Mereka MenghilangPolisi datang, hanya ada Monalisa di pinggir jembatan. Dengan wajah penuh kebingungan, kaget, bercampur penyesalan, tidak tahu harus bagaimana, berdiri mematung, dengan air mata yang menetes sebutir demi sebutir.Tiga menit lalu."Aku tidak akan melepaskanmu Dev," ucap Reynold."Berjanjilah tidak akan pernah melepaskanku,"lanjut Reynold.Tidak disangka, Reynold membiarkan tubuhnya mengikuti arah yang menurutnya benar, mereka berdua jatuh ke sungai dengan aliran air begitu deras, seketika lenyap, tak terlihat. Monalisa yang melihat kejadian itu hanya bisa berteriak, histeris, tidak menyangka akan menyaksikan hal gila ini."Rey, apa kau benar benar begitu mencintainya," bisik Monalisa. "Nona, di mana tuan muda Reynold,"tanya salah seorang polisi yang baru tiba di sana. Tidak ada jawaban, Monalisa hanya bisa menatap dengan pandangan kosong, seraya terus mengalirkan air mata. "Nona, katakan sesuatu, apa mereka jatuh?" tanya polisi itu lagi. Terlihat beberapa anggota
Harapan TinggiDi apartemen Monalisa, dirinya dan Mike terlibat pertengkaran yang cukup hebat."Mike, kenapa kau melakukan itu," ucap Monalosa seraya berderai air mata."Aku memang menyuruh orang untuk menakut nakutinya, namun semua diluar dugaan," ucap Mike."Kenapa kau membunuhnya, juga Reynold, bagaimana dengan anak ini," ucap Monalisa dengan mata yang memerah, berair dan tajam menusuk lawan bicaranya."Apa kau yakin mereka tidak selamat?" tanya Mike."Siapa orang yang bisa selamat dari sungai sedalam dan sederas itu, kemungkinannya sangat kecil," ucap Monalisa."Monalisa, bukankah hal ini bagus, kau tidak perlu lagi mengkhawatirkan mengenai tes DNA, jika pria itu tidak ada, keluarga Hamzah akan mengakuinya, sesuai perjanjian yang sudah disepakati," ucap Mike berusaha menjelaskan situasi."Mike! Aku ingin Reynold, aku hanya ingin tidak ada orang yang menghalangiku, bukan melenyapkannya," ucap Monalisa dengan nada tinggi. "Monalisa, maafkan aku, semua diluar rencana," ucap Mike. M
Dunia BaruMobil yang Reynold dan Devanka tumpangi berhenti. Jam menunjukkan pukul delapan pagi, berarti mereka sudah melakukan perjalanan sekitar lima jam, dengan kecepatan sedang. Reynold dan Devanka turun dari mobil."Kau melakukan perjalanan selama lima jam dan hanya membayarku sembilan puluh ribu, berterimakasihlah," ucap pak Memet.Reynold melihat ke arah sekeliling, pepohonan hijau, lereng bukit, udara dingin, sejuk, sepi. Ini bukan di Jakarta, ini..."Kau bawa ke mana aku dan istriku!" teriak Reynold dengan suara sedikit tinggi dan murka. Dia merasa dipermainkan dan ditipu."Kau ini, sudah ditolong tidak tahu diri," ucap pak Memet merasa tidak bersalah."Ini Jekarta, kau mau ke Jekarta kan, ini sudah sampai di Jekarta," ucap pak Memet."Jekarta?" tanya Reynold menirukan logat bicara pak Memet."Apa sama dengan Jakarta? ibu kota?" tanya Reynold menelisik."Oh, kau mau ke Jakarta, kenapa tidak bilang, Jakarta letaknya ada di balik gunung itu, sekitar seribu kilometer dari sini,
Mencoba Negosiasi SengitJam menunjukkan pukul lima pagi, Reynold sudah bersiap, ada tempat yang harus dia kunjungi."Kau akan pergi ke mana Rey sepagi ini?" Tanya Devanka yang baru bangun dari tidurnya."Aku akan ke kantor polisi, kau tunggu saja di sini," ucap Reynold."Kau naik apa ke sana Rey? jauh sekali," ucap Devanka khawatir. Mendengar hal itu Reynold memegang pundak Devanka, lalu mengelus rambutnya lembut."Aku terbiasa olah raga, lari lima kilometer bukan masalah besar," ucap Reynold yakin."Bagaimana kakimu?" tanya Reynold."Sudah membaik, istri pak Memet membuatkanku ramuan yang cukup bagus untuk penyembuhan luka," ucap Devanka seraya menunjukkan luka kakinya. "Aku pergi dulu, kau tidak perlu khawatir, kita akan pulang," ucap Reynold yakin.Reynold sudah berada di luar rumah pak Memet, masih gelap, dingin, nyala lampu hanya beberapa menghiasi rumah yang jaraknya cukup jauh, lampu kuning, seperti kunang kunang.Reynold mulai berlari, tanpa alas kaki, menuju ke arah kantor
Pengalaman Baru"Bagaimana Rey?" tanya Devanka ketika melihat suaminya sampai di rumah pak Memet. Dari wajahnya menyiratkan sebuah kekecewaan dan Devanka bisa membaca itu."Tidak apa apa, kau sudah berusaha keras," ucap Devanka."Ya, aku memang tidak berhasil dengan polisi korup itu, tapi aku mendapatkan uang ini," ucap Reynold seraya menyerahkan uang sebesar lima puluh ribu rupiah."Kau dapat dari mana uang itu?" tanya Devanka."Kau sudah tahu kan, aku ahli dalam hal apapun," ucap Reynold seraya tersenyum. "Rey, bagaimana jika uang ini kita berikan kepada istri pak Memet, kita sudah menumpang hidup dengan mereka, dengan gratis," ucap Devanka memberikan pendapat dan sekaligus permintaan."Kau tidak apa apa? kita bisa menyimpan uang itu, setelah terkumpul jumlah yang sesuai, aku akan segera menghubungi paman Pete, dia akan segera menolong kita," ucap Reynold."Rey, kita bisa dapatkan uang ini lagi, pak Memet hanya buruh serabutan, tidak memiliki penghasilan tetap, mereka harus menghid
Deep TalkReynold dan Devanka terlihat sedang mencuci piring bekas makan pagi mereka. Mereka berdua, sambil bercanda mecipratkan air dan empat piring serasa mencuci puluhan piring. "Maaf ya Rey, kau hanya sarapan nasi dan sayur kacang, tidak ada lauk, karna istri pak Memet memasukkan tepung ke dalam adonan telur gulung," ucap Devanka dengan wajah menyesal."Tidak masalah, itu sudah cukup enak untukku, aku tidak sarapan banyak," ucap Reynold."Aku tahu kenapa kau sangat menyukai croissant buatan ayah, karna itu menggunakan tepung tanpa gluten," ucap Devanka."Ya, aku memang memiliki masalah dengan pencernaan, tapi aku bersyukur memiliki istri yang mengerti itu," ucap Reynold.Devanka tiba tiba diam, dia mencoba mendengarkan suara brisik yang bersumber dari halaman depan."Rey, kau dengar itu?" tanya Devanka memastikan."Ya, sepertinya ada banyak orang di depan," ucap Reynold mengkonfirmasi."Iya, ayo kita ke depan, mungkin pak Memet dan istrinya sedang terlibat dalam masalah," ucap De
Rencana Monalisa"Ada apa Melodi?" tanya sekretaris Pete pada asisten pribadinya itu ketika sudah masuk ke dalam ruang kerjanya."Sekretaris Pete, ada nona Monalisa ingin bertemu," ucap Melodi."Dengan siapa dia datang?" tanya sekretaris Pete."Sepertinya sendirian tuan," ucap Melodi."Suruh dia masuk dan kau juga tetap di sini," ucap sekretaris Pete."Baik tuan," ucap Melodi, lalu dia terlihat berjalan ke arah pintu."Selamat pagi sekretaris Pete," ucap Monalisa ketika memasuki ruangan sekretaris Pete. Terlihat anggun dengan mantel bulu panjang selutut, atau lebih tepatnya untuk menutupi kehamilannya, supaya tidak terlihat jelas, walaupun sebenarnya semua orang di kantor sudah tahu mengenai rumor yang beredar."Selamat pagi nona Monalisa, bukankah kita sudah memiliki jadwal bertemu, minggu depan?" ucap sekretaris Pete."Situasinya berubah sekretaris Pete, saya harus segera mengambil langkah," ucap Monalisa seraya melirik ke arah Melodi, seolah keberatan dengan keberadaan Melodi di ru
Kenarsisan BertoDevanka sibuk, membantu bu Ida, hari ini adalah kesempatan emas mereka, tinggal dua ratus ribu lagi, bu Ida akan bisa membeli kartu telephone yang bisa mereka gunakan untuk melakukan panggilan ke Jakarta.Devanka dengan semangat, berharap hari ini adalah hari keberuntungan mereka. "Suamimu sedang mengumpulkan pisang dari kebun belakang, dia sangat rajin sekali, dia juga bisa membuat harga jual lebih tinggi," ucap bu Ida pada Devanka."Ya, dia CEO muda yang berpenghasilan milyaran, otaknyapun terisi dengan bagus, dia paket lengkap, ibu tidak akan mampu membayarnya setelah tahu dia yang sebenarnya," ucap Devanka dalam hati. "Ya, dia memang sangat rajin," ucap Devanka seraya tersenyum. "Bu I-da... bu Ida, bu Ida," ucap seseorang yang memanggil nama bu ida dengan nada nyanyian."Dia lagi," ucap Bu Ida malas, lalu dia menuju ke arah depan untuk menemui seseorang yang sepertinya sudah cukup dikenalnya itu."Berto, Berto, Berto, untuk apa kau datang, aku sudah tidak memil
Semuanya MembaikSatu tahun berlalu, sepertinya semuanya membaik. Aron sudah sehat, menjadi anak yang ceria, namun dia tetap harus mendapatkan terapy untuk tumbuh kembangnya. Benturan di kepala ketika kecelakaan yang dia alamai setahun yang lalu menyisakan masalah yang harus diseleseikan, tubuhnya harus banyak dilatih supaya bisa tumbuh dengan normal, namun semuanya bisa diatasi, dia tumbuh dengan baik. Aron memiliki sumber daya, dia menjadi putra tertua Reynold Hamzah.Tuan Domani mendapatkan hukumannya, sesuai dengan kejahatan yang dia lakukan. Dia akan lama berada di penjara, lebih dari sepuluh tahun. Dia dan istrinya memutuskan untuk berhenti memperjuangkan Aron, menyerahkan Aron pada tangan yang tepat. "Ayah pulang," ucap Reynold ketika masuk ke dalam kamar anak anaknya. Di sana terlihat Aron sedang bermain dengan perawat Susi, sedangkan Arion, putra keduanya yang berusia lima bulan berada di gendongan Devanka. Mendengar suaminya datang, Devanka memberi isyarat kepada Reynold un
Tabir Rencana PembunuhanTuan Domani masuk ke dalam kamarnya, dia mulai duduk di tempat tidur. Dia terlihat menghela nafas panjang, lalu mulai menangis sejadi jadinya, dia tidak menyangka apa yang direncanakannya justru menyebabkan penyesalan yang mendalam. Tuan Domani mengingat waktu ketika dia bertemu dengan dua orang kepercayaannya.Di ruang kunjungan penjara, terlihat tuan Domani sedang menemui pengunjung yang merupakan dua orang anak buahnya, anak buah kepercayaannya."Semua sudah siap tuan, kami akan melaksanakan semua perintah tuan," ucap salah seorang. "Baiklah, lakukan dengan baik, saya tidak ingin ada kesalahan sekecil apapun," ucap tuan Domani. "Baik tuan, kami akan mulai mengintainya, dan ketika ada kesempatan, kami akan segera melaksanakan rencana itu," ucap orang yang lain. Dua orang dengan pakaian serba hitam itu terlihat begitu serius dan menakutkan. Sepertinya ada rencana jahat yang serang mereka rencanakan. Satu jam sebelumnya, tuan Domani sudah bertemu dengan asi
Tersandung RasaDevanka dan Reynold sudah berada di rumah sakit tempat pembacaan hasil tes DNA, di sana sudah ada cukup banyak wartawan, perwakilan dari rumah sakit, dan beberapa orang yang memiliki kepentingan. Dari pintu terlihat seorang wanita yang tidak asing bagi Reynold."Kenapa dia ada di sini," bisik Reynold seraya melihat ke arah wanita bertubuh tambun itu. Terlihat elegan, berkelas dengan dress warna putih, membuat penampilannya menarik walaupun berbobot lebih dari delapan puluh kilogram."Siapa Rey?" tanya Devanka."Dia," ucap Reynold seraya melihat ke arah wanita itu. Devanka mengarahkan matanya, terlihat mengerutkan dahi, lalu dia menyakini bahwa belum pernah melihat wanita itu sebelumnya. "Dia nyonya Domani, istri dari presdir Domani. Untuk apa dia datang, dia juga di temani pengacara," ucap Reynold."Apa jangan jangan," ucap Reynold terhenti ketika melihat seseorang mulai berbicara dari alat pengeras suara.Salah seorang perwakilan dari rumah sakit terlihat sudah menai
Upacara PemakamanSemua orang mengantar kepergian Monalisa, dengan tatapan kesedihan, hati yang lara, menyakitkan, seorang ibu harus meninggalkan anaknya yang masih berusia tiga bulan bulan. Bayi kecil itu bahkan belum mengenal ibunya dengan baik, belum belajar memanggilnya, mengenali suaranya dengan jelas, belum meraba raba wajahnya, banyak hal yang belum dilakukan dan itu sangat menyayat hati.Semua orang memakai pakaian serba hitam, menandakan hati yang sedang kelam. Devanka terus menangis, menempel di dada suaminya, mencari perlindungan dari rasa sakit kehilangan. Monalisa di makamkan di area pemakaman elit untuk kelas atas, yang memiliki harga hampir setengah miliar per kaplingnya. Tuan besar Hamzah mengatur semua upacara pemakaman dan Monalisa mendapatkan penghormatan terakhirnya dengan layak.Di dalam penjara, ayah Monalisa menatap tembok, menyembunyikan kepedihannya. Dari punggungnya terlihat bahwa dia sedang menangis, tersedu sedu, seorang pria yang sangar akhirnya bisa tumba
Cinta MembaraJaksa Putri sampai di rumah sakit, dia dan Evo segera berlari masuk. Di depan pintu unit gawat darurat ada tuan muda Reynold, inspektur Yusuf, sekretaris Pete dan juga beberapa anak buah dari inspektur Yusuf.Langkah Evo terhenti, dia terdiam sejenak."Itu inspektur Yusuf?" tanya Evo."I-iya, kau mengenalnya? tanya jaksa Putri."Ayo kita segera mendekat ke sana," ucap Evo yang kemudian melanjutkan langkahnya mendekat ke arah ruang unit gawat darurat."Selamat malam," sapa jaksa Putri pada semua orang yang ada di sana."Oh, jaksa Putri, kau juga ada di sini?" tanya inspektur Yusuf."Jaksa Putri menangani kasus Monalisa," ucap sekretaris Pete."Oh begitu rupanya, bagaimana kelanjutan kasusnya?" tanya inspektur Yusuf."Hasil tes DNA akan diumumkan besok pagi, kasus ini mendekati akhir," ucap inspektur Yusuf."Walaupun dia sudah tidak ada, kau harus menuntaskan kasusnya, hingga selesei," pinta inspektur Yusuf."Ti-tidak ada?" tanya jaksa Putri yang belum mengerti dengan situ
Debaran Hati Sang JaksaTiba tiba seolah awan mendung berkumpul di langit, sunyi sepi, dengan hembusan angin dingin. Sebentar lagi badai kepedihan akan menerjang. Kabar duka ini sungguh sangat mengerikan.Devanka terhuyung, pandangannya gelap, lalu tidak sadarkan diri."Rey," bisiknya setelah tersadar dan dia mendapati dirinya sudah berada di sebuah ruang perawatan."Dev, kau sudah siuman," bisik Reynold seraya mendekat ke arah Devanka, menggenggam tangannya lalu memeluknya erat untuk sekedar menyalurkan perasaan."Aku sungguh tidak menyangka Monalisa akan seperti ini," ucap Devanka, lalu dia kembali menangis. "Tenanglah," bisik Reynold. "Ada Aron yang harus kau pikirkan, kau harus bangkit dan kuatkan hatimu," bisik Reynold."Anak sekecil itu Rey, dia harus kehilangan ibunya," ucap Devanka dalam tangis."Rey, kakek sudah meminta orang untuk menyiapkan prosesi pemakaman, kita urus saja," ucap kakek Hamzah seraya memegang bahu Reynold."Baik kek," ucap Reynold. Devanka melepaskan pel
Sebuah KehilanganReynold dan Devanka masuk ke dalam rumah sakit. Mereka terlihat gugup, mencari keberadaan Monalisa juga Aron."Nur, hubungi Aldo dan sekretaris Pete, minta mereka menghubungi inspektur Yusuf untuk mengurus masalah ini," pinta Reynold pada pengawal Nur."Baik tuan," ucap pengawal Nur yang kemudian segera menjalankan perintah tuan mudanya itu.Beberapa saat kemudian, Aldo dan sekretaris Pete sudah ada di gurun hijau, bersama dengan inspektur Yusuf dan tim investigasi. "Ini semua rekaman kamera pengawas yang ada di tempat ini, mereka benar benar sudah merencanakannya," ucap inspektur Yusuf yang terlihat mengecek hasil tangkapan kamera pengawas yang dia kumpulkan."Mereka mensabotase kamera pengawas, semuanya," ucap inspektur Yusuf. Mendengar hal itu, Sekretaris Pete terlihat berpikir."Bagaimana dengan kamera dashboard? mobil antik tuan besar Hamzah di pajang di gedung ini, berhadapan langsung dengan lapangan golf. Mobil itu dilengkapi kamera dashboard yang selalu meny
Tragedi Pesta LampionDevaka terlihat begitu cantik, dengan gaun berwarna putih, transparan di bagian lengan dan punggung. Perutnya yang sudah terlihat lebih menonjol membuat penampilannya semakin menawan, ibu hamil yang mempesona. Kehamilannya memasuki usia tiga bulan, kehamilan yang sehat dan di dambakan hampir semua orang, karna Devanka sama sekali tidak merasa repot, mual muntah berlebihan, sakit di sana sini, dia tidak merasakan itu semua, perasaannya hanya sangat bahagia, menerima kehamilannya dengan perasaan luar biasa."Kau cantik," ucap Reynold."Terimakasih, apa tidak terlihat gendut? sepertinya berat badanku naik," ucap Devanka."Tidak dan tidak menjadi masalah, kau harus banyak makan, supaya kehamilanmu sehat," ucap Reynold yang terlihat memeluk Devanka dari belakang, tepat di depan cermin besar yang ada di kamarnya. "Semoga kau tidak melihat wanita lain setelah melihatku bertambah berat badan," ucap Devanka seraya tersenyum."Tidak mungkin, aku hanya jatuh cinta padamu,"
Kasih Tulus Devanka pada AronDevanka dengan telaten mengurus Aron, terlihat seperti tidak merasa lelah sedikitpun. Monalisa melihat ketulusan itu, rasa kasih dan sayang itu, apa mungkin dia selama ini sangat keterlaluan pada Devanka, seperti duri di dalam daging, seperti bayangan buruk, seperti musuh dalam selimut, hatinya tidak benar benar tulus. Dia ingat ketika Miki atau lebih dikenal dengan Mike membuatnya jatuh dari tebing, walaupun bukan dia secara langsung, namun orang suruhan itu berhasil membuat Devanka dan Reynold melewati hari hari sulit di kota kecil.Devanka berusaha membuat Aron tersenyum, dengan senyumnya, ekspresi lucu wajahnya, nada suara lucunya, terlihat seperti seorang ibu yang sedang bermain dengan anaknya. Monalisa masih menatapnya dengan segala pandangan rasa, dia mulai merasa Devanka lebih pantas menjadi ibu Aron daripada dirinya."Ada apa?" tanya Devanka yang ternyata mengamati Monalisa sedari tadi."Ti-tidak, Aron beruntung memilikimu," ucap Monalisa."Apa