Rencana sekretaris Pete dan kakek HamzahSekretaris Pete terlihat memasuki ruang kamar tuan besar Hamzah, seperti biasa, dua hari sekali dia akan menemui presdir Hamzah untuk melaporkan segala hal yang terjadi di kantor dan juga hasil kerja dari pekerjaan darurat yang diberikan kepada sekretaris Pete.Sekretaris Pete adalah sekretaris sekaligus asisten pribadi tuan besar Hamzah atau biasa dipanggil presdir Hamzah, namun setelah memutuskan untuk tidak terlalu banyak bekerja di kantor dan digantikan oleh Reynold, sebagai CEO. Reynold juga memilih untuk menjadikan sekretaris Pete sebagai sekretaris dan juga merangkap sebagai asisten pribadinya. Dia belum menemukan asisten pribadi yang pas, yang bisa bekerja sesuai dengan kehendaknya dan mengerti mengenai dirinya. Sekretaris Pete bahkan memiliki sekretaris pribadi atau bisa dibilang asisten pribadi untuk membantu semua pekerjaannya, Melodi. Sekretaris Pete yang sangat mengerti betul mengenai seluk beluk dan bagaimana mengurus keluarga Ha
Presdir Domani (Jalan Masuk Monalisa)"Paman, aku akan menemui presdir Domani sendiri kau pulanglah," ucap Reynold di dalam kantornya, dia terlihat berhadapan dengan sekretaris Pete yang menjelaskan mengenai meeting CEO Reynold dengan presdir Domani, pemilik Domani Group, group yang bergerak dibidang penyediaan bahan bangunan. Bisnis keluarga Hamzah dalam bidang properti berkembang cukup pesat, mereka berencana membangun real estate untuk kalangan atas, di lokasi yang cukup strategis dan memiliki potensi investasi yang cukup bagus di masa depan."Tuan muda, saya harap meeting ini akan berjalan dengan lancar," ucap sekretaris Pete."Saya tahu, tuan muda pernah terlibat masalah pribadi dengan presdir Domani, tapi sejauh pengetahuan saya, presdir Domani tidak akan membawa perusahaannya dalam masalah sulit hanya karna masalah pribadi, lagi pula itu masa lalu," ucap sekretaris Pete.Reynold terdiam mendengar itu, seolah ada sesuatu yang dia pikirkan."Paman, aku ingin bertemu dengan manag
Kebetulan yang tidak biasaAldo memarkir mobilnya tepat di depan lobby sebuah hotel bintang lima, tempat pertemuan Reynold dengan presdir Domani, di salah satu meeting room yang ada di hotel ini. "Aldo, saya akan berada di sini sekitar satu hingga dua jam," ucap Reynold."Baik tuan muda," ucap Aldo.Reynold terlihat melangkahkan kaki ke arah pintu masuk hotel, baru tiga langkah, dia berhenti dan berbalik."Kau pergi saja ke kedai atau restoran dekat sini," ucap Reynold seraya menyodorkan tiga lembar uang nominal seratus rinuan."Tu-tuan muda, tidak perlu repot repot," ucap Aldo gugup."Terima saja," ucap Reynold. "Te-terimakasih tuan muda," ucap Aldo seraya meraih uang tersebut, lalu dia membungkuk memberi hormat. Reynold terlihat berjalan memasuki hotel.Aldo tersenyum menerima uang itu, rezeki yang luar biasa. Dia lalu bergegas mencari kedai, berencana membeli secangkir kopi panas untuk menghangatkan tubuh di malam yang cukup dingin ini."Ah, di sini," ucap ketika melihat kedai st
Langkah DevankaAldo keluar dari apartemen Monalisa setelah membantu tuan muda Reynold berbaring di tempat tidur. Aldo terlihat menghela nafas panjang."Bencana apa lagi yang akan terjadi, semoga tidak membuatku dalam masalah besar," gumam Aldo, lalu dia berjalan lunglai meninggalkan apartemen Monalisa. Di dalam apartemen, Monalisa terlihat terdenyum, dia tidak menyangka akan melihat Reynold kembali tidur di tempat tidurnya, dia benar benar bahagia. Dia membenahkan posisi tidur Reynold, lalu membantu melepas seluruh baju Reynold supaya bisa tidur dengan lebih nyaman. Dia tahu betul, Reynold tidak pernah tidur dalam keadaan tidak bersih, karna itu Monalisa membasuh wajah Reynold dengan waslap hangat juga tubuhnya, lalu menutup tubuh Reynold dengan selimut tebal karna Reynold tidur hanya mengenakan celana dalam.Setelah itu, sambil bernyanyi kecil Monalisa masuk ke dalam kamar mandi, membersihkan diri. Dia begitu bahagia, hari ini seperti mendapat durian runtuh atau mendapatkan jekpot
Semut kecil di hati DevankaDevanka berdiri di depan pintu apartemen Monalisa. Hatinya bergetar, deru jantungnya tidak karuan. Dia berfikir, haruskah dia masuk, atau lebih baik pergi saja supaya tidak ada apapun yang terjadi. Namun dia begitu kesulitan untuk diam, hatinya terkoyak, harus mendapat penyeleseian dari setiap rasa yang ada di dalam hatinya.Devanka menarik nafas panjang, lalu memberanikan diri mengetuk pintu itu."Tok, tok, tok," terdengar suara pintu di ketuk. Dengan hati yang tidak lagi wajar, Devanka menunggu, mungkin setelah ini ada hal besar yang akan terjadi. Di dalam apartemen, terlihat Monalisa masih terlelap dengan terus memeluk tubuh Reynold. Seolah ini menjadi kesempatan untuknya, dia tidak ingin melepaskan tubuh Reynold sedetikpun."Siapa sih pagi pagi begini," gumam Monalisa setelah mendengar suara pintu diketuk.Monalisa melirik ke arah jam yang ada di sebelah tempat tidurnya, jam menunjukkan pukul tujuh pagi. Monalisa memusatkan pandangan ke arah Reynold,
Pengalaman Pertama ReynoldReynold masuk ke dalam rumah, tanpa mengucapkan sepatah katapun pada beberapa orang yang menyapanya. Wajahnya tegang dengan guratan amarah, jangankan senyum, garis bahagiapun tidak ditunjukkannya. Semua orang berbisik, beberapa satpam sudah faham dengan kondisi itu, tidak ada yang berani berbuat hal yang bisa memicu amarah tuan mudanya. Semua diam, bahkan memandangpun segan.Reynold berjalan dengan tatapan mata fokus ke depan, langsung menaiki tangga, menuju ke arah kamarnya. Kakek Hamzah yang melihat itu dari kejauhan hanya tersenyum tipis, sepertinya sudah tahu kondisi yang sedang terjadi.Reynold membuka kamarnya, dan betapa kagetnya dia. Ada sosok yang dia kira tidak akan ditemuinya di rumah, harus mengumpulkan keberanian dulu untuk mencarinya. Devanka, ternyata Devanka sudah berada di kamarnya, tidak meninggalkan Reynold."De-Dev," ucap Reynold gugup, lalu dia segera masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu kamarnya. "A-aku kira," ucap Reynold terhen
Hal itu terulang lagi"Rey, masih sakit?" bisik Devanka di depan pintu kamar mandi. Tidak ada jawaban dari Reynold, yang terdengar hanya suara guyuran air masuk ke dalam toilet.Reynold terlihat menghela nafas panjang, lalu keluar dari dalam kamar mandi, hanya menggunakan handuk di bagian bawah tubuhnya. Ini sudah ke lima kalinya dia bolak balik ke kamar mandi, karna perutnya yang terasa sakit dan pencernaanya sedikit terganggu.Devanka tersenyum dengan memperlihatkan deretan giginya."Maaf," bisik lirih Devanka dengan tetap mempertahankan senyum lebarnya."Aku tidak menyangka perutmu akan sesultan itu, aku fikit semua orang akan baik baik saja dengan makanan enak itu," ucap Devanka.Reynold melempar tubuhnya ke tempat tidur, tubuhnya terlihat lemah."Minta Nori membuatkanku teh jahe hangat dan bubur lembut," ucap Reynold. "Ba-baiklah," ucap Devanka yang segera meninggalkan kamar dan menuju ke arah dapur."Bagaimana keadaan tuan muda Reynold nyonya?" tanya Nori khawatir."Masih sakit
Sebuah AncamanDevanka berdiri di depan pintu apartemen Monalisa, dengan wajar yang khawatir, beberapa kali mengetuk pintu unit apartemen yang Monalisa tinggali.Devanka melirik ke arah jam tangan yang melingkar di tangan kirinya, menunjukkan pukul satu siang. Devanka khwatir Monalisa akan kelaparan, dia pasti belum sarapan, kekhawatiran Devanka terlihat jelas dari wajahnya.Cukup lama Devanka menunggu, lebih dari lima menit dan sepertinya cukup aneh."Apa dia pergi," gumam Devanka. Beberapa detik tiba tiba terdengar suara pintu di buka.Muncullah sosok Monalisa dengan masih memakai baju tidur yang sangat tipis."Kau belum mandi?" tanya Devanka."Oh, Dev, aku kira kau tidak datang," ucap Monalisa seraya melirik ke arah dalam.Devanka melihat gelagat aneh itu."Ada orang?" tanya Devanka curiga, lalu dia mendesak masuk."Dev, Dev, Dev," ucap Monalisa gugup melihat Devanka memaksa masuk ke dalam apartemennya. Ya, di dalam unit apartemen Monalisa terlihat sosok seorang pria, Devanka meng
Semuanya MembaikSatu tahun berlalu, sepertinya semuanya membaik. Aron sudah sehat, menjadi anak yang ceria, namun dia tetap harus mendapatkan terapy untuk tumbuh kembangnya. Benturan di kepala ketika kecelakaan yang dia alamai setahun yang lalu menyisakan masalah yang harus diseleseikan, tubuhnya harus banyak dilatih supaya bisa tumbuh dengan normal, namun semuanya bisa diatasi, dia tumbuh dengan baik. Aron memiliki sumber daya, dia menjadi putra tertua Reynold Hamzah.Tuan Domani mendapatkan hukumannya, sesuai dengan kejahatan yang dia lakukan. Dia akan lama berada di penjara, lebih dari sepuluh tahun. Dia dan istrinya memutuskan untuk berhenti memperjuangkan Aron, menyerahkan Aron pada tangan yang tepat. "Ayah pulang," ucap Reynold ketika masuk ke dalam kamar anak anaknya. Di sana terlihat Aron sedang bermain dengan perawat Susi, sedangkan Arion, putra keduanya yang berusia lima bulan berada di gendongan Devanka. Mendengar suaminya datang, Devanka memberi isyarat kepada Reynold un
Tabir Rencana PembunuhanTuan Domani masuk ke dalam kamarnya, dia mulai duduk di tempat tidur. Dia terlihat menghela nafas panjang, lalu mulai menangis sejadi jadinya, dia tidak menyangka apa yang direncanakannya justru menyebabkan penyesalan yang mendalam. Tuan Domani mengingat waktu ketika dia bertemu dengan dua orang kepercayaannya.Di ruang kunjungan penjara, terlihat tuan Domani sedang menemui pengunjung yang merupakan dua orang anak buahnya, anak buah kepercayaannya."Semua sudah siap tuan, kami akan melaksanakan semua perintah tuan," ucap salah seorang. "Baiklah, lakukan dengan baik, saya tidak ingin ada kesalahan sekecil apapun," ucap tuan Domani. "Baik tuan, kami akan mulai mengintainya, dan ketika ada kesempatan, kami akan segera melaksanakan rencana itu," ucap orang yang lain. Dua orang dengan pakaian serba hitam itu terlihat begitu serius dan menakutkan. Sepertinya ada rencana jahat yang serang mereka rencanakan. Satu jam sebelumnya, tuan Domani sudah bertemu dengan asi
Tersandung RasaDevanka dan Reynold sudah berada di rumah sakit tempat pembacaan hasil tes DNA, di sana sudah ada cukup banyak wartawan, perwakilan dari rumah sakit, dan beberapa orang yang memiliki kepentingan. Dari pintu terlihat seorang wanita yang tidak asing bagi Reynold."Kenapa dia ada di sini," bisik Reynold seraya melihat ke arah wanita bertubuh tambun itu. Terlihat elegan, berkelas dengan dress warna putih, membuat penampilannya menarik walaupun berbobot lebih dari delapan puluh kilogram."Siapa Rey?" tanya Devanka."Dia," ucap Reynold seraya melihat ke arah wanita itu. Devanka mengarahkan matanya, terlihat mengerutkan dahi, lalu dia menyakini bahwa belum pernah melihat wanita itu sebelumnya. "Dia nyonya Domani, istri dari presdir Domani. Untuk apa dia datang, dia juga di temani pengacara," ucap Reynold."Apa jangan jangan," ucap Reynold terhenti ketika melihat seseorang mulai berbicara dari alat pengeras suara.Salah seorang perwakilan dari rumah sakit terlihat sudah menai
Upacara PemakamanSemua orang mengantar kepergian Monalisa, dengan tatapan kesedihan, hati yang lara, menyakitkan, seorang ibu harus meninggalkan anaknya yang masih berusia tiga bulan bulan. Bayi kecil itu bahkan belum mengenal ibunya dengan baik, belum belajar memanggilnya, mengenali suaranya dengan jelas, belum meraba raba wajahnya, banyak hal yang belum dilakukan dan itu sangat menyayat hati.Semua orang memakai pakaian serba hitam, menandakan hati yang sedang kelam. Devanka terus menangis, menempel di dada suaminya, mencari perlindungan dari rasa sakit kehilangan. Monalisa di makamkan di area pemakaman elit untuk kelas atas, yang memiliki harga hampir setengah miliar per kaplingnya. Tuan besar Hamzah mengatur semua upacara pemakaman dan Monalisa mendapatkan penghormatan terakhirnya dengan layak.Di dalam penjara, ayah Monalisa menatap tembok, menyembunyikan kepedihannya. Dari punggungnya terlihat bahwa dia sedang menangis, tersedu sedu, seorang pria yang sangar akhirnya bisa tumba
Cinta MembaraJaksa Putri sampai di rumah sakit, dia dan Evo segera berlari masuk. Di depan pintu unit gawat darurat ada tuan muda Reynold, inspektur Yusuf, sekretaris Pete dan juga beberapa anak buah dari inspektur Yusuf.Langkah Evo terhenti, dia terdiam sejenak."Itu inspektur Yusuf?" tanya Evo."I-iya, kau mengenalnya? tanya jaksa Putri."Ayo kita segera mendekat ke sana," ucap Evo yang kemudian melanjutkan langkahnya mendekat ke arah ruang unit gawat darurat."Selamat malam," sapa jaksa Putri pada semua orang yang ada di sana."Oh, jaksa Putri, kau juga ada di sini?" tanya inspektur Yusuf."Jaksa Putri menangani kasus Monalisa," ucap sekretaris Pete."Oh begitu rupanya, bagaimana kelanjutan kasusnya?" tanya inspektur Yusuf."Hasil tes DNA akan diumumkan besok pagi, kasus ini mendekati akhir," ucap inspektur Yusuf."Walaupun dia sudah tidak ada, kau harus menuntaskan kasusnya, hingga selesei," pinta inspektur Yusuf."Ti-tidak ada?" tanya jaksa Putri yang belum mengerti dengan situ
Debaran Hati Sang JaksaTiba tiba seolah awan mendung berkumpul di langit, sunyi sepi, dengan hembusan angin dingin. Sebentar lagi badai kepedihan akan menerjang. Kabar duka ini sungguh sangat mengerikan.Devanka terhuyung, pandangannya gelap, lalu tidak sadarkan diri."Rey," bisiknya setelah tersadar dan dia mendapati dirinya sudah berada di sebuah ruang perawatan."Dev, kau sudah siuman," bisik Reynold seraya mendekat ke arah Devanka, menggenggam tangannya lalu memeluknya erat untuk sekedar menyalurkan perasaan."Aku sungguh tidak menyangka Monalisa akan seperti ini," ucap Devanka, lalu dia kembali menangis. "Tenanglah," bisik Reynold. "Ada Aron yang harus kau pikirkan, kau harus bangkit dan kuatkan hatimu," bisik Reynold."Anak sekecil itu Rey, dia harus kehilangan ibunya," ucap Devanka dalam tangis."Rey, kakek sudah meminta orang untuk menyiapkan prosesi pemakaman, kita urus saja," ucap kakek Hamzah seraya memegang bahu Reynold."Baik kek," ucap Reynold. Devanka melepaskan pel
Sebuah KehilanganReynold dan Devanka masuk ke dalam rumah sakit. Mereka terlihat gugup, mencari keberadaan Monalisa juga Aron."Nur, hubungi Aldo dan sekretaris Pete, minta mereka menghubungi inspektur Yusuf untuk mengurus masalah ini," pinta Reynold pada pengawal Nur."Baik tuan," ucap pengawal Nur yang kemudian segera menjalankan perintah tuan mudanya itu.Beberapa saat kemudian, Aldo dan sekretaris Pete sudah ada di gurun hijau, bersama dengan inspektur Yusuf dan tim investigasi. "Ini semua rekaman kamera pengawas yang ada di tempat ini, mereka benar benar sudah merencanakannya," ucap inspektur Yusuf yang terlihat mengecek hasil tangkapan kamera pengawas yang dia kumpulkan."Mereka mensabotase kamera pengawas, semuanya," ucap inspektur Yusuf. Mendengar hal itu, Sekretaris Pete terlihat berpikir."Bagaimana dengan kamera dashboard? mobil antik tuan besar Hamzah di pajang di gedung ini, berhadapan langsung dengan lapangan golf. Mobil itu dilengkapi kamera dashboard yang selalu meny
Tragedi Pesta LampionDevaka terlihat begitu cantik, dengan gaun berwarna putih, transparan di bagian lengan dan punggung. Perutnya yang sudah terlihat lebih menonjol membuat penampilannya semakin menawan, ibu hamil yang mempesona. Kehamilannya memasuki usia tiga bulan, kehamilan yang sehat dan di dambakan hampir semua orang, karna Devanka sama sekali tidak merasa repot, mual muntah berlebihan, sakit di sana sini, dia tidak merasakan itu semua, perasaannya hanya sangat bahagia, menerima kehamilannya dengan perasaan luar biasa."Kau cantik," ucap Reynold."Terimakasih, apa tidak terlihat gendut? sepertinya berat badanku naik," ucap Devanka."Tidak dan tidak menjadi masalah, kau harus banyak makan, supaya kehamilanmu sehat," ucap Reynold yang terlihat memeluk Devanka dari belakang, tepat di depan cermin besar yang ada di kamarnya. "Semoga kau tidak melihat wanita lain setelah melihatku bertambah berat badan," ucap Devanka seraya tersenyum."Tidak mungkin, aku hanya jatuh cinta padamu,"
Kasih Tulus Devanka pada AronDevanka dengan telaten mengurus Aron, terlihat seperti tidak merasa lelah sedikitpun. Monalisa melihat ketulusan itu, rasa kasih dan sayang itu, apa mungkin dia selama ini sangat keterlaluan pada Devanka, seperti duri di dalam daging, seperti bayangan buruk, seperti musuh dalam selimut, hatinya tidak benar benar tulus. Dia ingat ketika Miki atau lebih dikenal dengan Mike membuatnya jatuh dari tebing, walaupun bukan dia secara langsung, namun orang suruhan itu berhasil membuat Devanka dan Reynold melewati hari hari sulit di kota kecil.Devanka berusaha membuat Aron tersenyum, dengan senyumnya, ekspresi lucu wajahnya, nada suara lucunya, terlihat seperti seorang ibu yang sedang bermain dengan anaknya. Monalisa masih menatapnya dengan segala pandangan rasa, dia mulai merasa Devanka lebih pantas menjadi ibu Aron daripada dirinya."Ada apa?" tanya Devanka yang ternyata mengamati Monalisa sedari tadi."Ti-tidak, Aron beruntung memilikimu," ucap Monalisa."Apa