Birru melesat masuk ke kamar mandi, ketakutannya adalah kalau Zee terpeleset. Takut terjadi hal buruk pada gadis itu setelah apa yang Vero lakukan pada Zee tadi siang. Kali ini, Birru harus berterima kasih pada Alfa, jika tidak ada lelaki itu entah apa jadinya Zee. Mengingat Vero kalau mengamuk cukup mengerikan.Air banjir menyambut Birru waktu masuk ke bilik shower. "Apaan sih?" Jeritan Zee melengking ketika Birru menerobos masuk begitu saja. Pasalnya gadis itu tinggal mengenakan bra. Hingga pemandangan dada mulus menyambut mata Birru."Balik badan!" Birru menggerutu. Mereka kan suami istri, apa salahnya saling lihat. Sudah halal ini. Meski begitu Birru menurut. Dia berbalik, membiarkan Zee mengambil bath rope lalu memakainya."Idih, belum selesai." Birru acuh berjalan menuju shower yang sepertinya rusak hingga air mengucur deras tanpa kontrol. "Kayaknya rusak. Kamu apain sih?" Zee manyun dituduh merusak shower. Kran utama sudah dimatikan hingga air berhenti mengalir. "Berendam aja
Di kampus, Zee menarik nafasnya dalam. Setelah sempat populer karena julukan ayam kampus. Kini namanya melejit lagi karena dilabrak Vero. "Namamu berpotensi menjadi trending." Ledek Rona dengan tawa kencang terdengar."Apaan sih?" Zee manyun karena kini dia kembali jadi pusat perhatian. Lagi-lagi bukan karena prestasi tapi karena label yang sepertinya kadung melekat pada Zee, murahan."Beneran deh, kamu bisa artis dengan jalan begini." Zee memilih mengabaikan godaan Rona. Perempuan itu lebih memilih duduk di perpustakaan, duduk di sudut sambil melamun. Meninggalkan Rona yang pergi ke kantin, lapar kata dia. Lamunan Zee membawanya kembali ke kejadian tadi malam.Di mana dia dan Birru tidur di ranjang yang sama. "Aku tidak mimpi kan semalam. Dia membiarkan aku tidur di kasurnya. Dia kesambet setan Jepang betulan apa ya. Kenapa sikapnya jadi aneh setelah pulang dari sana," gumam Zee.Pikiran Zee masih ke mana-mana, ketika ponsel perempuan itu bergetar. Nama Dika tertera di layarnya. Deti
Vero mendengus geram melihat Zee berdiri di hadapannya. Tersenyum manis, tapi dalam pikiran Vero wanita dengan status istri sah Birru ini pasti sedang meledeknya. Menghindari bentrok, Zee lebih dulu nyelonong masuk. Tidak lucu juga kalau Zee langsung mencakar wajah Vero yang terlihat marah."Kenapa kamu menyuruhku kemari? Sengaja mau ngadu aku sama pacarmu?" Tadinya Birru hanya diam saja ketika Zee terus mengoceh tanpa henti. Birru acuh, tapi ketika nama Vero disebut disertai ekspresi tidak suka dan nada ucapan yang terkesan "cemburu". Membuat Birru akhirnya tertarik untuk menaruh atensinya pada sang istri. "Kamu cemburu?" Zee langsung menoleh pada sang suami. What? Dia tidak salah dengar? Cemburu Birru bilang."Cemburu? Aku tidak punya hak untuk cemburu." Zee menyahut cepat. Dua orang itu saling tatap."Punya, tentu saja kamu punya hak itu. Kamu manusia, punya rasa, punya hati. Apalagi, kamu istriku." Bola mata Zee berkedip cepat. Apa tadi Birru kata? Istri? Lelaki di hadapannya ini
Zee berjalan gontai ke dalam rumah, seorang supir mengantar nyonya muda Erlangga pulang. Di pintu rumah, Abdi menyambut cucu mantunya. Lelaki itu cemas luar biasa. "Sini dulu, Nduk." Segelas susu putih langsung diberikan pada Zee dengan gadis itu segera meminumnya."Istirahat dulu." Zee mengangguk dengan Abdi tak banyak bicara. Abdi mengusap puncak kepala Zee. Rasa terima kasih tak terhingga lelaki itu ucapkan dalam hati."Akan kuberikan apapun untuk membuatmu bahagia. Nyawa putriku dan cucuku sudah kamu selamatkan." Abdi berbalik lalu masuk ke dalam mobil yang sudah disiapkan.Mobil Abdi keluar bergantian dengan mobil Birru yang masuk gerbang. "Pergi ke mana Kakek malam-malam begini?""Menjenguk relasi bisnis, ada yang sakit." Birru ber-oo ria mendengar jawaban kepala pelayan. Lelaki itu gegas naik ke kamarnya. Ada hal yang perlu dia bicarakan dengan Zee. "Zeeniya Agatha, kamu tadi bicara apa sama Radit?!" Pria berteriak menggelegar di kamar. Membuat Zee yang baru masuk kamar mandi
Alfa Hendrajaya, lelaki berkaca mata terlihat masuk ke sebuah gudang tua. Dua hari lalu, dia menemukan fakta yang membuat kepalanya keliyengan. Satu hal yang tidak pernah terbayang dalam hidupnya."Dia di dalam, Tuan." Seorang pria bertubuh kekar mempersilakan Alfa masuk. Tanpa kata sang lelaki beranjak mengikuti sang ajudan. Hingga langkahnya terhenti ketika mendapati seorang lelaki terikat di kursi.Wajahnya babak belur dengan darah menetes di lantai. "Katakan!" Seru Alfa, tangan lelaki itu terkepal. Jika informasi yang dia dapatkan benar. Artinya ada orang yang mengadu domba antara dirinya dan Birru."Kami hanya diperintahkan untuk melecehkan seorang gadis, lalu membuat gadis itu seperti bunuh diri." Kepalan tangan Alfa kian erat."Yang menyuruh kalian?!" Cecar Alfa, dia berusaha keras menahan diri untuk tidak mengamuk. Bisa mati orang ini kalau Alfa sampai lepas kendali."Kami bekerja melalui orang kedua. Orang pertama kami tidak tahu. Tuan, tolong. Itu sudah lama, mohon lepaskan
Rona terbahak sepanjang pagi mendengar cerita Zee soal dirinya yang nyaris di-unboxing sang suami tadi. "Diam!" desis Zee tidak sabaran. Rona malah tertawa makin kencang. Sampai memegangi perut segala. Dia pikir lucu apa.Ingatan Zee seketika kembali ke kejadian sebelum dirinya pergi ke kampus. Dia menyentuh bibirnya yang dicium oleh Birru. Reflek tangan Zee ingin meninju wajah sang suami.Namun lelaki itu sepertinya sudah hafal dengan taktik Zee, hingga gadis itu bergerak gusar ketika Birru menahan dua tangannya di atas kepala. Sementara tubuh dan kakinya dikunci menggunakan kaki Birru.Birru memang sempat mencium bibir untuk beberapa waktu. Menikmati bibir ranum yang terasa manis untuk Birru, beda dengan milik Vero dan wanita lain yang pernah Birru cicipi. Birru seperti kecanduan sejak dia mencuri cium bibir sang istri malam itu.Zee menggeram guna menghilangkan bayangan Birru yang begitu lihai melumat bibirnya. "Sialan!" umpat Zee."Tapi Zee, bukannya itu hak dia. Kalian sudah meni
"Tidur Zee." Birru berucap dari sofa. Melihat sang istri yang berguling ke kiri dan kanan. Lihat, masih melek saja tidur seperti kitiran, kipas angin. Setelah negosiasi alot selama setengah jam. Akhirnya Zee setuju, tidur di kasur Birru. Dengan syarat ada pemisah di antara keduanya.Birru manut saja. Lelaki itu mengulum senyum ketika Zee menyusun enam bantal menjadi batas di atas ranjang. "Lihat saja, siapa yang bikin batas, siapa yang nendang tu bantal." Batin Birru tertawa dalam hati."Gak bisa! Sudahlah, aku ngerjain tugas saja." Zee menendang selimut. Membawa ponsel lalu keluar kamar. Meninggalkan Birru yang mengedikkan bahu acuh. Lalu kembali pada pekerjaannya.Di ruangannya, Zee gegas melanjutkan tugasnya. Kain sudah dia beli beberapa waktu lalu. Kain itu kini ditempelkan pada manekin, masih utuh. Belum Zee potong. Gadis itu sendiri sedang menyelesaikan detail akhir pada design. Design dan gaun akan disertakan saat penjurian berlangsung.Waktu berlalu, tak terasa dua jam terlewa
Dengan terpaksa sekali Zee harus mau digendong Birru waktu ke rumah sakit. Kakinya sakit saat digunakan untuk berjalan. Rasanya ngilu. Bersama Dika, Birru membawa Zee periksa. X-Ray dilakukan, pemeriksaan lain juga turut dilakukan."Tidak ada masalah, hanya terkilir biasa. Tidak ada patah atau retak. Semua baik-baik saja." Penjelasan dokter membuat tiga orang menarik nafas lega. "Dibilangin juga apa. Aku tidak apa-apa," kata Zee dari kursi roda yang didorong Birru. Lelaki itu dan Dika mengenakan masker serta kaca mata hitam sejak keluar dari ruangan dokter. Sudah macam penjahat takut ketahuan."Apa salahnya diperiksa kalau gak begitu mana kita tahu kalau asam lambungmu juga kambuh." Zee nyengir ketika Birru mengetuk kepalanya gemas."Makan yang banyak, jangan gak makan. Kayak kita orang kekurangan pangan saja." Amboi, omelan Birru melebihi emak-emak yang lagi ngerumpi."Gak maulah, susah nih buat nurunin berat badan." Zee teringat usahanya untuk mendapatkan berat tubuh idealnya. Penu
Radit tak berkutik, lelaki itu kena marah Sita. Sekaligus kena hajar Nadia yang langsung menghadiahkan bogem mentah pada Radit. Gadis itu marah besar pada Radit yang dia pikir sudah melecehkannya."Jadi karena kejadiannya seperti ini, maka hari ini kami akan melamar nona Nadia." "A-apa? Tante mau melamar saya?" Nadia terkejut luar biasa saat Sita mengutarakan keinginannya. Sementara Radit tampak pasrah duduk di sofa tunggal ruang keluarga, masih mengenakan bath rope tanpa ada meinginan untuk mengganti pakaian.Pun dengan wajah lebamnya, dia biarkan begitu saja. Pria itu tak ada tenaga untuk meladeni dua wanita yang kemungkinan besar akan jadi sumber stres paling besar dalam hidupnya."Radit! Kamu jangan diam saja! Bantu mama bujuk nadia. Kan kamu yang berulah.""Apaan sih Ma. Baru nyicil cium doang mama sudah mengganggu. Sebal!" Sita dan Nadia kompak mendelik."Pokoknya Mama gak mau tahu, Mama mau lamarin Nadia buat kamu nanti malam.""Tapi Tante, mama Nadia ....""Tenang, mamamu sud
"Tolonglah Ma, ini tidak seperti yang Mama lihat."Radit merengek dengan tubuh bagian atas tanpa baju, bahkan gasper lelaki itu sudah berada di lantai dengan kancing celana terbuka. Zee buru-buru mundur, berlindung di belakang tubuh Birru. Sesaat mencuri pandang siapa yang tengah terbaring di kasur Radit."Tapi buktinya kamu memperkosa anak gadis orang Dit." Sita yang akhir-akhir ini mulai stabil mentalnya karena kasus Dion, tampaknya bakal terguncang lagi."Perkosa apa sih Ma, belum sempat buka ini. Belum keluar juga naganya. Dianya aja yang napsu, main tarik baju Radit."Zee menutup telinganya, amboi Radit ampun juga kalau ngomong sama mamanya. "Mas tolongin!" Radit memohon pada Birru dan Alfa bergantian. Giliran dua pria itu bertukar pandang. "Dia siapa?" Kamelia bertanya lirih. Perhatian semua orang teralihkan pada sosok yang telentang di ranjang Radit. "Bukannya dia Nadia Affandi, putri pengusaha Ramlan Affandi." Semua mata tertuju pada Mega yang selesai bicara."Busyet Dit, se
Dalam hidup selalu ada yang berubah. Semua hal bisa berganti mengikuti keadaan di sekitarnya. Atau berubah karena suatu hal. Ada orang yang ekonominya menjadi lebih baik saat dia bekerja lebih giat. Atau seseorang yang menjadi luluh karena perhatian orang lain.Dalam kasus ini, yang kita bicarakan adalah Zee. Rupanya usaha Birru tak sia-sia untuk mendapatkan cinta sang istri. Perempuan, bukankah makhluk ini sejatinya punya perasaan yang sangat lembut.Mudah tersentuh dengan perhatian lebih dari orang lain. Apalagi orang itu sekelas Birru. Lelaki yang masih jadi incaran kaum hawa di luaran sana. Bahkan ketika dia sudah mengumumkan kalau dia sudah punya istri dan sebentar lagi akan mendapatkan gelar ayah.Zee perlahan melunak ketika cinta dan kasih sayang Birru terus menyiraminya tiap saat. Zee yang dulu berangan ingin punya suami seorang pria yang setidaknya tahu soal ilmu agama, dibuat tercengang ketika tahu lelaki itu mampu melantunkan ayat dalam kitab suci mereka dengan merdu juga f
Alfa sesaat terdiam, melihat sosok Mega yang muncul di hadapannya. Tinggi dengan wajah oriental, rambut panjang diikat asal, tapi tetap terlihat cantik. Kulit putih, serta tubuh ramping. Yang membuat Alfa harus berdehem adalah wajah Mega yang mirip Selin dan Zee yang dijadikan satu."Apa-apaan ini?!" Alfa mengumpat lirih."Selamat siang, Pak. Saya Mega.""Semua sudah siap? Ayo berangkat." Alfa beranjak mengambil ponselnya. Berjalan mendahului Mega yang menghembuskan nafasnya pelan."Dia tidak ingat, ini bagus sekali." Mega melompat kegirangan. Keduanya duduk di mobil yang sama dengan Mega memilih duduk di depan, tidak mau duduk di samping Alfa.Selama perjalanan, Alfa dibuat berpikir keras soal sosok Mega. Siapa gadis ini sebenarnya? Kenapa Alfa seperti mengenalnya setelah dia mengamati Mega lumayan lama.Meeting berjalan lancar dengan kemampuan Mega membuat Alfa diam-diam memuji dalam hati. Kompeten, cakap dan pandai membaca situasi. Mr Han pun sangat puas dengan cara Alfa bernegosia
Yang pertama kali Birru lakukan untuk meluluhkan hati sang istri adalah melakukan presscon untuk mengukuhkan pengakuan Birru waktu acara fashion show mengenai statusnya yang sudah menikah dengan Zee.Birru begitu pandai memanfaatkan momen. Ketika media mulai santer menguliti kasus Dion, lelaki itu memanfaatkan waktu untuk membongkar pernikahannya. Hingga perhatian media dan masyarakat teralihkan.Tak melulu membahas kasus Dion, yang tentu saja akan menyeret nama Sita, Radit lantas nama keluarganya akan jadi topik bahasan panas di berbagai media sosial.Birru tak mau itu terjadi, karena itu dia perlu pengalihan isu. Dan pernikahannya adalah bahan yang sangat berpotensi untuk dikulik media. Benar saja, tagar pewaris Erlangga Grup sudah menikah menempati posisi pertama di sistem pencarian."Kamu manipulatif juga." Abdi yang sudah merasa lebih baik perasaannya, tersenyum lebar melihat perkembangan berita akhir-akhir ini."Aku anggap itu pujian." Birru menipiskan bibir. Melihat sang kakek
Zee menjauhkan diri dari Birru, begitu melihat Alfa mendekat. Malu luar biasa ketika crush-nya menangkap basah dirinya sedang berciuman dengan sang suami. Kan tidak ada yang salah dengan hal itu Zee. Dia kan suami kamu. Justru salah kalau Zee masih memikirkan pria lain dalam hidupnya."Ganggu saja!" gerutu Birru. Alfa tampak acuh melihat Birru tapi berubah lembut begitu berhadapan dengan Zee. Wajah lelaki itu tampak kusut, gurat lelah terlihat nyata di sana."Pergi sana! Gue mau curhat sama adik gue!" Alfa mengusir Birru, lelaki itu mendudukkan diri di sebuah kursi yang kesannya sengaja disiapkan. Tempat ini sepertinya memang sering dikunjungi. Ada set tempat duduk macam kursi taman, dengan bangunan peneduh. Sangat nyaman untuk digunakan.Zee mengamati Alfa yang terlihat tak baik-baik saja. Sebuah masalah agaknya sedang dihadapi Alfa. "Move on. Cari yang lain. Cewek kayak dia gak pantas elu tangisin." Celetukan tajam Birru menarik perhatian Zee. Ada apa sebenarnya.Alfa terdiam bebera
Zee terpaku menatap nisan sederhana yang ditempatkan di sebuah bangunan serupa pondok kecil. Sekeliling tempat itu dihijaukan dengan tanaman lily yang tumbuh subur dengan bunga berwarna putih mendominasi."Ini ....""Cyntia Hendrajaya, adik kak Alfa-mu. Dia meninggal, diduga dibunuh oleh Dion Mahendra, karena Tia tahu rahasia Dion yang telah menghabisi nenek." Birru berucap dengan wajah menunduk. Tak sanggup menahan laju air mata.Sementara Zee, wanita itu bergeming di tempatnya berdiri. Betapa menyedihkannya nasib Tia. Dan dia masih menambah penderitaan untuk Tia, dengan cemburu pada eksistensi sang gadis yang bahkan sudah tidak ada di dunia."Dia dibunuh pamanmu?""Digantung setelah Radit menidurinya, lebih tepatnya. Radit belum lama tahu kalau gadis yang dia lecehkan malam itu adalah Tia." Zee syok mendengar fakta sebenar mengenai Tia. Tak terbayangkan betapa sakit yang Tia rasakan. Kini perempuan itu tahu kenapa Radit terlihat sedih akhir-akhir ini."Maaf." Zee berucap lirih."Dan
"Ayah."Sita memanggil lirih pria tua yang duduk di sofa menghadap jendela, dengan wajah nelangsa dan putus asa."Ayah," panggil Sita lagi. Lelaki itu tidak merespon. Lebih suka memandang rerumputan yang tampak menyegarkan mata dibanding pemandangan muram ruang kerja Abdi.Netra lelaki itu basah, dia sudah menangis untuk waktu yang cukup lama. Menyesali diri dengan apa yang telah terjadi dalam keluarganya. Kehilangan keluarga ini sudah terlalu banyak, luka yang diakibatkan oleh kehilangan tersebut juga cukup dalam. Mereka yang pergi tak mungkin kembali."Aku dan ibumu pernah berjanji akan bersama sampai akhir. Aji dan Kamelia perlu usaha keras agar aku tidak ikut menyusul ibumu saat itu. Tapi apa yang kudengar hari itu, sangat melukaiku, Ta."Masih tidak menatap putri sulungnya. Bulir bening itu kembali datang, menciptakan sendu teramat perih untuk Abdi. Belahan jiwanya pergi dengan cara menyakitkan. "Aku tidak masalah jika ibumu pergi karena waktunya sudah habis, tapi dia! Berani se
Setelah perkara cilok yang penuh drama. Lelaki itu balik ke rumah sakit sekitar pukul sepuluh malam. Birru harus pergi ke rumah si penjual cilok. Memintanya membuatkan benda bulat dari tepung tapioka versus tepung terigu.Waktu kembali ke ruangan Zee, perempuan itu sudah tidur memeluk boneka beruang yang entah dari mana dia dapat. Lebih menyebalkan lagi, ketika Birru disuruh melahap ciloknya jika sudah datang."Kamu kelamaan sih. Ngambek kan yang punya hajat." Kamelia berujar lirih."Yaelah Ma, tukang ciloknya sudah gak pada eksis jam segitu di kampus. Terpaksa ke rumahnya. Terus ini gimana dong?" Birru menunjuk dua kresek bening berisi cilok dan kondimennya alias sambal kacang."Berikan ke perawat aja sana. Itung-itung sedekah, dari pada gak ada yang makan. Mumpung masih anget gitu.""Bagiin sana." Birru mendorong kresek itu ke dada Radit yang tiduran di sofa. Sepertinya lelaki itu memutuskan pulang ke kediaman utama, pun dengan Kamelia. "Kok aku sih Mas?" protes Radit."Tinggal an