Silvia tidur di sofa ruang keluarga, tubuhnya terasa sakit karena pukulan dari Diki. Dua tahun menikah, rasanya sudah tak kuat lagi. Ia ingin bercerai dari Diki, percuma mempunyai suami tampan, kaya raya tapi tidak menganggapnya sebagai seorang istri. Tubuh yang sudah terasa lelah dan sakit akhirnya terlelap di sofa.Pagi mulai menyingsing, sinar matahari menembus jendela. Cahayanya mengenai wajah Silvia yang sedang tertidur. Matanya terbuka, ia langsung duduk kemudian berdiri dan berjalan menuju kamar utama.Tangannya gemetar memegang handle pintu, pelan ia membuka sampai pintu terbuka lebar. Terpampang pemandangan yang menyayat hati. Suaminya masih berbadan polos hanya tertutup bagian bawah dengan selimut, diatas dadanya wanita malam masih memeluk Diki. Silvia berjalan menuju jendela, ia membuka gorden agar cahaya masuk ke dalam kamar itu.Diki terbangun karena terganggu oleh cahaya yang masuk. Matanya terbuka, kepalanya agak pusing. Karena semalam ia minum alkohol lumayan banyak. Ia
Daffin tidak mau memaksa Lili, karena ia tak mau memberikan tekanan kepada Lili. Biarlah waktu yang akan membuka pandangan Lili terhadapnya.Gawai Daffin berdering, ia langsung mengambil gawainya di kantong celana. Tomi meneleponnya, wajahnya tampak marah ketika mendengar laporan Tomi di ujung telepon.Berani-beraninya tua bangka itu mau memindahkan makam mama! Tomi kamu jaga makam mama saya. Saya nggak akan biarkan tua bangka itu menyentuh makam mama.Daffin langsung menutup teleponnya, ia memukul tembok yang ada di depannya. Lili terkejut melihat Daffin sangat marah, terlihat dari nafas yang memburu."Mas, kamu kenapa?" tanya Lili. Ia langsung mengambil tangan Daffin yang agak biru karena perbuatannya sendiri."Kamu, tunggu di rumah sendiri berani? Tapi ingat, jangan keluar dari rumah ini," ucap Daffin. Ia langsung melangkah pergi tapi tangannya di tarik oleh Lili."Izinkan aku ikut," pinta Lili. Daffin menatap mata Lili, ia langsung menggenggam tangan Lili dan berjalan kembali.Mer
Daffin memberikan obat kepada Lili, karena hari ini ia belum meminum obatnya. Lili langsung minum, dan setelahnya ia tampak mengantuk."Tidurlah, jika sudah sampai rumah aku akan bangunkan," ucap Daffin.Lili memejamkan matanya, kepala disenderkan di jok mobil. Daffin tersenyum melihat Lili yang sedang tertidur, wajahnya sangat polos tapi tetap cantik. Mobil terus melaju membelah jalanan dengan cuaca yang sangat panas.Dalam perjalanan, Daffin berpikir. Untuk apa makam mamahnya mau dibongkar padahal mamahnya sudah meninggal satu tahun lalu. Ia mengingat moment ketika mamahnya meninggal, pembunuhan yang telah direncanakan. Papa angkat Daffin memanggil dia untuk pulang ke Indonesia karena keadaan mamahnya yang kritis. Di saat detik-detik itu, Daffin baru tahu bahwa mamahnya telah sehat dan mengingat dirinya.'Daffin, anak mamah. Maafkan mama, tapi mamah sangat sayang kamu.' Kalimat terakhir yang Daffin dengar dari mulut mamanya sebelum meninggal.Daffin kecil selalu memeluk mamahnya, se
Bunyi bel berbunyi, Daffin sudah tahu siap yang datang. Ia langsung bergegas membuka pintunya."Lili mana Fin?" tanya Gilang.Ia menatap sekeliling rumah Daffin tapi tak melihat keberadaan Lili. Daffin langsung menempeleng kepala Gilang."Ngapain lu tanya istri gua?" tanya Daffin.Ia menjadi kesal dengan sahabatnya, datang langsung menanyakan Lili. Paras Lili cantik pasti banyak pria yang menyukai dirinya. Daffin sangat tidak ingin mempertemukan Lili dengan pria lain sebelum ia menikahi Lili secara sah. Jika belum diikat dengan ijab kabul maka akan terjadi apapun kedepannya, yang paling pahit gagal menikah."Dih istri, belum sah wei yang di Desa Lembah," ucap Gilang.Daffin mendesah kasar, ia takut jika Lili bertemu kembali dengan Diki, cintanya akan tumbuh lagi, ditambah Silvia yang mengirim DM di instagramnya tentang Diki yang tidak mencintainya dan sering dipukul. Ia takut, gadis tak warasnya akan diambil oleh Diki, jatuh ke dalam pelukannya.Setiap hari Daffin berperang dengan per
Lili menutup wajahnya di kamar, ia tidak menyangka bisa mencium Daffin dalam keadaan sadar. Awal pertama kali mereka bertemu, Lili tidak merasakan apapun karena otaknya masih tak sadar apa yang ia lakukan.Tapi kini, jantungnya berdetak dengan kencang. Demi apa ia takkan jatuh cinta dengan dokter psikiaternya. Pesona Daffin yang begitu memukau di mata Lili, sebelumnya ia tidak menyangka Daffin mengatakan rasa cinta kepadanya.Sebelumnya memang Lili sangat takut akan jatuh cinta kembali, takut disakiti dan ditinggal begitu saja. Tapi Daffin selalu membisikkan kalimat dan janji manis untuk dirinya."Aku sudah waras atau belum sih? Kok jantung aku gini amat," ucap monolog Lili.Ia memegang dadanya yang masih terasa debaran jantung. Daffin menceritakan ketika Lili memaksa dia untuk malam pertama karena ketika itu dia merasa Daffin adalah Diki. Ia merasa malu ketika mengingat cerita dari Daffin tersebut.Lili tersenyum sendiri di dalam kamar. Ini bukan karena jiwanya kembali labil. Tapi di
Diki mencari tahu, dimana rumah sakit jiwa tempat Lili di rawat. Sejak enam bulan lalu ia sudah mencari Lili di setiap rumah sakit jiwa, tapi dia tidak pernah menemui pasien bernama Lili Maheswari Giani di setiap rumah sakit jika yang ia datangi.Pikirannya akhir-akhir ini selalu terbayang wajah Lili. Demi apa dia meninggalkan Lili? Gadis desa yang berparas cantik nan anggun dilepas detik-detik ijab kabul. Bagaimana bisa melupakan paras ayu kembang Desa Lembah. Sekali masuk ke Desa Lembah maka akan terperosok ke Lembah cinta.Bahkan Diki harus meminum alkohol dahulu untuk menyentuh Silvia. Karena imajinasinya seperti nyata ia menyentuh Lili padahal kenyataanya bukan.Silvia hanya menangis pilu setelah Diki menyentuhnya dan selalu menyebut nama Lili bukan nama dirinya. Rasa benci Silvia sudah berakar kepada Lili, padahal seharusnya Lili lah yang membenci Silvia karena sudah merenggut kebahagiaannya sejak ia dilahirkan.Kring KringBunyi gawai Diki berdering dengan kencang, mengganggu
Daffin mengajak Lili untuk mengunjungi ayah angkatnya. Ia akan memperkenalkan Lili sebagai calon istri. Keduanya telah sepakat akan menikah di kantor KUA, dan tidak mengundang siapapun kecuali Gilang dan keluarga dari sahabat Daffin.Ia sudah memprediksikan, jika ia melakukan resepsi maka Dika akan mengendus keberadaannya. Ia tidak mau bertemu dengan Diki, sebelum Lili sah menjadi istrinya. Ada perasaan takut, jika Lili akan berpaling darinya.Daffin menggenggam erat tangan Lili, jantungnya sudah tidak karuan karena menyentuh kulit tangan Lili. Senyumnya tak henti-hentinya surut. Seorang yang jatuh cinta memang seperti orang tak waras, senyum sendiri, malu-malu sendiri, padahal hanya membayangkan orang yang dicintai. Seperti itulah Daffin saat ini, jadi kebalikan Daffin yang tidak waras sekarang."Mas, kamu yakin mau menikahi aku? Aku ini pasien kamu loh... gadis tak waras." Daffin langsung menoleh, Lili sering bertanya kepada dirinya setelah ia menjawab yes atas lamaran Daffin. Ingin
Punggung Daffin membelakangi Diki yang sedang berjalan. Ia menutupi tubuh Lili di dalam pelukannya. Lili mendengar suara detak jantung ketika kepalanya bersandar ke dada Daffin."Orang gila berpelukan juga ternyata," gumam Diki ketika melewati tubuh Daffin.Daffin hanya memeluk Lili sangat erat, ia tidak mau dirinya dan juga Lili dikenali olehnya. Diki sudah menjauh, masuk ke sebuah ruangan. Ia melihat ke arah bawah tepat Lili sedang mendongakkan wajahnya ke atas.DegJantung Daffin semakin berdetak dengan kencang. Angin dari arah barat berhembus, membuat poni Lili bergoyang. Wajah Lili sangat ayu, Daffin sampai tak bisa bernafas menahan gejolak yang ada."Mas, lebih baik kita cepat tinggalkan rumah sakit ini," pinta Lili.Daffin tersadar karena ia sempat sangat terpesona dengan kecantikan Lili. Ia menggenggam tangan Lili dan berjalan meninggalkan rumah sakit itu.Lili menarik nafasnya sangat lega, setelah berada di dalam mobil. Ia sempat takut, jika emosinya tidak terkontrol dan akhi
"Kak Silvia bangun Kak." Lili berteriak memanggil kakak sepupunya tapi dia sudah tidak sadarkan diri.Diki langsung diringkus oleh pihak kepolisian, tangannya langsung diborgol. Ia melihat ke arah Daffin dengan tatapan yang tajam, tapi Daffin tidak perduli. Ia langsung menghampiri Lili yang masih memeluk kakak sepupunya."Tomi, telepon ambulans sekarang," perintah Daffin.Tubuh Silvia langsung dibawa ke rumah sakit, pisau masih menancap di punggungnya. Lili sangat syok melihat Silvia yang mengorbankan nyawanya demi dia. Ia terus menangis di dalam mobil ambulans, berharap kakak sepupunya bisa terselamatkan dan janinnya tidak mengalami hal apapun."Tenang Sayang Silvia pasti akan selamatkan." Lili yang sangat terguncang, tangisannya tidak berhenti sejak Silvia tertusuk.Dalam keadaan tengkurap Silvia berada di atas brankar. Sesampainya di rumah sakit, ia langsung dilarikan ke ruangan IGD dan diperiksa. Di sana dokter langsung memutuskan untuk segera operasi. Lili juga menjelaskan bahwa
Ketika aku membuka mata, tampak asing di penglihatanku. Di mana aku berada? Kepalaku agak pusing, aku berharap semoga kandunganku baik-baik saja, karena aku mengingat betul ketika aku dibius dan diculik, tapi entahlah siapa orang yang menculikku.Berharap agar Mas Daffin langsung menemukanku. Ya Allah tolong aku dan janinku ini agar kami tetap sehat. Tanganku diikat dan kakiku juga diikat, aku tidak bisa bergerak sedikit pun hanya mata ini yang bisa menatap ke kiri dan ke kanan. Melihat sekitar tempat yang aku tidak kenal. Tubuhku di atas ranjang big size.Terdengar suara langkah kaki mendekat ke ruangan ini. Aku menatap pintu dari ruangan itu, berharap Mas Daffin lah yang membuka pintu itu, tapi setelah pintu terbuka, pupus harapanku. Ternyata bajing*n itu yang menculik aku, Diki."Lepaskan aku, mau apa kamu menculikku?" tanyaku dengan setengah berteriak."Kamu bertanya mau apa aku? Jawaban itu seharusnya kamu tahu, aku ingin kamu." Diki mendekatiku, ia duduk di samping ranjang dan m
Daffin dan Lili bergandeng tangan keluar dari gedung acara tersebut. Mereka tidak luput dari kamera para wartawan, menanyai dan juga mengambil foto mereka. Daffin sudah merasa cukup diwawancarai dan berfoto. Ia langsung menarik tangan Lili untuk masuk ke dalam mobil. Jika menuruti kemauan wartawan, wawancara tak akan habis-habisnya."Kak Silvia pasti sudah tahu Mas, mengenai Diki. Bagaimana perasaannya? Suaminya sudah tidak mempunyai apa-apa lagi. Apakah Diki benar-benar tidak mendapatkan warisan Mas?" tanya Lili."Mereka hanya mendapatkan sebuah apartemen, karena harta Mamah itu dimiliki sebelum menikah dengan Anton, ayah tiriku," jawab Daffin."Masalahku sudah selesai dan juga hakmu juga sudah kamu dapatkan. Ada satu hal yang mengganjal di hatiku Mas," ucap Lili.Sejak kemarin Lili masih terpikir seseorang yang menghadang mobil Daffin. Bukan Diki ataupun Anton pelakunya, tetapi ini masih misterius. Lili juga menyuruh Tomi untuk menyelidiki hal itu.Setelah acara pengangkatan CEO Ru
Daffin tidak hanya dengan Lili ke acara Diki, ia juga bersama dengan kedua orang tua Gilang, karena rupanya Anton mengundang mereka.Kedua orang tua Gilang merupakan pengusaha, tapi usahanya masih di bawah Daffin maupun Diki, walaupun bisnis Daffin dibantu oleh Gilang. Ketika kedua orang tua Gilang mengalami kebangkrutan, mereka ditolong oleh mamah Daffin yang menyuntikkan dana, sehingga perusahaannya masih bisa berdiri sampai sekarang.Sabia, mamah Daffin merupakan sahabat dari ibunya Gilang. Mereka sangat dekat dan sabia tidak akan diam saja ketika perusahaan suami dari sahabatnya gulung tikar."Tante, Om, mari kita berangkat," ajak Daffin."Wow kalian tampak serasi sekali, oh iya, selamat yah karena istrimu sudah hamil. Gilang yang memberitahu kepada Tante. Andaikan mamahmu masih hidup, dia pasti akan senang sekali dengar berita gembira ini," ucap Indah ibu dari Gilang."Terima kasih Tante, doakan semoga istri dan calon buah hati aku sehat sampai melahirkan ya. Mamah pasti tahu, ia
"Sayang, aku minta maaf. Itu kan karena obat laknat itu, jika aku sadar seratus persen nggak bakalan aku sentuh Silvia. Istri aku lebih cantik kok."Lili merajuk, ia marah besar setelah melihat video itu. Bahkan di sentuh tangannya oleh Daffin, ia langsung melepaskannya. Daffin yang sudah sangat mencintai Lili ketar ketir dibuatnya. Ketika ia menjadi CEO sikapnya sangat dingin kepada karyawan, apalagi dengan karyawan wanita. Menjadi dokter psikiater sangat karismatik di depan para pasiennya. Tapi di depan Lili, jika istrinya itu marah. Ia berubah seperti ayam kehilangan induknya."Waktu obat itu mulai bekerja, Mas masih setengah sadar kan? Kenapa nggak pakai setengah kesadaran Mas untuk menolaknya dan ini malah menikmatinya. Sudah ah, Mas jangan sentuh aku dulu. Lagi pula aku masih sakit, nggak nikmat disentuh seperti Mas dicumbui oleh Kak Silvia, menyebalkan."Lili langsung ke kamar dan menutup pintu dengan sangat kasar. Ia mengunci kamar tersebut, Daffin mengacak-acak rambutnya kar
Lili membuka mata, ia terkejut berada di atas brankar rumah sakit. Daffin duduk di samping ranjang, ia mengerutkan dahinya. Kenapa posisinya jadi terbalik? Ia yang di atas brankar rumah sakit sedangkan suaminya sedang menggenggam tangannya dan duduk di pinggir ranjang."Mas, kok aku ada di sini?" tanya Lili. Ia bingung dengan Daffin yang membelai rambutnya."Kamu pingsan Sayang, ketika aku bangun kamu berada di sofa. Aku dekati kamu dan membangunkan, tapi kamu tidak bangun. Aku baru tahu bahwa kamu sedang pingsan. Panik banget, lalu aku panggil dokter," jawab Daffin.Lili memang terasa sangat pusing karena benturan mobil cukup keras, sehingga kepalanya terasa sakit. Dia baru merasakan ketika berada di rumah sakit, saat melakukan hal gila itu, mengendarai mobil dengan menabrakkan mobilnya ke mobil penjahat, ia tidak merasakan apapun karena hatinya sedang diselimuti kegelisan dan hanya berpikir bagaimana menyelamatkan suaminya yang sedang dipukuli oleh orang yang tidak dikenal."Lalu k
Daffin keluar dari dalam mobil, ia berhadapan dengan lima pria yang bertubuh besar. Ia tidak takut dengan para pria itu. Daffin menggulung lengan panjangnya, ia mulai memasang kuda-kuda di kakinya. Ia bersiap dengan penyerangan kelima pria itu.Matanya melihat sangat tajam, ia harus fokus karena ini perkelahian satu lawan lima. Ia harus bertahan sampai Tomi datang yang membawa pengawal lainnya. Daffin juga tidak mau jika Lili terjadi apa-apa.Dua pria itu lari ke arah Daffin, ia mulai menendang dada Daffin, tapi berhasil ia tangkap dan dipelintir kaki pria itu. Satu pria yang lainya ingin meninju wajah Daffin, namun berhasil dibaca. Ditangkap kepalan tangan pria itu, ditarik lalu Daffin menendang bagian bawah ketiak pria itu. Dua pria terjatuh, Daffin melihat dengan menelisik sangat tajam. Satu pria maju, ia berlari lalu meloncat ingin memukul kepala Daffin, tapi ia berhasil menghindar sayang dari arah samping ada satu pria yang menendang Daffin.BUKTubuh Daffin terpental, tidak dis
Daffin terlihat bingung, ketika baru sampai rumah. Ia melihat Lili yang memakai kemejanya yang berukuran besar, bagian bawahnya ia ikat terlihat masih modis.Baju yang Daffin berikan sangat banyak. Tapi Lili malah memakai kemejanya. Ia ingin mendekati Lili tapi istrinya langsung menghindar. Daffin kecewa dengan sikap istrinya, karena masih marah akibat video yang Silvia sebar. Tapi ia melihat di meja makan sudah banyak menu, Lili juga terlihat sudah mandi. Tampaknya ia memasak sebelum membersihkan diri."Makan Mas," ucap Lili.Daffin duduk, ia pikir Lili akan duduk juga. Tapi ternyata ia salah, istrinya malah masuk ke kamar, dengan agak berlari Daffin mengejar Lili dan mengganjal pintu dengan kakinya agar tidak bisa tertutup. Ia langsung menarik tangan Lili dan memeluknya. Tapi Lili langsung menutup hidungnya dengan tangan."Kenapa kamu menutup hidung?" tanya Daffin agak kesal."Bau Mas, mandi dulu sana. Habis kemana sih, badanmu jadi bau seperti ini," ucap Lili dengan hidung yang ma
"Sayang, aku minta maaf. Itu kan karena obat laknat itu, jika aku sadar seratus persen nggak bakalan aku sentuh Silvia. Istri aku lebih cantik kok."Lili merajuk, ia marah besar setelah melihat video itu. Bahkan di sentuh tangannya oleh Daffin, ia langsung melepaskannya. Daffin yang sudah sangat mencintai Lili ketar ketir dibuatnya. Ketika ia menjadi CEO sikapnya sangat dingin kepada karyawan, apalagi dengan karyawan wanita. Menjadi dokter psikiater sangat karismatik di depan para pasiennya. Tapi di depan Lili, jika istrinya itu marah. Ia berubah seperti ayam kehilangan induknya."Waktu obat itu mulai bekerja, Mas masih setengah sadar kan? Kenapa nggak pakai setengah kesadaran Mas untuk menolaknya dan ini malah menikmatinya. Sudah ah, Mas jangan sentuh aku dulu. Lagi pula aku masih sakit, nggak nikmat disentuh seperti Mas dicumbui oleh Kak Silvia, menyebalkan."Lili langsung ke kamar dan menutup pintu dengan sangat kasar. Ia mengunci kamar tersebut, Daffin mengacak-acak rambutnya kar