Jebakan MonalisaReynold melangkahkan kaki ke dalam kantornya, di sana sudah ada beberapa wartawan yang menunggu, untuk sekedar mendapat berita terkini mengenai insiden penusukan. Beberapa orang keamanan sudah siap sedia untuk membantu Reynold masuk ke dalam gedung dengan aman."Selamat pagi tuan muda," sapa sekretaris Pete."Pagi, sudah berapa lama mereka di sana," tanya tuan muda Reynold seraya melirik ke arah beberapa orang wartawan itu."Sejak hari kejadian itu tuan, beberapa ada yang di rumah sakit," ucap sekretaris Pete."Sekretaris Pete, kau sudah menemuinya?" tanya Reynold."Sudah tuan muda," jawab sekretaris Pete."Kita ke ruanganku sekarang," pinta tuan muda Reynold."Baik tuan muda," ucap sekretaris Pete yang mengikuti langkah tuan muda Reynold berjalan ke arah ruang kerjanya."Bagaimana dengan kondisi Devanka tuan muda?" tanya sekretaris Pete. "Sudah membaik, nanti sore dia akan pulang. Oh iya bagaimana jika mulai hari ini aku memanggilmu paman, kau cukup memanggilku Reyn
Kelicikan Monalisa Reynold terbangun, dia masih merasakan kepalanya begitu berat, cukup lama dia berusaha meraih kesadarannya. Dia mendapati tubuhnya tertutup selimut tebal, dalam kondisi telanjang, tidur di atas tempat tidur yang cukup tidak asing untuknya. Iya, ini adalah apartrmen Monalisa, bukan di rumah bersama istrinya Devanka. Reynold melihat ke arah sebelah kiri, dia melihat Monalisa terlihat masih tidur dengan begitu pulas. "Apa yang kau lakukan Monalisa," ucap Reynold dengan suara lirih karna tubuhnya terasa begitu berat. "Monalisa," ucap Reynold seraya menyentuh wajah Monalisa. "Rey, kau sudah bangun, aku masih sangat ngantuk sekali," ucap Monalisa. "Apa yang telah kau lakukan," ucap Reynold seraya masih tetap memegangi kepalanya. "Apa maksudmu Rey?" tanya Monalisa yang berusaha untuk membuka matanya. "Kenapa aku berada di atas tempat tidur?" tanya Reynold. "Kau Lupa Rey?" Monalisanya melontarkan pertanyaan tanpa lebih dulu menjawab apa yang ditanyakan Reynold. M
Kemarahan ReynoldMonalisa melangkahkan kaki menuju ke salah satu mall, langkahnya begitu ringan karna rasa bahagia yang dia rasakan. Mall ini adalah mall terbesar di Jakarta, milik Hamzah Group.Monalisa masuk ke dalam mall, memasang kaca mata hitam yang tadinya dia genggam erat. Rambutnya terurai, bergoyang goyang seiring hembusan angin. "Hari ini aku menjadi pengunjung, nanti aku akan menjadi pemilik mall ini," gumam Monalisa seraya tersenyum lebar.Monalisa menuju ke sebuah tempat yang menjual tas tas berharga mahal, tas dengan merk Gucci, kesukaan beberapa orang dari kelas atas, antara hobi dan tuntutan kemewahan. "Selamat datang nona," sapa salah seorang kariawan toko tas mewah itu, penampilannya sungguh rapi dengan setelan warna hitam."Terimakasih," ucap Monalisa."Ada yang bisa kami bantu?" tanya kariawan wanita itu."Saya mencari keluaran terbaru," ucap Monalisa yang sudah duduk di kursi sofa yang disediakan untuk pelanggan VVIP di toko tersebut."Tentu nona, ada produk te
Penyamaran Nori Terbongkar"Selamat datang Reynold, Devanka, selamat datang pak Lumawi. Bagaimana kabarmu Devanka? maaf kakek tidak menjengukmu di rumah sakit karna kakek tidak enak badan," ucap tuan besar Hamzah."Tidak apa apa kakek, kakek sakit?" tanya Devanka."Hanya tidak enak badan saja, ayo kita masuk," ucap tuan besar Hamzah."Bagaimana dengan lukamu?" tanya tuan besar Hamzah pada Devanka."Sudah membaik kakek, jahitannya sudah kering dan cukup sempurna," ucap Devanka."Ehem," terdengar suara Reynold mendehem karna merasa tidak mendapat perhatian dari kakek kesayangannya."Kakek lupa padaku?" tanya Reynold."Tentu saja tidak, kakek juga sangat merindukanmu Rey. Bagaimana keadaanmu? sekretaris Pete bilang kau sempat over dosis vitamin?" tanya kakek Hamzah."I-iya, tapi tidak apa apa kakek," ucap Reynold sedikit gugup."Apa kau terlalu tegang menyiapkan malam pertamamu sehingga terlalu banyak meminum vitamin," ucap kakek Hamzah yang setelahnya tertawa terbahak bahak."Kakek," uc
Kamar Pengantin"Istirahatlah Dev, kakek sudah menyiapkan kamar istimewa untuk kalian, semoga kalian bahagia menerimanya, anggap saja sebagai hadiah pernikahan," ucap kakek Hamzah pada Devanka."Te-terimakasih kakek," ucap Devanka seraya menundukkan badan.Devanka dan Reynold melangkahkan kaki menuju ke arah kamar Reynold yang sekarang juga menjadi kamar Devanka. Jantung Devanka berdetak kencang, tidak karuan, ada rasa gugup, bingung dan juga khawatir. "Ini kamarku, sekarang juga menjadi kamarmu," ucap Reynold di depan pintu kamarnya. Reynold membuka pintu kamarnya dan betapa kagetnya dia melihat kamarnya sudah berubah, bukan seperti kamarnya lagi. Nuansa hitam mewah berbaur keemasan sudah tidak ada lagi dan berganti dengan hiasan bunga bunga khas kamar pengantin."Kakek," gumam Reynold sedikit kesal."Kamarmu cantik sekali Rey," ucap Devanka."I-iya, sangat cantik dan ini sepertinya adalah seleramu," ucap Reynold. "Kau bisa mengantinya sesuai seleramu, tidak harus seperti seleraku,
Rasa Penasaran Pak Lumawi Dan Kejahatan ViraDi dalam mobil, perjalanan menuju kediaman pak Lumawi. Ada perasaan yang mengganjal di hati pak Lumawi, rasanya ada sesuatu yang janggal namun berusaha dia simpan dan dia pahami sebagai sesuatu yang bukan menjadi masalah besar. "Aldo kan namamu?" tanya pak Lumawi di dalam mobil."Iya tuan, nama saya Aldo, panggil saja Aldo," jawab Aldo seraya menyetir mobil."Aldo, kau kenal dengan asisten rumah tangga di rumah keluarga Hamzah yang bernama Nori?" tanya pak Lumawi."I-iya tuan, ada apa?" tanya Aldo penasaran namun dia juga kaget dengan pertanyaan itu."Apa dia sudah lama bekerja di sana?" tanya Pak Lumawi."Su-sudah cukup lama tuan, sekitar lima tahun, mungkin lebih," ucap Aldo. Pak Lumawi hanya diam, seolah dia memikirkan sesuatu. "A-ada apa tuan?" tanya Aldo penasaran."Tidak, tidak ada apa apa," ucap Pak Lumawi."Ma-maaf tuan, apa ini persoalan Nori yang mendatangi rumah tuan?" ucap Aldo. "Kau tahu masalah itu? Sebenarnya saya sudah be
PenyergapanPolisi mengepung kediaman Vira dan Virapun sudah tahu dirinya akan didatangi oleh pihak kepolisian karna perbuatannya yang sepertinya akan membawanya ke jeruji besi. Dengan santai Vira keluar dari dalam rumahnya, membiarkan polisi memasang borgol di tangannya dan menaikkannya ke mobil polisi. Vira tidak menggunakan jasa pengacara, dia sudah pasrah dengan nasibnya, menerima apapun yang dijatuhkan kepadanya. Dendam dan cinta, sangat tipis sekali batasnya, cinta dan kebencian membuat dia gelap mata dan berniat menghabisi nyawa seseorang.Vira hanya bisa tertunduk lemas, perbuatannya tidak membuahkan hasil apapun, justri dia yang harus menanggung semuanya seorang diri. Dia tidak berhasil menghabisi nyawa Devanka, namun dia tetap harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Vira hanya bisa pasrah."Tersangka sudah di bawa ke kantor inspektur," ucap salah seorang petugas polisi memberi informasi pada inspektur Yusuf."Baik komandan, terimakasih," ucap inspektur Yusuf."Inspektur
Tidur Satu RanjangJam menunjukkan pukul 22.00.Reynold sampai di rumah, masuk ke dalam kamarnya. Badannya benar benar lelah, matanya begitu digelayuti rasa kantuk. Reynold menghidupkan lampu kamarnya dan seketika berteriak."Siapa kau!" teriak Reynold. Mendengar hal itu Devanka yang sudah terlelap dalam tidur berusaha membuka mata dan samar samar mendapati seseorang masuk ke dalam kamarnya."Aaaaa," teriak Devanka kaget. Beberapa detik mereka berada pada fase diam, bingung, seolah lupa ingatan."Reynold," ucap Devanka."Devanka," ucap Reynold.Mereka saling menyebut nama secara bersamaan.Devanka dan Reynold sama sama menghela nafas panjang dan mereka baru saja menyeleseikan bagian cerita konyol."Kenapa bisa bisanya aku kaget seperti itu melihat Devanka, konyol," gumam Reynold dalam hati."Itu kan Reynold kenapa aku harus teriak," ucap Devanka dalam hati."Tu tuan, ada apa? saya mendengar ada teriakan yang bersumber dari kamar tidur tuan muda," ucap bik Inah gugup."Ti-tidak bik, i-
Semuanya MembaikSatu tahun berlalu, sepertinya semuanya membaik. Aron sudah sehat, menjadi anak yang ceria, namun dia tetap harus mendapatkan terapy untuk tumbuh kembangnya. Benturan di kepala ketika kecelakaan yang dia alamai setahun yang lalu menyisakan masalah yang harus diseleseikan, tubuhnya harus banyak dilatih supaya bisa tumbuh dengan normal, namun semuanya bisa diatasi, dia tumbuh dengan baik. Aron memiliki sumber daya, dia menjadi putra tertua Reynold Hamzah.Tuan Domani mendapatkan hukumannya, sesuai dengan kejahatan yang dia lakukan. Dia akan lama berada di penjara, lebih dari sepuluh tahun. Dia dan istrinya memutuskan untuk berhenti memperjuangkan Aron, menyerahkan Aron pada tangan yang tepat. "Ayah pulang," ucap Reynold ketika masuk ke dalam kamar anak anaknya. Di sana terlihat Aron sedang bermain dengan perawat Susi, sedangkan Arion, putra keduanya yang berusia lima bulan berada di gendongan Devanka. Mendengar suaminya datang, Devanka memberi isyarat kepada Reynold un
Tabir Rencana PembunuhanTuan Domani masuk ke dalam kamarnya, dia mulai duduk di tempat tidur. Dia terlihat menghela nafas panjang, lalu mulai menangis sejadi jadinya, dia tidak menyangka apa yang direncanakannya justru menyebabkan penyesalan yang mendalam. Tuan Domani mengingat waktu ketika dia bertemu dengan dua orang kepercayaannya.Di ruang kunjungan penjara, terlihat tuan Domani sedang menemui pengunjung yang merupakan dua orang anak buahnya, anak buah kepercayaannya."Semua sudah siap tuan, kami akan melaksanakan semua perintah tuan," ucap salah seorang. "Baiklah, lakukan dengan baik, saya tidak ingin ada kesalahan sekecil apapun," ucap tuan Domani. "Baik tuan, kami akan mulai mengintainya, dan ketika ada kesempatan, kami akan segera melaksanakan rencana itu," ucap orang yang lain. Dua orang dengan pakaian serba hitam itu terlihat begitu serius dan menakutkan. Sepertinya ada rencana jahat yang serang mereka rencanakan. Satu jam sebelumnya, tuan Domani sudah bertemu dengan asi
Tersandung RasaDevanka dan Reynold sudah berada di rumah sakit tempat pembacaan hasil tes DNA, di sana sudah ada cukup banyak wartawan, perwakilan dari rumah sakit, dan beberapa orang yang memiliki kepentingan. Dari pintu terlihat seorang wanita yang tidak asing bagi Reynold."Kenapa dia ada di sini," bisik Reynold seraya melihat ke arah wanita bertubuh tambun itu. Terlihat elegan, berkelas dengan dress warna putih, membuat penampilannya menarik walaupun berbobot lebih dari delapan puluh kilogram."Siapa Rey?" tanya Devanka."Dia," ucap Reynold seraya melihat ke arah wanita itu. Devanka mengarahkan matanya, terlihat mengerutkan dahi, lalu dia menyakini bahwa belum pernah melihat wanita itu sebelumnya. "Dia nyonya Domani, istri dari presdir Domani. Untuk apa dia datang, dia juga di temani pengacara," ucap Reynold."Apa jangan jangan," ucap Reynold terhenti ketika melihat seseorang mulai berbicara dari alat pengeras suara.Salah seorang perwakilan dari rumah sakit terlihat sudah menai
Upacara PemakamanSemua orang mengantar kepergian Monalisa, dengan tatapan kesedihan, hati yang lara, menyakitkan, seorang ibu harus meninggalkan anaknya yang masih berusia tiga bulan bulan. Bayi kecil itu bahkan belum mengenal ibunya dengan baik, belum belajar memanggilnya, mengenali suaranya dengan jelas, belum meraba raba wajahnya, banyak hal yang belum dilakukan dan itu sangat menyayat hati.Semua orang memakai pakaian serba hitam, menandakan hati yang sedang kelam. Devanka terus menangis, menempel di dada suaminya, mencari perlindungan dari rasa sakit kehilangan. Monalisa di makamkan di area pemakaman elit untuk kelas atas, yang memiliki harga hampir setengah miliar per kaplingnya. Tuan besar Hamzah mengatur semua upacara pemakaman dan Monalisa mendapatkan penghormatan terakhirnya dengan layak.Di dalam penjara, ayah Monalisa menatap tembok, menyembunyikan kepedihannya. Dari punggungnya terlihat bahwa dia sedang menangis, tersedu sedu, seorang pria yang sangar akhirnya bisa tumba
Cinta MembaraJaksa Putri sampai di rumah sakit, dia dan Evo segera berlari masuk. Di depan pintu unit gawat darurat ada tuan muda Reynold, inspektur Yusuf, sekretaris Pete dan juga beberapa anak buah dari inspektur Yusuf.Langkah Evo terhenti, dia terdiam sejenak."Itu inspektur Yusuf?" tanya Evo."I-iya, kau mengenalnya? tanya jaksa Putri."Ayo kita segera mendekat ke sana," ucap Evo yang kemudian melanjutkan langkahnya mendekat ke arah ruang unit gawat darurat."Selamat malam," sapa jaksa Putri pada semua orang yang ada di sana."Oh, jaksa Putri, kau juga ada di sini?" tanya inspektur Yusuf."Jaksa Putri menangani kasus Monalisa," ucap sekretaris Pete."Oh begitu rupanya, bagaimana kelanjutan kasusnya?" tanya inspektur Yusuf."Hasil tes DNA akan diumumkan besok pagi, kasus ini mendekati akhir," ucap inspektur Yusuf."Walaupun dia sudah tidak ada, kau harus menuntaskan kasusnya, hingga selesei," pinta inspektur Yusuf."Ti-tidak ada?" tanya jaksa Putri yang belum mengerti dengan situ
Debaran Hati Sang JaksaTiba tiba seolah awan mendung berkumpul di langit, sunyi sepi, dengan hembusan angin dingin. Sebentar lagi badai kepedihan akan menerjang. Kabar duka ini sungguh sangat mengerikan.Devanka terhuyung, pandangannya gelap, lalu tidak sadarkan diri."Rey," bisiknya setelah tersadar dan dia mendapati dirinya sudah berada di sebuah ruang perawatan."Dev, kau sudah siuman," bisik Reynold seraya mendekat ke arah Devanka, menggenggam tangannya lalu memeluknya erat untuk sekedar menyalurkan perasaan."Aku sungguh tidak menyangka Monalisa akan seperti ini," ucap Devanka, lalu dia kembali menangis. "Tenanglah," bisik Reynold. "Ada Aron yang harus kau pikirkan, kau harus bangkit dan kuatkan hatimu," bisik Reynold."Anak sekecil itu Rey, dia harus kehilangan ibunya," ucap Devanka dalam tangis."Rey, kakek sudah meminta orang untuk menyiapkan prosesi pemakaman, kita urus saja," ucap kakek Hamzah seraya memegang bahu Reynold."Baik kek," ucap Reynold. Devanka melepaskan pel
Sebuah KehilanganReynold dan Devanka masuk ke dalam rumah sakit. Mereka terlihat gugup, mencari keberadaan Monalisa juga Aron."Nur, hubungi Aldo dan sekretaris Pete, minta mereka menghubungi inspektur Yusuf untuk mengurus masalah ini," pinta Reynold pada pengawal Nur."Baik tuan," ucap pengawal Nur yang kemudian segera menjalankan perintah tuan mudanya itu.Beberapa saat kemudian, Aldo dan sekretaris Pete sudah ada di gurun hijau, bersama dengan inspektur Yusuf dan tim investigasi. "Ini semua rekaman kamera pengawas yang ada di tempat ini, mereka benar benar sudah merencanakannya," ucap inspektur Yusuf yang terlihat mengecek hasil tangkapan kamera pengawas yang dia kumpulkan."Mereka mensabotase kamera pengawas, semuanya," ucap inspektur Yusuf. Mendengar hal itu, Sekretaris Pete terlihat berpikir."Bagaimana dengan kamera dashboard? mobil antik tuan besar Hamzah di pajang di gedung ini, berhadapan langsung dengan lapangan golf. Mobil itu dilengkapi kamera dashboard yang selalu meny
Tragedi Pesta LampionDevaka terlihat begitu cantik, dengan gaun berwarna putih, transparan di bagian lengan dan punggung. Perutnya yang sudah terlihat lebih menonjol membuat penampilannya semakin menawan, ibu hamil yang mempesona. Kehamilannya memasuki usia tiga bulan, kehamilan yang sehat dan di dambakan hampir semua orang, karna Devanka sama sekali tidak merasa repot, mual muntah berlebihan, sakit di sana sini, dia tidak merasakan itu semua, perasaannya hanya sangat bahagia, menerima kehamilannya dengan perasaan luar biasa."Kau cantik," ucap Reynold."Terimakasih, apa tidak terlihat gendut? sepertinya berat badanku naik," ucap Devanka."Tidak dan tidak menjadi masalah, kau harus banyak makan, supaya kehamilanmu sehat," ucap Reynold yang terlihat memeluk Devanka dari belakang, tepat di depan cermin besar yang ada di kamarnya. "Semoga kau tidak melihat wanita lain setelah melihatku bertambah berat badan," ucap Devanka seraya tersenyum."Tidak mungkin, aku hanya jatuh cinta padamu,"
Kasih Tulus Devanka pada AronDevanka dengan telaten mengurus Aron, terlihat seperti tidak merasa lelah sedikitpun. Monalisa melihat ketulusan itu, rasa kasih dan sayang itu, apa mungkin dia selama ini sangat keterlaluan pada Devanka, seperti duri di dalam daging, seperti bayangan buruk, seperti musuh dalam selimut, hatinya tidak benar benar tulus. Dia ingat ketika Miki atau lebih dikenal dengan Mike membuatnya jatuh dari tebing, walaupun bukan dia secara langsung, namun orang suruhan itu berhasil membuat Devanka dan Reynold melewati hari hari sulit di kota kecil.Devanka berusaha membuat Aron tersenyum, dengan senyumnya, ekspresi lucu wajahnya, nada suara lucunya, terlihat seperti seorang ibu yang sedang bermain dengan anaknya. Monalisa masih menatapnya dengan segala pandangan rasa, dia mulai merasa Devanka lebih pantas menjadi ibu Aron daripada dirinya."Ada apa?" tanya Devanka yang ternyata mengamati Monalisa sedari tadi."Ti-tidak, Aron beruntung memilikimu," ucap Monalisa."Apa