"K-kau ...?" Lidah Dara mendadak kelu. Apa Melisha tahu kalau dia pernah menjalin hubungan dengan ayah kandung Keynan.
Melisha mengambil ponselnya dari tas lantas menunjukkan sebuah foto yang ada di galery-nya pada Dara.
"Apa kau tahu dua orang dalam foto ini?"
Wajah Dara berubah semakin pucat melihat fotonya dan Tama ketika mereka sedang bertengkar hebat di pusat perbelanjaan beberapa minggu yang lalu.
Dari mana Melisha mendapatkan foto tersebut? Apa mungkin Melisha ada di sana saat dia bertengkar dengan Tama?
"Ini fotomu dan om Tama, kan?"
Dara terdiam karena orang yang berada di dalam foto tersebut memang dirinya dan Tama.
Melisha menyeringai senang karena berhasil membuat Dara mati kutu. "Bagaimana bisa kau mengencani Keynan setelah putus dengan ayahnya? Kau benar-benar tidak tahu malu, Dara."
"Jangan bicara sembarangan kalau kau tidak mengerti apa-apa, Melisha," desis Dara terdengar penuh peringatan.
Harga dirinya s
"Shasa apa yang terjadi? Kenapa mereka semua menatapku seperti itu?"Shasa cepat-cepat merogoh ponselnya yang berada di dalam saku celana. Lalu membuka situs web yang berisi informasi atau berita tentang kampus mereka."Ada seorang anonim yang mengunggah fotomu dan Tama di base akun kampus kita."Dara pun melihat ponsel milik Shasa. Gadis itu merasa sangat terkejut ketika melihat postingan tersebut hingga tanpa sadar menjatuhkan kota makan yang dibawanya.'Andara diam-diam berkencan dengan pria beristri untuk mendapatkan uang'Berbagai komentar seketika memenuhi postingan tersebut. Mereka menghina Dara dengan kata-kata yang sangat kasar dan pedas. Mereka bahkan menyebutnya pelacur karena menjual tubuh demi mendapatkan uang.Namun, beberapa dari mereka ada juga yang berkomentar tidak sopan hingga membuat siapa pun yang membacanya
Dara merasa agak enak badan karena dia semalam tidak bisa tidur. Wajahnya pun terlihat sedikit pucat. Namun, Dara memaksakan diri untuk bangun karena jam tujuh nanti dia harus pergi ke Sand Box University untuk memenuhi undangan dari para petinggi kampus.Entah kenapa Dara memiliki firasat buruk akan dikeluarkan dari kampus karena rumor tentang dirinya yang menjalin hubungan dengan Tama yang notabenya adalah donatur terbesar di kampusnya.Namun, dia akan meminta keringanan agar tidak sampai dikeluarkan karena ibunya ingin sekali melihatnya lulus sebagai sarjana."Ugh!" Dara membekap mulutnya, lantas cepat-cepat berlari ke kamar mandi karena perutnya terasa sangat mual.Dara tidak tahu apa mungkin ada yang salah dengan tubuhnya karena dia akhir-akhir ini sering sekali merasa lelah. Jantungnya pun sering berdebar hebat dan kedua kakinya kadang-kadang gemetar.Dara membasuh wajahnya agar terasa lebih segar lantas mematut bayang dirinya di dalam cermin
"Iya, Tuan." Dokter tersebut mantap mengangguk. "Usia kandungan Nona Dara sudah tiga minggu."Dirga menatap gadis yang sedang tidak sadarkan diri di atas brankar itu dengan pandangan terkejut sekaligus tidak percaya. Dia tidak pernah menyangka kalau sekarang ada janin yang sedang tumbuh di dalam rahim Dara.Bayi siapa itu? Apakah bayi tersebut darah daging Keynan? Atau mungkin Tama?"Saya sarankan Nona Dara untuk banyak beristirahat dan jangan terlalu banyak pikiran karena kondisi kehamilannya masih sangat lemah."Dirga tergagap mendengar pesan dokter barusan, lantas mengangguk pelan. Dia pasti akan mengikuti saran yang dokter tersebut berikan."Terima kasih banyak, Dokter."Lelaki berjas putih itu mengangguk. "Sama-sama, Tuan. Kalau begitu saya permisi karena harus memeriksa pasien lain."Dirga mengangguk lantas berjalan menghampiri Dara dan mendudukkan diri di kursi kosong yang berada tepat di samping tempat tidur gadis itu.
Keynan terenyak, jantungnya seolah-olah berhenti berdetak selama beberapa saat. Kedua matanya menatap Dara dengan pandangan tidak percaya."Hamil?" gumamnya tanpa sadar."Iya." Dara mengangguk penuh semangat. Rasanya seperti ada ribuan bunga sakura yang bermekaran di dalam dadanya. Jumlahnya begitu banyak hingga membuat dadanya terasa sesak karena rasa bahagia.Dara yakin sekali Keynan pasti akan merasa senang mendengar kabar kehamilannya. Semoga hadirnya calon buah hati mereka membuat Keynan luluh dan mau memaafkan kesalahannya.Dara pun meraih tangan Keynan, lalu membawa ke perutnya yang masih terlihat datar. "Di sini ada buah hati kita. Apa kamu bisa merasakannya?"Keynan terenyak. Wajahnya seketika berubah pucat. Darah di dalam tubuhnya seolah-olah berhenti mengalir. Dia bergeming. Kaku.Benarkah bayi yang sedang tumbuh di dalam rahim Dara adalah darah dagingnya?Tidak mungkin!Dara tersentak karena Keynan tiba-tiba menyent
"Untung saja kau datang, kalau tidak aku pasti kualahan menghadapi Pak Suseno."Dirga hanya tersenyum menanggapi ucapan sahabat sekaligus orang kepercayaannya barusan. Beberapa jam yang lalu Aksa menelepon dan menyuruhnya untuk cepat-cepat datang ke kantor karena Pak Suseno memajukan jadwal pertemuan mereka.Untung saja saat itu dia sudah mengantar Dara sampai ke apartemennya. Jika tidak, dia pasti tidak akan bisa mempresentasikan proyek terbarunya pada Pak Suseno dengan tenang."Aku tidak mempunyai jadwal lagi kan, setelah ini?" tanya Dirga sambil membaca berkas kerja sama perusahaannya dengan perushaan milik Pak Suseno dengan teliti. Sebagai seorang pengusaha muda, Dirga sangat disiplin dan terus melakukan evaluasi agar perusahaan yang didirikan oleh almarhum ayahnya semakin berkembang."Tidak ada," jawab Aksa.Dirga mengangguk lantas menutup berkas yang ada di tangannya setelah memastikan kalau tidak ada hal yang perlu dia benahi lagi."Baiklah kalau begitu. Oh, iya. Di mana ponselk
"Tidak ...." Dara terlihat gelisah di dalam tidurnya. Setitik keringat dingin pun keluar membasahi keningnya."Tolong jangan tinggalin, mommy ...." Kristal bening itu keluar begitu saja dari sepasang mata Dara yang terpejam. Isakan kecil pun sesekali lolos dari bibirnya.Dirga yang sedang tidur di sofa mengerjapkan kedua matanya perlahan karena mendengar suara Dara. Dia pun cepat-cepat beranjak menghampiri Dara yang terbaring di atas ranjang tidak jauh darinya."Jangan pergi. Tolong jangan pergi!" Kedua tangan Dara tanpa sadar mencengkeram selimut dengan erat. Keringat dingin keluar deras membasaahi tubuhnya."Dara, hey. Bangun, buka matamu!" ucap Dirga sambil menepuk kedua pipi Dara yang sedang mengigau dengan pelan. Kekhawatiran tergambar jelas di wajah tampannya.Namun, Dara tidak kunjung membuka kedua matanya. Sepertinya Dara sedang mengalami mimpi buruk. Dirga pun mencoba untuk membangunkan gadis itu lagi."Dara, bangun.""Tidak! Jangan pergi!" Dara tersentak. Jantungnya berdetak
Dara mengusap air mata yang kembali jatuh membasahi pipinya karena teringat dengan calon buah hatinya yang sudah tiada. Sedikit pun Dara tidak pernah menyangka Keynan tega membunuh buah hatinya. Padahal dia sudah berulang kali memberi tahu cowok berlesung pipi itu kalau anak ini adalah darah dagingnya.Namun, Keynan tidak mempercayai ucapannya. Cowok itu malah mengira anak yang berada di dalam kandungannya adalah darah daging ayahnya. Keynan bahkan memaksanya untuk meminum obat penggugur kandungan agar janin yang berada di dalam kandungannya lenyap.Keynan benar-benar membuat Dara kecewa.Dirga menghela napas panjang melihat Dara yang menatap jendela kaca yang ada di hadapannya dengan pandangan kosong. Akhir-akhir ini gadis itu memang sering melamun, makan pun tidak teratur.Dara mirip sekali dengan ... mayat hidup.Gadis itu memang masih bernapas. Namun, semangat hidupnya seolah-olah lenyap semenjak kehilangan calon buah hatinya.Andai saja dia waktu itu datang lebih cepat, mungkin c
"Keysha nggak mau makan, badannya juga demam," ujar Hana di seberang."Baiklah, Keynan pulang sekarang." Keynan memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku celana."Ada apa, Key? Kenapa kamu terlihat panik sekali?" tanya Brian."Keysha sakit.""Apa?" Brian begitu terkejut mendengar jawaban Keynan barusan. Pantas saja Keynan terlihat panik karena Keysha ternyata sedang sakit."Em, Bie. Maaf, sepertinya aku nggak bisa ikut—""Tidak apa-apa. Aku bisa mengatasi semuanya sendirian." Sebagai seorang sahabat Brian sangat memahami Keynan. Dia selalu menghandle pekerjaan Keynan jika Keysha sedang sakit tanpa diminta."Terima kasih banyak, Bie. Aku berutang banyak padamu."Brian mengibaskan telapak tangannya di depan wajah. "Alah, tidak usah dipikirkan, yang terpenting sekarang pikirkan kesehatan Keysha.""Kalau begitu aku pulang dulu. Sekali lagi terima kasih." Keynan menepuk pundak Brian sekilas sebelum meninggalkan kantor.Brian mengangguk. Dia terus memperhatikan Keynan sampai menghilang dar
Dara tertegun, sepasang mata caramell miliknya terpaku pada lelaki berkacama mata yang berjalan menghampirinya. Selama tiga puluh detik yang dia lakukan hanya diam sambil memandangi lelaki tersebut. Dara tidak pernah menyangka Dirga datang ke pernikahannya dan Keynan karena dia tidak mengundang lelaki itu demi menjaga perasaan suaminya. Dirga menarik napas dalam-dalam untuk mengurangi sesak yang menghimpit dadanya. Tangannya tanpa sadar menggenggam jemari wanita berkerudung merah muda yang menemaninya menghadiri resepsi pernikahan Dara dan Keynan dengan erat karena bagaimana pun juga Dara pernah mengisi ruang kosong di dalam hatinya. "Kamu baik-baik saja?" tanya Sabrina terdengar penuh perhatian. Dirga kembali menarik napas panjang lantas mengangguk samar. "Ya, aku baik-baik saja," jawabnya. Sabrina menatap Dirga dengan lekat. Sepertinya lelaki itu belum benar-benar bisa melupakan Dara dan berpura-pura terlihat tegar di depan banyak orang. "M-Mas Dirga ...?" Keynan memeluk pingga
"Kamu kan, sudah dapat kue sendiri, Ayes. Kue ini punya kakak.""Tapi Ayes masih mau kue lagi.""Kakak tidak akan memberikan kue ini padamu.""Dasar pelit!""Biarin."Kening Keynan berkerut dalam karena mendengar suara Ayes dan Keysha. Hari Minggu yang seharusnya dia gunakan untuk beristirahat sepertinya hanya akan menjadi angan-angan belaka karena Ayes dan Keysha sangat berisik. Mereka benar-benar mengganggu waktu istirahatnya.Keynan beranjak meninggalkan tempat tidurnya lantas menghampiri Ayes dan Keysha yang sedang memperebutkan sepotong kue brownies."Kenapa kalian berisik sekali?" tanya Keynan dengan wajah mengantuk karena dia baru bisa tidur jam satu semalam. Beberapa hari ini dia memang sengaja lembur untuk menyelesaikan pekerjaannya karena lusa dia akan menikah dengan Dara."Ayes, ini, Pa. Udah punya kue sendiri tapi masih minta punya Keysha.""Ayes cuma minta sedikit, Dad. Tapi Keysha nggak mau ngasih. Dasar pelit!"Kedua mata Keysha sontak membulat mendengar ucapan Ayes bar
Keynan tampak begitu serius membaca berkas yang ada di tangannya padahal jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Semenjak satu minggu yang lalu lelaki itu memang sengaja menyibukkan diri dengan bekerja karena ingin mengalihkan pikirannya dari Dara dan Ayes.Namun, pekerjaan ternyata tidak berhasil membuatnya berhenti memikirkan Dara dan Ayes. Sehari begitu tiba di Indonesia, dia langsung menghubungi Dara untuk menanyakan kabar Ayes.Dara mengatakan kalau Ayes baik-baik saja. Namun, entah kenapa perasannya mengatakan kalau Dara sedang membohonginya. Sebagai seorang ayah yang memiliki ikatan darah dan batin dengan Ayes, dia seolah-olah bisa merasakan kalau Ayes sedang bersedih karena kepergiannya. Apa lagi dia tidak berpamitan pada Ayes."Kau belum pulang?"Keynan mengalihkan pandang dari berkas yang ada di tangannya sekilas agar bisa menatap Brian yang sedang berjalan menghampirinya."Kau sendiri kenapa masih di sini? Bukankah aku sudah memintamu untuk pulang dari tadi?""Aku tadi s
Tidak ada yang membuka suara sejak lima belas menit yang lalu. Dara hanya diam sambil meremas kesepuluh jemari tangannya tanpa berani menatap Dirga yang duduk tepat di hadapannya. Dara sepenuhnya menyadari Dirga pasti marah dan kecewa karena dia tidak memberi tahu jika dia bertemu lagi dengan Keynan. Dirga kembali meneguk segelas air putih yang ada di tangannya. Amarah dan kekecewaan tergambar jelas di wajah tampannya. Dirga merasa sangat marah sekaligus kecewa karena Dara tidak memberi tahu jika Keynan datang. Sepupunya itu bahkan tinggal di apartemen calon istrinya. Entah apa yang sudah Dara dan Keynan lalukan selama mereka tinggal bersama. Membayangkannya saja sudah membuat dadanya terasa sesak. Apakah ada hal yang lebih menyakitkan lagi dari pada ini? "Sudah berapa lama?" "Maksud, Mas?" Dara malah balik bertanya karena tidak mengerti dengan maksud Dirga. Dirga melirik Keynan dan Ayes yang sedang asyik bermain ular tangga di ruang tengah. Melihat mereka yang begitu dekat, memb
"Bagaimana undangan ini, Nona?"Dara menatap undangan yang terdapat bibit tanaman pada kertasnya. Kertas undangan tersebut akan tumbuh dan berbunga sangat indah jika diberi air lalu ditanam. Selain itu di dalam undangan tersebut tertulis doa agar rumah tangga calon memperlai pengantin berjalan harmonis.Namun, menurut Dara undangan tersebut terlalu rumit dan harganya lumayan menguras kantong."Apa ada contoh undangan lain?""Sebentar, Nona." Wanita berambut pirang yang duduk di depan Dara mencari beberapa contoh desain undangannya untuk direkomendasikan pada Dara."Bagaimana dengan yang ini, Nona?" Wanita itu menunjukkan contoh udangan pilihannya pada Dara. Sebuah undangan dress code yang dilengkapi dengan aksesoris seperti pita atau bros yang bisa digunakan tamu undangan saat menghadiri resepsi pernikahannya dengan Dirga."Undangan ini cukup populer dikalangan calon pengantin akhir-akhir ini. Apa Anda tertarik dengan undangan ini?""Em ...." Kedua alis Dara tampak menyatu jika dia se
Dara hanya diam. Tidak ada satu kata pun yang keluar dari bibirnya meskipun di kepalanya tersimpan berbagai pertanyaan untuk Keynan. Selama tiga puluh menit yang dia lakukan hanya diam sambil mengusap keringat dingin yang membasahi tubuh Keynan. Enam tahun lebih dia mengenal Keynan, dan baru pertama kali ini dia melihat lelaki itu mengerang kesakitan hingga nyaris pingsan. Obat yang dia temukan beberapa hari lalu ternyata milik Keynan. Setelah mencari tahu lewat internet, akhirnya dia tahu kalau obat tersebut adalah aspirin. Obat bagi penderita penyakit jantung. Kenapa Keynan minum aspirin? Apakah lelaki itu menderita penyakit jantung? Keynan melirik Dara lewat ekor matanya. Dia yakin sekali Dara pasti ingin menanyakan banyak hal pada dirinya. Namun, Dara malah menahannya sampai kondisinya kembali membaik. Wanita itu sangat pengertian. Sepertinya dia harus menyiapkan jawaban yang tepat agar Dara tidak khawatir. "Key ...." "Ya?" "Apa aku boleh tanya sesuatu?" "Tentu saja, Dara.
"Kamu sudah gila?" pekik Dara ketika menyadari kalau Keynan ingin tinggal bersamanya dan Ayes."Biaya sewa hotel sangat mahal, Dara. Karena itu aku memutuskan untuk tinggal bersama kalian."Dara memijit kepalanya yang tiba-tiba terasa penat. Wanita itu benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Keynan. Bagaimana mungkin Keynan ingin tinggal bersamanya dan Ayes padahal lelaki itu tahu kalau dia sebentar lagi akan menikah dengan Dirga.Apa Keynan sudah kehilangan akal?"Keynan, jangan gila!""Kamu sudah mengatakan itu dua kali. Terima kasih."Kedua tangan Dara mengepal kuat di sisi tubuhnya. Ucapan Keynan barusan membuatnya semakin geram karena lelaki itu menganggap remeh ucapannya."Keynan, dengar. Kamu memang ayah kandung Ayes, tapi bukan berarti kamu bisa seenaknya tinggal bersama kami. Lagi pula aku sebentar lagi akan—""Sstt ...." Dara sontak berhenti bicara karena Keynan menaruh jari telunjuk tepat di bibir."Aku tahu kalau kamu sebentar lagi akan menikah dengan kak Dirga. Ta
'Aku tahu karena Brian harus meng-handle semua pekerjaan Keynan.' Dara lupa kalau Shasa pernah memberi tahu kalau Brian menjadi sekertaris sekaligus orang kepercayaan Keynan. Sepertinya Brian terpaksa meng-handle semua pekerjaan Keynan karena lelaki itu sedang berada di Sidney sekarang. 'Aku benar-benar kesal dengan Keynan. Sejak dulu mantan kekasihmu itu suka sekali membuat Brian kerepotan,' gerutu Shasa seperti nenek-nenek. Dara tanpa sadar tersenyum karena yang Shasa katakan benar. Keynan memang egois dan keras kepala. Akan tetapi anehnya dia malah tertarik dengan lelaki itu. Ada satu hal istimewa di dalam diri Keynan yang bethasil membuat Dara jatuh cinta. Dan hal itu tidak dimiliki oleh Dirga meskipun lelaki itu sangat baik dan perhatian pada dirinya. Cinta memang rumit. 'Dara kamu masih di situ, kan?' Pertanyaan Shasa berusan membuat Dara tergagap. "Iya, Sha." Terdengar helaan napas panjang di seberang. 'Aku punya firasat buruk tentang hubunganmu dan kak Dirga.' "Maksud k
"Mommy, jangan tata rambut Ayes seperti ini." Ayes selalu tidak suka jika Dara membelah rambutnya ke samping karena jidatnya yang agak sedikit lebar menjadi kelihatan. "Biar rapi, Ayes." Dara tidak menyerah menata rambut Ayes sesuai dengan keinginannya. Lagi pula Ayes harus tampil rapi ke sekolah. Ayes mengerucutkan bibir kesal. Menurutnya tatanan rambut yang Dara buat tidak cocok untuknya dan menurunkan sedikit kadar ketampanannya. "Nah, kalau begini kan, kelihatan tampan." Dara membetulkan dasi Ayes yang sedikit miring sebelum mengajak putra semata wayangnya itu sarapan. "Ayes, kenapa?" tanya Keynan heran karena melihat muka Ayes yang masam. "Bukan urusanmu." Dara menjawab ketus pertanyaan Keynan kemudian menyiapkan pancake untuk Ayes. Keynan menghela napas panjang, sepertinya Dara masih marah karena dia sudah mengecup bibir wanita itu sembarangan. "Anak ayah kenapa cemberut?" tanya Keynan terdengar penuh perhatian membuat telinga Dara mendadak terasa gatal. Apa lagi ketika me