"Aku tahu Mama banyak melakukan kesalahan karena meninggalkan Ayahmu tapi percayalah hanya ada nama Ayahmu dihati, Mama," ucap Bu Selin membuat Sarah tersadar ini lamunan indahnya. "Aku masih ingat jika Ayah selalu membicarakanmu, Ma." Mama Selin tersenyum. "Benarkah?" "Emm, aku masih ingat. Ayah bilang jika mama adalah Permaisuri hatinya." Bu Selin mengembun. "Ya, Mama yang salah, Nak." Sarah terdiam menatap wanita yang memucat itu. "Seperti apa wajah Ibuku, Ayah?" tanya Sarah pada lelaki yang masih muda kala itu. "Ibumu seperti bidadari, Nak. Kecantikannya sama seperti dirimu. Tidak ada seorang pun yang bisa menyaingi hatinya yang baik." Sarah begitu terluka saat mengingat itu, apalagi Neneknya bilang jika Ibunya sudah meninggal karena kecelakaan. Hati Sarah saat itu hancur. "Sarah." Panggil Bu Selin membuat Sarah tersadar dari lamunannya. "Iya, Ma." "Terima kasih telah memafkan, Mama." Sarah mengangguk. "Sarah juga terima kasih waktu itu mendonorkan darah untuk, Sa
Akhirnya mereka keluar, di sepanjang perjalanan Sarah hanya bingung menatap suaminya yang kebelet makan soto ayam kampung itu. Tujuan mereka adalah soto ayam kampung, tak lama mereka telah sampai di soto ayam kampung. Devan memesan tiga porsi soto. Membuat Sarah menggelengkan kepala. Kini tiga porsi soto sudah sampai di depan Devan. "Sayang kamu satu porsi saja ya. Nah yang dua ini aku."Sarah menggelenhkan kepala ragu. "Ya baiklah."Aroma wangi masakan khas soto ayam kampung menyambut penciuman Devan, saat pria itu menambahkan kecap juga cabai rawit dan langsung menyantapnya. Sarah sampai bingung melihatnya memakan dua porsi dalam sekejap. "Mas pelan-pelan makannya astaga."Devan tertawa kecil. "Iya.""Sudah kenyang?" tanya Sarah setelah melihat dua porsi itu habis. "Aku pengen rujak di depan itu."Kembali Sarah hanya mengangguk. "Hah.""Plis.""Ya baiklah."Selesai membayar Devan mengikuti Sarah yang lagi memesan rujak. "Bang satu rujak petis gak pedas ya," ujar Sarah sedikit be
"Dengar semuanya, ini adalah putriku Sarah yang hilang. Yang pernah aku ceritakan waktu itu. Dan aku sudah menemukannya kembali. Kenalkan ini putriku.""Selamat Nyonya. Cantik seperti Nyonya. Semoga dengan hadirnya putrinya Sarah, Anda kembali sehat terus." Kata para asisten. "Aamiin.""Perkenalkan saya, Sarah. Saya seorang istri dan ibu dari seorang anak bernama Shaka.""Salam kenal, Non Sarah." Ucap para asisten. Sarah tersenyum. Lalu menganggukkan kepala. "Satu lagi, Mbak?" tanya Sando tersenyum simpul. "Apa?" tanya balik Sarah. "Suami Mbak Sarah belom.""Oh iya suami saya Devan, beliau masih bekerja belum bisa datang."Semua Asisten menganggukkan kepala. "Dan satu lagi Mbak Sarah sedang hamil."Sarah memukul lengan adiknya itu. "Auww sakit Mbak.""Sando reseh deh."Sando tertawa dan Semuanya pun ikut tertawa. Entah karena belum menyadari sesederhana itu bisa membuat Sarah bahagia. Yang jelas, hari ini Sarah terlalu bahagia hingga rasanya seperti sebuah mimpi. Rumah yang sa
"Assalamu'alaikum."Wa'alaikumsalam.""Kesini ama siapa, Ma?" tanya Devan mendekat dan mencium punggung tangan Bu Lili setelah memasuki ruang tengah. "Dianterin Lea tadi.""Sudah makan Ma?""Eumm Sarah manjain kita dengan sayur asam juga pepes pindang." Jelas Bu Lili. Wanita paruh baya ibunya itu sedang duduk santai menikmati secangkir teh sambil menemani Shaka makan kue."Terus Sarah mana, Ma?""Baru saja masuk kamar, Dev.""Baru pulang, Ayah?" Shaka mengalihkan pandangannya ke arah Ayahnya itu."Iya, Sayang. Nih Ayah bawakan kamu martabak.""Makasih Ayah.""Ya. Ayah temui, Bunda dulu ya," Devan mengelus rambut Shaka. "Iya, Ayah.""Ma aku permisi masuk kamar dulu, ya. Gerah mau mandi," pamit Devan memberi alasan. Padahal hatinya sudah tidak sabar untuk menemui istrinya."Iya, sana biar seger." Pelan, Devan membuka kamar namun tak di dapati Sarah di sana dan kemudian Devan melangkah masuk menuju kamar mandi. Sarah mendengar suara shower yang menyala dari dalam kamar mandi. itu b
Sarah memandangi hujan yang turun dari jendela ruangan rumah mamanya. Bau bunga-bunga begitu harum merasuk ke indera penciumannya. Dulu baginya hujan adalah sebuah kesedihan namun sekarang tak lagi karena ada Devan yang setia menemani hari-harinya. Bahagia tentu saja karena perhatiannya semakin hari semakin menghangat. Dulu, Sarah membenci kekecewaan. Baginya air mata hanyalah kesia-siaan. Sekarang, sesuatu yang tak disukai itu menjadi jalan untuk membuatnya makin banyak belajar akan arti dari kata iklas. Butir-butir air membasahi wajah Sarah, seolah berkejaran dengan rinai di luar sana."Sayang." Panggil Bu Selin yang baru saja datang. Sarah tersenyum menatap ke arah mamanya. "Mama, sudah pulang, bagaimana hasil ceknya?"Bu Selin mencium pipi Sarah. "Sudah, aman semua normal.""Alhamdulilah, sehat terus ya, Ma."Bu Selin memeluk putrinya. "Aamiin. Mana Dev sama cucu Mama?"Sarah tersenyum dan berjalan lalu duduk di samping mamanya. "Kan Mas Dev kerja, Shaka juga sudah balik mondok
Setelah makan malam, Sarah terlihat sibuk meracik secangkir kopi, juga segelas susu hangat bumil yang sepertinya pas dinikmati pada malam dingin seperti ini. Ia berjalan ke kamar atas menemui suaminya yang masih sibuk bekerja di depan laptop. Devan menatap sekilas ke arah Sarah, senyuman kecil pun langsung ia lemparkan ke arah sang istri. "Nih, Mas mumpung masih hangat."Sarah berjalan menaruh kopi panas di depan suaminya tepatnya di atas meja kerjanya. "Makasih ya, Sayang," Sejenak susana begitu hening. Karena Devan tengah sibuk bekerja, sedangkan Sarah menikmati susu bumil. "Mas!" "Hmmn," jawabnya dengan pandangan yang langsung tertuju kepada Sarah."Mas, jadi masih lama ngerjainnya" tanya Sarah seketika membuat raut wajah yang masih serius. Devan menyeruput kopi panas, lalu meletakkan lagi ke atas meja. "Sebentar lagi, Sayang. Ini sudah kok."Sekilas Devan menatap Sarah. Sedang Sarah tak berani membalas tatapannya. Yang ia lakukan hanya menunduk memegang gelas susu lalu mene
"Aku sangat rindu dengan Shaka lama kami tak bertemu.""Ya memang sudah lama kalian tak saling ketemu."Devan terdiam. Yang Devan lakukan sekarang hanyalah membiarkan alur yang membawanya. Devan tak boleh egois bagaimanapun Sarah dan Saga adalah sahabat dari kecil. Devan tersenyum. "Biar aku yang panggil kan."Sarah mencegahnya. "Biar aku yang panggilkan, Mas. Sekalian aku mau makan ayam ini lapar banget soalnya. Mas saja reunian sama Mas Saga ya, bukankah kalian dulu best friends."Devan menggeleng, "katanya tadi ngak lapar?""Kan tadi sekarang lapar banget malah." Devan kesal. "Emm."Saga menyesap teh lalu tersenyum. "Ya makanlah yang banyak. Devan tak tahu makanan kesukaanmu kan." Ejek Saga membuat Devan tertawa. Sarah pun ikut tertawa, "ok aku ke dalam dulu. Aku panggilkan Shaka."Saga mengangguk. "Ya."Sementara Devan tertawa ia begitu cemburu hingga melupakan persahabatan yang sudah ia bina dengan Saga hampir dua tahun saat masih sama-sama kuliah. "Ada angin apa kemari?" tan
"Kayaknya iya deh."Devan semakin panik. "Astaga bagaimana ini, Sando.""Apa kita bawa ke rumah sakit.""Aghhhhh perutku.""Aduh bagaimana Sayang.""Ya ke klinik, Mas.""Iya iya."Perut Sarah tiba-tiba mulas akibat kontraksi. Kini mungkin sudah saatnya melahirkan. Ketakutan beberapa bulan terakhir membuat Sarah merasa takut karena berandai-andai, jika ia mati bagaimana, jika persalinannya bermasalah lagi bagaimana, jika bayinya tidak sehat bagaimana, jika harus meninggalkan Shaka dan suaminya bagaimana tentunya Shaka menjadi yatim piatu, itulah ketakutan Sarah menguap begitu saja dalam kepasrahan. Mengingat saat melahirkan Shaka dulu Sarah hampir menyerah. "Sabar Sayang ya.""Aduh Mas.""Tahan Sayang."Devan menggendong tubuh istrinya menuju mobil, sementara Sando membawa mobilnya. Sando dengan cepat melajukan mobilnya menuju klinik bersalin. Devan tak tahan mendengar jeritan istrinya yang sedang konstraksi dan juga dengan kesabaran Devan mengelap keringat yang keluar dari kening ist
Setelah Devan mendapatkan perawatan di kepalanya, Devan kembali ke runagan IGD mondar-mandir menunggu hasil pemeriksaan Dokter. Setelah tenang ia duduk lantunan do'a terus ia ucapkan memohon kesembuhan untuk istri tercinta. Diiringi air mata, Devan meratap, segala dzikir dan do'a dilafadz. Berharap keajaiban yang selalu diyakininya. Jika hamba meminta, Allah akan mengabulkan.Kali ini Devan panik melihat ke arah kanan ada beberapa pengunjung tertidur di bangku panjang. Devan duduk lalu berdiri mematung, Hati Devan begitu terguncang melihat pemandangan yang ada di depannya saat itu. Betapa tidak istrinya pingsan karena kejadian tadi. Tiba-tiba ponsel Devan berbunyi. "Ya.""Penyebab kebakaran, dugaan sementara oleh pihak Kepolisian korsleting listrik, Den" ''Yakin karena korsleting listrik? Aku minta selidiki lagi.""Baik, Den.""Aku gak mau tahu, cari penyebabnya."Devan mengepalkan tangannya ia ceroboh kenapa bisa ia kecolongan soal ini. Hampir saja nyawa istri dan anaknya terenggut
Si Mbok dan si Mbak berlari ke arah kamar Sarah setelah melihat kebakaran dari depan bagian bagasi rumah majikannya. "Kamu cek pintu keluar yang disamping biar aku panggil Non Sarah.''"Baik, Mbok."Wanita muda itu berlari ke arah samping rumah yang masih aman dari kobaran api. "Non Sarah, kebakaran!!" Si Mbok mengedor pintu kamar Sarah. "Non buka pintu, ayo keluar!" Lagi dengan kencang dan panik si Mbok menggedor pintu. Udara sejuk dari pendingin udara berganti jadi panas membara tiba-tiba. Sarah tersentak saat suara teriakan terdengar dari luar rumah memekakkan telinga. Jeritan bersahutan si Mbok dan Mbak itu terus menerus, begitu juga asap menghitam yang memenuhi ruangan. "Non buka pintu!" ucap si Mbok sambil terus batuk-batuk. Sesuatu menyekat pernapasannya. Kian lama rumah kian gelap, anehnya, celah di atas pintu depan rumah memancar cahaya merah yang menyala-nyala. "Ya Mbok.'' Sahut Sarah dari dalam. "Non kebakaran! Ayo cepat.''"Apa. Kebakaran!! Den Dev sudah berangkat?
Harum telur mata sapi semerbak. Wanginya yang khas dan sedap menggelitik hidung dan itu berhasil membuat Devan dan Shaka menelan ludah setelah selesai merapikan tenda untuk bermalam semalam. Devan, beranjak bangun Lantas merenggangkan tubuh sambil berjalan menuju wastafel, hendak mencuci tangan.Devan melihat istrinya muncul dari dapur melalui cermin, ia sedang membawa nampan berisi beberapa piring nasi goreng spesial. Istrinya itu terlihat segar dan berseri wajahnya pun tersenyum. Devan melihat lagi ke arah cermin. Di dalam sana terlihat istrinya itu sedang menyiapkan sarapan. "Sarapan dulu, Mas." Tawarnya. Devan terus memperhatikan istrinya dan terus menatapnya di balik cermin. "Ya." Devan masih menggosok tangan dengan sabun. Devan membilas tangan yang penuh busa dengan air dari kran wastafel. Kemudian mengelapnya dengan handuk kecil dan berjalan mendekati istrinya. "Kayaknya enak nih?''"Pastinya. Sayang Shaka ini sarapannya sudah siap." Panggil Sarah pada putranya. "Ya, Bund
"Mbak?"Sarah tersenyum menyambut pelukan adiknya itu. "Gimana liburannya suka?""Suka banget.""Heleh pengantin baru. Lagian kesel aku ditinggal pergi gak ajak-ajak!" Omel Sarah. "Maaf." Lea mengerutkan pelukannya. "Gimana sehat?"Lea tertawa. "Agak masuk angin sih.""Emm kebanyakan itu." Bisik Sarah pelan nyaris tak terdengar. Lea memukul tangan Sarah. "Mbak." Saga memberikan lima paper bag pada Sarah, "wah banyak sekali, makasih ya.""Ya sama-sama.""Ceritain seru gak di sana?" tanya Sarah. "Seru sekali.""Wah jadi pengen.""Next time kita double date ya." Dengan gerakan santai, Lea kembali duduk dan menyeruput teh bikinan Bibi di hadapannya. Senyum Sarah mengembang. "Gak janji sih. Sebelum Raiyan dewasa.""Ya juga sih.""Kenapa, Mbak nggak cerita kalau Mas Saga orangnya asyik?""Mbak belum sempat ngasih tahu kamu. Mbak sibuk ngurus Mama yang sakit. Sedangkan Mas Dev nggak selalu di rumah. Jadi Mbak yang mondar-mandir ngurus rumah dan menjaga Mama.""Ya juga sih. Makasih suda
Saga benar-benar tidak bisa tidur malam itu. Lea yang telah terlelap akhirnya terbangun juga karena terganggu."Kenapa tadi minum kopi? Jadi enggak bisa tidur, 'kan?" Pria itu duduk tangannya mengelus rambut Lea. "Aku hanya memperhatikan kamu tidur."Lea yang terpejam menahan tawa dan jengkel karena tidurnya terganggu. "Boleh minta tolong Sayang?""Minta tolong apa?""Peluk sebentar."Mata Lea seketika membulat. "Kalau keberatan tidurlah lagi!"Lea bangun kemudian memandang Saga yang tidur terlentang dengan satu lengan menumpang di keningnya. Mata laki-laki itu terpejam."Maaf, mengganggumu malam-malam, aku hanya butuh pelukanmu."Lea menarik napas dalam lalu memeluk suaminya. Lea makin gemetar saat pria itu sangat dekat di depannya. Menyentuh dagunya kemudian mengecup pelan bibirnya. Membuat wanita itu seperti tersengat listrik. Itu ciuman seksi untuknya.Tatapan matanya tidak bisa menyembunyikan apa yang diinginkannya. Lea masih membiarkan, saat pria itu menatap wajah dan menyen
"Kenapa ya Zahira itu gak dapat karma semisal balasan dengan apa yang telah di lakukannya?"Sarah tersenyum memegang tangan Lea. "Allah memperlakukan apa yang Dia kehendaki, dibukakan segala pintu hingga orang tersebut lupa diri. Ya ibaratnya tidak ingat bahwa sesudah panas pasti ada hujan, sesudah lautan tenang gelombang pasti datang. Mereka dibiarkan berbuat maksiat dengan hawa napsunya hingga tersesat jauh. Lalu, siksaan Allah datang.""Jadi?""Jadi istidraj adalah pemberian kesenangan untuk orang-orang yang dimurkai Allah agar mereka terus menerus lalai. Hingga pada suatu ketika semua kesenangan itu dicabut oleh Allah, mereka akan termangu dalam penyesalan yang terlambat."Lea mengangguk. "Oh.""Kamu harus jaga suami kamu jangan sampai Saga jatuh ke tangan wanita itu."Lea memeluk lebih erat dan membenamkan wajahnya pada ceruk di pundak Sarah. "Ya, Mbak. Aku juga mau pamit mau ke Bali""Ya semoga semuanya berjalan lancar.""Aamiin, makasih Mbak.""Eumm."Hubungan manusia memang se
"Nah gitu baru adik Kakak. Tapi kenapa mukanya manyun gitu." Devan mengusap kepala Lea. "Saga kemarin izin sama Papa akan mengajak Lea pindah ke rumahnya.""Apa, Pa?''"Lea dia suamimu. Seharusnya kamu patuh padanya.""Tapi.""Lea belajar jadi istri yang baik. Sudah jangan banyak alasan. Setujui saja permintaan suamimu. Mama gak sabar pengen punya cucu banyak.""Ma ngomong apa sih cucu-cucu?""Ya apa lagi. Itu yang Mama dan Papa inginkan punya banyak cucu."Lea merasa kesal. Ia bangkit lalu pergi. ***Pemandangan malam di gazebo adalah satu-satunya yang bisa menghibur Devan saat ini, setelah sebelumnya mondar-mandir mencari tempat dimana terdapat harum parfum istrinya ya Devan sepertinya begitu kasmaran. Bisa rusak jantungnya kalau harus sendirian tak ada istrinya di rumah. Bukan ngak boleh Sarah nginep di rumah Mamanya bersama kedua anaknya, hanya saja menyesalkan setelah dibuat menunggu selama satu hari dari waktunya di sana. Ya, seharusnya malam ini Sarah sudah pulang ke rumah.
Braghhhh! "Mama." Sarah menjerit saat mengetahui ibu mertuanya pingsan karena melihat Vidio kebenarannya. "Mama. Tolong bantu Mama."Devan, Sando dan Saga langsung membawa tubuh Bu Lili ke dalam dibantu Bu Selin yang menjaganya, memberikan minyak di tengkuk, leher, pelipis juga hidungnya. Sementara di luar keadaan masih memanas. Sarah cemas dengan keadaan ibu mertuanya. "Ma bangunlah, Mama."Bu Lili memegangi kepalanya yang terasa berat. "Sarah ada apa ini kenapa kepalaku sakit sekali.""Mama habis pingsan.""Sarah." Bu Lili memeluk Sarah namun ia melihat Lea. Lea terdiam menjauh dan hanya menatap Mamanya. "Lea mendekatlah."Lea terdiam. "Kau tidak mau mendekati Mama? Mama hanya mau minta maaf.""Sebenarnya apa yang terjadi Ma?" tanya Devan yang baru saja datang. "Bu Santi mengancam. Akan menghancurkan Butik jika Mama tak menyetujui perjodohan Lea untuk putranya.""Astaga harusnya Mama bicara. Ini malah masa depan Lea taruhannya."Bu Lili hanya terdiam karena tak berani menja
Sarah memeluk Lea erat. "Mbak apa aku tak salah dengar?" Mbak dan Mas Devan yang atur semuanya ini?"Sarah mengangguk. "Ya.""Tapi ....""Sudah dia pasti akan menjagamu, tidak seperti Dio itu ya."Lea menggelengkan kepala. "Mbak."Pak Adiyaksa datang. "Sudah ada pembicaraan matang tentang calonmu ini. Jadi jangan membuat ulah yang akan mengacaukan semuanya. Ingat dia akan tulus padamu, dan Papa tak suka lelaki pecundang itu menunjukkan siapa jati dirinya."Lea terdiam. "Dari pada pilihan Mamamu itu. Suka tidak suka. Kamu harus menikah dengan Saga saat ini juga."Lea memeluk Sarah erat seraya menangis. "Cepatlah sebelum semuanya berubah."Lea menganggukkan kepala. "Ya Pa.""Sudah, semua sudah Takdir. Dan kau tahu Saga itu sangat baik. Semoga kamu menjadi wanita terakhirnya ya."Sarah makin mengencangkan pelukannya. "Yuk ke temapat akad aku antarkan."Lea menurut perkataan Kakak iparnya itu. Semua wajah para tamu undangan nampak curiga. Karena tak ada keluarga arakan pengantin Pria