Baby Blues SyndromeMonalisa berteriak pada bayinya yang terus saja menangis. Dia tidak tahu harus berbuat apa, seolah bayi itu sudah menjadi malapetaka baginya. Bayi kecil yang belum memiliki nama itu terus menangis karna kehausan, dia hanya ingin mendapatkan susu yang merupakan makanan utamanya.Monalisa kesal, dia tidak bisa membuat bayinya berhenti menangis, dia tidak tahu apa yang bayinya inginkan. Di atas kepala bayinya dia melihat sebuah bantal, dia mengambil bantal itu, lalu mengangkatnya tinggi tinggi."Mungkin ini akan membuatmu diam," ucap Monalisa.Perawat Susi yang sedang mencuci botol susu, segera berlari dan menahan bantal itu."Nyonya, sadarlah, ini tidak benar," ucap perawat Susi. Melihat perawat Susi, Monalisa melepaskan bantalnya, dia mulai menangis, seperti orang kebingungan. Monalisa menjatuhkan dirinya ke lantai, dia terus saja menangis."Nyonya, nyonya harus menenangkan diri," ucap perawat Susi yang kemudian membantu Monalisa berdiri dan duduk di kursi sofa.Ba
Trauma Terpendam Romani mendatangi kantor polisi, dia terlihat masuk ke ruangan khusus untuk penyelidikan. Melodi bersamanya, menunggu di luar ruangan dengan kecemasan yang luar biasa. Melodi terlihat risau, beberapa kali kakinya bergerak gerak, merubah posisi duduk beberapa kali, tidak tenang juga khawatir. Setelah sekitar satu jam, akhirnya Romani keluar dari ruang penyelidikan itu. "Romani," ucap Melodi gugup ketika melihat Romani keluar dari ruangan itu dengan wajah cemas. "Apa ada masalah serius?" tanya Melodi. "Kita keluar sari sini dulu," ucap Romani yang kemudian keluar dari kantor Polisi bersama Melodi. Mereka segera bergegas menuju ke arah mobil dan meninggalkan kantor polisi. Romani dan Melodi terlihat masuk ke dalam sebuah restoran mewah yang memiliki meja pribadi. "Ayo cerita," paksa Melodi setelah mereka masuk ke dalam ruang pribadi. "Aku harus melaksanakan tes DNA, tidak bisa dihindari," ucap Romani. Ini seperti kejadian dua tahu lalu, dadaku sangat sakit sek
Tidak ada cintaDevanka membantu Monalisa tidur, di tempat tidurnya yang nyaman namun sedikit berantakan."Istirahatlah, aku akan membereskan kamarmu," ucap Devanka."Te-terimakasih," ucap Monalisa."Kau juga harus memberi nama untuk anakmu," ucap Devanka."Kau sudah memikirkan nama yang pas?" lanjut Devanka. "Ya, aku memikirkan nama itu, entahlah aku belum yakin. Aron, bermakna pembawa cahaya," ucap Monalisa."Aron, ya nama yang bagus," ucap Devanka seraya merapikan beberapa baju yang terlihat berantakan di lantai dan tempat tidur."Kita resmikan nama itu, siapa nama belakangnya?" tanya Devanka."Entahlah, nama belakangnya adalah nama ayahnya dan aku bahkan tidak tahu nama ayahnya," ucap Monalisa, mendengar hal itu Devanka menghentikan aktifitas berbenahnya, dia mendekat ke arah Monalisa, duduk di samping tempat tidurnya, mengelusnya lembut, memberinya ketenangan dan ketulusan."Kau pasti bisa melewati ini, kita akan menemukannya," ucap Devanka."Ya, hari ini aku akan bertemu dengan
Bantuan TerakhirDi ruang kerja Reynold, kantor pusat Hamzah grup."Aldo, apa yang dilakukan Devanka hari ini?" tanya Reynold."Nyonya menemui nona Monalisa tuan, sepertinya ada janji dengan dokter Lina, mereka juga akan bertemu dengan tuan Romani," ucap Aldo."Kenapa kau tidak menemaninya?" tanya Reynold."Saya sudah menawarkan diri untuk menemani nyonya Devanka namun nyonya Devanka menolak karna sudah ada pengawal yang menemaninya," ucap Aldo."Apa dua pengawal itu selalu bersamanya?" tanya Reynold memastikan."Iya tuan, saya sudah berpesan kepada mereka untuk fokus dan tidak lengah sedikitpun," ucap Aldo."Baguslah, Devanka tidak lagi sendiri, dia bersama calon penerusku, pastikan dia baik baik saja," ucap Reynold."Baik tuan, saya akan coba menghubungi pengawal nyonya Devanka," ucap Aldo."Oh iya Aldo, apa kau sudah mendengar tentang tes DNA yang akan dilakukan Romani? bagaimana menurutmu?" tanya Reynold."Iya tuan, sepertinya akan dilaksanakan Lusa, pengacara tuan Romani sudah me
Kecelakaan KecilReynold menemui Monalisa yang duduk di depan ruang unit gawat darurat."Jangan temui atau meminta Devanka menemuimu, kau hanya membuatnya menderita," ucap Reynold."Menderita? apa kau tidak salah, aku sama menderitanya," ucap Monalisa."Tidak, kau sama sekali tidak tahu apa arti penderitaan karna selama ini kau hanya mementingkan dirimu sendiri, sebaiknya kau berhenti," ucap Reynold."Apa sekarang kau menindasku? menganggapku sebagai orang yang telah menjebakmu? kenapa kau sekejam itu?" ucap Monalisa penuh dengan pertanyaan terkaan."Sebaiknya kau menjauh, jangan temui dia lagi," ucap Reynold, lalu dia pergi tanpa mempedulikan Monalisa yang begitu kesal."Kenapa semua orang tidak bisa memahamiku," gumam Monalisa, lalu dia duduk dan mulai menangis. Monalisa menangis, tangisannya seolah benar benar tulus dari dalam hatinya."Tidak ada yang bisa memahamiku, kecuali Devanka, hanya dia yang begitu peduli padaku," ucap Monalisa. Dia menyadari, dia sendiri, tidak ada siapap
Menjadi Orang TuaDevanka menelan ludah manakala Reynold mendekatkan wajahnya, semakin lama semakin dekat hingga hidung Reynold menempel dengan hidungnya. Jantungnya berderu cukup kencang, seperti pertama kalinya mereka saling menatap, dalam keintiman, namun sekarang sudah hampir menginjak satu tahun pernikahan, tentu perasaannya akan berbeda. Namun sepertinya semua getaran itu masih sama, Devanka begitu mencintai Reynold."Kau gugup?" tanya Reynold."Ya, tentu, aku tidak pernah bisa menghindarimu jika kau menatapku seperti itu," ucap Devanka."Mulai sekarang dengarkan aku baik baik, jangan menemui wanita itu lagi, dia hanya menciptakan neraka untukmu," ucap Reynold."Rey," bisik Devanka.Reynold menarik tubuhnya, duduk di samping tempat tidur, terlihat menghela nafas panjang, sepertinya pria itu benar benar tidak suka dengan sikap yang diambil istrinya."Izinkan aku menolong Monalisa, kali ini saja. Setelah anak itu tahu siapa ayahnya, aku akan berhenti, hingga saat itu saja," ucap D
Ada harapan di balik kekhawatiranMalam hari, Romani masuk ke dalam sebuah restoran Jepang, di sana sudah ada seseorang yang menunggunya, di ruangan pribadi, dengan menu istimewa."Rey," sapa Romani ketika masuk ke dalam ruangan pribadi itu."Apa kau sudah lama?" tanya Romani yang kemudian duduk di depan Reynold."Tidak, aku baru saja datang," ucap Reynold.Mereka terlihat duduk menyila, di depan meja dengan kaki pendek, lalu beberapa detik setelahnya beberapa pelayan masuk membawa berbagai menu makanan Jepang. "Aku sudah lama tidak makan makanan ini, dulu Stevani sangat menyukai makanan ini, namun tidak pernah mengajakku makan bersama, sekarang kekasihku sangat suka makan bersamaku tapi dia tidak menyukai makanan ini," ucap Romani."Apa kau bersama seseorang hanya untuk mengajaknya makan?" tanya Reynold."Bukan begitu, pasti menyenangkan jika menyukai makanan yang sama, tapi itu tidak penting," ucap Romani seraya mengambil sashimi dengan sumpit, potongan ikan segar yang terlihat me
Istirahat adalah pentingDevanka terlihat berdandan rapi, dia akan menemui seseorang sebelum mendatangi acara penting."Apa nyonya akan pergi?" tanya pengawal Nur."Ya, kau mau ikut?" tanya Devanka."Itu sudah menjadi tugas saya nyonya," ucap pengawal Nur."Kau tahu, saya dulu tidak terlalu dekat dengan pengawal yang lama, tapi sekarang saya akan berusaha untuk dekat denganmu," ucap Devanka seraya tersenyum."Dulu pengawal yang lama mengikat rambutnya seperti ekor kuda, seperti ini," ucap Devanka seraya memperagakan bentuk ekor kuda yang menancap di kepala, melengkung panjang hingga ke pinggang."Kau lebih suka rambut pendek? Aku sudah membelikanmu baju baru, jangan khawatir, sesuai dengan gaya berpakaianmu, tapi saya sedikit kurang nyaman dengan warna hitam itu, gantilah," ucap Devanla seraya menunjuk paperbag warna putih yang ada di atas meja yang ada di kamarnya."Untuk saya nyonya?" tanya pengawal Nur memastikan."Ya, bawa ke bawah, saya akan ke bawah lima menit lagi," ucap Devank
Semuanya MembaikSatu tahun berlalu, sepertinya semuanya membaik. Aron sudah sehat, menjadi anak yang ceria, namun dia tetap harus mendapatkan terapy untuk tumbuh kembangnya. Benturan di kepala ketika kecelakaan yang dia alamai setahun yang lalu menyisakan masalah yang harus diseleseikan, tubuhnya harus banyak dilatih supaya bisa tumbuh dengan normal, namun semuanya bisa diatasi, dia tumbuh dengan baik. Aron memiliki sumber daya, dia menjadi putra tertua Reynold Hamzah.Tuan Domani mendapatkan hukumannya, sesuai dengan kejahatan yang dia lakukan. Dia akan lama berada di penjara, lebih dari sepuluh tahun. Dia dan istrinya memutuskan untuk berhenti memperjuangkan Aron, menyerahkan Aron pada tangan yang tepat. "Ayah pulang," ucap Reynold ketika masuk ke dalam kamar anak anaknya. Di sana terlihat Aron sedang bermain dengan perawat Susi, sedangkan Arion, putra keduanya yang berusia lima bulan berada di gendongan Devanka. Mendengar suaminya datang, Devanka memberi isyarat kepada Reynold un
Tabir Rencana PembunuhanTuan Domani masuk ke dalam kamarnya, dia mulai duduk di tempat tidur. Dia terlihat menghela nafas panjang, lalu mulai menangis sejadi jadinya, dia tidak menyangka apa yang direncanakannya justru menyebabkan penyesalan yang mendalam. Tuan Domani mengingat waktu ketika dia bertemu dengan dua orang kepercayaannya.Di ruang kunjungan penjara, terlihat tuan Domani sedang menemui pengunjung yang merupakan dua orang anak buahnya, anak buah kepercayaannya."Semua sudah siap tuan, kami akan melaksanakan semua perintah tuan," ucap salah seorang. "Baiklah, lakukan dengan baik, saya tidak ingin ada kesalahan sekecil apapun," ucap tuan Domani. "Baik tuan, kami akan mulai mengintainya, dan ketika ada kesempatan, kami akan segera melaksanakan rencana itu," ucap orang yang lain. Dua orang dengan pakaian serba hitam itu terlihat begitu serius dan menakutkan. Sepertinya ada rencana jahat yang serang mereka rencanakan. Satu jam sebelumnya, tuan Domani sudah bertemu dengan asi
Tersandung RasaDevanka dan Reynold sudah berada di rumah sakit tempat pembacaan hasil tes DNA, di sana sudah ada cukup banyak wartawan, perwakilan dari rumah sakit, dan beberapa orang yang memiliki kepentingan. Dari pintu terlihat seorang wanita yang tidak asing bagi Reynold."Kenapa dia ada di sini," bisik Reynold seraya melihat ke arah wanita bertubuh tambun itu. Terlihat elegan, berkelas dengan dress warna putih, membuat penampilannya menarik walaupun berbobot lebih dari delapan puluh kilogram."Siapa Rey?" tanya Devanka."Dia," ucap Reynold seraya melihat ke arah wanita itu. Devanka mengarahkan matanya, terlihat mengerutkan dahi, lalu dia menyakini bahwa belum pernah melihat wanita itu sebelumnya. "Dia nyonya Domani, istri dari presdir Domani. Untuk apa dia datang, dia juga di temani pengacara," ucap Reynold."Apa jangan jangan," ucap Reynold terhenti ketika melihat seseorang mulai berbicara dari alat pengeras suara.Salah seorang perwakilan dari rumah sakit terlihat sudah menai
Upacara PemakamanSemua orang mengantar kepergian Monalisa, dengan tatapan kesedihan, hati yang lara, menyakitkan, seorang ibu harus meninggalkan anaknya yang masih berusia tiga bulan bulan. Bayi kecil itu bahkan belum mengenal ibunya dengan baik, belum belajar memanggilnya, mengenali suaranya dengan jelas, belum meraba raba wajahnya, banyak hal yang belum dilakukan dan itu sangat menyayat hati.Semua orang memakai pakaian serba hitam, menandakan hati yang sedang kelam. Devanka terus menangis, menempel di dada suaminya, mencari perlindungan dari rasa sakit kehilangan. Monalisa di makamkan di area pemakaman elit untuk kelas atas, yang memiliki harga hampir setengah miliar per kaplingnya. Tuan besar Hamzah mengatur semua upacara pemakaman dan Monalisa mendapatkan penghormatan terakhirnya dengan layak.Di dalam penjara, ayah Monalisa menatap tembok, menyembunyikan kepedihannya. Dari punggungnya terlihat bahwa dia sedang menangis, tersedu sedu, seorang pria yang sangar akhirnya bisa tumba
Cinta MembaraJaksa Putri sampai di rumah sakit, dia dan Evo segera berlari masuk. Di depan pintu unit gawat darurat ada tuan muda Reynold, inspektur Yusuf, sekretaris Pete dan juga beberapa anak buah dari inspektur Yusuf.Langkah Evo terhenti, dia terdiam sejenak."Itu inspektur Yusuf?" tanya Evo."I-iya, kau mengenalnya? tanya jaksa Putri."Ayo kita segera mendekat ke sana," ucap Evo yang kemudian melanjutkan langkahnya mendekat ke arah ruang unit gawat darurat."Selamat malam," sapa jaksa Putri pada semua orang yang ada di sana."Oh, jaksa Putri, kau juga ada di sini?" tanya inspektur Yusuf."Jaksa Putri menangani kasus Monalisa," ucap sekretaris Pete."Oh begitu rupanya, bagaimana kelanjutan kasusnya?" tanya inspektur Yusuf."Hasil tes DNA akan diumumkan besok pagi, kasus ini mendekati akhir," ucap inspektur Yusuf."Walaupun dia sudah tidak ada, kau harus menuntaskan kasusnya, hingga selesei," pinta inspektur Yusuf."Ti-tidak ada?" tanya jaksa Putri yang belum mengerti dengan situ
Debaran Hati Sang JaksaTiba tiba seolah awan mendung berkumpul di langit, sunyi sepi, dengan hembusan angin dingin. Sebentar lagi badai kepedihan akan menerjang. Kabar duka ini sungguh sangat mengerikan.Devanka terhuyung, pandangannya gelap, lalu tidak sadarkan diri."Rey," bisiknya setelah tersadar dan dia mendapati dirinya sudah berada di sebuah ruang perawatan."Dev, kau sudah siuman," bisik Reynold seraya mendekat ke arah Devanka, menggenggam tangannya lalu memeluknya erat untuk sekedar menyalurkan perasaan."Aku sungguh tidak menyangka Monalisa akan seperti ini," ucap Devanka, lalu dia kembali menangis. "Tenanglah," bisik Reynold. "Ada Aron yang harus kau pikirkan, kau harus bangkit dan kuatkan hatimu," bisik Reynold."Anak sekecil itu Rey, dia harus kehilangan ibunya," ucap Devanka dalam tangis."Rey, kakek sudah meminta orang untuk menyiapkan prosesi pemakaman, kita urus saja," ucap kakek Hamzah seraya memegang bahu Reynold."Baik kek," ucap Reynold. Devanka melepaskan pel
Sebuah KehilanganReynold dan Devanka masuk ke dalam rumah sakit. Mereka terlihat gugup, mencari keberadaan Monalisa juga Aron."Nur, hubungi Aldo dan sekretaris Pete, minta mereka menghubungi inspektur Yusuf untuk mengurus masalah ini," pinta Reynold pada pengawal Nur."Baik tuan," ucap pengawal Nur yang kemudian segera menjalankan perintah tuan mudanya itu.Beberapa saat kemudian, Aldo dan sekretaris Pete sudah ada di gurun hijau, bersama dengan inspektur Yusuf dan tim investigasi. "Ini semua rekaman kamera pengawas yang ada di tempat ini, mereka benar benar sudah merencanakannya," ucap inspektur Yusuf yang terlihat mengecek hasil tangkapan kamera pengawas yang dia kumpulkan."Mereka mensabotase kamera pengawas, semuanya," ucap inspektur Yusuf. Mendengar hal itu, Sekretaris Pete terlihat berpikir."Bagaimana dengan kamera dashboard? mobil antik tuan besar Hamzah di pajang di gedung ini, berhadapan langsung dengan lapangan golf. Mobil itu dilengkapi kamera dashboard yang selalu meny
Tragedi Pesta LampionDevaka terlihat begitu cantik, dengan gaun berwarna putih, transparan di bagian lengan dan punggung. Perutnya yang sudah terlihat lebih menonjol membuat penampilannya semakin menawan, ibu hamil yang mempesona. Kehamilannya memasuki usia tiga bulan, kehamilan yang sehat dan di dambakan hampir semua orang, karna Devanka sama sekali tidak merasa repot, mual muntah berlebihan, sakit di sana sini, dia tidak merasakan itu semua, perasaannya hanya sangat bahagia, menerima kehamilannya dengan perasaan luar biasa."Kau cantik," ucap Reynold."Terimakasih, apa tidak terlihat gendut? sepertinya berat badanku naik," ucap Devanka."Tidak dan tidak menjadi masalah, kau harus banyak makan, supaya kehamilanmu sehat," ucap Reynold yang terlihat memeluk Devanka dari belakang, tepat di depan cermin besar yang ada di kamarnya. "Semoga kau tidak melihat wanita lain setelah melihatku bertambah berat badan," ucap Devanka seraya tersenyum."Tidak mungkin, aku hanya jatuh cinta padamu,"
Kasih Tulus Devanka pada AronDevanka dengan telaten mengurus Aron, terlihat seperti tidak merasa lelah sedikitpun. Monalisa melihat ketulusan itu, rasa kasih dan sayang itu, apa mungkin dia selama ini sangat keterlaluan pada Devanka, seperti duri di dalam daging, seperti bayangan buruk, seperti musuh dalam selimut, hatinya tidak benar benar tulus. Dia ingat ketika Miki atau lebih dikenal dengan Mike membuatnya jatuh dari tebing, walaupun bukan dia secara langsung, namun orang suruhan itu berhasil membuat Devanka dan Reynold melewati hari hari sulit di kota kecil.Devanka berusaha membuat Aron tersenyum, dengan senyumnya, ekspresi lucu wajahnya, nada suara lucunya, terlihat seperti seorang ibu yang sedang bermain dengan anaknya. Monalisa masih menatapnya dengan segala pandangan rasa, dia mulai merasa Devanka lebih pantas menjadi ibu Aron daripada dirinya."Ada apa?" tanya Devanka yang ternyata mengamati Monalisa sedari tadi."Ti-tidak, Aron beruntung memilikimu," ucap Monalisa."Apa