Malam ini, aku benar-benar gelisah menunggu kepulangan suami. Semua omongan Luna terngiang-ngiang di benakku. Bagaimana kalau semua yang Luna katakan benar? Aku tidak akan sanggup hidup sendirian di rumah ini dalam stasus istri dari Mas Bayu.
Akhirnya, aku mengambil ponsel untuk menghubungi Mas Bayu. Sudah jam delapan malam sekarang, seharusnya Mas Bayu sedang jalan pulang. Aku tidak akan pernah mengizinkan Mas Bayu pergi ke apartemen lagi.
“Halo?” sapaku setelah panggilan diangkat.
“Halo, kenapa, Dek?”
Syukurlah, suara Mas bayu. Kalau saja yang mengangkat Luna, itu artinya dia sudah ada di dekat Luna dan semua rencananya akan berjalan. Aku harus bersyukur karena lebih dulu menghubungi Mas Bayu.
“Kamu di mana, Mas?” tanyaku. “Sudah pulang dari kantor?”
“Aku lagi di depan restoran, sebentar lagi mau pulang ke apartemen,” jawabnya.
Aduh, bagaimana ini? Apa Mas Bayu benar-benar menginginkan Luna? Mengapa dia tidak pulang ke rumah saja?
“S
“Maaaas!” panggilku.Mas Bayu masih di ruang tamu. Dia tidak menyahuti panggilanku rupanya.“Mas Bayuuuuu!” panggilku sekali lagi.“Kenapa, sih, Dek?” sahutnya seolah tidak senang diganggu. Dia berjalan ke arahku. "Ada apa? Mau main malam ini?""Enak aja. Buruan ke sini!” titahku.Tanganku sedang memegang buah naga yang Mas Bayu beli tadi.Mas Bayu muncul dengan wajah lesunya. “Ada apa?”“Ini!” Aku memberikan buah naga untuk Mas Bayu.Dia duduk di sampingku dan mengambil buahnya. “Ada apa sama buahnya?""Nggak ada apa-apa, Mas. Buahnya masih bagus, masih merah seperti biasanya," jawabku sambil tersenyum. "Terima kasih.""Terus, kenapa kamu kasih buahnya ke aku, Sayang?" kata Mas Bayu.Aku tertawa pelan menyahutinua. “Ya, kamu potongin buahnya, Mas!"Matanya membelalak menatapku. Semenit kemudian, dia mengedipkannya berkali-
Semuanya sudah kuputuskan. Tidak akan ada lagi Citra yang terus-menerus diam di balik permainan suami. Citra harus bisa mengungkap kebenaran dari semua yang terjadi selama ini.Dimulai dari hari ini, aku akan menyelidiki permainan Mas Bayu dengan Luna. Aku tidak bisa asal percaya dengan Luna.Lagi pula, perkataan Luna dan tindakan Mas Bayu bertolak belakang. Dia bilang Mas Bayu lebih memilihnya, tetapi semalam Mas Bayu mau pulang lantaran aku bilang sedang terancam. Dia bilang Mas Bayu akan menginginkan perceraian kami, tetapi semalam dia marah lantaran aku menanyakan status pernikahan kami.Apa itu yang disebut kalau Mas Bayu tidak mencintaiku?Lalu, siapa yang harus aku percaya?"Halo, Bumil! Gimana kabarnya, nih?"Seperti biasa, Kiki selalu memastikan keadaanku. Padahal, dia sendiri seharusnya bisa memastikan keadaan dirinya yang belum memiliki pacar. Dasar Kiki, malas banget kalau disuruh mencari pendamping hidup."Masih bis
Sebuah kesialan baru yang menimpaku hari ini, mendapatkan kenyataan yang menyakitkan. Ada dua pilihan yang menggantung, Mas Bayu pindah ke apartemen baru atau ini adalah apartemen Luna.Keduanya sama-sama menyedihkan. Apa pun alasannya, Mas Bayu tetap pindah ke apartemen baru. Itu artinya dia tidak ingin diganggu oleh aku, istri sahnya.Rasanya ingin sekali menampar wajah Mas Bayu sesekali. Sebesar ini pengorbanan mereka untuk menghindar dari aku. Memangnya, apa yang akan mereka harapkan jika aku tidak mengetahui apartemen barunya? Mereka tidak akan khawatir kalau aku akan memergoki mereka yang sedang bermain?Astaga, aku jadi semakin overthinking kalau sudah seperti ini kejadiannya. Simalakama, diusut membuat hatiku dongkol, tidak diusut juga membuatku penasaran setengah mampus.Di depanku, Puput masih menyiapkan semangkok isi sop untuk diberikan pada mereka. Dia tadi setuju untuk membantuku. Bahkan, dia juga yang memberikan ide untuk mengantar
“Lo di mana, Ki?”Setelah keluar dari parkiran, aku sengaja mengebut untuk sampai ke TOL terlebih dahulu. Berjaga-jaga saja, takut Mas Bayu melihatku di tengah jalan.“Lagi di rumah, nih. Kenapa emang?”“Nginep di rumah gue, ya? Soalnya Mas Bayu nggak pulang malem ini. Gue males banget kalau tidur sendirian.”Padahal, selama ini sering sekali tidur sendiri, walaupun sudah bersuami.“Oh, begitu? Ya udah gue sekarang ke sana, ya,” kata Kiki.“Ya, boleh. Gue sedikit lagi sampai rumah juga, kok.”“Lo ke mana? Udah mau jam enam, woi!”“Biasa, gue habis dari taman kota, ngeliat anak remaja pada pacaran aja,” sahutku sedikit asal-asalan.“Udah kayak jomlo yang ngenes di luar sana aja, sih! Dari pada lo keluar, mending lo lari di sekitar komplek, Cit.”“Di taman kota, kan, gue juga jalan sehat, Ki. Udah dulu, ya? Gue diki
Sial, aku tidak suka dengan topik pembahasan yang Mas Bayu berikan. Dia mulai menanyakan terkait kehamilan. Apa yang bisa kujawab selain mengelak? Mengatakan kalau sekarang memang sudah hamil? Tidak mungkin, itu tidak akan mungkin terjadi dalam waktu dekat.Biar saja dia tidak tahu kebenaran tentangku. Memang itu yang aku harapkan untuk terjadi.Semalam, Mas Bayu benar-benar memancing kemarahanku. Kalau saja aku tidak bisa menahan diri, mungkin semua yang aku tahu sudah terucap. Beruntungnya lagi, Kiki datang di waktu yang tepat.“Jangan bengong!”Aku terkesiap ketika Danu muncul dan menepuk pundakku. “Ngagetin aja, sih, Nu!”Dia menertawakanku. “Udah makan siang? Jangan terlalu capek, kamu itu lagi mengandung anak si Bayu, Cit.”Beruntungnya aku memiliki teman yang begitu peduli. Kalau teman kerja tidak peduli, bisa-bisa aku tua mendadak. Sudah pusing dengan urusan rumah tangga yang semakin rumit, pusing
Mungkin ini yang dinamakan kesialan akan datang berturut-turut jika kita tidak bersyukur. Semalam, aku baru mendapatkan berita terbaru, terpanas, tersial bahwa Mas Bayu sengaja pindah ke apartemen baru hanya untuk menghindariku. Sekarang, dia justru membawa perempuan itu ke acara ini.Maksudku, HEI! Bukannya dia bilang ingin makan siang di luar? Aku tahu kalau menghadiri pernikahan dan makan di sana bisa disebut makan siang di luar juga, tetapi mengapa harus Luna? Mengapa harus Luna yang dia undang ke acara pernikahan? Aku masih berstatus istrinya, aku yang seharusnya ada di sampingnya.Sekarang, semuanya sudah terlambat. Mas Bayu sudah membawa Luna ke acara pernikahan orang lain, dengan aku yang dia abaikan. Beruntung Danu mengajakku untuk melihatnya.“Ganti MC-nya!” kataku dengan nada rendah.Aku yakin Aris dan Danu sedikit terkejut dengan keputusanku. Buktinya, Aris sampai memijat pelipisnya. Aku langsung meninggalkan mereka berdua di
“Tolong apa, Cit?”“Aku mau bales selingkuh Mas Bayu,” jawabku.“Dengan aku?”“Iya, Nu. Aku mau kita pura-pura selingkuh,” sahutku.Danu menggelengkan kepalanya. “Aku nggak mau, Cit.”“Nu, tolongin aku.”“Cit, emangnya nggak ada cara lain untuk menyelesaikan masalah?” tanyanya.“Nu, aku udah nemuin caranya untuk menyelesaikan masalah kami. Tapi, aku nggak akan mau tinggal diam diselingkuhin seperti ini.”Danu sepertinya tidak mengerti arah pikiranku. Dia mendecih pelan. “Membalas selingkuh bukan berarti kamu jadi menang, Cit!”“Aku nggak mau menang, Nu. Aku hanya mau dia sadar sama perlakuannya.”“Sadar? Apa nggak ada cara lain untuk nyadarin dia?” jawab Danu.“Dia sudah sadar, sepenuhnya sadar. Tapi, dia nggak sadar kalau aku tahu tentang kebohongannya. Aku mau dia ngera
Pernahkah kalian berpikir untuk menyerah? Pernahkah kalian berpikir untuk melepaskan apa yang dimiliki untuk orang lain?Pertanyaan berikurnya, apakah itu diizinkan? Apakah perbuatan itu termasuk tindakan orang yang lemah? Karena, aku bimbang untuk menyerah atau memperjuangkannya.Di satu sisi, aku begitu menginginkan Mas Bayu yang terus berada di sisi untuk menemaniku. Namun, di sisi lain, ada beberapa alasan yang seharusnya sudah lebih dari cukup untuk dijadikan alasan mengapa kami harus pisah.Aku harus bersyukur karena Danu datang tepat waktu kemarin.Ketika seorang dari pria bejat itu lengah, aku langsung menendang kemaluannya sampai dia tersungkur. Setelah itu, Danu datang dan membantu. Akhirnya, kami lari tunggang-langgang menjauh dari toilet.Itu adalah pengalaman yang paling buruk selama hidupku. Pelecehan yang dilakukan olehdua orang pria sekaligus. Tangisku tidak henti-hentinya usai di dalam mobil. Bahkan, ketika kami s
Beberapa hari setelah keluar dari rumah sakit, Mas Bayu sudah tidak menggunakan perban lagi. Walau masih terlihat bekas luka di beberapa bagian, setidaknya dia tidak perlu terikat oleh perban yang mengganggunya lagi.Dia belum pulang kerja, aku sudah menunggunya di depan pintu. Katanya dia sudah di jalan, sebentar lagi mungkin akan tiba.Aku harus bersyukur karena memiliki suami sebaik Mas Bayu. Andaikan aku disuruh menilai, mungkin nilai yang akan aku berikan adalah tanda tidak terhingga. Menurutku, masih ada nilai di atas nilai maksimum.Tidak setara apa yang aku lakukan padanya dibanding dia korbankan padaku.Suara derung mesin mobil membuatku berdiri dan membuka pintu. Mas Bayu berjalan ke arahku dengan wajah yang tersenyum."Nggak usah nungguin di depan, Dek. Di dalem rumah aja nggak apa-apa, kok," katanya.Aku mengambil tas dia, kemudian membuka jas yang Mas Bayu pakai. "Nggak apa-apa, lagian cuma duduk di dalem doang bosen. Jalanan la
Setelah beberapa jam menunggu kehadiran dokter untuk memeriksa Mas Bayu, akhirnya tiba saatnya dia boleh pulang. Luka yang dia dapat lantaran melompat dari mobil tidak terlalu parah, paling-paling hanya luka gores.Aku sudah menyiapkan barang-barang Mas Bayu di dalam tas untuk pulang. Dia sedang duduk saja sambil menonton tayangan televisi."Lu bener nggak butuh bantuan gua, Kak?"Yang sedang berbicara itu Rio. Kami menelepon dari tadi. Dia kukuh ingin meminta datang dan membantu aku. Namun, dia juga memiliki hal yang mendesak di kampus. Jadi, aku larang dia."Bener, Yo. Nanti gue yang bawa mobilnya, santai aja. Sini ke rumah nggak terlalu jauh, kok," jawabku."Ya udah, gua tutup teleponnya. Nanti malam gua ke rumah, mau nitip apaan?' tanya Rio.Aku menoleh ke Mas Bayu. "Nitip perban dan obat merah aja, deh. Buat jaga-jaga kalau nanti perban harus diganti.""Nggak ke dokter lagi aja?" kata Rio."Aduh, nggak usah, deh! Tan
Mas Bayu masih tertidur di dalam ruangannya. Aku sengaja keluar untuk berbicara dengan Leon. Mas Bayu tidak perlu tahu kalau aku sedang menjalankan rencana untuk penyergapan Luna."Jadi, apa rencana lu kali ini, Cit?"Aku sedang berbicara dengan Leon. Dia yang akan membantu aku dalam penangkapan Luna nanti."Gue udah chat Luna untuk ketemuan nanti siang. Tapi, gue yakin dia nggak akan sendirian. Setelah perusahaannya direbut, gue yakin dia bawa anak buahnya untuk nangkep gue nanti."Leon mendengus. "Lu mau bawa pekerja perusahaan itu juga? Lumayan, mereka pasti berguna. Setidaknya ada lawan untuk pengawal si Luna."Aku menjawabnya dengan kikihan. "Tentu aja tidak. Gue akan bawa polisi, Yon!""Lu mau laporin kasus ini ke polisi sekarang?" tanya Leon. "Lo udah punya semua bukti dari kejahatan Luna?""Iya, gue nggak mau ada bakteri yang hidup di sekitar gue dan Mas Bayu. Kalau ada, dia harus dimusnahkan segera. Semuanya udah gue kumpulin semala
Seharusnya aku senang mendengar pernyataan Leon. Namun, entah kenapa hatiku justru makin sakit.Sekarang, pria di hadapanku sudah membuka matanya. Menatapku dengan tatapan yang masih belum bisa aku artikan.Kemarahan? Sepertinya iya, dia sangat marah kepadaku. Kebencian? Pastinya, dia mungkin sudah benci kepadaku."Perusahaan itu milik Luna dan keluarganya, itu perusahaan yang menyediakan pembunuh bayaran, penjaga, dan apa pun yang berkaitan dengan penjagaan seseorang. Lu tahu artinya? Itu artinya Luna bisa kapan aja nyerang lu atau Bayu, Cit!""Kenapa harus gue? Sebelumnya bahkan gue nggak kenal sama Luna, Yon!""Karena lu istrinya Bayu! Lu nggak tahu kalau Luna itu nggak terima Bayu nikah sama lu. Dia benci pernikahan itu, makanya dia bisa mengancam Bayu sesuka hatinya!""Mengancam? Maksudnya?""Bayu ngelindungin selama ini!"Air mataku sukses mengalir ke pipi. Aku alihkan pandangan dari wajahnya. Takut, malu, sed
"Mungkin emang benar kalau dulu Mas Bayu cinta sama aku, Li. Benar kalau dulu Mas Bayu ngejar-ngejar aku. Nggak hanya kamu yang bilang, Mama dan temanku juga bilang begitu.""Tapi anehnya Mba, Mas Bayu masih bisa pacaran walau hatinya tetap ke Mba Citra," kata Loli.Aku jadi teringat kata-kata Kiki."Bayu itu playboy, Cit! Kalau lo mau masuk ke dunia dia, hati-hati aja. Apa lagi dunianya bukan pacaran lagi, udah ke nikah.""Jadi, dia pacaran karena cinta atau pacaran karena apa?" tanyaku."Mas Bayu pacaran karena dia mencari pelarian. Aku udah bilang kalau itu salah, tetapi Mas Bayu tetap Mas Bayu, orang paling keras kepala yang aku tahu."Aku pikir hanya aku sendirian saja yang menganggap Mas Bayu keras kepala."Tapi itu dulu, Li. Mungkin dulu, tetapi sekarang mungkin sudah berubah perasaannya. Setelah dia mengetahui sifat Mba, sikap Mba, perlakuan, dan keburukan Mba, dia bisa aja berubah, kan?"Loli mengerucutkan bibirnya. "Ent
"Sudah bangun?" tanya Aris. Aku sedang mengusap-ngusap dahi Mas Bayu yang berkeringat. Matanya masih tertutup, dengan napas yang sudah mulai teratur. "Belum, Ris. Dia masih mau tidur kayaknya." "Tadi Aris nggak sengaja ngeliat Bayu di dekat rumah kamu, Cit." Aku menoleh ke belakang. Sejak kapan Danu datang? Setahu aku tadi hanya ada aku, Rio, dan Aris di depan kamar rawat Mas Bayu. "Kamu jemput Aris, Nu?" tanyaku pura-pura mengalihkan pembicaraan. "Terima kasih, Ris." "Dia ada masalah apa sama Pak Wijaya, Cit?" kata Aris. Dia menunjukkan tayangan di ponselnya. "Tolong menyingkir! Saya lagi nggak bisa berbicara dengan Anda, Pak." Tayangan yang direkam dari dalam mobil. Suara Mas Bayu terdengar kecil, jaraknya terlalu jauh. "Saya ajukan beberapa penawaran. Saya tidak masalah jika kamu menginginkan hak paten perusahaan itu, tapi tolong berikan beberapa persen saham untuk saya." Aku tidak t
"Cari Bayu, Kak? Kenapa dia?" tanya Leon.Aku memberikan berkas itu kepada Rio. Dia membacanya perlahan-lahan. Bola matanya bergerak ke kanan dan ke kiri. "Ini berkas untuk lu?"Aku menganggukkan kepala. "Awalnya gue pikir itu berkas cerai kami, tetapi setelah Leon telepon dan gue lihat, ternyata itu bukan sama sekali.""Terus maksudnya dia apa mengambil alih perusahaan ini?" tanya Rio lebih lanjut."Itu ternyata perusahaan punya Luna, atau mungkin milik keluarganya. Kalau dilihat-lihat, perempuan itu seperti nggak punya pekerjaan. Dia bebas berkeliaran ke mana pun setiap hari. Jadi, gue pikir itu milik keluarga.""Maksudnya? Luna itu siapa, Kak?" Rio semakin bingung dengan penjelasanku."Luna itu perempuan selingkuhan Mas Bayu. Dia perempuan yang udah ngerebut Mas Bayu dari gue, Yo. Dia juga perempuan yang hampir menghancurkan hidup gue waktu itu."Rio tidak menjawab ucapanku lagi. Dia mulai mengerti sepertinya. "Oke, kita mau
Mungkin memang seharusnya aku tidak perlu percaya pada Mas Bayu. Aku tidak perlu mengatakan kalau aku masih mencintainya di depan Mama sampai dia mendengarnya. Hal itu membuatnya semakin besar kepala. Dia bertindak kalau aku berada atas segala kuasanya. Kemudian, dia akan melempar aku lagi ke dalam jurang kesakitan. "Dek!" Aku menoleh, Mas Bayu sedang berlari ke sini. Aku abaikan teriakan dia, aku alihkan tatapan ke jalanan yang sedang ramai. "Kamu mau ke mana?" tanya Mas Bayu setelah sampai di halte. "Nggak usah macem-macem! Ayo aku anter!" Mas Bayu menggenggam pergelangan tanganku. Namun, aku berusaha melepaskannya. Tetap saja, tenaga dia lebih besar. "Lepasin aku, Mas!" pintaku sambil berusaha melepaskannya. "Nggak, aku mau kamu pulang sama aku! Jangan pulang sendirian!" kata Mas Bayu. Dia mulai menarik tanganku agar bisa dia bisa memeluk tubuhku. Dia usapkan tangannya agar aku tenang. Namun, yang t
“Obrolan kita nggak lagi rahasia sekarang.” Mama menunjuk pintu, ada bayangan di celah bawah pintu. “Buka pintunya sana!” Aku menuruti keinginan Mama untuk membuka pintu. Perlahan-lahan aku tarik pintu agar terbuka. Kemudian, terpampanglah tubuh pria yang sedang berdiri membelakangi pintu. Aku langsung menyeka air mata yang masih membekas. Lalu, aku buka pintu lebar-lebar dan mundur beberapa langkah. “Bayu?” Mama memanggilnya. Mas Bayu membalikkan badannya. Dia juga mengusap wajah dengan lengannya. Kemudian, dia menatapku lekat. Basah, bulu matanya basah. Aku bisa melihat jelas bulu mata dan alisnya yang basah. Apa Mas Bayu juga menangis? Apa dia mendengar semua ceritaku tadi? “Menguping itu nggak baik. Apa yang kamu lakukan di sana?” kata Mama. Mas Bayu tidak mengalihkan pandangannya dariku. Masih sama, dia menatapku seolah kami sudah lama tidak berjumpa. “Kamu udah pulang?” tanyaku dengan nada suara yang serak. “Kenap