""Kamu lima hari … aku dua aja cukup, adil nggak?""Riska!" pekik Vivian gemas, setengah tertawa jug
"El, stop dulu tanganmu! Aku jelasin yang sebenarnya, Pak Ronald ngundang buat makan malam di rumahnya, acara silver wedding anniversary. Aku kan nggak mungkin datang sendiri," jelas Nindya memasang wajah memelas."Hm … jadi kamu niat ngajak aku karena Daniel nggak bisa nemenin ya?""Kamu mahasiswa bimbingan Pak Ronald, apa salahnya kita datang sebagai satu rekan, satu tim proyek kampus juga?!"Elang menoleh ke arah Nindya, memperhatikan wanita yang lurus menatap jalan dan berkonsentrasi menyetir. "Pertanyaanku bukan itu, jangan pura-pura nggak nyambung!" "Daniel masih di luar kota, mungkin besok baru datang! Puas?""Thanks informasinya!" tukas Elang datar.Nindya melanjutkan bicara dengan suara lebih pelan, "Tapi kalau kamu nggak mau datang ke rumah Pak Ronald ya nggak ada masalah, nanti aku telepon beliau kalau nggak bisa datang." Obrolan terjeda, Elang dan Nindya sibuk dengan pikiran masing-masing. "Baiklah, aku te
Satu jam Nindya dan Elang di rumah Pak Ronald, selain mengobrol mengenai suka duka kehidupan rumah tangga beliau, tidak ada lagi hal penting yang dibahas. Tidak menyinggung sedikitpun soal akademik.Melihat Elang tidak nyaman dengan isi obrolan, Nindya berinisiatif segera undur diri dari rumah Pak Ronald. Nindya juga lelah, sesi mengajar maraton membuat kakinya serasa mau patah.Elang mengusap kepala Nindya yang sedang memejamkan mata di mobil. "Capek sekali ya?""Hm … thanks!""Untuk?""Memenuhi undangan istri ketua jurusan, kedua untuk pertanyaan barusan!"Tawa Elang meledak, "Kamu cantik hari ini, harusnya penampilanmu seperti itu setiap hari. Lebih cantik lagi karena banyak tersenyum.""Bukan jamnya gombal ini, El! Aku beneran lelah dan ingin tidur.""Aku tidak akan mengganggu, tidurlah!" "Ya, sebelum itu aku ingin mengatakan sesuatu padamu!""Hm, apa itu?" tanya Elang penasaran, wajahnya
Apa, i love you? Elang tidak pernah mengucapkan kalimat sakral itu pada siapapun yang pernah jadi pacarnya. Tapi apa yang terlontar dari mulutnya barusan adalah kebenaran informasi dari Mayra.Mengenai Nindya, Elang tidak perlu berpikir lebih panjang lagi, karena sebelumnya dia memang tidak pernah merasa ingin selalu dekat dengan wanita lain sebesar keinginannya sekarang. Bukan lagi karena efek darah perawan yang didapatnya, bukan juga karena kewajiban bertanggung jawab jika sampai dia menghamili Nindya. Elang hanya merasa hatinya terpaut lebih dalam dari dua alasan itu. Dia menginginkan Nindya bukan hanya di atas ranjangnya tapi juga dalam hidupnya.Bukan cinta yang terkamuflase dalam gairah penuh birahi, tapi seluruh nafsunya bertransformasi menjadi sebuah cinta sejati. Elang tidak menampik dia ingin bercinta dengan Nindya, sangat ingin bahkan … tapi hal itu akan dilakukannya dengan sepenuh cinta."Hah, kamu bilang apa? Cinta?" Nindya mengerny
Elang menanggapi gerak tubuh Nindya yang semakin merapat padanya dengan mencumbu lebih liar, lebih terampil dan penuh semangat muda. Darahnya juga panas, bagian tubuhnya yang lain sudah mengeras sempurna, minta pertanggungjawaban Nindya untuk menyelesaikan segera atau dia akan sakit kepala karena tersiksa.Hasrat meletup dari tubuh Nindya, panas bagai api yang berkobar dan membakar naluri lelaki Elang. Secara sadar, Nindya menarik Elang dalam badai asmara yang bergejolak tak terbendung dalam dirinya. Meminta Elang menyesatkannya lebih jauh dalam gerakan-gerakan erotis.Tangan Elang menangkup bokong Nindya, menekankan ke arah gairahnya yang menegang dan menggeseknya perlahan-lahan. Intens dan teratur seraya memuja puncak-puncak Nindya dengan lidahnya. "El …!" bisik Nindya lirih, mesra dan sangat sensual di telinga Elang. Nindya merasakan Elang menyerang dengan banyak kenikmatan di titik pusat bagian bawah. Entah disadari Elang atau tidak, Nindya tidak menggunak
Tepat jam sebelas, Elang bertemu Nindya di depan lift, berpapasan dan saling menatap dalam rasa canggung. Elang berniat ke ruangan ketua jurusan untuk bimbingan, sementara Nindya sudah ditunggu Daniel di bawah untuk makan siang bersama. "Mau kemana?" tanya Elang dengan suara yang hanya bisa didengar Nindya. Dia berhenti untuk bicara sebentar."Makan siang.""Sama Daniel? Berapa lama?""El, please!""Urusan kita belum selesai," kata Elang dingin. "Sebelum semua jelas, aku tidak mau melihat kamu sering-sering bertemu, Daniel!"Nindya terhenyak. Elang menatap tajam dengan raut mengancam, menuntut dan penuh rasa cemburu. "Jangan memulai keributan di sini, El! Kepalaku sedang pusing."Mendengar Nindya mengeluh tak urung membuat Elang tak tega. Raut sendu Nindya menurunkan tekanan darah Elang yang hampir melebihi batas. "Oke, jangan lama-lama! Telepon aku kalau sudah selesai!"Ya ampun, bagaimana bisa mahasiswa nakal
Dua bulan kemudian ….Elang mendapatkan ucapan selamat dari Pak Ronald, dua dosen penguji dan teman-teman dari teknik kimia yang hadir dalam seminar. Penelitian Elang sukses, membawa proyek kampus pada tahap berikutnya, yaitu menaikkan sumber air tanah yang telah teruji dari dalam goa untuk didistribusikan ke desa dan dijadikan kebutuhan sehari-hari oleh warga sekitar. "Sukses ya, El!" Mayra menjabat tangan Elang paling akhir, tulus mengucapkan doa untuk orang yang dicintainya. "Bisa langsung skripsi itu, jaminan lancar kamu sama Pak Ronald! Aku yakin tiga bulan kelar, bisa wisuda periode semester ini kamu, El!""Thanks, sukses buat kamu juga, May!" Elang bersyukur, Mayra tidak berubah sikap. Tetap baik dan ramah padanya. "Kayaknya kamu bakal lulus lebih dulu … ngomong-ngomong kemana Bu Nindya? Kok cepet banget ilangnya, padahal tadi masih sempat ngasih masukan buat revisi laporan!"Elang mengedikkan bahu, dia memang tidak tau
Bukan pernikahan mewah seperti yang diimpikan oleh semua gadis dan juga orang tuanya. Elang menikahi Nindya di rumah sakit sebagai permintaan maaf, sebagai hadiah untuk keteledorannya dan sebagai penyembuh untuk hati Nindya yang sedang terluka.Elang menebus semua rasa bersalahnya dengan berjanji akan mencintai Nindya selamanya. Hatinya ikut perih, bukan hanya karena kehilangan calon anaknya tapi karena dirinyalah yang telah merusak masa depan Nindya dan tunangannya, meski itu terjadi tanpa disengaja.Elang tidak ingin Nindya tidak bahagia di masa depan karena ulahnya, karena ada bekas yang mungkin akan jadi pemantik dalam kisah rumah tangga dosennya itu bila menikah dengan Daniel. Biarlah Elang yang menanggung semua itu terlepas Nindya mencintainya atau tidak.Sudah seminggu berlalu, Nindya masih di rumah ibunya untuk beristirahat, sementara Elang memulai kesibukannya dengan penelitian dan juga latihan untuk persiapan lomba.Nindya tidak mau dije
Setelah beberapa waktu yang terasa sangat lama bagi Elang, akhirnya Nindya dipindahkan ke bangsal perawatan. Elang duduk gelisah di sisi ranjang tempat Nindya istirahat. Sesekali masih tersenyum sembari mengusap jemari Nindya yang terasa dingin."El, aku minta maaf!" Nindya menatap Elang sendu, dengan mata merebak dan penuh penyesalan.Elang mengeratkan genggaman, lalu mencium tangan Nindya dengan kasih sayang. "Sssttt …! No, kamu tidak boleh menangis! Itu salahku, jadi seharusnya aku yang minta maaf." "Aku tidak bermaksud berbohong," ucap Nindya serak."Kamu pasti punya alasan kuat melakukan itu semua, aku menduga ada dua hal yang menyebabkan kamu begitu. Pertama kamu akan menikah dengan Daniel dalam waktu dekat karena aku tidak pantas menjadi seorang suami. Kedua, kamu melakukan ini untuk Mayra." Elang menjeda kalimatnya dengan satu tarikan nafas panjang. "Aku kehilangan satu lembar surat mama!"Elang setiap beberapa hari sekali selalu
Nindya terengah-engah, nafasnya berat dan serasa hampir putus melewati tanjakan cinta. Padahal, dia berjalan setengah ditarik Elang. Melihat pemuda itu masih bisa cengengesan di depannya, Nindya menyadari kalau fisiknya terlalu lembek.Elang mengusap keringat di wajah Nindya, "Capek ya?""Sangat, rasanya aku tidak mungkin kuat berjalan lagi, El! Kakiku gemetar, perutku juga melilit." Nindya merasa ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Rasa lelah menghampiri dengan dahsyat, tubuhnya lemas tak bertenaga dan perut bagian bawahnya sakit. Elang mengajak Nindya duduk di pinggir jalan, meluruskan kaki dosennya dan memberikan tasnya untuk bersandar. Wajah Nindya terlalu pucat, keringat dingin juga tidak berhenti memenuhi dahi Nindya. "Kamu sakit? Apa yang kamu rasakan?"Ada orang yang memiliki alergi dingin, ada juga yang mendadak sakit saat beradaptasi dengan cuaca gunung. Elang menemukan kasus serupa di beberapa kegiatan pendakian massal yang
Setelah mendapat izin dari ibu Nindya, Elang mengemudi ke tempat penyewaan alat-alat petualangan. Mereka akan berangkat langsung dari Semarang, Elang tidak akan sempat kembali ke Yogya mengambil semua kebutuhannya untuk di gunung nanti. Mereka juga mampir ke minimarket untuk membeli kebutuhan makanan.Elang cukup gila memilih jalur ngagrong sebagai pendakian pertama untuk Nindya. Selain lebih ekstrim, jalur tikus tersebut terbilang bukan jalur resmi yang direkomendasikan untuk mendaki Gunung Merbabu. Tidak ada pos pantau untuk mengawasi para pendaki dari jalur yang tidak resmi, sehingga membahayakan bagi pendaki yang tidak berpengalaman, karena tidak ada data yang tercatat di pos utama.Pendaki pemula kebanyakan lebih memilih jalur Selo dengan tingkat kesulitan medium. Elang pribadi kurang menyukai jalur tersebut karena terlalu ramai. Dia suka sepi saat di alam terbuka, agar suara alam terdengar jelas dan dia bisa lebih leluasa menikmati perjalanannya.Ela
"Kamu bisa pingsan di pelukanku!" Uh, Elang memang selalu penuh rayuan mematikan untuk Nindya yang sering naif dalam sebuah hubungan. "Apa Lala masih melihat kita?""Tidak, dia membuang muka!" Elang terkekeh, dia agak keterlaluan menciptakan suasana romantis bersama Nindya. Bukan hanya Lala yang gerah, tapi pria seumuran ayahnya yang sedari tadi memperhatikannya spontan memasang wajah dingin. "Siapa pria yang berdiri arah jam sembilan?"Nindya tidak menoleh tapi melihat dengan ekor matanya. "Oh … itu ayahku!""Hm … sepertinya aku dalam masalah!"Nindya terkikik melihat ekspresi Elang yang mendadak serius. "Tidak akan, kami sudah tidak bertegur sapa selama sepuluh tahun.""Apa alasan ibumu tidak mau datang karena situasi ini, karena ada ayahmu?""Mempelai wanita itu sepupuku dari keluarga ayah, jadi ayah pasti hadir, dan ibu menghindari masalah. Istri ayahku masih saja cemburu pada ibuku, dan selalu saja berusaha menying
"Pegang tanganku," perintah Elang pada Nindya ketika mereka turun dari mobil. Masuk ke dalam gedung serbaguna yang sudah disulap menjadi tempat resepsi pernikahan yang lumayan mewah.Sepupu Nindya cukup mujur karena mendapatkan suami dari kalangan orang banyak harta, sehingga pesta pernikahan pun tidak bisa dibilang sederhana. Beruntung Nindya dan Elang memakai pakaian yang pantas. Sangat serasi sebagai pasangan muda yang sedang jatuh cinta. Ups … sepertinya baru Elang yang jatuh cinta. Nindya baru tahap suka."Hm, ide bagus! Aku kurang nyaman dengan heels ini, terlalu tinggi!" Nindya mengaitkan tangan pada lengan mahasiswanya, selain agar tampak mesra sebagai pasangan, Nindya butuh bantalan kuat jika ada yang menyindir statusnya yang masih melajang di usia dua puluh delapan. Masalahnya tidak sederhana sederhana karena sepupunya yang sedang menggelar pesta pernikahan belum genap berusia 23 tahun. "Kenapa tidak pakai yang tanpa heels?" Elang mela
Sulit untuk menolak pria yang bisa membuatmu selalu tersenyum! Mungkin itu pepatah kuno yang dulu tidak pernah diyakini Nindya. Sekarang kalimat sakti itu membuktikan diri padanya, memberikan kebenaran yang mau tidak mau harus diakui. Nindya memiliki kesulitan menolak Elang! Pemuda itu terus saja menempel padanya di tiap kesempatan, membuat mereka selalu berdekatan tanpa rasa malu sedikitpun. Terlalu cuek atau terlalu percaya diri juga Nindya tak paham, yang jelas Elang cukup berani untuk ikut pulang bersamanya ke Semarang.Cinta? Ya Elang memang sudah menyatakan cinta padanya, tapi bagi Nindya cinta Elang bisa jadi hanya kamuflase dari nafsunya. Mereka menjadi dekat dan banyak bersentuhan karena sebuah kesalahan, yang berasal dari nafsu. Jadi kemungkinan untuk berubah menjadi cinta masih sulit untuk dipercaya Nindya. Lalu bagaimana Nindya nanti akan mengenalkan Elang pada ibunya? Entahlah! Bagaimana dia menjawab pertanyaan yang akan datang padanya saat
Di rumah, Nindya belum juga bersiap pulang ke Semarang. Hatinya masih terguncang dengan permintaan Daniel yang menurutnya kejam dan tak berperasaan. "Aku akan menikahimu setelah janin itu dihilangkan!""Aku tidak mau menjadi ayahnya, dia bukan anakku!""Untuk apa kamu mempertahankan bayi itu jika bapaknya saja tidak mau bertanggung jawab?""Kenapa kamu harus melindungi pria yang melecehkanmu?" "Gugurkan minggu depan dan kita atur pernikahan segera!""Aku juga salah karena terlalu sibuk!"Dan masih banyak kalimat-kalimat Daniel yang terngiang-ngiang di telinga Nindya. Namun, keputusannya sudah bulat, dia tidak akan melakukan aborsi. Soal Elang? Entahlah, Nindya juga masih dalam kebimbangan. Dia bukan wanita jahat, terlebih pada sesama wanita. Nindya tidak ingin merebut Elang dari siapapun, apalagi dari Mayra.Tangan Nindya mengambil satu kertas lusuh yang beberapa waktu lalu diambilnya dari tas Elang.