Hal itu terulang lagi"Rey, masih sakit?" bisik Devanka di depan pintu kamar mandi. Tidak ada jawaban dari Reynold, yang terdengar hanya suara guyuran air masuk ke dalam toilet.Reynold terlihat menghela nafas panjang, lalu keluar dari dalam kamar mandi, hanya menggunakan handuk di bagian bawah tubuhnya. Ini sudah ke lima kalinya dia bolak balik ke kamar mandi, karna perutnya yang terasa sakit dan pencernaanya sedikit terganggu.Devanka tersenyum dengan memperlihatkan deretan giginya."Maaf," bisik lirih Devanka dengan tetap mempertahankan senyum lebarnya."Aku tidak menyangka perutmu akan sesultan itu, aku fikit semua orang akan baik baik saja dengan makanan enak itu," ucap Devanka.Reynold melempar tubuhnya ke tempat tidur, tubuhnya terlihat lemah."Minta Nori membuatkanku teh jahe hangat dan bubur lembut," ucap Reynold. "Ba-baiklah," ucap Devanka yang segera meninggalkan kamar dan menuju ke arah dapur."Bagaimana keadaan tuan muda Reynold nyonya?" tanya Nori khawatir."Masih sakit
Sebuah AncamanDevanka berdiri di depan pintu apartemen Monalisa, dengan wajar yang khawatir, beberapa kali mengetuk pintu unit apartemen yang Monalisa tinggali.Devanka melirik ke arah jam tangan yang melingkar di tangan kirinya, menunjukkan pukul satu siang. Devanka khwatir Monalisa akan kelaparan, dia pasti belum sarapan, kekhawatiran Devanka terlihat jelas dari wajahnya.Cukup lama Devanka menunggu, lebih dari lima menit dan sepertinya cukup aneh."Apa dia pergi," gumam Devanka. Beberapa detik tiba tiba terdengar suara pintu di buka.Muncullah sosok Monalisa dengan masih memakai baju tidur yang sangat tipis."Kau belum mandi?" tanya Devanka."Oh, Dev, aku kira kau tidak datang," ucap Monalisa seraya melirik ke arah dalam.Devanka melihat gelagat aneh itu."Ada orang?" tanya Devanka curiga, lalu dia mendesak masuk."Dev, Dev, Dev," ucap Monalisa gugup melihat Devanka memaksa masuk ke dalam apartemennya. Ya, di dalam unit apartemen Monalisa terlihat sosok seorang pria, Devanka meng
Langkah Gila Monalisa "Melodi, berilah sedikit informasi, kita bersahabat sudah lama, apa ada sesuatu yang kau tahu?" tanya wartawan Muh pada Melodi yang ternyata adalah sahabatnya semasa duduk di perguruan tinggi. "Muh, jangan tanya mengenail hal itu, aku bekerja di sana dan aku tidak akan membiarkan perusahaanku hancur," ucap Melodi. "Melodi, kondisi perusahaan media tempatku bekerja juga sedang tidak baik baik saja, aku butuh satu berita viral, hanya satu, aku janji akan mengolahnya dengan baik supaya tidak merugikanmu," ucap wartawan Muh melancarkan rayuan. Melodi terdiam, dia terlihat menghela nafas panjang. "Apa keuntunga yang akan aku dapat jika memberikanmu sebuah informasi yang penting," ucap Melodi, mendengar hal itu wartawan Muh terlihat mengulaskan nyenyum tipis, di ujung bibirnya namun terlihat begitu jelas. "Kita bisa membuat narasi yang bagus, aku akan menempatkanmu sebagai seorang pahlawan, itu cukup bagus untuk karirmu, kita akan mencari fakta terdalam sebelum
Conference pers"Melodi, kau sudah mengetahuinya?" tanya wartawan Muh pada Melodi melalui panggilan telephone."Muh, ini masih pagi, masih jam lima pagi, kau mengganggu sekali," ucap Melodi yang terlihat masih berada di tempat tidur."Hari ini nona Monalisa akan mengadakan Conference pers, tadi Yahya memberitahuku, dia adalah wartawan di majalah Populer artis," ucap wartawan Muh. Mendengar hal itu seketika mata Melod yang tadinya mengantuk dan tubuhnya yang lemah seketika menjadi terang benderang penuh dengan energi."Apa? Kau tidak bercanda bukan," ucap Melodi."Tidak Melodi, aneh sekali kenapa hanya terbatas orang orang tertentu saja yang tahu mengenai hal ini," ucap wartawan Muh."Di mana conference pers itu berlangsung?" tanya Melodi mendesak."Di Hotel Graha, ada sekitar sepuluh wartawan dari media televisi dan cetak, undangan terbatas namun sepertinya sudah direncanakan," ucap wartawan Muh. Melodi segera menutup sambungan itu."Melodi, Melodi, aih, kebiasaan, kau selalu menutup
NegosiasiPertemuan berakhir, semua orang sudah pergi, Reynold dan Devanka berada di ruang tunggu khusus tamu VIP. Mereka akan mengadakan pertemuan tertutup dengan Monalisa, untuk bernegosiasi. Langkah ini diambil sekretaris Pete demi mengantisipasi segala kejadian di masa depan.Reynold melirik ke arah Devanka, mau menanyakan sesuatu hal yang sepertinya sedikit sensitif namun harus benar benar diketahuinya."Dev," ucap lirih Reynold."A-apa, kau benar benar hamil?" tanya Reynold lirih.Mendengar hal itu Devanka menatap ke arah suaminya, memandangnya cukup lama, sekian detik, lalu tersenyum."Maafkan aku Rey," ucap lirih Devanka."Ja-jadi kau tidak benar benar hamil?" tanya Reynold."Aku harus melakukan ini demi menyelamatkan keluarga kita," ucap Devanka.Dia menarik fikirannya, mengingat waktu di mana dia berbincang dengan sekretaris Pete di sambungan telephone."Dev, hari ini Monalisa akan mengadakan pertemuan dengan wartawan," ucap sekretaris Pete memberi informasi."Apa paman? Bag
Keputusan ReynoldReynold dan Devanka sudah berada di rumah, mereka terlihat menemui kakek Hamzah di kamarnya. "Kakek sudah mendengar semuanya, bagaimana keputusanmu?" tanya kakek Hamzah. Mendengar hal itu Reynold hanya terdiam, berusaha memahami situasinya secepat dan sebaik mungkin."Mungkin kau bisa memilih yang pertama, lebih baik kita kehilangan uang dari pada harga diri dan nama baik, kau tidak harus menikahinya," ucap kakek Hamzah."Tapi kakek, apa dengan itu akan membuat kita yakin bahwa anak itu," ucap Reynold terhenti."Kita buat perjanjian yang jelas, jangan sampai dia mengatakan apapun pada media, itu yang penting. Setelah anak itu lahir, situasi bisa berubah, kakek akan mengurus semuanya, kau akan mendapat kejelasan. Wanita itu hanya menginginkan uangmu, dia tidak memperdulikan harga diri, berbeda dengan kita, berikan apa yang dia mau dan lakukan yang terbaik setelahnya," ucap kakek Hamzah."Ba-baik kakek," ucap Reynold."Ingat Rey, harga diri seorang pria itu sangat pen
Kasih Seorang Ayah"Nyonya, ada tuan Lumawi datang," ucap Nori pada Devanka yang terlihat sibuk menata bekal."Ayah? oh iya Nori, aku akan segera menemuinya," ucap Devanka. Dia terlihat bergegas menyeleseikan pekerjaannya, menyiapkan bekal yang akan dibawanya ke tempat Monalisa."Ayah, kenapa tidak memberi tahu dulu," ucap Devanka setelah melihat ayahnya duduk di ruang tengah. "Dev, ayah sangat merindukanmu," ucap pak Lumawi seraya merentangkan tangan, seolah menunggu putri kecilnya berlari ke arahnya untuk mendaratkan pelukan hangat. "Ayah," ucap lembut Devanka seraya mendekat dan memeluk ayahnya. "Ayah sudah makan pagi?" tanya Devanka seraya mengajak ayahnya duduk."Sudah, tidak perlu repot repot, ayah membawa croissant, ada yang beku juga," ucap pak Lumawi seraya melihat ke arah bungkusan yang ada di sebelah tempat duduknya."Terimakasih ayah," ucap Devanka lembut."Kau sudah jago membuat croissant?" tanya pak Lumawi."Ya, cukup jago ayah, lebih enak buatanku dari pada buatan No
Mereka MenghilangPolisi datang, hanya ada Monalisa di pinggir jembatan. Dengan wajah penuh kebingungan, kaget, bercampur penyesalan, tidak tahu harus bagaimana, berdiri mematung, dengan air mata yang menetes sebutir demi sebutir.Tiga menit lalu."Aku tidak akan melepaskanmu Dev," ucap Reynold."Berjanjilah tidak akan pernah melepaskanku,"lanjut Reynold.Tidak disangka, Reynold membiarkan tubuhnya mengikuti arah yang menurutnya benar, mereka berdua jatuh ke sungai dengan aliran air begitu deras, seketika lenyap, tak terlihat. Monalisa yang melihat kejadian itu hanya bisa berteriak, histeris, tidak menyangka akan menyaksikan hal gila ini."Rey, apa kau benar benar begitu mencintainya," bisik Monalisa. "Nona, di mana tuan muda Reynold,"tanya salah seorang polisi yang baru tiba di sana. Tidak ada jawaban, Monalisa hanya bisa menatap dengan pandangan kosong, seraya terus mengalirkan air mata. "Nona, katakan sesuatu, apa mereka jatuh?" tanya polisi itu lagi. Terlihat beberapa anggota
Semuanya MembaikSatu tahun berlalu, sepertinya semuanya membaik. Aron sudah sehat, menjadi anak yang ceria, namun dia tetap harus mendapatkan terapy untuk tumbuh kembangnya. Benturan di kepala ketika kecelakaan yang dia alamai setahun yang lalu menyisakan masalah yang harus diseleseikan, tubuhnya harus banyak dilatih supaya bisa tumbuh dengan normal, namun semuanya bisa diatasi, dia tumbuh dengan baik. Aron memiliki sumber daya, dia menjadi putra tertua Reynold Hamzah.Tuan Domani mendapatkan hukumannya, sesuai dengan kejahatan yang dia lakukan. Dia akan lama berada di penjara, lebih dari sepuluh tahun. Dia dan istrinya memutuskan untuk berhenti memperjuangkan Aron, menyerahkan Aron pada tangan yang tepat. "Ayah pulang," ucap Reynold ketika masuk ke dalam kamar anak anaknya. Di sana terlihat Aron sedang bermain dengan perawat Susi, sedangkan Arion, putra keduanya yang berusia lima bulan berada di gendongan Devanka. Mendengar suaminya datang, Devanka memberi isyarat kepada Reynold un
Tabir Rencana PembunuhanTuan Domani masuk ke dalam kamarnya, dia mulai duduk di tempat tidur. Dia terlihat menghela nafas panjang, lalu mulai menangis sejadi jadinya, dia tidak menyangka apa yang direncanakannya justru menyebabkan penyesalan yang mendalam. Tuan Domani mengingat waktu ketika dia bertemu dengan dua orang kepercayaannya.Di ruang kunjungan penjara, terlihat tuan Domani sedang menemui pengunjung yang merupakan dua orang anak buahnya, anak buah kepercayaannya."Semua sudah siap tuan, kami akan melaksanakan semua perintah tuan," ucap salah seorang. "Baiklah, lakukan dengan baik, saya tidak ingin ada kesalahan sekecil apapun," ucap tuan Domani. "Baik tuan, kami akan mulai mengintainya, dan ketika ada kesempatan, kami akan segera melaksanakan rencana itu," ucap orang yang lain. Dua orang dengan pakaian serba hitam itu terlihat begitu serius dan menakutkan. Sepertinya ada rencana jahat yang serang mereka rencanakan. Satu jam sebelumnya, tuan Domani sudah bertemu dengan asi
Tersandung RasaDevanka dan Reynold sudah berada di rumah sakit tempat pembacaan hasil tes DNA, di sana sudah ada cukup banyak wartawan, perwakilan dari rumah sakit, dan beberapa orang yang memiliki kepentingan. Dari pintu terlihat seorang wanita yang tidak asing bagi Reynold."Kenapa dia ada di sini," bisik Reynold seraya melihat ke arah wanita bertubuh tambun itu. Terlihat elegan, berkelas dengan dress warna putih, membuat penampilannya menarik walaupun berbobot lebih dari delapan puluh kilogram."Siapa Rey?" tanya Devanka."Dia," ucap Reynold seraya melihat ke arah wanita itu. Devanka mengarahkan matanya, terlihat mengerutkan dahi, lalu dia menyakini bahwa belum pernah melihat wanita itu sebelumnya. "Dia nyonya Domani, istri dari presdir Domani. Untuk apa dia datang, dia juga di temani pengacara," ucap Reynold."Apa jangan jangan," ucap Reynold terhenti ketika melihat seseorang mulai berbicara dari alat pengeras suara.Salah seorang perwakilan dari rumah sakit terlihat sudah menai
Upacara PemakamanSemua orang mengantar kepergian Monalisa, dengan tatapan kesedihan, hati yang lara, menyakitkan, seorang ibu harus meninggalkan anaknya yang masih berusia tiga bulan bulan. Bayi kecil itu bahkan belum mengenal ibunya dengan baik, belum belajar memanggilnya, mengenali suaranya dengan jelas, belum meraba raba wajahnya, banyak hal yang belum dilakukan dan itu sangat menyayat hati.Semua orang memakai pakaian serba hitam, menandakan hati yang sedang kelam. Devanka terus menangis, menempel di dada suaminya, mencari perlindungan dari rasa sakit kehilangan. Monalisa di makamkan di area pemakaman elit untuk kelas atas, yang memiliki harga hampir setengah miliar per kaplingnya. Tuan besar Hamzah mengatur semua upacara pemakaman dan Monalisa mendapatkan penghormatan terakhirnya dengan layak.Di dalam penjara, ayah Monalisa menatap tembok, menyembunyikan kepedihannya. Dari punggungnya terlihat bahwa dia sedang menangis, tersedu sedu, seorang pria yang sangar akhirnya bisa tumba
Cinta MembaraJaksa Putri sampai di rumah sakit, dia dan Evo segera berlari masuk. Di depan pintu unit gawat darurat ada tuan muda Reynold, inspektur Yusuf, sekretaris Pete dan juga beberapa anak buah dari inspektur Yusuf.Langkah Evo terhenti, dia terdiam sejenak."Itu inspektur Yusuf?" tanya Evo."I-iya, kau mengenalnya? tanya jaksa Putri."Ayo kita segera mendekat ke sana," ucap Evo yang kemudian melanjutkan langkahnya mendekat ke arah ruang unit gawat darurat."Selamat malam," sapa jaksa Putri pada semua orang yang ada di sana."Oh, jaksa Putri, kau juga ada di sini?" tanya inspektur Yusuf."Jaksa Putri menangani kasus Monalisa," ucap sekretaris Pete."Oh begitu rupanya, bagaimana kelanjutan kasusnya?" tanya inspektur Yusuf."Hasil tes DNA akan diumumkan besok pagi, kasus ini mendekati akhir," ucap inspektur Yusuf."Walaupun dia sudah tidak ada, kau harus menuntaskan kasusnya, hingga selesei," pinta inspektur Yusuf."Ti-tidak ada?" tanya jaksa Putri yang belum mengerti dengan situ
Debaran Hati Sang JaksaTiba tiba seolah awan mendung berkumpul di langit, sunyi sepi, dengan hembusan angin dingin. Sebentar lagi badai kepedihan akan menerjang. Kabar duka ini sungguh sangat mengerikan.Devanka terhuyung, pandangannya gelap, lalu tidak sadarkan diri."Rey," bisiknya setelah tersadar dan dia mendapati dirinya sudah berada di sebuah ruang perawatan."Dev, kau sudah siuman," bisik Reynold seraya mendekat ke arah Devanka, menggenggam tangannya lalu memeluknya erat untuk sekedar menyalurkan perasaan."Aku sungguh tidak menyangka Monalisa akan seperti ini," ucap Devanka, lalu dia kembali menangis. "Tenanglah," bisik Reynold. "Ada Aron yang harus kau pikirkan, kau harus bangkit dan kuatkan hatimu," bisik Reynold."Anak sekecil itu Rey, dia harus kehilangan ibunya," ucap Devanka dalam tangis."Rey, kakek sudah meminta orang untuk menyiapkan prosesi pemakaman, kita urus saja," ucap kakek Hamzah seraya memegang bahu Reynold."Baik kek," ucap Reynold. Devanka melepaskan pel
Sebuah KehilanganReynold dan Devanka masuk ke dalam rumah sakit. Mereka terlihat gugup, mencari keberadaan Monalisa juga Aron."Nur, hubungi Aldo dan sekretaris Pete, minta mereka menghubungi inspektur Yusuf untuk mengurus masalah ini," pinta Reynold pada pengawal Nur."Baik tuan," ucap pengawal Nur yang kemudian segera menjalankan perintah tuan mudanya itu.Beberapa saat kemudian, Aldo dan sekretaris Pete sudah ada di gurun hijau, bersama dengan inspektur Yusuf dan tim investigasi. "Ini semua rekaman kamera pengawas yang ada di tempat ini, mereka benar benar sudah merencanakannya," ucap inspektur Yusuf yang terlihat mengecek hasil tangkapan kamera pengawas yang dia kumpulkan."Mereka mensabotase kamera pengawas, semuanya," ucap inspektur Yusuf. Mendengar hal itu, Sekretaris Pete terlihat berpikir."Bagaimana dengan kamera dashboard? mobil antik tuan besar Hamzah di pajang di gedung ini, berhadapan langsung dengan lapangan golf. Mobil itu dilengkapi kamera dashboard yang selalu meny
Tragedi Pesta LampionDevaka terlihat begitu cantik, dengan gaun berwarna putih, transparan di bagian lengan dan punggung. Perutnya yang sudah terlihat lebih menonjol membuat penampilannya semakin menawan, ibu hamil yang mempesona. Kehamilannya memasuki usia tiga bulan, kehamilan yang sehat dan di dambakan hampir semua orang, karna Devanka sama sekali tidak merasa repot, mual muntah berlebihan, sakit di sana sini, dia tidak merasakan itu semua, perasaannya hanya sangat bahagia, menerima kehamilannya dengan perasaan luar biasa."Kau cantik," ucap Reynold."Terimakasih, apa tidak terlihat gendut? sepertinya berat badanku naik," ucap Devanka."Tidak dan tidak menjadi masalah, kau harus banyak makan, supaya kehamilanmu sehat," ucap Reynold yang terlihat memeluk Devanka dari belakang, tepat di depan cermin besar yang ada di kamarnya. "Semoga kau tidak melihat wanita lain setelah melihatku bertambah berat badan," ucap Devanka seraya tersenyum."Tidak mungkin, aku hanya jatuh cinta padamu,"
Kasih Tulus Devanka pada AronDevanka dengan telaten mengurus Aron, terlihat seperti tidak merasa lelah sedikitpun. Monalisa melihat ketulusan itu, rasa kasih dan sayang itu, apa mungkin dia selama ini sangat keterlaluan pada Devanka, seperti duri di dalam daging, seperti bayangan buruk, seperti musuh dalam selimut, hatinya tidak benar benar tulus. Dia ingat ketika Miki atau lebih dikenal dengan Mike membuatnya jatuh dari tebing, walaupun bukan dia secara langsung, namun orang suruhan itu berhasil membuat Devanka dan Reynold melewati hari hari sulit di kota kecil.Devanka berusaha membuat Aron tersenyum, dengan senyumnya, ekspresi lucu wajahnya, nada suara lucunya, terlihat seperti seorang ibu yang sedang bermain dengan anaknya. Monalisa masih menatapnya dengan segala pandangan rasa, dia mulai merasa Devanka lebih pantas menjadi ibu Aron daripada dirinya."Ada apa?" tanya Devanka yang ternyata mengamati Monalisa sedari tadi."Ti-tidak, Aron beruntung memilikimu," ucap Monalisa."Apa