Главная / Romansa / Gadis yang Tertawan / Gadis yang Tertawan bab 2

Share

Gadis yang Tertawan bab 2

Aвтор: Mariposa
last update Последнее обновление: 2024-10-29 19:42:56

Senja duduk meringkuk dalam ruang tahanan yang luasnya hanya lima meter persegi, tempat itu gelap tanpa ada pencahayaan. Udaranya terasa pengap karena berada tiga meter di bawah tanah.

Jeruji besi yang mengurung kebebasannya sebagian sudah berkarat. Bersama Senja, ada beberapa tahanan lain. Semuanya adalah wanita, mulai dari yang muda sampai yang sudah tua. Mereka terlihat kurus dan suram.

Suara langkah kaki yang menuruni anak tangga terdengar menggema di lorong yang sunyi itu. Cahaya dari obor, menciptakan bayangan dua sosok lelaki yang memantul dan membesar pada dinding-dinding yang sudah berlumut.

Pintu sel Senja dibuka, menimbulkan suara berkerit dari besi yang menggesek lantai. Semua tahanan wanita menengadah dengan perasaan takut. Di depan mereka, mayor Rutger berdiri dengan sikap arogan.

Senter di tangan kanannya menyoroti satu persatu para tahanan, mukanya menunjukkan ekspresi jijik saat cahaya senter menerpa wajah yang kotor dan kumal. Sampai di satu titik, ia tersenyum puas. Kali ini ia menemukan gadis yang dicarinya.

Mata Senja terasa pedih saat seberkas sinar terang dan menyilaukan menerpa wajahnya, semalaman berada dalam kegelapan, membuat ia sensitif terhadap cahaya. Gadis itu mengernyitkan dahi dan menutup matanya dengan kedua tangan yang terikat rantai. Tiba-tiba saja, tangan dingin dan kasar meraih pergelangan tangannya, Senja dipaksa berdiri.

"Kau baik-baik saja, Nona manis?" tanya Rutger. Suaranya terdengar menjijikan di telinga Senja.

"Jangan tanya kabarku, kau lelaki brengsek!" umpat Senja.

Andai lengannya tidak terikat rantai, sudah barang tentu ia akan melukai lelaki itu bagaimanapun caranya.

"Mulutmu setajam belati, kau beruntung karena wajahmu menyelamatkanmu." Rutger tersenyum, matanya memandang Senja dengan tatapan lapar.

"Dan wajahku akan membawa kematian untukmu!"

Lelaki itu sekali lagi menelisik penampilan senja—rambut Senja berbau mawar dan warnanya sehitam malam yang paling gelap. Mata hitam gadis itu berbentuk seperti buah badam—simetris sempurna dengan sudut luar yang sedikit terangkat.

Bibirnya berwarna merah muda—dengan sedikit lengkungan lembut yang menyerupai bentuk hati terbalik. Sedangkan hidung dan rahangnya terlihat tegas. Segala sesuatu yang melekat pada Senja, membuat Rutger ingin mendaulat sebagai miliknya, dan lebih dari itu, Rutger berpikir kalau gadis ini bisa menghasilkan banyak keuntungan.

Rutger semakin mengeratkan genggaman pada tangan Senja dan semakin tertantang. Ia menyeret gadis itu ke luar sel tahanan dalam langkah kaki yang lebar.

Senja meringis dan merasa tenaganya sudah habis. Berkali-kali gadis itu terjatuh, tetapi Rutger tidak memperdulikannya. Senja dibawa ke sebuah sel yang sedikit penghuninya, letaknya berada di atas sel lamanya.

Rutger mendorong tubuh Senja dengan kasar, sehingga gadis itu terhuyung-huyung hilang keseimbangan. Beberapa tahanan wanita hanya saling pandang. Di hadapan mereka, dengan kurang ajar Rutger membelai wajah Senja dengan tangan kasarnya, ia mengusap bibir Senja yang mulai kering dan pecah-pecah.

"Kau akan berterima kasih kepadaku, Senja, ah tidak ... beberapa hari lagi kau akan terlahir dengan nama baru dan kehidupan baru. Kau akan tinggal di tempat yang lebih baik, bukan di neraka ini. Sebaiknya kau mempersiapkan diri."

"Lebih baik aku mati! Cekik aku, racuni aku, atau ledakkan saja kepalaku, Bedebah! Aku tidak rela satu detik saja bersamamu."

Senja meludah tepat ke muka Rutger. Pria itu menjadi berang, apalagi beberapa pasang mata dan telinga melihatnya, ia menampar wajah Senja dengan keras, sampai sudut bibir gadis itu berdarah dan jatuh tersungkur di lantai. Helaian rambut senja menutupi sebagian wajahnya.

"Ini yang terkahir kalinya, Senja, lebih dari ini, aku tidak akan melunak lagi!" Ia keluar dari tempat itu.

Senja mengusap satu titik darah pada bibirnya, gadis itu menatap kepergian Rutger dengan pancaran mata yang mengisyaratkan kebencian mendalam.

Tanpa suara, gadis itu berjalan ke sudut ruangan, ia menekuk kakinya sampai menyentuh dada, kemudian ia memeluk lutut dan membenamkan wajahnya. Orang-orang yang melihat Senja merasa sangat prihatin, mereka memiliki duka dan nasib yang tidak jauh berbeda.

Rutger pergi berlalu meninggalkan Senja di sel barunya, ia berjalan dengan perasaan penuh amarah, seorang ajudan mengikutinya dari belakang tanpa bersuara. Mereka terus berjalan, kali ini ke sebuah ruang perawatan.

"Bagaimana keadaan gadis ini?" tanya Rutger.

Ia memperhatikan seorang gadis yang terbaring lemah di atas ranjang perawatan. Berlapis-lapis kain kasa membalut hampir keseluruhan tubuhnya.

"Semakin hari tubuhnya melemah, Mayor. Luka bakarnya sangat serius, bisa bertahan selama dua hari adalah suatu keajaiban," jelas ajudannya.

"Bagus sekali, sekarang sudah saatnya. Pindahkan gadis yang satunya ke sel yang ada di barat."

Rutger tersenyum licik, membayangkan rencana yang telah ia siapkan.

Sedangkan jauh dari tempat Senja berada, Lembayang tersadar. Ia mendapati dirinya di sebuah rumah sederhana berdinding bambu yang disulam. Sekelebat bayangan tentang peristiwa semalam membuat Lembayang bertanya kepada dirinya sendiri.

"Apakah itu semua nyata? atau hanya mimpi?"

Saat lembayang mencoba untuk bangun, ia merasakan kepalanya pusing berkunang-kunang dan tubuhnya terasa lemah. Lembayang mencoba meraba pelipisnya karena ia merasa janggal, ternyata ada kain tebal yang membebat kepalanya.

"Luka ini nyata ... jadi semalam itu?"

Suara pintu yang dibuka memecahkan lamunan Lembayang. Terlihat sorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik diusianya, dia adalah salah satu teman baik kedua orang tuanya, setahu Lembayang. Nyai Aminah menikah dengan lelaki Belanda yang kaya raya dan terpandang, serta memiliki pabrik gula sebagai usahanya.

"Nyai, Aminah?"

"Kamu sudah siuman, Nak?" tanya Nyai Aminah seraya menuangkan air ke dalam batok kelapa, ia menyerahkan kepada Lembayang untuk diminum.

Lembayang menerima air pemberian wanita itu dan langsung meneguknya sampai tandas tidak tersisa.

"Ibu, bapak, Senja dan yang lainnya. Bagaimana keadaan mereka?" tanya Lembayang penasaran seraya menghapus sisa air di bibirnya.

Nyai Aminah menatap pada sosok lelaki yang ada di hadapannya. Lembayang yang biasanya berpenampilan necis dengan beskap, kini terlihat kacau dan beberapa memar menghiasi wajah tampannya.

Saat ia tahu kalau keluarga Lembayang di tangkap, ia menyuruh penjaganya untuk diam-diam menyelamatkan pemuda itu, meski harus menanggung risiko besar.

"Untuk saat ini kami masih melacak keberdaan Senja dan Bumi, sedangkan bapak dan ibumu ... kami tidak bisa menyelamatkan mereka, jenazah mereka ada kamar sebelah," jelas nyai Aminah dengan berat hati.

Tanpa aba-aba, Lembayang langsung berlari ke ruangan yang tadi disebutkan nyai Aminah. Ia mengabaikan rasa sakit yang mendera sekujur badannya. Lembayang melihat dengan jelas dua tubuh yang saat ini terbujur kaku di atas dipan. dengan tangannya yang bergetar, Lembayang berusaha menarik kain jarik yang menutupi jenazah ibu dan ayahnya.

"Ibu ... jangan tinggalkan kami di dunia yang kejam ini, Bu." Lembayang memeluk erat tubuh Nyai Asna yang sudah dingin dan sangat pucat pasi karena tidak ada aliran darah.

"Arrrgggggggg!"

Suara tangis Lembayang bagaikan lolongan serigala di malam hari yang ditinggal sendirian oleh kawanannya. Begitu dalam, pilu, dan menyayat hati bagi siapapun yang mendengar.

"Nyai, ibu dan bapak me–mereka su–sudah tidak ada di dunia ini lagi." Lembayang mengadu kepada Aminah dengan berurai air mata.

"Kuatkan hati kamu, Nak. Nyai yakin kamu mampu melewati ujian ini. Nyai berjanji akan membantu menemukan keluargamu, Nak."

Siang itu Lembayang dibantu modin, dan beberapa orang, menguburkan ibu dan ayahnya di sebidang tanah di dekat kaki gunung. Badai berkecamuk tiba-tiba. Petir menyambar, dan angin menjerit seperti kawanan binatang buas yang murka.

Langit menangis—memuntahkan kesedihannya ke bumi. Nyai Aminah memandang punggung Lembayang. Pemuda itu bergeming di depan nisan ibu dan ayahnya, wajahnya tertunduk dan tangannya mengepal kuat tanah merah yang sudah bercampur dengan guyuran air hujan.

"Nyai, saya sudah melakukan apa yang, Nyai pinta," ucap seorang pelayan.

"Baiklah, terima kasih karena sudah bergerak cepat."

"Apa ada pekerjaan lain yang harus saya lakukan, Nyai?"

"Tidak ada, kamu bisa pergi untuk beristirahat."

***

Hujan yang sore itu mengguyur kota Buitenzorg—hawa dinginnya memeluk orang-orang yang berdiam diri di dalam rumah, bau tanah menguar begitu saja. Angin kencang menggoyangkan pohon pisang—seperti wayang dalam peperangan antara gelap dan terang.

Seorang laki-laki kaukasia berdiri di dekat jendela ruang kerjanya. Dari sana, ia dapat melihat orang-orang yang berlalu lalang di jalanan—laki-laki menutup kepalanya dengan sarung, dan perempuan mengangkat kainnya setinggi betis.

Kilat acap kali membuat sinar benderang, meninggalkan garis kuning yang patah-patah. Dan sesaat terdengar gema bergemuruh, mirip sebuah bola meriam yang ditembakkan.

Saat pintu ruangannya diketuk dari luar, ia menengok, dan muncul orang yang menjadi bawahannya. Orang itu memberikan hormat sebelum berbicara, saat melihat lelaki itu mengangguk, ia menyerahkan sebuah amplop.

"Kapten Xander, ada surat untuk Anda."

Lelaki itu mengernyitkan dahinya. "Dari siapa?"

"Maaf, Kapten, saya hanya diminta untuk menyampaikan kepada Anda."

"Baiklah, bawa kemari."

Bawahannya memberikan amplop itu kemudian berlalu pergi, Xander membaca setiap kata yang tertuang dalam suratnya.

"Jadi, sudah saatnya bagi kami untuk membayar hutang? Sial, mengapa dengan cara seperti ini."

Related chapter

  • Gadis yang Tertawan   Gadis yang Tertawan bab 3

    Ada sesuatu kenyataan luar biasa yang patut direnungkan, yakni bahwa setiap manusia ialah rahasia dan misteri besar bagi sesamanya. Setidaknya itulah yang dipikirkan Senja, gadis itu terkantuk-kantuk, tetapi otaknya dipenuhi dengan kepingan praduga yang berusaha ia susun. Sampai detik ini, Senja masih mencari tahu kenapa ia bisa berada di tempat terkutuk ini. Dalam kungkungan orang-orang berkulit pucat yang sama sekali tidak ia kenal, dan siapa orang yang sudah melakukan ini semua pada keluarganya.Sekali lagi, Senja dipindah ke tempat yang baru, meski demikian, kenyataannya tidak berubah sama sekali, ia tetap berada di dalam sel penjara. Namun, penghuninya hanya tiga orang wanita muda, termasuk dirinya. Senja memperhatikan dengan seksama, sel ini memiliki satu buah jendela kecil, lengkap dengan teralis dan hampir menyentuh atap, dua buah lilin yang berpendar lemah—di sisi kanan dan kiri dekat pintu sel, dan didapatinya kalau ruangan ini begitu kuat, kukuh, aman, dan sunyi. Pikiran u

    Последнее обновление : 2024-10-29
  • Gadis yang Tertawan   Gadis yang Tertawan bab 4

    Lelaki yang tadi menyapa Xander langsung membawa pria itu menuju sebuah ruangan. Sebelum Xander masuk, ia menarik sudut bibirnya. Ia teringat kemarin, saat ia mendatangi markas yang menjadi wilayah kekuasaan Rutger. Xander yang ingin bertemu dengan Senja tidak diizinkan untuk melihat gadis itu, ia diminta untuk datang keesokan harinya, tapat hari ini. Xander yang sudah hafal dengan tabiat rekan sejawatnya, mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan. Dan ternyata semua itu berguna, tepat pada tempatnya. Xander membawa sebuah dokumen penting yang ia selipkan di pinggang—di balik seragam militernya."Kapten Xander, masuklah, maaf karena Anda melihat keributan ini." Rutger mempersilahkan Xander masuk saat pria itu baru membuka pintu. Xander hanya menganggukkan kepalanya, ia berjalan dan memberi hormat kepada lelaki yang notabene menjadi atasannya. "Maaf, Kapten Xander, telah terjadi hal yang tidak terduga di tempat ini, soldat bodoh itu melakukan kecerobohan sehingga menyebabkan warga

    Последнее обновление : 2024-10-29
  • Gadis yang Tertawan   Gadis yang Tertawan bab 5

    Dari sekian banyak wajah yang ada dalam mimpi Senja, wajah seorang laki-laki berusia lima puluh tahunan muncul dalam alam bawah sadarnya. Ekspresi yang ditunjukkan lelaki itu saat bertemu dengan Senja terlihat puas dan bahagia. Gadis itu sama sekali tidak menyukainya, lelaki itu datang bersama Rutger tepat saat Senja ingin meraih batang lilin di dekat pintu sel. Ia yang saat itu sedang tidak fokus dan dalam suasana hati yang kacau, tidak menyadari kedatangan dua orang yang sangat ia benci sampai ke urat nadinya. Rutger mencengkram pergelangan tangan Senja dan membuang lilin sejauh yang ia bisa, rencana untuk bunuh diri pun kandas.Si lelaki tertawa melihat Senja yang menderita—padahal, dulu ia sangat mendambakan gadis itu untuk menjadi bagian dari keluarganya. Meskipun sudah menduga, Senja masih saja merasa sakit di bagian jantungnya, bagai ada sebuah pedang yang menghujam dan menembus berkali-kali. Gadis itu sampai tidak bisa menangis lagi karena terlalu kecewa dan marah. "Kamu pas

    Последнее обновление : 2024-10-29
  • Gadis yang Tertawan   Gadis yang Tertawan bab 6

    "Ik mis je echt, Xera." Lengan kekar Xander melingkari pinggang ramping Xera—saudari satu ayah beda ibu. "Ik mis jou ook, Kakak." Xera membalas pelukan kakaknya dengan kaki yang berjinjit. "Apa yang, Kakak, bawa?" Ia memandang dengan mata yang berbinar pada kotak berwarna merah muda yang Xander bawa, berharap kakak pertamanya yang sangat tampan ini, membawakan ia hadiah seperti biasanya."Dit is een cadeau voor jou, van Leon." Xander menyerahkan kotak itu pada Xera. Namun, adiknya memasang wajah cemberut yang cendrung menggemaskan di matanya. "Ada apa, hmm?" "Aku kira hadiah ini dari, Kakak, belakang ini kau jarang membawakan aku sesuatu." Xera mengeluh, tetapi ia tetap menerima hadiah yang diserahkan kepadanya."Maaf, Liev, belakang ini aku senang banyak pekerjaan, lain kali aku akan memberikan apa pun yang kamu inginkan." "Benarkah? Dank je, Broer." Xera menggelayut manja di tangan Xander. Bahkan, gadis berparas cantik nan ceria itu mengerlingkan matanya beberapa kali, membuat

    Последнее обновление : 2024-10-29
  • Gadis yang Tertawan   Gadis yang Tertawan bab 7

    Leon memijit pelipisnya yang terasa pusing, kali ini sahabatnya—Xander, telah memberikan tugas yang sulit. Membawa tahanan ke rumahnya, dan sekarang gadis itu baru saja berulah dengan rencana ingin melarikan diri. Leon bersandar pada tembok berkapur putih bersih, memandangi Senja yang tidk sadarkan diri dan kini berbaring di atas kasur, rambut panjangnya terurai di bantal.Beruntung kain yang membebat tubuh ramping Senja terikat kuat, sehingga Leon berhasil menarik gadis itu kembali. Namun, kepala Senja cukup keras membentur dinding batu, sehingga gadis itu tidak sadarkan diri—untuk kedua kalinya. Leon berharap agar Senja tidak mengalami amnesia. Lelaki itu mengambil sebuah kotak cigarettes dari saku piyamanya, menghidupkan satu batang dan menghisapnya.Leon telah mengabarkan kejadian ini kepada Xander, dan sahabatnya itu berpesan untuk menyampaikan sesuatu pada Senja, agar gadis itu tidak melakukan hal-hal yang ceroboh dan tidak berguna. Leon menyipitkan matanya saat melihat gerakan

    Последнее обновление : 2024-10-29
  • Gadis yang Tertawan   Gadis yang Tertawan bab 8

    Ananta berdiri di tengah kebun teh yang terlihat bagai permadani hijau membentang tiada ujung, tetapi ia merasa sedang berdiri di tengah Padang gurun. Dari luar, tampilannya tampak rapi—memakai setelan jas dan sepatu kulit mengkilap. Namun dari dalam, hatinya hancur bak sebuah guci yang terpecah beberapa bagian. Fokusnya terganggu oleh rambut Senja yang berkibar tertiup angin musim kemarau, dan berkilau diterpa sinar matahari. Untuk beberapa waktu, mereka berdua hanya berdiri bergeming tanpa suara. Namun, isi kepala mereka dipenuhi dengan pertanyaan dan penjelasan yang tertahan di ujung lidah.Ananta mengusap tengkuknya yang sedikit berkeringat karena gugup. Setelah menormalkan tekanan perasaannya yang naik-turun, sekali lagi ia menatap ke dalam bola mata milik Senja. Tangan Ananta refleks menyelipkan rambut Senja ke belakang telinga karena sedikit menutupi waja. Gadis itu segera menunduk, kelopak matanya sedikit bergetar."Apa benar kalau ayahmu membatalkan pertunangan kita?" Suara

    Последнее обновление : 2024-10-29
  • Gadis yang Tertawan   Gadis yang Tertawan bab 9

    Eeden menelisik penampilan wanita yang ada di hadapannya. Dari kepala hingga kaki, tanpa melepaskan cengkraman dari rambut Senja, wanita berpempilan anggun itu sangat kontras dengan wanita lainnya, ia berjalan mendekat dan mencoba mengalihkan perhatian."Mijn naam is Sundari, Meneer. Ik ben een zanger dan saya diundang langsung oleh Kolonel Damyon Van Devivere," jelas Sundari."Benarkah hanya penyanyi? Atau kau juga seorang gundik papan atas milik kolonel Devivere?" Eeden berkata seraya menyeringai, melontarkan kalimat ejekan.Sundari masih memasang wajah tenang. Bukan sekali dua kali ia menerima penghinaan seperti itu, apa yang dikatakan Eeden tidak sepenuhnya benar. Tetapi, tidak sepenuhnya salah. Bukan tanpa alasan Sundari melakukan semua ini. Ada alasannya yang tidak bisa ia ungkapkan. Saat tadi ia melihat Senja yang melawan tanpa rasa takut para tentara, Sundari seperti melihat sosok adik perempuannya—Mentari, yang telah hilang sepuluh tahun silam. Sundari mendekatkan bibirnya

    Последнее обновление : 2024-10-29
  • Gadis yang Tertawan   Gadis yang Tertawan bab 10

    Tidak langsung menjawab, Xander memaksa Senja untuk mengikuti langkahnya. Sampai tiba di sebuah ruangan yang paling ujung, Xander membuka pintunya dan melemparkan Senja ke atas kasur."Kau ingin menjadi pahlawan? Harusnya kau urus saja dirimu sendiri, jangan campuri urusan orang lain!" bentak Xander."Seharusnya itu yang kau lakukan, Tuan. Aku tidak mengenalmu, tapi kau tiba-tiba menyeret dan mengatakan hal-hal yang tidak aku pahami!""Kalau bukan karena kepedulian nyai Asna, mungkin kau saat ini sudah mati atau menjadi tawanan mayor Rutger! Bahkan sudah dijual ke pria hidung belang!""Ba–bagaimana kau bisa tahu?""Karena aku yang merencanakan semua ini! aku yang membebaskanmu, dan aku yang mengirimmu kemari!"Senja mencoba mencerna setiap kata yang diucapkan Xander, dan satu hal yang ia sadari, kalau ini bukan rencana nyai Asna, seperti apa yang dikatakan oleh Leon. Senja berdiri tegap di depan Xander, ia menatap Netra biru keabu-abuan Xander."Jadi ini semua bukan rencana nyai? Kau

    Последнее обновление : 2024-10-29

Latest chapter

  • Gadis yang Tertawan   Gadis yang Tertawan bab 80

    Belum pernah aku melihat perempuan yang terlihat begitu berkharisma. Usianya sudah lebih dari empat puluh, tetapi penampilannya seperti seorang gadis belia. Tubuh tinggi nan ramping itu berdiri tegak di ruang tamu seakan ratu tanpa mahkota. Dia mengenakan gaun putih panjang yang tertutup, dihias dengan rimpel yang menumpuk dan bersusun, serta lengan hanya sebatas siku. Pergelangan tangannya tersembunyi dalam sarung tangan putih dari renda. Wajahnya pucat karena terlalu putih, atau mungkin ia jarang terkena sinar matahari.Rambut coklatnya yang lurus panjang tidak dikonde tapi diatur dengan minyak mawar, menggantung tenang di punggung sementara ia berjalan ke arahku. Aku merasa pusing karena wewangian yang ia pakai, tercampur bau dari buket-buket mawar yang memenuhi ruangan. Dengan sopan ia mengulurkan tangannya kepadaku. Kusambut dengan rasa gugup, aku dapat merasakan jari-jari tangannya panjang dan ringkih. "Kenalkan, aku Helena Jacques. Ibu kandung dari Maxwell, kau pasti Senja,

  • Gadis yang Tertawan   Gadis yang Tertawan bab 79

    "Kau tau wanita yang sedang kau ancam? Jika kau lupa akan aku ingatkan. Dia adalah Mademoiselle Demesringny, dan dia datang bersamaku!" Sebenarnya siapa Rosie? Aku bertanya-tanya dalam hati. Sudah berbulan-bulan kami saling mengenal. Dan yang aku tahu, wanita cantik yang kini terlihat mengejek pria bernama sir Lynch itu terlihat santai. Tidak merasa terdiskriminasi oleh tatapan yang seolah-olah siap menerkam. 'Rosie sudah memiliki kekasih? Apa pria itu Maxwell. Jika iya, alangkah sempurnanya mereka bersandiwara untuk menutupi hubungan.' Aku terus berpikir, hingga aku tersentak kala terdengar gebrakan meja yang begitu kuat."Kau dan kau!" Sir Lynch mengangkat jari telunjuknya ke arah Maxwell dan Rosie dengan wajah yang merah padam. "Apa kalian pikir aku, Bocah ingusan? Camkan ini baik-baik! Kalian akan menyesal. Terutama kau, Mademoiselle Demesringny. Suatu saat aku akan memastikan kau akan kalah dengan penuh penyesalan," hardik pria itu.Rosie tersenyum semakin lebar. "Ah, sayang se

  • Gadis yang Tertawan   Gadis yang Tertawan bab 78

    Selama berlayar dan ada di atas kapal, Maxwell dan perawat Rosie mengajarkan aku banyak hal. Kebetulan aku fasih berbahasa Belanda, mengingat aku pernah mengenyam pendidikan di sekolah ternama. Orang tuaku yang seorang priyayi, sangat mampu untuk membiayai pendidikan anak-anaknya. Namun sayang, takdir berkata lain. Semua kemewahan yang kami miliki, lenyap hanya dalam satu malam. "Uhhh, tanganmu kasar sekali, Dara. Bekas lukanya tak kunjung hilang. Lihat, wajahmu pun ada bekas jahitan. Rambutmu sedikit kusam, dan warna kulitmu kecoklatan." Perawat Rosie sibuk menelisik penampilanku. Ia akan menggeleng jika menemukan kekurangan. Mulai dari rambut hingga kaki, semuanya tak luput dari pemeriksaannya. Aku hanya bisa pasrah, dan Maxwell sesekali memperhatikan kami. Ia sibuk dengan buku yang ada di tangannya."Ohh, sungguh. Aku tidak sabar ingin segera tiba di tempat tujuan. Aku berjanji akan merubah penampilanmu. Dasarnya kau memang cantik, pasti tidak akan sulit. Lagipula, aku yakin mad

  • Gadis yang Tertawan   Gadis yang Tertawan bab 77

    Hari hampir siang saat kapal SS Nieuw Amsterdam siap untuk berlayar. Kapal itu berwarna abu, putih, bercampur biru. Tampak gagah dan besar, di atasnya terdapat sebuah tiang yang mengeluarkan asap kehitaman yang terbawa angin di dermaga. Aku menatap kagum, meski ada sedikit rasa takut akibat trauma masa lalu.Di sampingku Diah tergugu dengan tubuh yang sedikit bergetar. Matanya tampak bengkak, dengan pangkal hidung yang terlihat merah. Sedangkan mba Sidja lebih bisa menguasai diri, meski jejak air mata sangat kentara di wajahnya yang selalu memancarkan ketulusan. Begitu teduh dan nyaman.Ini adalah bagian yang aku benci, karena setiap pertemuan pasti akan ada yang namanya perpisahan. Kedua wanita ini yang selalu membersamai diriku. Sudah menjadi teman untuk segala keluh kesahku. Dalam canda, dalam tawa, dalam suka maupun duka."Mba tega meninggalkanku? Kita datang ke tempat ini bersama-sama, dan sekarang, Mbak, ingin pergi lebih dulu?" Aku menghel

  • Gadis yang Tertawan   Gadis yang Tertawan bab 76

    POV DARAEntah nyata atau hanya mimpi. Dalam sinar mentari yang terbit di pagi ini, hatiku bergemuruh. Saat ini darahku seakan tak mengalir, saat ini detak jantung seakan berhenti, dan pikiranku dijejali oleh ribuan pertanyaan. Tanganku bergetar tatkala memegangi sepucuk surat yang akhirnya datang padaku. Mataku mengembun, dan bersamaan bulir bening yang menetes di pipi, maka tumpahlah segala isi hati. Entah bagaimana caranya aku bisa mengekspresikan kebahagiaan ini."Aku bebas?" tanyaku yang masih tidak percaya.Inilah hari yang aku nantikan. Tak ada lagi beban, tak ada lagi siksaan, tak ada lagi Kungkungan. Di setiap hela nafas ini, aku merasakan kehidupan yang baru. Kini, waktu tak lagi berlari. Karena aku sudah bebas dalam pikiran, angan, dan kebahagiaan. "Selamat, Dara. Kau sudah jadi orang yang merdeka." Maxwell merentangkan kedua tangannya, dan aku menghambur ke dalam pelukannya yang hangat. Lelaki ini menepati semua janjinya kepadaku. Membuktikan kalau dia bersungguh-sunggu

  • Gadis yang Tertawan   Gadis yang Tertawan bab 75

    "Kau pulang terlambat, Dara." Maxwell berdiri seraya menyandarkan dirinya pada sebuah tiang besar yang ada di selasar, melipat kedua tangannya di depan dada, sambil memperhatikan Dara yang berjalan menaiki anak tangga."Maaf, Ell. Apa aku membuatmu cemas?" tanya Dara hati-hati, wajah Maxwell yang bermandikan cahaya dari lampu kekuningan tampak dingin, apalagi mengetahui orang yang mengantar gadis itu pulang sampai depan pagar."Tentu saja aku sangat mengkhawatirkanmu, aku sengaja pulang lebih cepat agar kita bisa makan malam bersama. Tapi kata orang rumah, kau belum juga sampai." Maxwell segera membawakan buku-buku yang menumpuk di tangan Dara."Sekali lagi maafkan aku, Ell. Aku lupa waktu kalau sedang membaca buku. Kau pernah berkata, bukan? Kalau sudah waktunya untukku merubah diri menjadi lebih baik." "Mari masuk," ajak Maxwell saat seorang pelayan membukakan pintu setinggi dua meter setengah untuk mereka. "Dan kau memilih menambah pengetahuan lewat buku-buku ini? Jika demikian, t

  • Gadis yang Tertawan   Gadis yang Tertawan bab 74

    "Kenapa betah ada di dalam telaga duka kalau kau bisa bahagia, Dara? Kau harus membuka lembaran baru. Aku bisa menjadi penghapus untuk menghilangkan guratan luka di hatimu. Aku bisa menjadi pena untuk menulis kisah bahagiamu. Tapi percuma, kau selalu terlalu lama menutup bukumu hingga berdebu."Kata-kata yang diucapkan Bara bagai embun yang menyejukkan hati Dara yang selama ini kering."Kau harus mulai melangkah. Bebaskan dirimu, kau harusnya bersyukur dengan kehidupan baru yang kau miliki. Di luar sana, banyak orang yang tak seberuntung dirimu."Sekali lagi, apa yang dikatakan Bara adalah kebenaran. Untuk apa terus bersedih dan terpuruk, mengurung diri dalam penjara luka yang tercipta oleh kenangan buruk. Selama tujuh bulan setelah kepergian Xander, Bara acapkali memberikan perhatian lebih untuk gadis cantik itu.Membantu membuka hati dan menata hidupnya kembali.Bara dan Xander bagai panorama yang memiliki keindahannya sendiri. Jika Xander seperti lautan—yang lewat tatapan matanya m

  • Gadis yang Tertawan   Gadis yang Tertawan bab 73

    Dara membuang pandangan ke luar jendela mobil yang dikendarai Maxwell. Menatap orang-orang yang berlalu-lalang, memperhatikan deretan toko-toko dan tiang jalanan, mengamati kebun-kebun yang mereka lewati. Hatinya berkecamuk setelah melepas kepergian Xander satu jam yang lalu. Dara tidak melepaskan matanya pada sosok pria berperawakan tinggi besar itu saat melewati papan titian. Ia memandang dari kejuahan, melihat Xander yang berdiri di tepi geladak sambil melambaikan tangan. Mata mereka saling bertemu, sama-sama bertatapan dengan lekat meski terhalang jarak. Saat terdengar peluit panjang, asap tebal berwarna hitam mengepul dari cerobong asap kapal SS Statendam III, dan kapal itu pun mulai berlayar. Membawa sosok Xander menjauh dari pandangan mata. Ada sesuatu yang hilang di hati Dara, tapi ia enggan untuk mengakuinya. Percuma, karena gadis itu pesimis mereka akan berjumpa lagi. Maxwell memperhatikan dari kaca spion mobil, ia dan perawat Rosie hanya saling pandang. Membiarkan Dara m

  • Gadis yang Tertawan   Gadis yang Tertawan bab 72

    Hari-hari berlalu dengan cepat. Secepat angin menggugurkan dedaunan kering, atau secepat anak panah yang melesat setelah dilepas dari busurnya. Kehidupan orang-orang di pabrik gula bisa dibilang berjalan normal, termasuk kehidupan Dara dan Xander setelah runtutan perjalan mereka yang penuh dengan cerita luka.Hari ini, Dara berdiri di pantai berpasir putih. Langit tampak lebih biru daripada yang pernah diingat gadis itu satu tahun yang lalu, saat ia baru tiba di Paramaribo. Bentangan air hijau pucat dan biru tidak terbatas, kesunyian di sini membuatnya aman dan puas. "Dia akan berangkat satu jam lagi," ucap perawata Rosie yang datang dengan membawa dua buah kepala muda di kedua tangannya. Dara menoleh pada Rosie, wanita itu berpakaian bebas—kemeja putih dengan rok lebar biru sepanjang lutut, melepas seragam putih-putih yang ia kenakan setiap hari saat bertugas. Dara menerima satu buah kelapa muda yang airnya terasa manis."Mereka sedang mengurus berkas-berkas keberangkatannya," tamb

DMCA.com Protection Status