"Uwais," ucapnya lirih ketika melihat pria itu ada di depan toilet."Kau tidak apa-apa?" tanya Uwais padanya.Djuwira menggeleng kepala menanggapi pertanyaan darinya. Ia melebarkan penglihatan ke berbagai arah. Di beberapa sudut restoran, karyawan yang sedang bersantai melirik pada mereka bertiga."Pak Keane, saya minta maaf atas kejadian tadi," tukasnya merasa bersalah.Key menghela napas cepat. "Minta maaf untuk apa? justru kau berjasa hari ini," pujinya pula.Djuwira tidak menyangka kalau Key malah berterima kasih dengan kalimat tersebut. "Berjasa dalam hal apa, Pak?" tanyanya lagi memastikan firasatnya."Pokoknya kau berjasa. Ayo, kita pergi. Lebih baik kita makan di tempat lain saja. Aku sudah hilang selera makan di sini," jawabnya ketus. Key benar-benar tidak bisa bicara baik dengan Djuwira.Ia berjalan mendahului Uwais juga Djuwira. Key menghubungi seseorang di sepanjang perjalanan menuju parkiran. Sementara itu Djuwira penasaran sekaligus khawatir pada pesanan yang sudah terhi
Djuwira bergidik aneh pada bosnya malam ini yang mendadak banyak meminta tolong padanya. Ia yang selama ini merasa terabaikan, sekarang malah dituntut untuk mengurusnya.Key melarang Djuwira pergi dari kamarnya. Padahal dia ingin keluar hanya untuk menyediakan makanan yang mungkin menjadi penyebab sakit kepalanya. Gadis itu duduk di sofa stoll dekat dengan tempat tidurnya.Sesuai permintaan Key, Djuwira memijat kening bosnya yang masih memejamkan mata. Djuwira tidak bisa diam saja sementara dia yakin kalau penyakit itu asalnya dari perut."Pak, saya buatkan makanan dulu, ya.""Bi Ratih sudah membuatkan.""Tapi, saya gak bisa tenang. Di sini gak ada minum atau apa pun. Saya akan buatkan herbal supaya sakit kepala bapak berkurang."Key menghela napas panjang kemudian membuka kelopak matanya secara perlahan. Ia melirik Djuwira yang terkesan memikirkannya. "Ya, buatkan aku apa pun yang menurutmu baik untukku."Djuwira langsung berdiri. "Iya, Pak. Saya akan segera kembali."Key mengikuti l
Key tidak bisa menahan dirinya yang sudah melihat jelas wajah Djuwira dengan tanda lahir di pipi. Wanita itu benar-benar tidak tahu konsekuensi dari perbuatannya. Key mulai merasa tubuhnya dingin sampai ke ujung kaki.Perutnya berputar seperti rollercoaster yang seolah-olah ingin mengeluarkan sesuatu dari dalam. Key tidak lagi bisa menahan dan langsung menyembur isi perut yang baru saja diisinya. Tepat di muka Djuwira.Sumpah. Djuwira kaget bukan main ketika mukanya basah karena cairan yang dikeluarkan Key. Terasa panas juga beraroma bubur ayam, ditambah air rempah juga buah-buahan.Tidak lama setelah itu Key pun terduduk, menutup mulutnya dan meminta Djuwira menjauh."Pak. Ada apa dengan bapak?" tanya Djuwira kebingungan. Meski mukanya kotor, tapi sikap yang ditunjukkan oleh Key lebih mengkhawatirkan."Aku—minta maaf," jawabnya dengan suara tertahan. "Pergi bersihkan dirimu di kamar mandi," lanjutnya merasa bersalah karena sudah muntah tepat di wajahnya.Djuwira mengusap mukanya, lal
Djuwira memang bekerja untuknya di perusahaan, tapi sekarang bukanlah jam kerja. Dia memberanikan diri untuk menolak permintaan Key."Maaf, Pak. Saya harus pulang," katanya bernada lemah.Key meliriknya setengah sinis. "Kenapa kau mau pulang?""Ayah butuh saya untuk masak sarapan besok. Hanya ada adik saya yang susah diandalkan." Djuwira berusaha jujur.Key menarik napas, lalu membuangnya perlahan sambil berpikir. "Kalau begitu kau bawa saja mobilku dan besok pagi jemput aku ke kantor," jawabnya.Djuwira mengernyit heran. Key memintanya menjadi supir pribadinya? padahal kemarin dia memecatnya. Djuwira sangat terkejut dengan sikap Key hari ini.Key memberikan satu kunci mobil padanya kemudian Djuwira menerima. "Jangan telat. Hubungi aku kalau kau sudah sampai rumah," ujarnya memberi pesan."Menghubungi bapak?" Djuwira menahan tawa karena mendengar permintaan aneh lagi yang keluar darinya."Ya! aku butuh informasi tentangmu karena mobilku kau bawa. Aku takut kau membawanya pergi," jawab
Melupakan segala yang terjadi pagi ini, Djuwira dan Key tiba di perusahaan. Orang-orang melihat heran saat Djuwira keluar dari mobil Key kemudian membukakan pintu sang bos."Eh, si Babu Baru itu kenapa bisa sama Pak Keane?""Iya, apa dia ganti posisi jadi supir Pak Keane?"Cibiran dari banyak pasang mata tidak digubris oleh Djuwira walau dia mendengarnya. Key jalan duluan, sementara Djuwira memarkirkan mobil ke tempat khusus baru masuk ke dalam gedung.Wanita yang datang dengan gaya santainya menggenggam tas selempang denim itu berjalan menuju lift. Tiba-tiba saja bahunya dipegang oleh seseorang."Ah," jeritnya terkejut, lalu melihat ke arah kanan, arah berlawanan dari datangnya sentuhan. "Astaga, Uwais!" serunya menghela napas lega."Haha! kau seperti orang tua. Begini aja udah jantungan," sahut Uwais tersenyum lebar."Ih, namanya juga kau datang tiba-tiba dan langsung memegang bahuku. Coba kau sapa aku dulu, pasti aku gak kaget," kata Djuwira."Hem, ya, maaf!" Uwais menyesal, lalu me
Di dalam mobil. Key dan Djuwira tidak saling berbicara. Pria yang selalu fokus saat menyetir itu pun merasakan kalau suasana hening di dalam mulai menjadi aneh."Pak, biar saya saja yang menyetir kalau bapak masih sakit," kata Djuwira, memecah kesunyian.Key tersenyum miring. "Mana lebih sakit sekarang? aku atau kau?"Djuwira terdiam mendengar jawaban itu. Secara kasat mata, memang keadaan Djuwira lebih terlihat menakutkan. Apalagi merah dari efek panas tersebut semakin lama semakin menggelap."Tapi bapak 'kan sakit," sahutnya masih tidak enak hati."Jangan buat aku marah. Duduk saja dan kau akan aku antar pulang. Kau bisa bilang sama ayahmu kalau selama wajahmu masih sakit, kau tidak pulang ke rumah," ujar Key bernada sedikit meninggi.Djuwira langsung terbahak-bahak. "Bapak aneh! apa tujuan bapak sebenarnya meminta saya tidur di rumah bapak? yang sakit wajah saya, kalau memang bapak izinkan saya istirahat, saya bisa istirahat di rumah saya saja. Kenapa tiba-tiba bapak minta ke ruma
"Si Tompel?" Pertanyaan pertama yang keluar dari mulut Preman Simpang meski sangat pelan.Key mendatangi pria itu kemudian menyambutnya ramah. "Apa kabarmu, Andre?""Eh, ah, kabar Gua baik-baik aje, Key!" jawabnya dengan gaya bahasa yang sama seperti Djuwira kenal."Udah lama gak ketemu, kangen juga aku," balas Key, berbahasa non formal. Itu adalah kali pertama Djuwira mendengar Key bicara tidak baku. "Kau masih tetap sama, ya, nyebelin!" ujar Key lagi sambil cekikikan.Preman simpang itu pun tampaknya begitu akrab dengan Key. Djuwira mengerutkan bibir, merasa tidak aman berada di sini bila pria yang selalu bermasalah dengannya juga di rumah ini."Key, siape tuh?" tanya si preman Simpang pura-pura tidak tahu.Key menoleh ke arah telunjuk Andre lurus. Tepat ke belakangnya, ke arah Djuwira. "Oh, itu—" jawabnya berhenti sejenak. "Dia karyawanku di kantor," lanjutnya mengangguk pelan, senyuman lebarnya menciut karena Andre membahas Djuwira."Oh, Karyawan Lu, Key," sahutnya mengangguk. Kin
Dengan hati berbunga-bunga, Djuwira turun ke bawah membawa piring nasi goreng untuk Key. Setelah meletakkan piring di atas meja, dia kembali ke dapur untuk mempersiapkan makanannya sendiri.Key duduk di ruang makan dengan rasa lapar yang semakin terasa saat mencium aroma lezat dari nasi goreng buatan Djuwira. Ketika Djuwira kembali dengan mangkuk nasi gorengnya, Key sudah siap untuk menyantap makanan itu."Makanlah dengan lahap, Pak," ucap Djuwira sambil tersenyum.Key mengangguk menghargai. "Terima kasih, Djuwira. Aromanya saja sudah membuatku lapar," ujarnya sambil mulai menyantap nasi goreng tersebut.Saat mereka makan, suasana menjadi lebih nyaman. Djuwira merasa lega bahwa Key tidak marah atau kesal padanya setelah insiden sebelumnya. Mereka pun mulai berbincang-bincang ringan tentang pekerjaan dan kehidupan sehari-hari.Dalam percakapan mereka, Djuwira semakin menyadari bahwa meskipun Key terlihat tegas dan serius di tempat kerja, dia sebenarnya memiliki sisi hangat dan peduli t
Beberapa hari kemudian. Ketika Key selesai menjalani rapat penting dengan klien, tiba-tiba Sayuri muncul tanpa janjian. Sayuri bingung saat melihat sosok perempuan yang harusnya menjadi posisi terbawah di perusahaan calon tunangannya malah sekarang terlihat berduaan dengan Key. "Key!" panggil Sayuri. Pria yang hendak naik ke mobilnya itu pun langsung menahan salah satu kakinya demi melihat orang yang sudah memanggilnya. Djuwira ikut menoleh karena berdiri di dekat Key dengan posisi dekat pintu, baru saja membukakan pintu. Key berdeham karena melihat Sayuri semakin menjadi hantu yang mengikuti ke mana pun. Djuwira mundur selangkah dan menyaksikan Sayuri memeluk kekasihnya. "Sayang!" sapanya ramah, bersikap seolah seperti perempuan bangsawan. Melirik Djuwira sesaat dengan alis mengerut. "Kenapa kau bisa di sini?" tanya Key heran, perlahan melepas pelukan itu. "Ah, tadi aku bertemu teman lama. Kalau tahu kau mau ke sini, pasti kita bisa pergi bareng, Key ...." Sayuri mul
Waktu berlalu. Key berakting baik sebagai calon tunangan Sayuri. Perempuan itu semakin sering ke kantor dan merasa bahwa perusahaan tersebut sudah menjadi miliknya. Dia bahkan tidak segan menegur karyawan yang dirasanya tidak sesuai dan bermalas-malasan.Djuwira juga tersambar dengan sindiran juga makian. Sayuri tidak secantik wajah dan namanya. Djuwira hanya bisa bersabar karena mengingat tujuan Key pada Sayuri."Cleaning service kok suka banget keluar masuk ruangan bos! kau genit ke pemilik perusahaan ini, ya?" tuduhnya.Djuwira terkejut saat mendengar bentakannya. Qesya saja emosi melihat Sayuri marah-marah ketika Key sedang menjalani bisnis di luar kantor. Qesya ingin meremas rambut Sayuri, lalu membenturkannya ke meja. "Maaf, Bu. Saya hanya ingin memastikan kalau ruangan Pak Keane tetap bersih." Djuwira menjaga sikapnya walau darahnya mendidih."Awas kalau sampai Kau berniat macam-macam dengan calon tunangan saya. Saya pastikan Kau akan menyesal.""Baik, Bu."Sayuri pergi dengan
Djuwira melihat kerusuhan itu dan segera menerobos kerumunan. "Halo, maaf! permisi!" Tak hanya Djuwira, anak buah keluarga Matsumoto yang lain ikut menertibkan. Key dan Djuwira bergegas menuju mobil dan Key pun segera naik. Djuwira menyusul dan langsung tancap gas. Embusan napas Key di balik wajah tegangnya bisa dilihat oleh Djuwira dari spion. Dia tidak berani menanyakan apa pun saat kondisi seperti ini. "Terima kasih sudah membantuku," katanya. "Oh, iya, Tuan. Sudah tugasku melakukannya. Apa Tuan terluka?" tanya Djuwira. "Tidak, hanya saja aku tidak suka bau mereka. Bau badan salah satu dari mereka tadi menusuk hidungku," sahutnya. Djuwira menahan tawa karena memang dia juga merasakan tadi. "Mereka bekerja keras demi mendapatkan informasi. Panas-panasan menunggu Tuan." "Hum, jadi kau tahu mereka di sana sejak tadi?" Key menginterogasi. "Tidak, Tuan. Kalau aku tahu, sudah aku tutupin Tuan dari dalam pakai jaket, masker dan topi," jawab Djuwira. Key langsung tersenyu
Keesokan harinya di rumah Key. Djuwira sudah bersiap menjemput bos sekaligus pria kesayangan yang semakin brutal menunjukkan rasa cintanya saat tidak ada yang melihat. Key menyambut kehadiran Djuwira dengan romantis. "Pagi, Sayang!" ucapnya mengejutkan Djuwira dan dihadiahi sebuah kecupan lembut tanpa diminta. Djuwira tersipu malu, memegang pipinya yang masih merasakan hangat sentuhan Key. "Tuan ... kenapa udah main serang aja pagi-pagi begini?" Key menatapnya dengan pipi menanjak akibat senyuman manisnya. Dia mengusap rambut Djuwira dan melihat kondisi wanita kesayangannya. "Apa kau mau lebih dari itu?" "Eh, tidak-tidak ... cukup, Tuan!" Djuwira menggeleng cepat. "Makanya jangan pernah tolak sesuatu yang kuberikan." Key mengeluarkan sesuatu dari kantongnya kemudian meminta Djuwira memejamkan mata. "A-Ada apa, Tuan? kenapa Tuan menyuruhku tutup mata?" tanyanya. Key mengusap muka Djuwira agar menuruti kemauannya kemudian meraih tangan gadis itu dan memasangkan sesuatu d
Key menggigit bibirnya saat mengejar Djuwira yang semakin menjauh. Hatinya berdebar keras, tercampur antara kekhawatiran akan keadaan Djuwira dan kemarahannya terhadap Uwais. Dia tahu bahwa ini bukan hanya tentang Djuwira, tapi juga tentang keputusannya sendiri.Saat akhirnya ia berhasil menyalip Djuwira dan menghentikan mobilnya di pinggir jalan, Key turun dengan cepat dan berlari menghampiri Djuwira yang berjalan dengan langkah cepat."Djuwira!" panggilnya, napasnya terengah-engah.Djuwira berhenti sejenak, tapi tidak menoleh. "Tuan, tolong jangan repot-repot. Aku baik-baik saja."Key mendekatinya dengan hati-hati. "Tolong dengarkan aku, Djuwira. Aku tahu ini semua terlalu cepat, tapi aku tidak bisa lagi menyembunyikan perasaanku. Aku mencintaimu, Djuwira. Harusnya aku tidak menyembunyikan masalah hatiku pada semua orang, tapi aku—"Djuwira akhirnya menoleh, matanya penuh keraguan dan ketidakpercayaan. "Tuan, bisakah kita bicara tentang ini nanti? Aku tidak ingin membuat masalah di
Dengan hati yang berat, Key memasuki mobilnya dan memulai perjalanan ke bar yang biasa didatangi oleh Key dan Uwais. Pikirannya dipenuhi dengan kegelisahan dan kekecewaan atas keputusan Djuwira. Dia merasa seperti segalanya berantakan di sekitarnya, dan dia tidak tahu bagaimana cara memperbaikinya. Di dalam mobil, Uwais berusaha menciptakan suasana yang lebih ceria. Dia bercerita tentang rencana-rencana mereka untuk malam itu, mencoba mengalihkan perhatian Djuwira dari keheningan yang tegang. Namun, Djuwira hanya menatap keluar jendela dengan ekspresi datar. "Djuwira, ada apa?" tanya Uwais. Ia pun terkejut dan menoleh. "Eh, enggak ada apa-apa, Uwais." "Apa ada masalah?" tanya Uwais lagi masih penasaran. "Gak ada, Kok! aku cuman ngerasa lelah." Uwais menghela napas. "Lelahmu akan hilang nanti saat tiba di sana. Teyamo adalah bar termewah dan juga asyik!" Djuwira tersenyum. "Apa di sana banyak laki-laki kesepian?" Uwais kaget mendengarnya. "Kenapa kau tanya itu?" "Hah
Di rumah usai pulang kerja. Djuwira melihat Maya datang dan membawanya ke kamar untuk berbincang.Dengan perasaan bahagia, Djuwira menceritakan masalah Key yang mencintainya. Namun, reaksi Maya justru berbeda."Buaya!" pekik Maya spontan."Eh, apa maksudmu, Maya?" Djuwira bingung."Dia hanya ingin pasang dua. Kau disembunyikan sementara si Sayuri diakui dunia. Ah, kau ini terlalu polos, Dju!"Djuwira mengerucutkan bibirnya. "Masa Tuan Key cuma mau mempermainkan aku?""Hei, Djuwira! namanya juga laki-laki. Mana ada yang menolak bangkai.""Maksudmu aku bangkai?"Maya cekikikan. "Dia menerima pertunangan dengan Sayuri, terus nanti kau diundang. Kau melihat mereka bertunangan, lalu kau disuruh berpikir kalau semua itu hanya bohongan?"Djuwira menelaah setiap ucapan Maya. "Katanya dia dendam sama Sayuri," sahutnya masih membela keyakinan hati."Dendam? kau tahu siapa Sayuri? anak konglomerat! mempertahankan hubungan dengan Sayuri jauh lebih menguntungkan daripada mempertahankan kau, Dju."
Di tengah-tengah kemesraan, tiba-tiba suara alarm pintu yang dikunci otomatis oleh Key terdengar. Ada yang berusaha membukanya dari luar. Qesya adalah pelakunya yang kaget saat mengetahui pintu dikunci. Dia berniat mengecek kegiatan bosnya bersama si cleaning service.. "Lho, kenapa dikunci? apa Djuwira sedang disidang habis-habisan sampai begitu privasi?" tanyanya sendiri, lalu berdecak heran. Dari ujung koridor, Qesya melihat Sayuri datang dengan jalan gemulainya yang khas. Qesya bisa membaca arah langkahnya ke ruangan Key. "Selamat siang," sapa Sayuri setengah ramah. "Siang, Bu!" sahut Qesya tersenyum palsu. Jujur dia malas sekali melihat saingannya datang. Mana ia merasa curiga pada Djuwira yang sudah terlalu lama di dalam, sekarang malah bertambah lagi beban pikirannya. "Keane, Mana?" tanya perempuan bergaun simpel warna medah muda itu. "Pak Keane di ruangan, tapi sepertinya sedang ada tamu," jawabnya. "Tamu?" Sayuri berdecak tawa kecil. "Buka pintunya," perintahnya
Ketika Key keluar dari ruang peralatan, matanya mengawasi sekitar. Dia berharap tidak ada yang melihat. Ketika dia merasa aman, secepat mungkin langkahnya mengarah ke ruangan sendiri. Tiba-tiba Qesya muncul dari balik lemari. "Pak," panggilnya. Key sedikit gugup, tapi berusaha dia kontrol. "Ada apa, Bu Qesya?" "Ah, saya mencari Bapak dari tadi. Ini ada proposal yang baru masuk, boleh bapak cek dulu," jawab Qesya. "Ya, saya akan mengeceknya di ruangan," sahut Key, membawa berkas tadi menuju ruangan. Qesya bingung melihat tingkah gugup Key, tapi dia berusaha menepis pikiran negatifnya kemudian kembali bekerja. Tidak lama setelah itu, Djuwira pun berniat mengembalikan kunci tadi, tapi Uwais datang membawanya pergi. "Eh, kita mau ke mana, Pak?" tanya Djuwira heran. Banyak mata memandang ke arah mereka. "Makan siang, aku telat istirahat dan akan mengajakmu," jawab Uwais seenak hati. Dia tidak mengikuti aturan jam kerja kantor. Beberapa saat kemudian, di kafe. Djuwira su