Genggaman Tangan SuamiReynold menggenggam tangan Devanka, begitu erat, seolah tidak ingin kehilangan. Mengelusnya, menciuminya, ini adalah hal yang sangat jauh dari karakter dirinya. Reynold bukanlah seseorang yang begitu larut dalam cinta, bukan budak cinta yang bertabur perhatian, bukan seperti pria romantis yang memperlakukan pasangannya dengan begitu istimewa, namun dengan Devanka dia menjatuhkan semua kewibawaannya, keegoisannya dan keangkuhannya, dia berubah menjadi sosok pria yang begitu takut kehilangan wanitanya. "Kau tidak menarik tanganmu?" goda Reynold pada Devanka yang mulai menggenggam kesadarannya."Reynold," bisik lembut Devanka."Kau seharunya menarik tanganmu, supaya aku bisa mengejarnya," goda Reynold. "Kau tidak perlu khawatir, semua akan baik baik saja, setelah ini kau akan pindah ke ruang perawatan, ruang perawatan paling mewah di rumah sakit ini, kau akan betah berlama lama di sana," ucap Reynold."Aku tidak ingin di rumah sakit, aku ingin pulang," ucap Devan
Malam Pertama Sebagai Seorang IstriDevanka masih berusaha mengembalikan tubuhnya seperti semula, dia harus banyak istirahat, tidur dan meletakkan pikirannya, namun apa daya, malam pertama sebagai seorang istri membuatnya tidak mampu melakukan semua itu, dia terus saja mengintip dari balik matanya yang tertutup, mencuri pandang ke arah Reynold yang terlihat duduk di kursi sofa. Devanka hanya bisa berpura pura tidur, apalagi ketika Reynold menoleh ke arahnya, dia tidak boleh terlihat membuka mata. Reynold beranjak dari posisi duduknya, menghampiri Devanka yang sepengetahuannya terlihat dalam pelukan lelap. Reynold mengelus rambut Devanka dan mengecup dahinya. Saat itu deru jantung Devanka seolah tidak mampu dikendalikan, berdetak hebat seolah ingin meloncat keluar dari dalam tubuhnya. Ada rasa gugup, takut, dan khawatir, ini adalah pertama kalinya seorang pria mencium keningnya."Aku tau kau belum tidur," ucap Reynold. Mendengar itu Devanka mengintip dari balik kelopak matanya, lalu t
Kedatangan Sekretaris PeteJam menunjukkan pukul 07.00.Sekretaris pete sudah berdiri di depan unit apartemen Monalisa. Hari ini dia akan menemui Monalisa untuk menanyakan sesuatu yang penting, seperti yang Reynold perintahkan.Dengan hati hati sekretaris Pete mengetuk pintu depan unit apartemen Monalisa."Tok, tok, tok," Sekretaris Pete menunggu, ada sedikit rasa tidak enak di dalam hatinya, harus menemui seseorang yang seolah seperti duri di dalam kehidupan Reynold yang sekarang merupakan suami dari keponakannya, namun demi sebagai seorang profesional, dia harus menjalankan semua tugas yang diberikan atasannya. Beberapa menit sekretaris Pete menunggu, belum ada tanda tanda seseorang membuka pintu tersebut. Sekretaris Pete hendak mengetuknya lagi namun tiba tiba terdengar seseorang membuka pintu itu.Ternyata Monalisa sendiri yang membuka pintu itu, dengan masih mengenakan baju tidur tipis yang tembus pandang, berwarna hitam, hanya seperti jaring."Sekretaris Pete, masuklah," ucap
Jebakan MonalisaReynold melangkahkan kaki ke dalam kantornya, di sana sudah ada beberapa wartawan yang menunggu, untuk sekedar mendapat berita terkini mengenai insiden penusukan. Beberapa orang keamanan sudah siap sedia untuk membantu Reynold masuk ke dalam gedung dengan aman."Selamat pagi tuan muda," sapa sekretaris Pete."Pagi, sudah berapa lama mereka di sana," tanya tuan muda Reynold seraya melirik ke arah beberapa orang wartawan itu."Sejak hari kejadian itu tuan, beberapa ada yang di rumah sakit," ucap sekretaris Pete."Sekretaris Pete, kau sudah menemuinya?" tanya Reynold."Sudah tuan muda," jawab sekretaris Pete."Kita ke ruanganku sekarang," pinta tuan muda Reynold."Baik tuan muda," ucap sekretaris Pete yang mengikuti langkah tuan muda Reynold berjalan ke arah ruang kerjanya."Bagaimana dengan kondisi Devanka tuan muda?" tanya sekretaris Pete. "Sudah membaik, nanti sore dia akan pulang. Oh iya bagaimana jika mulai hari ini aku memanggilmu paman, kau cukup memanggilku Reyn
Kelicikan Monalisa Reynold terbangun, dia masih merasakan kepalanya begitu berat, cukup lama dia berusaha meraih kesadarannya. Dia mendapati tubuhnya tertutup selimut tebal, dalam kondisi telanjang, tidur di atas tempat tidur yang cukup tidak asing untuknya. Iya, ini adalah apartrmen Monalisa, bukan di rumah bersama istrinya Devanka. Reynold melihat ke arah sebelah kiri, dia melihat Monalisa terlihat masih tidur dengan begitu pulas. "Apa yang kau lakukan Monalisa," ucap Reynold dengan suara lirih karna tubuhnya terasa begitu berat. "Monalisa," ucap Reynold seraya menyentuh wajah Monalisa. "Rey, kau sudah bangun, aku masih sangat ngantuk sekali," ucap Monalisa. "Apa yang telah kau lakukan," ucap Reynold seraya masih tetap memegangi kepalanya. "Apa maksudmu Rey?" tanya Monalisa yang berusaha untuk membuka matanya. "Kenapa aku berada di atas tempat tidur?" tanya Reynold. "Kau Lupa Rey?" Monalisanya melontarkan pertanyaan tanpa lebih dulu menjawab apa yang ditanyakan Reynold. M
Kemarahan ReynoldMonalisa melangkahkan kaki menuju ke salah satu mall, langkahnya begitu ringan karna rasa bahagia yang dia rasakan. Mall ini adalah mall terbesar di Jakarta, milik Hamzah Group.Monalisa masuk ke dalam mall, memasang kaca mata hitam yang tadinya dia genggam erat. Rambutnya terurai, bergoyang goyang seiring hembusan angin. "Hari ini aku menjadi pengunjung, nanti aku akan menjadi pemilik mall ini," gumam Monalisa seraya tersenyum lebar.Monalisa menuju ke sebuah tempat yang menjual tas tas berharga mahal, tas dengan merk Gucci, kesukaan beberapa orang dari kelas atas, antara hobi dan tuntutan kemewahan. "Selamat datang nona," sapa salah seorang kariawan toko tas mewah itu, penampilannya sungguh rapi dengan setelan warna hitam."Terimakasih," ucap Monalisa."Ada yang bisa kami bantu?" tanya kariawan wanita itu."Saya mencari keluaran terbaru," ucap Monalisa yang sudah duduk di kursi sofa yang disediakan untuk pelanggan VVIP di toko tersebut."Tentu nona, ada produk te
Penyamaran Nori Terbongkar"Selamat datang Reynold, Devanka, selamat datang pak Lumawi. Bagaimana kabarmu Devanka? maaf kakek tidak menjengukmu di rumah sakit karna kakek tidak enak badan," ucap tuan besar Hamzah."Tidak apa apa kakek, kakek sakit?" tanya Devanka."Hanya tidak enak badan saja, ayo kita masuk," ucap tuan besar Hamzah."Bagaimana dengan lukamu?" tanya tuan besar Hamzah pada Devanka."Sudah membaik kakek, jahitannya sudah kering dan cukup sempurna," ucap Devanka."Ehem," terdengar suara Reynold mendehem karna merasa tidak mendapat perhatian dari kakek kesayangannya."Kakek lupa padaku?" tanya Reynold."Tentu saja tidak, kakek juga sangat merindukanmu Rey. Bagaimana keadaanmu? sekretaris Pete bilang kau sempat over dosis vitamin?" tanya kakek Hamzah."I-iya, tapi tidak apa apa kakek," ucap Reynold sedikit gugup."Apa kau terlalu tegang menyiapkan malam pertamamu sehingga terlalu banyak meminum vitamin," ucap kakek Hamzah yang setelahnya tertawa terbahak bahak."Kakek," uc
Kamar Pengantin"Istirahatlah Dev, kakek sudah menyiapkan kamar istimewa untuk kalian, semoga kalian bahagia menerimanya, anggap saja sebagai hadiah pernikahan," ucap kakek Hamzah pada Devanka."Te-terimakasih kakek," ucap Devanka seraya menundukkan badan.Devanka dan Reynold melangkahkan kaki menuju ke arah kamar Reynold yang sekarang juga menjadi kamar Devanka. Jantung Devanka berdetak kencang, tidak karuan, ada rasa gugup, bingung dan juga khawatir. "Ini kamarku, sekarang juga menjadi kamarmu," ucap Reynold di depan pintu kamarnya. Reynold membuka pintu kamarnya dan betapa kagetnya dia melihat kamarnya sudah berubah, bukan seperti kamarnya lagi. Nuansa hitam mewah berbaur keemasan sudah tidak ada lagi dan berganti dengan hiasan bunga bunga khas kamar pengantin."Kakek," gumam Reynold sedikit kesal."Kamarmu cantik sekali Rey," ucap Devanka."I-iya, sangat cantik dan ini sepertinya adalah seleramu," ucap Reynold. "Kau bisa mengantinya sesuai seleramu, tidak harus seperti seleraku,
Semuanya MembaikSatu tahun berlalu, sepertinya semuanya membaik. Aron sudah sehat, menjadi anak yang ceria, namun dia tetap harus mendapatkan terapy untuk tumbuh kembangnya. Benturan di kepala ketika kecelakaan yang dia alamai setahun yang lalu menyisakan masalah yang harus diseleseikan, tubuhnya harus banyak dilatih supaya bisa tumbuh dengan normal, namun semuanya bisa diatasi, dia tumbuh dengan baik. Aron memiliki sumber daya, dia menjadi putra tertua Reynold Hamzah.Tuan Domani mendapatkan hukumannya, sesuai dengan kejahatan yang dia lakukan. Dia akan lama berada di penjara, lebih dari sepuluh tahun. Dia dan istrinya memutuskan untuk berhenti memperjuangkan Aron, menyerahkan Aron pada tangan yang tepat. "Ayah pulang," ucap Reynold ketika masuk ke dalam kamar anak anaknya. Di sana terlihat Aron sedang bermain dengan perawat Susi, sedangkan Arion, putra keduanya yang berusia lima bulan berada di gendongan Devanka. Mendengar suaminya datang, Devanka memberi isyarat kepada Reynold un
Tabir Rencana PembunuhanTuan Domani masuk ke dalam kamarnya, dia mulai duduk di tempat tidur. Dia terlihat menghela nafas panjang, lalu mulai menangis sejadi jadinya, dia tidak menyangka apa yang direncanakannya justru menyebabkan penyesalan yang mendalam. Tuan Domani mengingat waktu ketika dia bertemu dengan dua orang kepercayaannya.Di ruang kunjungan penjara, terlihat tuan Domani sedang menemui pengunjung yang merupakan dua orang anak buahnya, anak buah kepercayaannya."Semua sudah siap tuan, kami akan melaksanakan semua perintah tuan," ucap salah seorang. "Baiklah, lakukan dengan baik, saya tidak ingin ada kesalahan sekecil apapun," ucap tuan Domani. "Baik tuan, kami akan mulai mengintainya, dan ketika ada kesempatan, kami akan segera melaksanakan rencana itu," ucap orang yang lain. Dua orang dengan pakaian serba hitam itu terlihat begitu serius dan menakutkan. Sepertinya ada rencana jahat yang serang mereka rencanakan. Satu jam sebelumnya, tuan Domani sudah bertemu dengan asi
Tersandung RasaDevanka dan Reynold sudah berada di rumah sakit tempat pembacaan hasil tes DNA, di sana sudah ada cukup banyak wartawan, perwakilan dari rumah sakit, dan beberapa orang yang memiliki kepentingan. Dari pintu terlihat seorang wanita yang tidak asing bagi Reynold."Kenapa dia ada di sini," bisik Reynold seraya melihat ke arah wanita bertubuh tambun itu. Terlihat elegan, berkelas dengan dress warna putih, membuat penampilannya menarik walaupun berbobot lebih dari delapan puluh kilogram."Siapa Rey?" tanya Devanka."Dia," ucap Reynold seraya melihat ke arah wanita itu. Devanka mengarahkan matanya, terlihat mengerutkan dahi, lalu dia menyakini bahwa belum pernah melihat wanita itu sebelumnya. "Dia nyonya Domani, istri dari presdir Domani. Untuk apa dia datang, dia juga di temani pengacara," ucap Reynold."Apa jangan jangan," ucap Reynold terhenti ketika melihat seseorang mulai berbicara dari alat pengeras suara.Salah seorang perwakilan dari rumah sakit terlihat sudah menai
Upacara PemakamanSemua orang mengantar kepergian Monalisa, dengan tatapan kesedihan, hati yang lara, menyakitkan, seorang ibu harus meninggalkan anaknya yang masih berusia tiga bulan bulan. Bayi kecil itu bahkan belum mengenal ibunya dengan baik, belum belajar memanggilnya, mengenali suaranya dengan jelas, belum meraba raba wajahnya, banyak hal yang belum dilakukan dan itu sangat menyayat hati.Semua orang memakai pakaian serba hitam, menandakan hati yang sedang kelam. Devanka terus menangis, menempel di dada suaminya, mencari perlindungan dari rasa sakit kehilangan. Monalisa di makamkan di area pemakaman elit untuk kelas atas, yang memiliki harga hampir setengah miliar per kaplingnya. Tuan besar Hamzah mengatur semua upacara pemakaman dan Monalisa mendapatkan penghormatan terakhirnya dengan layak.Di dalam penjara, ayah Monalisa menatap tembok, menyembunyikan kepedihannya. Dari punggungnya terlihat bahwa dia sedang menangis, tersedu sedu, seorang pria yang sangar akhirnya bisa tumba
Cinta MembaraJaksa Putri sampai di rumah sakit, dia dan Evo segera berlari masuk. Di depan pintu unit gawat darurat ada tuan muda Reynold, inspektur Yusuf, sekretaris Pete dan juga beberapa anak buah dari inspektur Yusuf.Langkah Evo terhenti, dia terdiam sejenak."Itu inspektur Yusuf?" tanya Evo."I-iya, kau mengenalnya? tanya jaksa Putri."Ayo kita segera mendekat ke sana," ucap Evo yang kemudian melanjutkan langkahnya mendekat ke arah ruang unit gawat darurat."Selamat malam," sapa jaksa Putri pada semua orang yang ada di sana."Oh, jaksa Putri, kau juga ada di sini?" tanya inspektur Yusuf."Jaksa Putri menangani kasus Monalisa," ucap sekretaris Pete."Oh begitu rupanya, bagaimana kelanjutan kasusnya?" tanya inspektur Yusuf."Hasil tes DNA akan diumumkan besok pagi, kasus ini mendekati akhir," ucap inspektur Yusuf."Walaupun dia sudah tidak ada, kau harus menuntaskan kasusnya, hingga selesei," pinta inspektur Yusuf."Ti-tidak ada?" tanya jaksa Putri yang belum mengerti dengan situ
Debaran Hati Sang JaksaTiba tiba seolah awan mendung berkumpul di langit, sunyi sepi, dengan hembusan angin dingin. Sebentar lagi badai kepedihan akan menerjang. Kabar duka ini sungguh sangat mengerikan.Devanka terhuyung, pandangannya gelap, lalu tidak sadarkan diri."Rey," bisiknya setelah tersadar dan dia mendapati dirinya sudah berada di sebuah ruang perawatan."Dev, kau sudah siuman," bisik Reynold seraya mendekat ke arah Devanka, menggenggam tangannya lalu memeluknya erat untuk sekedar menyalurkan perasaan."Aku sungguh tidak menyangka Monalisa akan seperti ini," ucap Devanka, lalu dia kembali menangis. "Tenanglah," bisik Reynold. "Ada Aron yang harus kau pikirkan, kau harus bangkit dan kuatkan hatimu," bisik Reynold."Anak sekecil itu Rey, dia harus kehilangan ibunya," ucap Devanka dalam tangis."Rey, kakek sudah meminta orang untuk menyiapkan prosesi pemakaman, kita urus saja," ucap kakek Hamzah seraya memegang bahu Reynold."Baik kek," ucap Reynold. Devanka melepaskan pel
Sebuah KehilanganReynold dan Devanka masuk ke dalam rumah sakit. Mereka terlihat gugup, mencari keberadaan Monalisa juga Aron."Nur, hubungi Aldo dan sekretaris Pete, minta mereka menghubungi inspektur Yusuf untuk mengurus masalah ini," pinta Reynold pada pengawal Nur."Baik tuan," ucap pengawal Nur yang kemudian segera menjalankan perintah tuan mudanya itu.Beberapa saat kemudian, Aldo dan sekretaris Pete sudah ada di gurun hijau, bersama dengan inspektur Yusuf dan tim investigasi. "Ini semua rekaman kamera pengawas yang ada di tempat ini, mereka benar benar sudah merencanakannya," ucap inspektur Yusuf yang terlihat mengecek hasil tangkapan kamera pengawas yang dia kumpulkan."Mereka mensabotase kamera pengawas, semuanya," ucap inspektur Yusuf. Mendengar hal itu, Sekretaris Pete terlihat berpikir."Bagaimana dengan kamera dashboard? mobil antik tuan besar Hamzah di pajang di gedung ini, berhadapan langsung dengan lapangan golf. Mobil itu dilengkapi kamera dashboard yang selalu meny
Tragedi Pesta LampionDevaka terlihat begitu cantik, dengan gaun berwarna putih, transparan di bagian lengan dan punggung. Perutnya yang sudah terlihat lebih menonjol membuat penampilannya semakin menawan, ibu hamil yang mempesona. Kehamilannya memasuki usia tiga bulan, kehamilan yang sehat dan di dambakan hampir semua orang, karna Devanka sama sekali tidak merasa repot, mual muntah berlebihan, sakit di sana sini, dia tidak merasakan itu semua, perasaannya hanya sangat bahagia, menerima kehamilannya dengan perasaan luar biasa."Kau cantik," ucap Reynold."Terimakasih, apa tidak terlihat gendut? sepertinya berat badanku naik," ucap Devanka."Tidak dan tidak menjadi masalah, kau harus banyak makan, supaya kehamilanmu sehat," ucap Reynold yang terlihat memeluk Devanka dari belakang, tepat di depan cermin besar yang ada di kamarnya. "Semoga kau tidak melihat wanita lain setelah melihatku bertambah berat badan," ucap Devanka seraya tersenyum."Tidak mungkin, aku hanya jatuh cinta padamu,"
Kasih Tulus Devanka pada AronDevanka dengan telaten mengurus Aron, terlihat seperti tidak merasa lelah sedikitpun. Monalisa melihat ketulusan itu, rasa kasih dan sayang itu, apa mungkin dia selama ini sangat keterlaluan pada Devanka, seperti duri di dalam daging, seperti bayangan buruk, seperti musuh dalam selimut, hatinya tidak benar benar tulus. Dia ingat ketika Miki atau lebih dikenal dengan Mike membuatnya jatuh dari tebing, walaupun bukan dia secara langsung, namun orang suruhan itu berhasil membuat Devanka dan Reynold melewati hari hari sulit di kota kecil.Devanka berusaha membuat Aron tersenyum, dengan senyumnya, ekspresi lucu wajahnya, nada suara lucunya, terlihat seperti seorang ibu yang sedang bermain dengan anaknya. Monalisa masih menatapnya dengan segala pandangan rasa, dia mulai merasa Devanka lebih pantas menjadi ibu Aron daripada dirinya."Ada apa?" tanya Devanka yang ternyata mengamati Monalisa sedari tadi."Ti-tidak, Aron beruntung memilikimu," ucap Monalisa."Apa