Birru memicing sambil bersedekap, menatap sosok sang istri yang kini jauh dari bayangannya. Birru tentu mengumpat kenapa tak ada seorang pun yang memberitahu kalau Zee sudah berubah. Bertranformasi jadi seorang gadis yang sialnya baru saja Birru puji cantik."Sudah pulang?" Pertanyaan itu datang dari Zee, posisinya masih sama. Berdiri di sebelah tempat tidur dengan jarak setengah meter memisahkan keduanya. Ada debar halus dalam dada Birru kala melihat tampilan terkini istrinya."Baru saja landing dua jam lalu. Sengaja gak ngasih kabar." Balas Birru, netranya masih sibuk memindai tubuh Zee yang hanya memakai tank top dan training. Cukup mengekspose lekuk tubuh gadis itu.Tampak peluh masih membekas di seluruh tubuh Zee, Birru menduga kalau yang ada di ruang gym tadi adalah istrinya. Zee ber-ohh ria mendengar jawaban Birru. Dia sama sekali tak sadar kalau mata elang Birru sibuk menelisik dirinya. Hingga gadis itu berbalik, masuk ke kamar mandi, setelah pamit ingin membersihkan diri.Pi
Dan kehebohan di kediaman Erlangga dimulai pagi itu. Suara teriakan dengan isi saling ejek terdengar hingga lantai bawah. Abdi dan kepala pelayan saling pandang sebelum akhirnya menggelengkan kepala bersamaan.Hari tenang itu sudah berakhir rupanya. Namun semua orang sepertinya menyukai suasana ini. "Kek, duluan ya. Telat. Rona nungguin." Zee mencium tangan Abdi takzim, bahkan pada kelapa pelayan, Zee melakukan hal sama."Gak sarapan dulu, Nduk. Wafa pesan gak boleh telat makan." Abdi menahan Zee. Telat? Siapa yang peduli, kalau kampus adalah miliknya."Sudah tadi minta sama Bibi dibekalin." Zee menyahut dengan langkah tergesa. Di tangga Zee berhenti, melihat Birru yang menjegal jalannya."Jangan mulai lagi. Aku telat," adu Zee."Salahmu sendiri." Birru tak mau kalah. Zee berdecak kesal, berlalu melewati sang suami. "Nduk, lupa ya." Suara Abdi membuat Zee kembali berbalik. "Apa?" Galak Birru, melihat Zee mengulurkan tangan. Zee manyun, hingga Birru tanpa sadar ikut mengulurkan tang
"Mas Birru kapan pulang?" Yang ditanya tersenyum menatap lawan bicaranya. Radit, sepupunya. Satu-satunya saudara yang dia punya. Bagi Birru Radit memang dia anggap adik. Apapun akan Birru berikan untuk Radit, andai lelaki itu minta, termasuk harta."Semalam. Tapi belum masuk kantor." Radit ber-oo ria sebelum kembali meminum kopinya. "Sendirian? Gak sama mbak Zee?" Radit menoleh ke kiri dan kanan mencari keberadaan kakak iparnya. "Dia kuliah. Kamu sendiri tumben nge-mall?" Radit menghela nafas sebelum menjawab. "Bosan, suntuk. Pengen cari hiburan, eh dapatnya malah pemandangan menjijikkan." Kalimat terakhir diucapkan Radit dalam hati. Mood-nya makin hancur, sampai dia melihat Birru berjalan sendirian tanpa keberadaan sang istri maupun Vero, wanita yang Radit tahu adalah kekasih sang sepupu.Dua pria beda dua tahun itu lantas berbincang mengenai banyak hal. Hubungan Birru dan Radit terbilang baik. Hanya sang tante yang kadang berlaku sinis pada Birru. Seolah dirinya adalah musuh, pad
Zee menatap ponsel yang katanya Birru hadiahkan untuknya. "Dia gak kesambet setan Jepang kan? Kok jadi aneh gini. Merinding ihh, kalau dia tiba-tiba berubah baik.""Apa?!" "Alamakjang, tolong!" Zee membekap mulutnya sendiri setelah sadar dia latah. Sementara Birru menatap aneh pada sang istri yang duduk di lantai sambil melihat ponsel pemberiaannya di atas meja. "Ngapain?""Bikin kaget saja." "Sejak kapan kamu latah?" "Mana ada?" Birru baru saja akan membalas omongan Zee ketika sang gadis mengangkat tangan. Meminta sang suami untuk diam."Sudah malam Tuan Muda. Jangan ngajakin ribut. Capek tahu. Ehh ngapain?" Zee mundur ketika Birru melangkah ke arahnya. "Memangnya kenapa kalau sudah malam?""Tidurlah, mau ngapain lagi?" Zee melewati Birru begitu saja. Masuk ke kamar mandi. Sementara sang suami hanya diam di tempatnya. Istrinya makin tengil, kata Birru dalam hati.Dan begitulah, hampir tiap hari terdengar adu argumen dari pasangan suami istri yang harusnya mesra. Tapi ini Birru d
Sosok itu mendorong tubuh Vero hingga tersungkur di lantai. Setelahnya dia mendekat pada wanita yang baru saja dibuli Vero. "Kamu tidak apa-apa?" Sosok itu Alfa, menatap cemas ke arah Zee yang tampak syok."Dasar pelakor!""Diam!" Lelaki itu meraung. Dia menatap berkeliling, menyeringai ketika ada yang merekam kejadian itu. Bisa dipastikan sebentar lagi nama Vero akan viral.Vero tampak ketakutan melihat Alfa, lelaki itu menatap tajam padanya. Dingin dengan bara kemarahan terlihat pada netranya. "Siapa yang kau sebut pelakor?" pancing Alfa. Maksud hati ingin mengajak istri Birru jalan-jalan, sebab sudah lama mereka tak bertemu. Tapi hal buruk justru terjadi pada Zee, siapa yang menyangka jika mereka bertemu Vero yang langsung mengamuk."Dia, dia pelakor!" Tunjuk Vero pada Zee yang hanya diam saja. Seolah tak peduli pada apa yang Vero lakukan padanya. Gadis itu sibuk membersihkan diri dengan tisu. Tak ada tatapan simpati yang Zee dapat. Semua orang tampak mengolok dirinya."Pelakor? J
Birru melesat masuk ke kamar mandi, ketakutannya adalah kalau Zee terpeleset. Takut terjadi hal buruk pada gadis itu setelah apa yang Vero lakukan pada Zee tadi siang. Kali ini, Birru harus berterima kasih pada Alfa, jika tidak ada lelaki itu entah apa jadinya Zee. Mengingat Vero kalau mengamuk cukup mengerikan.Air banjir menyambut Birru waktu masuk ke bilik shower. "Apaan sih?" Jeritan Zee melengking ketika Birru menerobos masuk begitu saja. Pasalnya gadis itu tinggal mengenakan bra. Hingga pemandangan dada mulus menyambut mata Birru."Balik badan!" Birru menggerutu. Mereka kan suami istri, apa salahnya saling lihat. Sudah halal ini. Meski begitu Birru menurut. Dia berbalik, membiarkan Zee mengambil bath rope lalu memakainya."Idih, belum selesai." Birru acuh berjalan menuju shower yang sepertinya rusak hingga air mengucur deras tanpa kontrol. "Kayaknya rusak. Kamu apain sih?" Zee manyun dituduh merusak shower. Kran utama sudah dimatikan hingga air berhenti mengalir. "Berendam aja
Di kampus, Zee menarik nafasnya dalam. Setelah sempat populer karena julukan ayam kampus. Kini namanya melejit lagi karena dilabrak Vero. "Namamu berpotensi menjadi trending." Ledek Rona dengan tawa kencang terdengar."Apaan sih?" Zee manyun karena kini dia kembali jadi pusat perhatian. Lagi-lagi bukan karena prestasi tapi karena label yang sepertinya kadung melekat pada Zee, murahan."Beneran deh, kamu bisa artis dengan jalan begini." Zee memilih mengabaikan godaan Rona. Perempuan itu lebih memilih duduk di perpustakaan, duduk di sudut sambil melamun. Meninggalkan Rona yang pergi ke kantin, lapar kata dia. Lamunan Zee membawanya kembali ke kejadian tadi malam.Di mana dia dan Birru tidur di ranjang yang sama. "Aku tidak mimpi kan semalam. Dia membiarkan aku tidur di kasurnya. Dia kesambet setan Jepang betulan apa ya. Kenapa sikapnya jadi aneh setelah pulang dari sana," gumam Zee.Pikiran Zee masih ke mana-mana, ketika ponsel perempuan itu bergetar. Nama Dika tertera di layarnya. Deti
Vero mendengus geram melihat Zee berdiri di hadapannya. Tersenyum manis, tapi dalam pikiran Vero wanita dengan status istri sah Birru ini pasti sedang meledeknya. Menghindari bentrok, Zee lebih dulu nyelonong masuk. Tidak lucu juga kalau Zee langsung mencakar wajah Vero yang terlihat marah."Kenapa kamu menyuruhku kemari? Sengaja mau ngadu aku sama pacarmu?" Tadinya Birru hanya diam saja ketika Zee terus mengoceh tanpa henti. Birru acuh, tapi ketika nama Vero disebut disertai ekspresi tidak suka dan nada ucapan yang terkesan "cemburu". Membuat Birru akhirnya tertarik untuk menaruh atensinya pada sang istri. "Kamu cemburu?" Zee langsung menoleh pada sang suami. What? Dia tidak salah dengar? Cemburu Birru bilang."Cemburu? Aku tidak punya hak untuk cemburu." Zee menyahut cepat. Dua orang itu saling tatap."Punya, tentu saja kamu punya hak itu. Kamu manusia, punya rasa, punya hati. Apalagi, kamu istriku." Bola mata Zee berkedip cepat. Apa tadi Birru kata? Istri? Lelaki di hadapannya ini
Radit tak berkutik, lelaki itu kena marah Sita. Sekaligus kena hajar Nadia yang langsung menghadiahkan bogem mentah pada Radit. Gadis itu marah besar pada Radit yang dia pikir sudah melecehkannya."Jadi karena kejadiannya seperti ini, maka hari ini kami akan melamar nona Nadia." "A-apa? Tante mau melamar saya?" Nadia terkejut luar biasa saat Sita mengutarakan keinginannya. Sementara Radit tampak pasrah duduk di sofa tunggal ruang keluarga, masih mengenakan bath rope tanpa ada meinginan untuk mengganti pakaian.Pun dengan wajah lebamnya, dia biarkan begitu saja. Pria itu tak ada tenaga untuk meladeni dua wanita yang kemungkinan besar akan jadi sumber stres paling besar dalam hidupnya."Radit! Kamu jangan diam saja! Bantu mama bujuk nadia. Kan kamu yang berulah.""Apaan sih Ma. Baru nyicil cium doang mama sudah mengganggu. Sebal!" Sita dan Nadia kompak mendelik."Pokoknya Mama gak mau tahu, Mama mau lamarin Nadia buat kamu nanti malam.""Tapi Tante, mama Nadia ....""Tenang, mamamu sud
"Tolonglah Ma, ini tidak seperti yang Mama lihat."Radit merengek dengan tubuh bagian atas tanpa baju, bahkan gasper lelaki itu sudah berada di lantai dengan kancing celana terbuka. Zee buru-buru mundur, berlindung di belakang tubuh Birru. Sesaat mencuri pandang siapa yang tengah terbaring di kasur Radit."Tapi buktinya kamu memperkosa anak gadis orang Dit." Sita yang akhir-akhir ini mulai stabil mentalnya karena kasus Dion, tampaknya bakal terguncang lagi."Perkosa apa sih Ma, belum sempat buka ini. Belum keluar juga naganya. Dianya aja yang napsu, main tarik baju Radit."Zee menutup telinganya, amboi Radit ampun juga kalau ngomong sama mamanya. "Mas tolongin!" Radit memohon pada Birru dan Alfa bergantian. Giliran dua pria itu bertukar pandang. "Dia siapa?" Kamelia bertanya lirih. Perhatian semua orang teralihkan pada sosok yang telentang di ranjang Radit. "Bukannya dia Nadia Affandi, putri pengusaha Ramlan Affandi." Semua mata tertuju pada Mega yang selesai bicara."Busyet Dit, se
Dalam hidup selalu ada yang berubah. Semua hal bisa berganti mengikuti keadaan di sekitarnya. Atau berubah karena suatu hal. Ada orang yang ekonominya menjadi lebih baik saat dia bekerja lebih giat. Atau seseorang yang menjadi luluh karena perhatian orang lain.Dalam kasus ini, yang kita bicarakan adalah Zee. Rupanya usaha Birru tak sia-sia untuk mendapatkan cinta sang istri. Perempuan, bukankah makhluk ini sejatinya punya perasaan yang sangat lembut.Mudah tersentuh dengan perhatian lebih dari orang lain. Apalagi orang itu sekelas Birru. Lelaki yang masih jadi incaran kaum hawa di luaran sana. Bahkan ketika dia sudah mengumumkan kalau dia sudah punya istri dan sebentar lagi akan mendapatkan gelar ayah.Zee perlahan melunak ketika cinta dan kasih sayang Birru terus menyiraminya tiap saat. Zee yang dulu berangan ingin punya suami seorang pria yang setidaknya tahu soal ilmu agama, dibuat tercengang ketika tahu lelaki itu mampu melantunkan ayat dalam kitab suci mereka dengan merdu juga f
Alfa sesaat terdiam, melihat sosok Mega yang muncul di hadapannya. Tinggi dengan wajah oriental, rambut panjang diikat asal, tapi tetap terlihat cantik. Kulit putih, serta tubuh ramping. Yang membuat Alfa harus berdehem adalah wajah Mega yang mirip Selin dan Zee yang dijadikan satu."Apa-apaan ini?!" Alfa mengumpat lirih."Selamat siang, Pak. Saya Mega.""Semua sudah siap? Ayo berangkat." Alfa beranjak mengambil ponselnya. Berjalan mendahului Mega yang menghembuskan nafasnya pelan."Dia tidak ingat, ini bagus sekali." Mega melompat kegirangan. Keduanya duduk di mobil yang sama dengan Mega memilih duduk di depan, tidak mau duduk di samping Alfa.Selama perjalanan, Alfa dibuat berpikir keras soal sosok Mega. Siapa gadis ini sebenarnya? Kenapa Alfa seperti mengenalnya setelah dia mengamati Mega lumayan lama.Meeting berjalan lancar dengan kemampuan Mega membuat Alfa diam-diam memuji dalam hati. Kompeten, cakap dan pandai membaca situasi. Mr Han pun sangat puas dengan cara Alfa bernegosia
Yang pertama kali Birru lakukan untuk meluluhkan hati sang istri adalah melakukan presscon untuk mengukuhkan pengakuan Birru waktu acara fashion show mengenai statusnya yang sudah menikah dengan Zee.Birru begitu pandai memanfaatkan momen. Ketika media mulai santer menguliti kasus Dion, lelaki itu memanfaatkan waktu untuk membongkar pernikahannya. Hingga perhatian media dan masyarakat teralihkan.Tak melulu membahas kasus Dion, yang tentu saja akan menyeret nama Sita, Radit lantas nama keluarganya akan jadi topik bahasan panas di berbagai media sosial.Birru tak mau itu terjadi, karena itu dia perlu pengalihan isu. Dan pernikahannya adalah bahan yang sangat berpotensi untuk dikulik media. Benar saja, tagar pewaris Erlangga Grup sudah menikah menempati posisi pertama di sistem pencarian."Kamu manipulatif juga." Abdi yang sudah merasa lebih baik perasaannya, tersenyum lebar melihat perkembangan berita akhir-akhir ini."Aku anggap itu pujian." Birru menipiskan bibir. Melihat sang kakek
Zee menjauhkan diri dari Birru, begitu melihat Alfa mendekat. Malu luar biasa ketika crush-nya menangkap basah dirinya sedang berciuman dengan sang suami. Kan tidak ada yang salah dengan hal itu Zee. Dia kan suami kamu. Justru salah kalau Zee masih memikirkan pria lain dalam hidupnya."Ganggu saja!" gerutu Birru. Alfa tampak acuh melihat Birru tapi berubah lembut begitu berhadapan dengan Zee. Wajah lelaki itu tampak kusut, gurat lelah terlihat nyata di sana."Pergi sana! Gue mau curhat sama adik gue!" Alfa mengusir Birru, lelaki itu mendudukkan diri di sebuah kursi yang kesannya sengaja disiapkan. Tempat ini sepertinya memang sering dikunjungi. Ada set tempat duduk macam kursi taman, dengan bangunan peneduh. Sangat nyaman untuk digunakan.Zee mengamati Alfa yang terlihat tak baik-baik saja. Sebuah masalah agaknya sedang dihadapi Alfa. "Move on. Cari yang lain. Cewek kayak dia gak pantas elu tangisin." Celetukan tajam Birru menarik perhatian Zee. Ada apa sebenarnya.Alfa terdiam bebera
Zee terpaku menatap nisan sederhana yang ditempatkan di sebuah bangunan serupa pondok kecil. Sekeliling tempat itu dihijaukan dengan tanaman lily yang tumbuh subur dengan bunga berwarna putih mendominasi."Ini ....""Cyntia Hendrajaya, adik kak Alfa-mu. Dia meninggal, diduga dibunuh oleh Dion Mahendra, karena Tia tahu rahasia Dion yang telah menghabisi nenek." Birru berucap dengan wajah menunduk. Tak sanggup menahan laju air mata.Sementara Zee, wanita itu bergeming di tempatnya berdiri. Betapa menyedihkannya nasib Tia. Dan dia masih menambah penderitaan untuk Tia, dengan cemburu pada eksistensi sang gadis yang bahkan sudah tidak ada di dunia."Dia dibunuh pamanmu?""Digantung setelah Radit menidurinya, lebih tepatnya. Radit belum lama tahu kalau gadis yang dia lecehkan malam itu adalah Tia." Zee syok mendengar fakta sebenar mengenai Tia. Tak terbayangkan betapa sakit yang Tia rasakan. Kini perempuan itu tahu kenapa Radit terlihat sedih akhir-akhir ini."Maaf." Zee berucap lirih."Dan
"Ayah."Sita memanggil lirih pria tua yang duduk di sofa menghadap jendela, dengan wajah nelangsa dan putus asa."Ayah," panggil Sita lagi. Lelaki itu tidak merespon. Lebih suka memandang rerumputan yang tampak menyegarkan mata dibanding pemandangan muram ruang kerja Abdi.Netra lelaki itu basah, dia sudah menangis untuk waktu yang cukup lama. Menyesali diri dengan apa yang telah terjadi dalam keluarganya. Kehilangan keluarga ini sudah terlalu banyak, luka yang diakibatkan oleh kehilangan tersebut juga cukup dalam. Mereka yang pergi tak mungkin kembali."Aku dan ibumu pernah berjanji akan bersama sampai akhir. Aji dan Kamelia perlu usaha keras agar aku tidak ikut menyusul ibumu saat itu. Tapi apa yang kudengar hari itu, sangat melukaiku, Ta."Masih tidak menatap putri sulungnya. Bulir bening itu kembali datang, menciptakan sendu teramat perih untuk Abdi. Belahan jiwanya pergi dengan cara menyakitkan. "Aku tidak masalah jika ibumu pergi karena waktunya sudah habis, tapi dia! Berani se
Setelah perkara cilok yang penuh drama. Lelaki itu balik ke rumah sakit sekitar pukul sepuluh malam. Birru harus pergi ke rumah si penjual cilok. Memintanya membuatkan benda bulat dari tepung tapioka versus tepung terigu.Waktu kembali ke ruangan Zee, perempuan itu sudah tidur memeluk boneka beruang yang entah dari mana dia dapat. Lebih menyebalkan lagi, ketika Birru disuruh melahap ciloknya jika sudah datang."Kamu kelamaan sih. Ngambek kan yang punya hajat." Kamelia berujar lirih."Yaelah Ma, tukang ciloknya sudah gak pada eksis jam segitu di kampus. Terpaksa ke rumahnya. Terus ini gimana dong?" Birru menunjuk dua kresek bening berisi cilok dan kondimennya alias sambal kacang."Berikan ke perawat aja sana. Itung-itung sedekah, dari pada gak ada yang makan. Mumpung masih anget gitu.""Bagiin sana." Birru mendorong kresek itu ke dada Radit yang tiduran di sofa. Sepertinya lelaki itu memutuskan pulang ke kediaman utama, pun dengan Kamelia. "Kok aku sih Mas?" protes Radit."Tinggal an