Elena terbangun dalam kesendirian. Udara pagi menyentuh kulitnya yang terasa dingin, menyadarkannya bahwa Jackson tak lagi di sisinya.
Tangannya terulur, mengusap lembut kain ranjang yang kosong di sebelahnya. Kehampaan itu terasa seperti bayangan samar yang menusuk hatinya, mengundang kerinduan aneh yang bahkan belum sempat ia pahami. Matanya menyisir setiap sudut kamar, mencari sosok pria itu, hingga akhirnya ia menemukannya baru saja keluar dari kamar mandi. Jackson berdiri di sana, seperti dewa yang baru saja lahir dari rahim kabut pagi. Hanya selembar handuk yang menggantung rendah di pinggangnya, nyaris seperti jubah yang tak sabar menyingkap rahasia tubuhnya. Kulitnya berkilauan, dibalut kelembapan yang memantulkan cahaya samar dari lampu kamar. Bulir-bulir air menetes perlahan dari rambutnya, meluncur dengan anggun ke bahu kokohnya, sebelum akhirnya mengalir membasahi lekuk punggung dan dadanya. Pemandangan itu, seperti pahatan hidup dari seorang seniman yang telah menemukan bentuk sempurna, membuat Elena menelan ludah, mencoba menahan desiran liar yang mulai menjalari tubuhnya. Bibir merahnya, tanpa bantuan lipstik, sedikit terbuka, seolah ingin mengucap sesuatu namun terhenti oleh kekaguman yang tak terelakkan. Desahan nyaris keluar dari tenggorokannya, namun dengan gigitan kecil pada bibir bawahnya, ia menahan suara itu, menyembunyikan gejolak yang mendesak keluar. Dari balik bulu mata lentiknya, Elena terus menatap tanpa henti. Gerakan pria itu—setiap langkah, setiap hembusan napasnya—membuat denyut hangat yang tak tertahankan berkecamuk di dalam dirinya. "Sudah puas mengagumiku?" Suara Jackson memecah keheningan, dalam nada tenang yang mengandung sedikit ejekan. Dia tidak menoleh, tetap sibuk mengeringkan rambutnya dengan santai, seperti seorang raja yang terlalu akrab dengan perhatian yang diarahkan padanya. Kemudian, tanpa terburu-buru, dia mengambil kemeja putih panjang dan memakainya dengan elegansi yang hampir membuat waktu berhenti. "A-aku ti-tidak... maafkan aku," jawab Elena tergagap, rangkaian kata-katanya meluncur berantakan seperti daun yang tertiup angin. Pipinya memerah, terbakar oleh campuran rasa malu dan intimidasi. Ia tidak menyangka bahwa pria itu menyadari tatapan matanya yang terus mencuri-curi pandang. Mencoba menenangkan diri, Elena menarik napas panjang. Tubuhnya bergerak dengan hati-hati saat ia duduk bersandar di tepi ranjang, menarik selimut untuk menutupi dadanya yang setengah terbuka akibat jubah yang longgar. Suaranya terdengar lebih terkendali ketika ia akhirnya bertanya, "Apakah kamu mau pergi?" Jackson, yang masih membelakangi Elena, melanjutkan aktivitasnya dengan tenang. "Ada urusan yang harus aku selesaikan. Aku akan pergi seharian ini," jawabnya singkat, tangannya cekatan merapikan pakaian. Elena menggigit bibirnya sejenak, menimbang-nimbang pertanyaan yang bergelantungan di pikirannya. "Lalu apa yang harus aku lakukan di sini?" tanyanya, nada suaranya mencoba terdengar santai meski ada getaran halus di baliknya. Menjawab pertanyaan wanita itu, Jackson berbalik. Tatapannya yang dingin dan penuh kendali menembus Elena, membuat detak jantungnya yang semula mulai stabil kembali berdegup liar. Rasanya seperti tertangkap basah oleh predator yang menatap mangsanya tanpa belas kasihan. Elena mencoba tetap tenang, tetapi auranya yang mendominasi menghancurkan setiap usaha yang ia lakukan. Jackson berjalan mendekati meja di sudut kamar dengan langkah santai namun tegas, seperti seorang raja yang tahu bahwa seluruh dunia ada di bawah kendalinya. Dia menarik laci teratas, mengambil sebuah dompet hitam elegan, lalu mengeluarkan kartu berwarna emas kehitaman. Dengan gerakan yang anggun dan tanpa ragu, dia menyerahkan kartu itu kepada Elena. Elena menerima kartu tersebut, jari-jarinya menyentuh permukaannya yang halus. Namanya—Jackson Collins—terukir dengan tinta emas yang berkilauan, begitu elegan hingga tampak seperti sesuatu yang tidak seharusnya berada dalam genggaman tangannya. Dia membalikkan kartu itu, mencoba memahami maksud di balik pemberiannya. "Apa ini?" tanyanya, suaranya sarat kebingungan. "Pakailah kartu itu untuk berbelanja," ujar Jackson, nadanya rendah namun penuh penekanan. "Belilah baju yang mahal dan berkelas. Jangan membeli baju murahan dan norak. Beli juga parfum dan sepatu yang bagus agar orang tidak merendahkanmu. Aku tidak ingin saat pulang nanti, masih melihatmu dengan semua pakaian murahanmu itu." Kata-katanya menusuk, tetapi Elena hanya menggigit bibirnya untuk menahan respons. Matanya menatap kartu itu sekali lagi, sementara Jackson mengangkat tas kantornya dan berjalan pergi tanpa sepatah kata tambahan, meninggalkan Elena dalam keheningan. Setelah yakin bahwa pria itu benar-benar telah pergi, Elena menarik napas panjang. Dia menyibak selimut tebal yang menutupi tubuhnya dan turun dari ranjang, langkahnya ringan namun dipenuhi rasa ingin tahu. Kamar mandi mewah itu memanggilnya, dan dia melangkah masuk, mengagumi kemewahannya yang seperti mimpi. Dinding marmer berwarna krem bersinar lembut, memantulkan cahaya hangat yang memeluk ruangan dengan kehangatan lembut. Tangannya menjelajahi permukaan marmer itu, dingin dan mulus di bawah sentuhannya, seolah menyapa seorang tamu yang tak pernah diundang. Dia memutar keran air hangat, suara gemericiknya mengisi ruangan seperti melodi menenangkan. Uap mulai memenuhi udara, membawa aroma terapi yang disediakan pihak hotel, melingkupi kamar mandi dengan nuansa yang mendamaikan. Elena berdiri diam sejenak, membiarkan dirinya tenggelam dalam keajaiban sederhana ini. Seumur hidup, dia tak pernah berendam di bathub. Hari ini, dia akan merasakan kemewahan yang sebelumnya hanya bisa dia lihat di layar televisi atau dalam mimpinya yang paling liar. Saat air mengisi bathub, dia menarik tali jubahnya, melepaskan kain yang membalut tubuhnya. Jubah itu jatuh ke lantai, menjadi onggokan kain yang tak berarti. Kini tubuhnya yang sempurna terlihat dalam keheningan kamar mandi, tak terjamah oleh apapun kecuali oleh dirinya sendiri. Elena melangkah masuk, memasukkan satu kaki ke dalam bathub, merasakan air hangat yang membelai kulitnya seperti sentuhan lembut yang menenangkan. Lalu, dia memasukkan kaki lainnya, menurunkan tubuhnya perlahan ke dalam air yang seolah memeluknya dengan kehangatan penuh cinta. "Oh... nyaman sekali," gumamnya, matanya terpejam, tubuhnya tenggelam dalam sensasi yang belum pernah dia bayangkan sebelumnya. Air hangat itu membawa tubuh dan pikirannya menjauh dari dunia nyata, menyelimutinya dalam kenikmatan yang hampir tak terlukiskan. "Beginikah rasanya menjadi orang kaya yang tidak perlu memikirkan apa yang harus dikerjakan untuk makan esok hari?" lanjutnya, suaranya hanya bisikan kecil di tengah keheningan. "Biarkan aku menikmati kenyamanan ini sejenak sebelum kisahku dimulai," gumamnya lagi, bicara pada dirinya sendiri.Setelah puas berendam, Elena membersihkan tubuhnya dan kembali memakai pakaian murahan yang dia miliki karena hanya itu yang dia punya setelah satu bajunya dibuang oleh Jackson ke tempat sampah.Sambil membawa kartu yang Jackson berikan kepadanya, dia pun keluar dari kamar hotel. Kejadian semalam pun terulang kembali, sepanjang perjalanannya dari depan kamar ke luar hotel, semua orang menatap dirinya dengan tatapan merendahkan, terutama setiap wanita yang berpapasan dengannya.Elena tahu apa yang mereka pikirkan tentang dirinya. Dia sadar jika dirinya hanyalah wanita jalang di depan mata para tamu hotel tersebut. Dengan menundukkan wajahnya karena malu, Elena segera berlari keluar dari hotel. Dia akhirnya bisa bernafas lega setelah menjauh dari hotel.Mengingat pesan Jackson yang menyuruhnya pergi untuk membeli baju yang mahal dan berkelas, Elena mendatangi sebuah toko mewah kelas atas untuk mencari baju yang sesuai dengan selera Jackson. Ketika masuk ke dalamnya, tatapan merendahkan
Jackson masuk ke toko pakaian mewah kelas atas yang sebelumnya didatangi oleh Elena. Ketika pria itu masuk, seluruh karyawan yang ada toko tersebut membungkukkan tubuh mereka, tak terkecuali wanita yang sebelumnya bersikap dingin dan merendahkan Elena.Mereka langsung mengenali siapa pria tersebut yaitu salah satu pria terkaya di negeri ini, Jackson Collins. Sikap yang ditunjukkan oleh para karyawan di sana berbeda jauh dengan sikap yang Elena dapatkan."Selamat datang Tuan Collins, sebuah kehormatan bagi kami menyambut Anda berbelanja di toko kami," ucap wanita yang merendahkan Elena.Jackson hanya melirik dingin ke arah wanita itu dan masuk begitu saja tanpa menanggapi sapaannya, sedangkan Elena mengikuti pria itu dari belakang. Mengetahui jika Elena tidak ada di sampingnya, Jackson menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang.Elena yang tidak memperhatikannya, hampir saja menabrak dada Jackson. Dia terkejut ketika tiba-tiba tangan Jackson terulur, lalu menggenggam dan menarik t
Mata Jackson menatap tajam ke arah Elena. Dia berharap mendapatkan ucapan terima kasih dari wanita itu, namun Elena malah menegurnya."Itu bukan caraku dan mulai sekarang kamu harus belajar mengerti caraku," ucap Jackson yang kemudian membawa Elena pergi ke toko lain, toko yang selama ini bersaing dengan toko yang Elena datangi sebelumnya.Di toko tersebut jenis pakaiannya lebih beragam, warnanya lebih cerah, tetapi tidak menghilangkan unsur elegan pemakaianya.Mata Elena menatap kagum semua pakaian di situ, dalam hati dia menginginkannya, namun ketika melihat label harganya yang begitu mahal, matanya terbelalak dan menjauhkan tangannya dari pakaian tersebut.Tubuh Elena terlonjak kaget ketika seorang pria muncul dari balik pakalan tersebut. Dengan ramah dia menyapa Elena. "Ada yang bisa aku bantu, Nona?""A-aku tidak ehm... pakaian ini sangat mahal," jawab Elena gagap karena tidak tahu harus berkata apa.Pria itu pun tersenyum dengan mempesona. "Aku selalu melihat kecantikan wanita y
Elena awalnya menatap nanar ke arah Jackson, lalu akhirnya dengan pasrah melepas satu persatu pakaiaannya.Saat dia membuka bagian atas pakaiannya, mata Jackson terbelalak menatap dada indah wanita itu tanpa penghalang apa pun.Dua bukit kembar yang kencang dan menantang terpampang jelas di depan wajah Jackson. Dia menelan ludah beberapa kali untuk menahan gairah yang tersulut di dalam dirinya.Tiba-tiba saja Jackson menjadi marah dengan hal itu, lalu melempar satu pakaian ke arah Elena agar dia bisa mengendalikan diri dari hasrat yang tersulut itu."Mulailah dengan memakai pakaian itu!" ujar Jackson sambil menunjuk baju yang ada di dalam genggaman Elena.Berbeda dengan sikap Jackson saat di toko pertama, kali ini pria itu tampak mengagumi satu persatu pakaian yang Elena pakai sekaligus menahan diri agar tidak menyentuh wanita itu.Matanya menelusuri setiap lekuk tubuh Elena yang tidak pernah dia perhatikan selama mereka bersama.Lamunan dan tatapan Jackson buyar ketika suara Elena te
"Aku tidak keberatan mereka merendahkanku, kenyataannya aku hanya wanita yang kamu beli untuk ..."Perkataan Elena terpotong saat Jackson mencengkeram lengan wanita itu, lalu menariknya. "Jangan banyak bicara, ikut aku!"Elena dengan pasrah mengikuti ajakan Jackson. Pria itu mengajaknya bertemu dengan orang yang bertanggung jawab atas salon tersebut dan ternyata dia mengenal Jackson."Hei Jackson, tumben sekali ke sini? Woow... siapa yang kamu bawa?" sambut orang itu sambil menatap dan menelusuri wajah serta tubuh Elena membuat wanita itu merasa tidak nyaman."Dandani dia dan ubah penampilannya menjadi lebih baik!" perintah Jackson."Baik seperti apa? seksi atau menggoda?" tanya pengelola salon dengan kerlingan mengesalkan."Anggun dan terhormat, jauhkan dari kesan murahan apalagi seperti wanita jalang!" tegas Jackson."Siap, Tuan Collins. Sementara aku mengurus Cinderella-mu, kamu bisa duduk santai di sana dan jangan ganggu pekerjaanku," ucap orang itu sambil menunjuk ke sebuah ruang
"Baca dengan teliti isi kontrak itu! katakan mana yang kamu setujui dan mana yang tidak. Aku ingin kamu memuaskanku dengan sepenuh hati bukan karena keterpaksaan sehingga aku juga menikmatinya.“Aku bukan tipe pria pemaksa dan suka kekerasan, yang aku butuhkan adalah kepuasan saat kita berhubungan yang membuatku merasa tenang dan nyaman. Aku membelimu untuk membuatku senang bukan untuk menyiksamu karena kamu bukan bintang."Kening Elena berkerut tajam mendengar apa yang Jackson katakan. Dia belum mengerti sepenuhnya maksud pria itu. Elena pun membuka kontrak yang Jackson berikan.Seketika matanya terbelalak membaca halaman pertama dari isi kontrak itu, wajahnya memerah marah ketika melanjutkan ke halaman berikutnya.Kini dia mengerti maksud perkataan Jackson dan bagaimana kata binatang itu bisa keluar dari mulut pria itu. "Kontrak macam apa ini?""Pembeli, selanjutnya disebut Tuan dan Pemilik Keperawanan, selanjutnya disebut Hamba," gumam Elena mulai membaca kontraknya, matanya meliri
"Lanjutkan! Waktuku tidak banyak. Masih ada pekerjaan yang harus aku kerjakan,” perintah Jackson."Selarut ini kamu akan bekerja? apakah tidak sebaiknya kamu beristirahat?" tanya Elena."Kamu bukan siapa-siapaku, jadi jangan pernah mengaturku. Ini yang ingin aku tambahkan dalam surat kontrak. Kamu tidak boleh ikut campur dengan urusan priabadiku dan jangan pernah tertarik padaku!“Saat kontrak selesai, kita hanya dua orang yang tidak saling mengenal. Jangan pernah memerasku dengan mengatakan hubungan yang pernah kita lalui di depan siapa pun. Media massa, seluruh anggota keluarga Collins dan semua orang di dunia ini," terang Jackson.Wajah Elena langsung menatap nanar ke arah Jackson. Bibirnya gemetar karena hidupnya ternyata hanya sebatas kontrak. Dengan perlahan dia menganggukkan kepala."Jangan hanya mengangguk, katakan dengan jelas sehingga aku tidak salah persepsi," ujar Jackson."Ya, aku setuju. Setelah kontrak kita selesai, kita hanya dua orang asing yang tidak saling mengenal,
Merasa sudah tidak ada lagi yang harus mereka bicarakan lagi, Jackson beranjak dari tempat duduknya. "Tidurlah! Aku akan membangunkanmu saat waktunya tiba nanti," perintah JacksonSadar jika dia tidak bisa mengatakan TIDAK dan masih ada rasa takut yang menyelimutinya, Elena pun mengangguk mengiyakan.Pria itu kemudian pergi ke ruangan lain dan mengambil laptop dari dalam tasnya. Meski merasa sangat lelah, Jackson kembali berkutat dengan pekerjaannya.Elena yang melihatnya menatap jam di dinding kamar yang menunjukkan waktu tengah malam.Dia berdiri di pintu penghubung ruang kamar dengan ruang yang Jackson gunakan untuk bekerja sambil menatap pria itu penuh tanda tanya."Bagaimana ada orang yang gila kerja seperti Jackson?" bantinnya.Tak berani menegur dan memperingatkannya akan kesehatan yang harus Jackson jaga, Elena menjauh pergi dan naik ke ranjang untuk tidur."Sungguh hari yang melelahkan," gumamnya yang kemudian terlelap karena rasa lelah yang dia rasakan.Elena merasa baru saj
"Keadaan Nona Elena masih dalam batas aman tetapi jangan disepelekan. Dia butuh banyak istirahat dan juga banyak cairan karena tubuhnya kurang minum dan mengalami dehidrasi.“Jauhkan juga Nona Elena dari hal yang membuatnya terkejut atau tertekan, dia mengalami stress dengan tekanan darah yang cukup tinggi," ucap Dokter sebelum mengakhir perkataannya."Baik Dok, aku akan merawatnya dengan baik dan memastikan Elena meminum obat yang kamu berikan."Dokter itu kemudian memberikan obat untuk beberapa hari ke depan dan menulis resep untuk rawat jalan. "Karena Nona Elena sedang hamil, maka aku akan memberikan obat yang aman untuk ibu hamil."Deg...Tubuh Ariana seketika menegang dan mematung saat menerima obat dari dokter tersebut mengetahui jika Elena sedang hamil."Hamil...? ma-maksud Dokter? Elena saat ini sedang hamil?" gumamnya lirih yang masih bisa di dengar oleh dokter itu.Dia tampak syok bukan karena berita yang dia dengar tetapi nasib Elena selanjutnya akan seperti apa."Apakah ka
Belum sempat Elena mengatakan sesuatu, pandangan wania itu tiba-tiba menggelap. Tubuhnya terasa sangat ringan dan bruuuukkk.. wanita itu jatuh dari tempatnya berdiri.Beruntung sebelum tubuhnya jatuh ke lantai, David sudah menangkap dan menyangganya."Ada apa dengan Elena?" tanya Ariana tampak khawatir."Tadi dia sedang sakit, papanya menjualkan untuk dijadikan pemuas hasrat pria kaya. Aku menolongnya melarikan diri dari sindikat yang menjualnya hingga tidak sempat membawanya rumah sakit," terang David."Bawa dia ke kamar tamu, aku akan memanggil dokter," ujar Ariana kepada suaminya.Baru saja David ingin menggendong Elena, sepasang tangan kekar menghentikannya. "Biar aku yang membawanya. Kamu sudah beristri, tak pantas menyentuh wanita lain."David menoleh dan menatap Jackson dengan penuh tanda tanya. Kenapa pria itu berkata demikian?Siapa pun di ruangan itu tahu, dia tidak ada niatan apapun apalagi mengambil kesempatan saat menolong Elena.Dengan cepat Jackson mengambil Elena dari
Melihat Elena masih duduk di kursi mobil membuat David terpaksa mencengkeram lengan Elena dan menariknya keluar dari mobil.Dia memaksa Elena untuk masuk ke rumah mewah dan megah itu tanpa bisa menolak.Di dalam keterpaksaannya, Elena berharap tidak ada Jackson di dalam rumah tersebut. Jika tidak, maka drama kehidupannya akan semakin rumit dan panjang.Apalagi dia melarikan diri dari kontrak yang seharusnya dia selesaikan. Hutangnya pada Jackson belum selesai dan dia masih punya urusan panjang dengan pria itu.David terus menarik tubuhnya masuk ke dalam rumah megah kediaman Collins, sayangnya keindahan rumah itu sama sekali tidak dirasakan Elena karena fokus pikirannya di tempat yang lain.Tubuhnya semakin gemetar ketika David masuk ke sebuah ruangan yang berisi banyak orang dengan penampilan yang begitu elegan.Mereka para manusia dengan wajah dan tubuh yang sempurna dibalut dengan pakaian mahal yang menambah kesempurnaan mereka."Halo semuanya," sapa David dengan senyum merekah memb
"Kenapa kamu datang sendiri? Di mana David?" tanya Judy pada istri cucunya yaitu Ariana.Hari ini adalah malam acara keluarga Collins yang biasa dilakukan di akhir pekan. Semua anggota keluarga Collins yang rumahnya masih satu kota dengan kediaman utama Collins, berkumpul untuk makan bersama Judy agar wanita itu tidak terus bersedih mengingat mendiang suaminya."David akan datang terlambat karena masih ada pertemuan di kantor, sebentar lagi juga akan datang," jawab Ariana santai."David tidak pernah terlambat jika ada acara keluarga, coba kamu telepon dia dan pastikan sudah sampai di mana sekarang? jika masih di kantor, suruh dia cepat datang," ucap Judy dengan sedikit kesal karena cucunya itu lebih mementingkan pekerjaan dibanding makan malam bersamanya."Baik Grandma, aku akan segera menghubungi David dan memintanya untuk segera pulang," kata Ariana patuh untuk meredam kekesalan yang Judy rasakan pada suaminya tersebut.Setelah Judy pergi, Ariana mencoba menghubungi pria itu, anehny
Elena membacanya sejenak lalu mengangguk pelan berusaha mempercayai perkataan pria yang terlihat tidak jahat itu."Siapa namamu?" tanya David."Elena," jawab Elena dengan suara serak karena kesehatannya terganggu beberapa hari ini."Apakah kamu sedang sakit?"Elena mengangguk mengiyakan. Dalam hati, David tersenyum karena mempunyai alasan untuk mengeluarkan Elena dari tempat tersebut.David tiba-tiba berteriak dengan nada marah memanggil penjaga yang berjaga di depan pintu kamar Elena. Teriakan pria itu membuat Elena terkejut dan tubuhnya semakin gemetar hebat. Tak lama kemudian terlihat dua orang penjaga masuk ke kamar tersebut."APA-APAAN INI? KALIAN MEMBERIKU ORANG SAKIT UNTUK MELAYANIKU!" seru David pura-pura marah."Sakit...? Kami tidak tahu jika wanita itu sakit. Kami akan memberitahu bos dan menggantinya dengan wanita lain yang sehat untuk bisa melayani dan memuaskanmu," ujar salah satu dari penjaga tersebut."Aku tidak ingin wanita lain, aku ingin wanita ini yang melayaniku,"
Tawaran itu langsung menarik minat Jackson karena dia memang butuh waktu untuk mencari Elena dan mencari jalan keluar untuk hubungannya dengan wanita itu.Melihat Jackson yang terdiam, Jane tersenyum tipis di ujung bibirnya, merasa menang. Dia yakin Jackson akan menerima tawarannya."Apa keputusanmu, Jackson? Aku menunggu jawabanmu," desak Jane tidak sabar."Baiklah, aku setuju dengan tawaranmu," jawab Jackson."Bagus. Itu artinya tidak akan ada seorang pun yang tahu masalah internal kita, yang tahu hanya kita berdua. Bagi semua orang hubungan kita baik dan mesra," ucap Jane memastikan jika Jackson mengerti dengan perjanjian tersebut."Oke, bagiku itu tidak ada masalah, hanya bersandiwara saja bukan ?" tegas Jackson."Jika kamu melanggarnya, maka aku akan membuat semua orang menekanmu agar kamu mau menikahiku," ancam Jane."Tidak ada satu orang pun yang bisa menekanku," ucap Jackson penuh rasa percaya diri."Benarkah ...? Kita lihat saja nanti," balas Jane dengan penuh rasa percaya di
Tubuh Elena seketika membeku ketika mendengar hal tersebut. "Papa bohong. Papa hanya ingin membuang rasa bersalah papa karena menjualku bukan? sehingga papa mengatakan hal tersebut.""Aku tidak bohong, aku mengatakan yang sebenarnya. Karena itulah aku membencimu, sangat membencimu. Cinta istriku terbagi ketika dia membawamu ke rumah. “Aku tidak bisa memberikan dia seorang anak tetapi mamamu berkeras ingin merawat seorang anak, kebetulan ada seorang wanita miskin melahirkan dan meninggal, mamamu berinisiatif merawatmu. “Namun semenjak saat itu, perhatiannya padaku berkurang, bahkan dia mulai sakit-sakitan," ungkap Carlo."Apakah Papa sedang menuduhku atas apa yang terjadi pada mama?" gumam Elena lirih."Siapa lagi yang patut disalahkan jika bukan dirimu?"Air mata Elena langsung menetes membasahi pipinya. Tiba-tiba saja kekuatan di dalam tubuhnya lenyap, tak ada sedikit pun keinginan untuk memberontak. Bahkan Elena hanya diam ketika akhirnya dua orang itu membawanya dan memasukkanny
"Halo Cantik, apakah kamu mencariku?" suara Carlo mengagetkan Elena.Wanita itu membalikkan tubuhnya dan melihat seringai jahat terkembang di bibir papanya. Tubuhnya gemetar mengingat perlakuan yang pernah papanya lakukan terhadapnya, tetapi dia berusaha menyembunyikan ketakutannya dan menatap papanya dengan berani."Bagaimana bisa Papa melepas rumah yang pernah menjadi kenangan mama di sana? hentikan sifat burukmu itu dengan berhenti minum-minum dan berjudi, itu akan merusak hidup Papa," Elena mengingatkan papanya."Hidupku sudah hancur, tetapi aku bersyukur kamu datang mencariku. Aku sangat butuh uang sekarang," ucap Carlo tanpa basa-basi."Aku tidak memiliki uang sepeser pun karena itu aku pulang dan ingin memperbaiki hidupku, membangun hidup bersamamu lagi dengan baik dan benar. “Aku ingin Papa bisa berubah dan menjalani hidup ini dengan baik. Aku sadar kepergianku adalah sebuah kesalahan dan aku ingin memperbaikinya, memperbaiki hubungan kita," balas Elena."Hubungan kita sudah
Braaakk...Semua orang yang ada di meja makan menoleh ketika mendengar suara pintu yang terbuka dengan keras. Tak lama kemudian, Jackson datang dengan penampilan kusut dan berantakan. Zack menggeram marah melihat putranya datang dalam keadaan mabuk berat."Jackson...! Apa-apaan ini? kami telah lama menunggumu tetapi kamu malah datang dalam keadaan mabuk seperti ini," tegur Zack.Seringai sinis terkembang di bibir Jackson. "Apakah sekarang kalian sudah puas? Aku kehilangan dia dan aku kehilangan separuh hidupku . Apa lagi yang harus aku perjuangkan?"Mata Kelly langsung memincing tajam mendengar racauan putranya. "Apa maksudmu kehilangan dia? Apakah itu berarti selama ini kamu masih berhubungan dengan wanita murahan itu?""Jangan khawatir, Ma! Sekarang dia sudah pergi dan aku tidak tahu ke mana dia pergi," timpal Jackson dengan wajah yang begitu menyedihkan."Syukurlah kalau begitu, ternyata wanita itu masih mempunyai harga diri," ucap Kelly merasa sedikit lega.Jane yang melihat tunan