Pagi ini hujan kembali mengguyur kota Bogor seperti beberapa hari terakhir. Sialnya, hari ini Tara lupa membawa payung, membuat tasnya dijadikan pelindung di atas kepala. Ia menepuk-nepuk seragamnya yang sedikit basah ketika sampai di Koridor IPS.Sebuah hoodie mendarat di punggungnya. “Daleman lo keliatan,” kata si pemilik hoodie.Tara menajamkan tatapannya. Ia tahu pemilik suara ini, khas guyonan. “Apa?” tanyanya menyadari tatapan Tara yang tidak enak. “Gue cuma gak mau orang lain yang lihat hal di balik seragam lo itu langsung horny.”“Mereka nggak serendah itu cuma karena lihat punggung gue. Kecuali lo, Septian!” balas Tara seraya memakaikan hoodie tadi. Beruntungnya koridor sudah sepi, mungkin karena hujan, mereka lebih memilih tinggal di kelas daripada berada koridor yang dingin.“Parah sih, masa gue,” katanya sembari tawanya.“Woi, Septi! Gue cariin tahunya malah di sini,” ujar Nando dan yang lainnya dari arah tangga.Jaffar mengelus dagunya seraya memerhatikan Tara. “K
Tara dan Kaila baru saja tiba di ruang keluarga, sudah ada kedua orangtua mereka dan Dio yang anteng duduk di sofa. Sebenarnya tadi Kaila datang ke kamar Tara dan membujuk saudaranya itu untuk ikut bergabung menonton TV.Ia sempat bertanya-tanya, hampir dua bulan tinggal di sini, intensitas mereka berkumpul selayaknya keluarga pada umumnya dapat dihitung jari. Eva maupun Arsen tidak pernah memaksa untuk ikut bersantai, kecuali jika ia memang sedang dalam mood baik saat ditawari oleh Kaila. Apalagi Dio, lelaki itu lebih memilih mengunci diri di dalam kamar.“Habis belajar, Tar?” tanya Arsen.Tara mengangguk singkat. “Iya, Pa.”“Nanti ajarin Kaila juga, ya? Sebentar lagi ‘kan kalian ujian menjelang libur akhir tahun.”Tara mengangguk lagi. Ia melirik Kaila yang ikut melihat acara TV di sebelah Dio.“Udah dikasih tahu kapan ujiannya?" tanya Eva.“Dua minggu lagi, Bu,” jawab Kaila.“Kalau nilai rapornya udah keluar nanti kita langsung liburan.”“Mau liburan ke mana, Pa?” Mendadak mata Kai
[Sambel Ijo]Septi_an : Gaes, galau nih gue:(AH Jaffar : Napa lo?Arnando Kusuma : Masih pagi, Njing.AH Jaffar : Auk dah. Baru juga bel, Nyet.Septi_an : Cius. Tara cuma read chat gue semalem.Septi_an : Sad:( Septi_an : Sekarang gue ngerasain apa yang Raka rasain dulu. Hebat lo, Ka, bisa bertahan berbulan-belunan ngadepin sikap cueknya Tara. @Raka Tasena Septi_an : Anj. Septi_an : RB 3, tapi gak ada yg respon.Septi_an : @Raka Tasena kasih tips buat deketin Tara, dong:(AH Jaffar : Jangan ngaco. Kalau Raka punya tips nggak bakal deh dia putus sama Tara.Septi_an : Cara PDKT doang, deh:(Arnando Kusuma : Maksa, Njing.Septi_an : Kaaaaa:((Raka Tasena : Lo nanya k siapa?Septi_an : Ke elo lah, bangsyatttt. [Read by 3]Septi_an : Woi!Septi_an : Kentut babi lo semua :( [Read by 3]“Septian La Fazza... asyik banget kayaknya di sana.” Suara bu Nia menggema ke seluruh ruangan yang sedang hening. Atensi seluruh siswa yang semula tertuju pada papan tulis ya
Hari ini tepat tanggal duapuluh satu Desember, Karina dan Tara bertambah usia. Tepat tujuh belas tahun sejak pukul 00.00 tadi, Karina menelepon temannya, mereka menyanyikan lagu selamat ulang tahun lalu berdoa semoga harapan di usia yang menginjak fase dewasa ini tercapai.“Jangan lupa nanti siang, ya,” ujar Karina di seberang sana. Terdengar perempuan itu menguap di akhirnya.“Iya, nanti gue jemput lo, ya.”Karina mendengus. “Mentang-mentang udah jadi keluarga kaya, lo mau jemput gue.”Tara tergelak. “Gue berusaha memanfaatkan fasilitas yang disediakan, gak mungkin juga gue nyuruh Dio.”“Kalau mau ajak Dio juga gak pa-pa.” Nada semangat dari Karina sangat jelas tertangkap olehnya. Bukan hal yang aneh sejak Karina pertama kali berkunjung ke rumah Tara tahun lalu, perempuan itu langsung tertarik dengan Dio yang memasang wajah dingin saat itu. Karina senang beradu mulut dengan Dio yang juga bermulut pedas.“Nggak. Kita berdua aja.”“Serius, gak pa-pa, Tar.”“Nanti siang di Richeese. Goo
Tara baru saja keluar dari kamar mandi saat melihat Eva duduk di atas tempat tidrunya dengan cemas. Ia baru selesai memasukan barang-barangnya ke dalam tas untuk keperluan di puncak nanti.“Kenapa, Bu?”“Kamu gak bilang sama papa kalau kemarin gak jadi ke Makassar?”Tara mengusap tengkuknya menggunakan handuk. Ia memang tidak memberitahu Farhan seperti yang disarankan Karina tempo hari, dan mematikan ponsel sejak dua hari yang lalu.“Dek?” “Uh, iya. Lupa.”Eva menghela napas kasar. “Ya ampun, Papa telepon Ibu dan Dio dari kemarin. Kamu tahu kan Ibu lagi sibuk-sibuknya di kantor kalau akhir tahun gini, Ibu juga gak sempat jelasin kemarin.”Tara mengangguk paham, bahkan ia melihat Honda Brio yang dikendarai Eva baru ada di garasi tadi subuh, bersamaan dengan mobil kantor milik Arsen. “Maaf, Bu.”“Terus kenapa kamu gak bisa dihubungi?”“Hapenya aku matiin.”“Bagus, ya. kamu sengaja menghindari Papa dan limpahin ini semua ke Ibu. Ibu udah capek sama ke
Esoknya, Setelah sarapan di restoran hotel Tara dan Kaila sudah bersiap di lobi menunggu Dio, mengambil ponselnya yang tertinggal di kamar hotel.Tara menatap orang lalu-lalang dengan bosan, di sampingnya Kaila sedang asik bermain ponsel. Arsen dan Eva sendiri sudah lebih dulu pergi.“Yuk.” Dio menghampiri keduanya. Lalu mereka berjalan bersisian menuju Cimory Riverside karena jarak antara hotel dengan tempat yang mereka tuju tidak sampai satu kilo meter.Kaila menelepon Arsen, menanyakan posisi orang tuanya saat ini karena mereka sudah lebih dulu sampai. Tara dan Dio yang tak jauh darinya hanya menatap bosan sekitar, kenapa juga Arsen dan Eva harus pergi lebih dulu dan membuat mereka pusing.Ia menghampiri keduanya. “Papa gak angkat telepon. Kita duluan aja.”“Bilang aja mereka pengin berduaan, gak mau diganggu,” gerutu Tara.Setelah Kaila membayar tiket masuk ke Cimory River Walk, mereka berjalan di tepi sungai menggunakan jembatan bambu unik karena Hutan Cimory ini terletak di sebe
Sedari tadi Kaila sibuk ketawa-ketiwi mendengar suara Raka lewat telepon, ia berguling ke sana-ke mari menghabiskan tempat di kasur.“Eh, aku udah beli mug buat kamu, lho.”“Hah? Mug paan?”Kaila berdecak kesal. “Ih, kan tadi siang aku udah bilang ada mug lucu.”“Oh, iya. Makasih, ya, Kai.”“Woi, bakar yang bener!”“Heh, ngebucin aja kerjaan lo, bantuin, nih!”Terdengar suara Tian dan Jaffar di sana.Kaila tertawa. “Ya udah, sana bantuin temen-temen kamu dulu.”“Oke deh, nanti tengah malem aku telepon lagi, ya.”“Dah...”Setelah telepon ditutup, Kaila memeluk bantal dengan gemas, lalu menggulingkan tubuhnya lagi.Tara yang sejak tadi mendengar obrolan mereka dan memilih pura-pura tuli bangkit dari single sofa yang menghadap ke balkon, kemudian menoleh pada saudara tirinya. “Udah teleponnya? Keluar yuk, yang lain pasti udah nungguin.”“Hm, oke, wait, Tar.” Kaila membenarkan ikatan rambutnya, lalu memakai sweater pink favoritnya.Pukul sepuluh malam, Arsen, Eva dan Dio sudah di kolam re
Tara dan Kaila menuruni anak tangga dengan perasaan berbeda dari sebelumnya. Jika biasanya mereka berjalan sendiri-sendiri, kini ada perbincangan kecil untuk menjadikan pagi terlihat lebih cerah. Di belakangnya ada Dio yang sibuk membaca materi untuk Try Out.Di meja makan sudah ada Arsen yang sedang membaca koran, dan Eva yang sibuk menyiapkan sarapan. Kaila tersenyum lebar, kehangatan di dadanya lebih besar dari beberapa bulan lalu saat pertama kali Eva ada di posisi ini.“Selamat pagi, Pa, Bu.” “Pagi juga, anak-anak.”Kaila mencium Arsen dan Eva bergantian, lalu duduk di sebelah Dio.“Hadiah kalian udah Papa siapin. Mau diambil kapan?” tanya Arsen.“Nanti sore?” tanya Dio.Arsen mengangguk. “Boleh. Dio mau ring basket di halaman belakang ‘kan?”“Iya, Pa.”“Hari ini Papa urus.” Seolah itu adalah hal yang dapat dilakukan sekali jentikan jari. “Tara dan Kaila gimana?”“Aku mau sepatu Gabino terbaru, Pa!” seru Kaila.Orang kaya. Iya, Tara selalu ingat itu. Sepasan
Raka Tasena : Tar :(Tara Givanka : Ya?Raka Tasena : Kangen sama lo.Tara Givanka : Gak usah lebay. Lo baru aja nganter gue pulang tiga hari lalu.Raka Tasena : Hhh.Tara Givanka : Ketawa?Raka Tasena : Menghela napas pasrah.[]Raka Tasena : Tar, Tar, masa tadi ada senior jurusan gue nanya sebenernya gue jomlo apa nggak.Tara Givanka : Hm, trs?Raka Tasena : Gue bilang jomlo, soalnya belom bisa ngajak balikan mantan gue.Tara Givanka : Azraka...Raka Tasena : Gue bener kan?[]Raka Tasena : Tar, i can't sleep :(Tara Givanka : Kenapa?Raka Tasena : Kepikiran sesuatu.Tara Givanka : Hal yang penting?Raka Tasena : Maybe.Raka Tasena : Gue cuma mikir random aja, sih.Tara Givanka : Di Melbourne udah tengah malam, Ka. Besok Lo harus masuk pagi.Raka Tasena : Mau video call.Tara Givanka : Boleh."Tar, i miss Indonesia.""Lagi ada yang nyebelin, ya?""Ya, gitu, deh. Males. Gue juga akhir-akhir ini begadang terus bikin maket. Udah kebiasaan gak tidur kali, ya?""Minum susu coba.""Mau pu
[Sambel Ijo]Raka Tasena : Mau ke nikahan Sesha sama siapa?Septi_an : Sama lo. AH Jaffar : ^2 Raka Tasena : Serius, nyet.Septi_an : Emang mau sama siapa sih lo? Kita nih jomlo, ya! Jelas kita datang kek teletubis berempat!Arnando Kusuma : Gue sama Karina. AH Jaffar : LAH?! SUKSES, BRO??Arnando Kusuma : Y.Septi_an : Oh, selama ini capernya sama Karina. AH Jaffar : LO TAU GAK SIH, NI BOCAH GEMES BGT SAMA KARINA YANG POLOS T_TSepti_an : Gue akui nyali lo oke juga, Ndo. Septi_an : KARINA BROW, PAWANGNYA TARA.Arnando Kusuma : Gue nggak cupu kayak sebelah. Septi_an : Buka jasa free tag @Raka Tasena Raka Tasena : Gue mau ngajak Tara. AH Jaffar : HAHAHAHAHALU.Raka Tasena : Gue ketemu Tara. Septi_an : Afh iyh, fren? Raka Tasena : Gue serius.Arnando Kusuma : WAH.AH Jaffar : Jadi besok gue sama Tian jadi pasangan homo dulu? Septi_an : NAJIS.Septi_an : Frustasi boleh ya ditinggal Sesh
Desember akhir memang selalu disuguhkan hujan yang membuat siapapun yang beraktivitas di luar ruang ingin cepat-cepat pulang. Duduk menghadap jendela ditemani mie rebus lengkap dengan telur di atasnya dan secangkir teh hangat. Itu pun yang ada di pikiran Tara.Baru pukul dua siang, tapi Tara sangat enggan berlama-lama di luar rumah. Ia memasuki kedai roti dengan tergesa untuk menghindari derasnya hujan yang sudah membuat bajunya setengah basah. Suara lonceng berbunyi bertepatan dengan aroma adonan roti, kopi, dan moka menusuk penciumannya.“Selamat siang, selamat datang di Taraka’s Bakery!” seru seorang pelayan di kasir.Tara tersenyum simpul. Di sini hanya ada dua remaja berseragam SMA yang sedang menikmati cake di dekat jendela, dan satu wanita tua yang sedang berdiri di kasir. Ia berjalan ke arah rak donat yang berjajar dengan banyak varian rasa yang menggugah selera, seolah siap untuk dibawa pulang.Tempat ini sangat strategis dari segi mana pun sehingga pengunjungnya akan berdat
Nando duduk selonjoran di sisi lapangan bersama Tian dan Jaffar setelah latihan dibubarkan. Mereka ada pertandingan bulu tangkis dalam waktu dekat, maka di saat yang lainnya sibuk di dalam kelas, mereka justru di lapangan mengasah skill—setelah mendapat surat dispensasi dari guru piket—karena pertandingan sudah di depan mata.Raka baru saja kembali dari kantin dengan membawa beberapa botol air mineral dan camilan di kantung plastik. Ia ikut bergabung dengan teman-temannya menikmati angin sepoi-sepoi di bawah pohon cokelat.Sebulan telah berlalu. Di saat yang lainnya beraktivitas seperti biasanya, Raka justru lebih sering sendirian. Ia tidak lagi diam-diam melirik kelas sebelas IPS satu saat melewatinya, datang ke sana dengan dalih menyapa Kaila padahal ekor mata meilirik satu meja yang biasanya diisi oleh Tara. Terdengar brengsek memang. Namun, hanya itu yang bisa ia lakukan untuk tahu keadaan Tara dulu.Beberapa kali Raka mencoba menghubungi Tara kembali namun hasilnya nihil. Akun Li
Pagi ini mereka sudah di bandara; Arsen, Eva, Kaila, Tara dan Dio. Setelah semalam makan malam bersama untuk terakhir kalinya, mereka menghabiskan malam yang panjang bersama di ruang TV dengan beberapa percakapan ringan. Tara akan merindukan hal itu.Eva menatap anak pertamanya dengan mata yang berkaca-kaca. Tidak menduga sebelumnya kalau hari ini akan tiba dengan cepat. “Hati-hati ya, Dek. Kalau udah landing langsung kabarin kita.”“Iya, Bu.” Tara mengangguk menahan perasaan sesak.“Jaga diri ya, Tar. Kalau ada sesuatu jangan sungkan hubungi kami,” ucap Arsen seraya megusap kepala anak tirinya.“Makasih, Pa.” Ia beralih menatap Kaila yang sudah menangis. “Kai,”Kaila langsung memeluknya. “Harus sering-sering pulang. Jangan marah kalau nanti gue sering telepon, jangan simpan semuanya sendirian.”Tara balas memeluk. “Nggak akan. Gue pasti selalu ngabarin.”Kemudian, Tara beralih pada adiknya yang lebih banyak diam. Dio tidak bisa ikut ke Makasssar karena besok ada try out untuk kelas s
Pagi ini Tara dan Kaila berangkat sekolah bersama. Mereka melambaikan tangan pada Dio yang menatap keduanya dengan malas. Semalam mereka menyelesaikan lego yang dibeli Dio, dua lawan satu. Jelas saja Dio kalah. Dan hukumannya Dio terpaksa harus berangkat sekolah dengan rambut berantakan yang sudah ditata oleh Kaila.Mereka tertawa melihat wajah masam Dio. “Lo kok bisa kepikiran ke sana, Kai?” tanya Tara.“Selama ini kan gue lihat rambutnya rapih terus, Tar. Good boy banget anaknya. Perlu gue modif biar kelihatan lebih laki,” kekeh Kaila.Tara pikir Dio akan menolak dan marah, namun, lelaki itu tetap menurut meskipun rautnya tidak bisa berbohon kalau ia tidak nyaman dengan itu.Mereka berpapasan dengan Kanaya yang juga akan masuk ke kelas. “Hai, Tar!” sapanya.“Hai, Nay,” balasnya.Kanaya beralih menatap Kaila. “Udah sembuh, Kai?” Kaila mengangguk.“Nanti makan siang bareng kayak biasa, ya?” ajak Kanaya.Tara mengangguk.“Gue b
[Sambel Ijo]AH Jaffar : Gaes.AH Jaffar : Udah berapa hari sepi? Napa sih? Jangan biarin gue bego sendirian dong!AH Jaffar : WOI BANGSAT.AH Jaffar : Yang r doang nikahnya sama mimper! [Read by 3]AH Jaffar : ANJJJJJJJ.AH Jaffar : Parah banget, sih, buset.AH Jaffar : BAIKAN NAPA SIH. KEK BOCAH AJA LO PADA DIEM-DIEMAN GINI.AH Jaffar : Kata Pak Haji, marahan lebih dari 3 hari dosa. Gue tau kalian pada banyak dosa, gak usah nambah lagi deh.AH Jaffar : Gue kangen Wi-Fi di rumah Raka, nih. AH Jaffar : Gasah geer ya lo, Ka. Gue nggak kangen yg punya rumah. Njs taw gak.AH Jaffar : Makan pecel ayam depan gang rumah gue yuk!AH Jaffar : BABI LOE SEMUWAH. [Read by 3]Raka menghela napas kasar, sudah seminggu grup mereka sepi. Hanya Jaffar yang tiap harinya berusaha meramaikan, yang tentu saja tidak digubris sama sekali oleh yang lain.Karena panggilan orang tua ke sekolah hari itu, Kiera pun menghukumnya dengan dalih mencemarkan nama baik keluarga. Padahal, kalau boleh ia jujur, Tian ya
[Sambel Ijo]AH Jaffar : Gaes.AH Jaffar : Udah berapa hari sepi? Napa sih? Jangan biarin gue bego sendirian dong!AH Jaffar : WOI BANGSAT. AH Jaffar : Yang r doang nikahnya sama mimper! [Read by 3]AH Jaffar : ANJJJJJJJ.AH Jaffar : Parah banget, sih, buset.AH Jaffar : BAIKAN NAPA SIH. KEK BOCAH AJA LO PADA DIEM-DIEMAN GINI.AH Jaffar : Kata Pak Haji, marahan lebih dari 3 hari dosa. Gue tau kalian pada banyak dosa, gak usah nambah lagi deh.AH Jaffar : Gue kangen Wi-Fi di rumah Raka, nih. AH Jaffar : Gasah geer ya lo, Ka. Gue nggak kangen yg punya rumah. Njs taw gak.AH Jaffar : Makan pecel ayam depan gang rumah gue yuk!AH Jaffar : BABI LOE SEMUWAH. [Read by 3]Raka menghela napas kasar, sudah seminggu grup mereka sepi. Hanya Jaffar yang tiap harinya berusaha meramaikan, yang tentu saja tidak digubris sama sekali oleh yang lain.Karena panggilan orang tua ke sekolah hari itu, Kiera pun menghukumnya dengan dalih mencemarkan nama
Dio menepati janjinya. Lelaki berseragam SMP itu duduk di halte Adipura sembari bermain ponsel tanpa memedulikan sekitar yang menatapnya heran. Sudah satu jam ia menunggu, katanya, Tara ada urusan dengan guru mengenai kepindahannya jadi akan sedikit terlambat. Dio mencoba bersabar meskipun ‘sedikit’ yang dibilang Tara justru sudah kelewatan.“Di!”Mendengar suara itu Dio sudah siap menyemburkan kekesalahannya. Namun, ia melihat keempat perempuan berseragam Adipura menghampirinya. Diantaranya ada Karina yang tersenyum paling lebar. Perempuan itu lebih dulu menepuk bahunya.“Hei, udah lama ya nggak ketemu. Kak Nana kangen, tahu! Terakhir ke rumah malah nggak ketemu,” seru Karina dengan senyum jahilnya.Dio menghela napas. “Sibuk.”Tara menyikut adiknya. “Ini temen gue, Tisha sama Kanaya.”Kanaya lebih dulu menyapa. “Hai, Di.”Dio hanya mengangguk singkat.“Bener ya kata Karina, Dio anaknya cool,” ujar Tisha.Karina terkekeh. “Jangan direbut, ya, berondong gue, nih.” Tangannya merangkul