Diki mencari tahu, dimana rumah sakit jiwa tempat Lili di rawat. Sejak enam bulan lalu ia sudah mencari Lili di setiap rumah sakit jiwa, tapi dia tidak pernah menemui pasien bernama Lili Maheswari Giani di setiap rumah sakit jika yang ia datangi.Pikirannya akhir-akhir ini selalu terbayang wajah Lili. Demi apa dia meninggalkan Lili? Gadis desa yang berparas cantik nan anggun dilepas detik-detik ijab kabul. Bagaimana bisa melupakan paras ayu kembang Desa Lembah. Sekali masuk ke Desa Lembah maka akan terperosok ke Lembah cinta.Bahkan Diki harus meminum alkohol dahulu untuk menyentuh Silvia. Karena imajinasinya seperti nyata ia menyentuh Lili padahal kenyataanya bukan.Silvia hanya menangis pilu setelah Diki menyentuhnya dan selalu menyebut nama Lili bukan nama dirinya. Rasa benci Silvia sudah berakar kepada Lili, padahal seharusnya Lili lah yang membenci Silvia karena sudah merenggut kebahagiaannya sejak ia dilahirkan.Kring KringBunyi gawai Diki berdering dengan kencang, mengganggu
Daffin mengajak Lili untuk mengunjungi ayah angkatnya. Ia akan memperkenalkan Lili sebagai calon istri. Keduanya telah sepakat akan menikah di kantor KUA, dan tidak mengundang siapapun kecuali Gilang dan keluarga dari sahabat Daffin.Ia sudah memprediksikan, jika ia melakukan resepsi maka Dika akan mengendus keberadaannya. Ia tidak mau bertemu dengan Diki, sebelum Lili sah menjadi istrinya. Ada perasaan takut, jika Lili akan berpaling darinya.Daffin menggenggam erat tangan Lili, jantungnya sudah tidak karuan karena menyentuh kulit tangan Lili. Senyumnya tak henti-hentinya surut. Seorang yang jatuh cinta memang seperti orang tak waras, senyum sendiri, malu-malu sendiri, padahal hanya membayangkan orang yang dicintai. Seperti itulah Daffin saat ini, jadi kebalikan Daffin yang tidak waras sekarang."Mas, kamu yakin mau menikahi aku? Aku ini pasien kamu loh... gadis tak waras." Daffin langsung menoleh, Lili sering bertanya kepada dirinya setelah ia menjawab yes atas lamaran Daffin. Ingin
Punggung Daffin membelakangi Diki yang sedang berjalan. Ia menutupi tubuh Lili di dalam pelukannya. Lili mendengar suara detak jantung ketika kepalanya bersandar ke dada Daffin."Orang gila berpelukan juga ternyata," gumam Diki ketika melewati tubuh Daffin.Daffin hanya memeluk Lili sangat erat, ia tidak mau dirinya dan juga Lili dikenali olehnya. Diki sudah menjauh, masuk ke sebuah ruangan. Ia melihat ke arah bawah tepat Lili sedang mendongakkan wajahnya ke atas.DegJantung Daffin semakin berdetak dengan kencang. Angin dari arah barat berhembus, membuat poni Lili bergoyang. Wajah Lili sangat ayu, Daffin sampai tak bisa bernafas menahan gejolak yang ada."Mas, lebih baik kita cepat tinggalkan rumah sakit ini," pinta Lili.Daffin tersadar karena ia sempat sangat terpesona dengan kecantikan Lili. Ia menggenggam tangan Lili dan berjalan meninggalkan rumah sakit itu.Lili menarik nafasnya sangat lega, setelah berada di dalam mobil. Ia sempat takut, jika emosinya tidak terkontrol dan akhi
Daffin memastikan kepada sang ayah, agar ia tidak bertemu dengan Diki di rumah sakit jiwa. Ayah angkat Daffin, Hermawan, menceritakan bahwa Diki membawa sang ayah yang berhalusinasi tentang mendiang istrinya. Daffin terdiam, ia tahu siapa penyebabnya, yaitu dirinya. Di kota itu hanya ada satu rumah sakit jiwa milik ayah angkat Daffin, itulah sebabnya Diki kemarin mengunjungi rumah sakit jiwa itu. Hermawan akan memastikan, Daffin tidak akan bertemu dengan Diki hari ini.Diki memang tidak tahu bahwa Hermawan adalah ayah angkat dari Daffin. Ia memang menyembunyikan identitas Daffin sejak lama, yang membiayai sekolah sampai menjadi dokter psikiater adalah Hermawan.Kini Lili sedang di make up, dirinya memakai balutan kebaya putih, rambutnya disanggul, memakai bunga kembang melati sebagai asesoris di kepalanya. Sungguh cantik paras Lili saat ini. Daffin pun sudah siap memakai baju yang senada dengan Lili, berbalut busana pengantin dengan peci putih yang ada di kepalanya. Ia memandang pantu
Lili langsung mendorong dada Daffin, kemarahannya sekarang bertambah. Bukannya menjelaskan kepadanya, malah ia mencium Lili secara paksa."Mas, apa-apaan kamu?" teriak Lili."Kenapa memangnya? Kamu istriku? Tidak boleh untuk menciummu. Silvia masa laluku, kamu masa depanku," ucap Daffin.Bukan ini yang Lili inginkan, Daffin tidak menjelaskan kenapa Silvia masih menghubunginya dan kenapa tidak menghapusnya. Lili terus teringat apa yang ia baca yaitu Silvia ingin Daffin kembali ke pelukannya."Tidak, Mas masih mencintai Silvia. Memangnya aku kurang apa Mas? Oh iya aku tahu, aku gadis bekas yang tak utuh, gadis tak waras." Lili tersenyum getir.Malam pertama bukan saling menghangatkan tapi ini malah saling menyakiti satu sama lain. Lili menangis, rasa takutnya mendominasi lagi, bayang-bayang jika Silvia akan merebut lelakinya menjadi ancaman yang besar baginya.Daffin mendekat, ia ingin memeluk Lili tapi istrinya itu malah menghindar. Ia mundur, benar-benar tak ingin disentuh oleh Daffin
Lili tertidur dengan air mata, perasaan tidak bagus, kecewa itu yang ia rasa. Merasa tidak diinginkan oleh suaminya, merupakan hantaman yang keras untuk Lili.Setelah memeriksa Lili benar-benar tertidur pulas, Daffin baru memberanikan untuk memeluk Lili. Demi apapun ia akan bertahan dalam keadaan seperti ini karena satu alasan yaitu C.I.N.T.A. Ia ikut memejamkan mata, bertualang ke alam mimpi masing-masing.Daffin terbangun karena suara komat dari masjid, ia melihat di sekitar ruangan kamar, tapi Lili tak terlihat keberadaannya. Jantungnya mulai berdebar, takut jika Lili pergi diam-diam ketika ia tertidur.Ia takut Lili marah akan kejadian yang lalu, semalam perasaan Lili sangat sensitif. Daffin beranjak mencari Lili, ia membuka kamar mandi tetapi tidak ada. Panik? Iya, dia sangat panik. Karena ia sudah begitu mencintai Lili. Dua tahun dengan sikap yang dingin di Amerika setiap dengan wanita yang mendekatinya. Daffin berpikir, mereka hanya melihat dirinya sebagai pemilik perusahaan Do
Lidah Lili kelu, menatap Silvia yang ada di depannya. Ingatannya kembali memutar ketika dua tahun yang lalu, saat Diki sudah duduk bersama dengannya, siap mengucapkan ijab kabul, tapi ia langsung berdiri dan menarik tangan Silvia kemudian Lili di paksa untuk berdiri dan digantingan Silvia. Diki mengucap ijab kabul atas nama Silvia buka Lili.Daffin sadar, jika ini dibiarkan maka emosi Lili akan meledak. Ia langsung memeluk Lili, dadanya menutupi wajah istrinya agar tidak menatap Silvia."Kamu istri aku, jangan berpikir yang tidak-tidak tentang aku dan Silvia. I love you," bisik Daffin.Daffin mengecup pucuk kepala Lili, ia akan menjaga emosi istrinya dengan cara tidak membuat ia marah dengan masa lalunya."Daffin jadi kamu... pria kota yang menikahi Lili di Desa Lembah? Nggak... nggak mungkin, kenapa kalian bisa bertemu, dia gadis gila, pernikahan kamu dan dia nggak sah." Silvia menatap Daffin yang sedang memeluk Lili dengan erat. Ia tidak menyangka bahwa yang membawa Lili dari Desa L
Daffin menatap mata Lili, seakan ia tak percaya akan kalimat yang istrinya ucapkan. Rasa senang pasti di dalam hati Daffin, demi apa coba? Ia membelai lembut pipi Lili yang putih."Kenapa Mas Daffin seolah-olah tidak percaya? Nggak mau menyentuhku?" Lili langsung menepis tangan Daffin yang menyentuh pipinya.Wajah Lili langsung menoleh, menatap jendela mobil, ia tidak mau menatap Daffin. Malu rasanya menyerahkan dirinya tapi suaminya tidak menginginkan.Daffin tak membalas ucapan dari Lili, ia langsung menjalankan mobilnya kembali. Tidak ada pembicaraan selama perjalanan, Lili tampak kesal karena Daffin tidak mengarahkan mobilnya ke rumah.Ah, ini suamiku bagaimana sih, batin Lili.Daffin memberhentikan mobilnya, mata Lili membulat karena suaminya mengajak dia ke hotel."Mas, ini..." ucap Lili terhenti karena Daffin sudah turun dari mobil. Ia membukakan pintu mobil untuk Lili dan langsung menggandeng tangannya.Tidak ada pemberontakan dari Lili, ia hanya mengikuti langkah Daffin. Tang
"Kak Silvia bangun Kak." Lili berteriak memanggil kakak sepupunya tapi dia sudah tidak sadarkan diri.Diki langsung diringkus oleh pihak kepolisian, tangannya langsung diborgol. Ia melihat ke arah Daffin dengan tatapan yang tajam, tapi Daffin tidak perduli. Ia langsung menghampiri Lili yang masih memeluk kakak sepupunya."Tomi, telepon ambulans sekarang," perintah Daffin.Tubuh Silvia langsung dibawa ke rumah sakit, pisau masih menancap di punggungnya. Lili sangat syok melihat Silvia yang mengorbankan nyawanya demi dia. Ia terus menangis di dalam mobil ambulans, berharap kakak sepupunya bisa terselamatkan dan janinnya tidak mengalami hal apapun."Tenang Sayang Silvia pasti akan selamatkan." Lili yang sangat terguncang, tangisannya tidak berhenti sejak Silvia tertusuk.Dalam keadaan tengkurap Silvia berada di atas brankar. Sesampainya di rumah sakit, ia langsung dilarikan ke ruangan IGD dan diperiksa. Di sana dokter langsung memutuskan untuk segera operasi. Lili juga menjelaskan bahwa
Ketika aku membuka mata, tampak asing di penglihatanku. Di mana aku berada? Kepalaku agak pusing, aku berharap semoga kandunganku baik-baik saja, karena aku mengingat betul ketika aku dibius dan diculik, tapi entahlah siapa orang yang menculikku.Berharap agar Mas Daffin langsung menemukanku. Ya Allah tolong aku dan janinku ini agar kami tetap sehat. Tanganku diikat dan kakiku juga diikat, aku tidak bisa bergerak sedikit pun hanya mata ini yang bisa menatap ke kiri dan ke kanan. Melihat sekitar tempat yang aku tidak kenal. Tubuhku di atas ranjang big size.Terdengar suara langkah kaki mendekat ke ruangan ini. Aku menatap pintu dari ruangan itu, berharap Mas Daffin lah yang membuka pintu itu, tapi setelah pintu terbuka, pupus harapanku. Ternyata bajing*n itu yang menculik aku, Diki."Lepaskan aku, mau apa kamu menculikku?" tanyaku dengan setengah berteriak."Kamu bertanya mau apa aku? Jawaban itu seharusnya kamu tahu, aku ingin kamu." Diki mendekatiku, ia duduk di samping ranjang dan m
Daffin dan Lili bergandeng tangan keluar dari gedung acara tersebut. Mereka tidak luput dari kamera para wartawan, menanyai dan juga mengambil foto mereka. Daffin sudah merasa cukup diwawancarai dan berfoto. Ia langsung menarik tangan Lili untuk masuk ke dalam mobil. Jika menuruti kemauan wartawan, wawancara tak akan habis-habisnya."Kak Silvia pasti sudah tahu Mas, mengenai Diki. Bagaimana perasaannya? Suaminya sudah tidak mempunyai apa-apa lagi. Apakah Diki benar-benar tidak mendapatkan warisan Mas?" tanya Lili."Mereka hanya mendapatkan sebuah apartemen, karena harta Mamah itu dimiliki sebelum menikah dengan Anton, ayah tiriku," jawab Daffin."Masalahku sudah selesai dan juga hakmu juga sudah kamu dapatkan. Ada satu hal yang mengganjal di hatiku Mas," ucap Lili.Sejak kemarin Lili masih terpikir seseorang yang menghadang mobil Daffin. Bukan Diki ataupun Anton pelakunya, tetapi ini masih misterius. Lili juga menyuruh Tomi untuk menyelidiki hal itu.Setelah acara pengangkatan CEO Ru
Daffin tidak hanya dengan Lili ke acara Diki, ia juga bersama dengan kedua orang tua Gilang, karena rupanya Anton mengundang mereka.Kedua orang tua Gilang merupakan pengusaha, tapi usahanya masih di bawah Daffin maupun Diki, walaupun bisnis Daffin dibantu oleh Gilang. Ketika kedua orang tua Gilang mengalami kebangkrutan, mereka ditolong oleh mamah Daffin yang menyuntikkan dana, sehingga perusahaannya masih bisa berdiri sampai sekarang.Sabia, mamah Daffin merupakan sahabat dari ibunya Gilang. Mereka sangat dekat dan sabia tidak akan diam saja ketika perusahaan suami dari sahabatnya gulung tikar."Tante, Om, mari kita berangkat," ajak Daffin."Wow kalian tampak serasi sekali, oh iya, selamat yah karena istrimu sudah hamil. Gilang yang memberitahu kepada Tante. Andaikan mamahmu masih hidup, dia pasti akan senang sekali dengar berita gembira ini," ucap Indah ibu dari Gilang."Terima kasih Tante, doakan semoga istri dan calon buah hati aku sehat sampai melahirkan ya. Mamah pasti tahu, ia
"Sayang, aku minta maaf. Itu kan karena obat laknat itu, jika aku sadar seratus persen nggak bakalan aku sentuh Silvia. Istri aku lebih cantik kok."Lili merajuk, ia marah besar setelah melihat video itu. Bahkan di sentuh tangannya oleh Daffin, ia langsung melepaskannya. Daffin yang sudah sangat mencintai Lili ketar ketir dibuatnya. Ketika ia menjadi CEO sikapnya sangat dingin kepada karyawan, apalagi dengan karyawan wanita. Menjadi dokter psikiater sangat karismatik di depan para pasiennya. Tapi di depan Lili, jika istrinya itu marah. Ia berubah seperti ayam kehilangan induknya."Waktu obat itu mulai bekerja, Mas masih setengah sadar kan? Kenapa nggak pakai setengah kesadaran Mas untuk menolaknya dan ini malah menikmatinya. Sudah ah, Mas jangan sentuh aku dulu. Lagi pula aku masih sakit, nggak nikmat disentuh seperti Mas dicumbui oleh Kak Silvia, menyebalkan."Lili langsung ke kamar dan menutup pintu dengan sangat kasar. Ia mengunci kamar tersebut, Daffin mengacak-acak rambutnya kar
Lili membuka mata, ia terkejut berada di atas brankar rumah sakit. Daffin duduk di samping ranjang, ia mengerutkan dahinya. Kenapa posisinya jadi terbalik? Ia yang di atas brankar rumah sakit sedangkan suaminya sedang menggenggam tangannya dan duduk di pinggir ranjang."Mas, kok aku ada di sini?" tanya Lili. Ia bingung dengan Daffin yang membelai rambutnya."Kamu pingsan Sayang, ketika aku bangun kamu berada di sofa. Aku dekati kamu dan membangunkan, tapi kamu tidak bangun. Aku baru tahu bahwa kamu sedang pingsan. Panik banget, lalu aku panggil dokter," jawab Daffin.Lili memang terasa sangat pusing karena benturan mobil cukup keras, sehingga kepalanya terasa sakit. Dia baru merasakan ketika berada di rumah sakit, saat melakukan hal gila itu, mengendarai mobil dengan menabrakkan mobilnya ke mobil penjahat, ia tidak merasakan apapun karena hatinya sedang diselimuti kegelisan dan hanya berpikir bagaimana menyelamatkan suaminya yang sedang dipukuli oleh orang yang tidak dikenal."Lalu k
Daffin keluar dari dalam mobil, ia berhadapan dengan lima pria yang bertubuh besar. Ia tidak takut dengan para pria itu. Daffin menggulung lengan panjangnya, ia mulai memasang kuda-kuda di kakinya. Ia bersiap dengan penyerangan kelima pria itu.Matanya melihat sangat tajam, ia harus fokus karena ini perkelahian satu lawan lima. Ia harus bertahan sampai Tomi datang yang membawa pengawal lainnya. Daffin juga tidak mau jika Lili terjadi apa-apa.Dua pria itu lari ke arah Daffin, ia mulai menendang dada Daffin, tapi berhasil ia tangkap dan dipelintir kaki pria itu. Satu pria yang lainya ingin meninju wajah Daffin, namun berhasil dibaca. Ditangkap kepalan tangan pria itu, ditarik lalu Daffin menendang bagian bawah ketiak pria itu. Dua pria terjatuh, Daffin melihat dengan menelisik sangat tajam. Satu pria maju, ia berlari lalu meloncat ingin memukul kepala Daffin, tapi ia berhasil menghindar sayang dari arah samping ada satu pria yang menendang Daffin.BUKTubuh Daffin terpental, tidak dis
Daffin terlihat bingung, ketika baru sampai rumah. Ia melihat Lili yang memakai kemejanya yang berukuran besar, bagian bawahnya ia ikat terlihat masih modis.Baju yang Daffin berikan sangat banyak. Tapi Lili malah memakai kemejanya. Ia ingin mendekati Lili tapi istrinya langsung menghindar. Daffin kecewa dengan sikap istrinya, karena masih marah akibat video yang Silvia sebar. Tapi ia melihat di meja makan sudah banyak menu, Lili juga terlihat sudah mandi. Tampaknya ia memasak sebelum membersihkan diri."Makan Mas," ucap Lili.Daffin duduk, ia pikir Lili akan duduk juga. Tapi ternyata ia salah, istrinya malah masuk ke kamar, dengan agak berlari Daffin mengejar Lili dan mengganjal pintu dengan kakinya agar tidak bisa tertutup. Ia langsung menarik tangan Lili dan memeluknya. Tapi Lili langsung menutup hidungnya dengan tangan."Kenapa kamu menutup hidung?" tanya Daffin agak kesal."Bau Mas, mandi dulu sana. Habis kemana sih, badanmu jadi bau seperti ini," ucap Lili dengan hidung yang ma
"Sayang, aku minta maaf. Itu kan karena obat laknat itu, jika aku sadar seratus persen nggak bakalan aku sentuh Silvia. Istri aku lebih cantik kok."Lili merajuk, ia marah besar setelah melihat video itu. Bahkan di sentuh tangannya oleh Daffin, ia langsung melepaskannya. Daffin yang sudah sangat mencintai Lili ketar ketir dibuatnya. Ketika ia menjadi CEO sikapnya sangat dingin kepada karyawan, apalagi dengan karyawan wanita. Menjadi dokter psikiater sangat karismatik di depan para pasiennya. Tapi di depan Lili, jika istrinya itu marah. Ia berubah seperti ayam kehilangan induknya."Waktu obat itu mulai bekerja, Mas masih setengah sadar kan? Kenapa nggak pakai setengah kesadaran Mas untuk menolaknya dan ini malah menikmatinya. Sudah ah, Mas jangan sentuh aku dulu. Lagi pula aku masih sakit, nggak nikmat disentuh seperti Mas dicumbui oleh Kak Silvia, menyebalkan."Lili langsung ke kamar dan menutup pintu dengan sangat kasar. Ia mengunci kamar tersebut, Daffin mengacak-acak rambutnya kar