Ambisi Monalisa Melodi membawa empat kantong belanjaan yang tadi diminta oleh sekretaris Pete, dibantu oleh supir kantor, pak Narto. Dengan hati hati dia meletakkan dua kantong besar belanjaannya di depan pintu apartemen, seperti perintah sekretaris Pete. "Terimakasih pak Narto, pak Narto bisa kembali ke mobil dan menunggu saya turun," pinta Melodi. "Tidak perlu saya bantu membawa masuk semua belanjanya nona?" tanya pak Narto. "Ah tidak usah pak, nanti saya bisa sendiri," ucap Melodi. "Baiklah nona, saya turun dulu, kalau ada apa apa nona bisa hubungi saya," ucap pak Narto. Melodi terlihat menghela nafas panjang, dan bersiap untuk mengetuk pintu apartemen. Dia sudah mengetahui jika pemilik apartemen itu adalah Monalisa, yang dulu sangat sering sekali mengunjungi tuan muda Reynold di kantor dan bermesraan, bahkan pernah beberapa kali tertangkap mata olehnya. "Aku harus menemui wanita itu," bisik Melodi, lalu dia mengetuk pintu itu sebanyak tiga kali. "Tok, tok, tok," Beberapa
Kemunculan MonalisaMonalisa berdiri di depan gerbang rumah besar yang sudah tidak asing lagi, iya, rumah keluarga Hamzah. Dia tidak sendiri, dia bersama dua koper besar dan empat kantong besar belanjaan, diantar taxi online, tepat di depan pintu gerbang, tanpa janji bertemu dengan siapapun, hanya bermodal keberanian."Nona, ada apa datang ke mari?" tanya salah satu satpam."Tolong buka gerbangnya," pinta Monalisa."Maaf nona, saya tidak bisa membuka gerbang untuk sembarang orang, maafkan saya," ucap satpam itu."Sembarang orang kau bilang? cepat buka, cepat," ucap Monalisa dengan intonasi yang tegas. "Maaf nona," ucap satpam yang tidak bergeming sedikitpun.Monalisa terlihat menghela nafas panjang."Baiklah, beritahu Devanka aku ada di sini,"pinta Monalisa."Nyo-nyonya muda Devanka?" tanya satpam memastikan."Iya, nyonya mudamu yang sebentar lagi tidak menjadi nyonya mudamu," ucap lirih Monalisa dengan wajah kesal."Apa nona bilang?" tanya satpam."Tidak apa apa, cepat beritahu Dev
Gejolak Hati ReynoldPerdebatan Emosi dan kegelisahan DevankaSekretaris Pete terlihat duduk di hadapan Reynold yang masih begitu sibuk dengan pekerjaannya. "Iya paman ada apa? ada hal yang harus aku kerjakan?" tanya Reynold tanpa melihat ke arah sekretaris Pete karna dia begitu sibuk dengan pekerjaannya."Tu-tuan muda, ada hal penting yang harus saya sampaikan," ucap sekretaris Pete dengan begitu serius."Ada apa paman?" tanya Reynold yang masih belum menghentikan tangannya membuka buka lembar file dan sesekali membacanya."Tu-tuan muda, Monalisa mendatangi kediaman keluarga Hamzah," ucap sekretaris Pete."Apa?" ucap Reynold terkaget, seketika dia menghentikan kesibukan tangannya. "Paman tau dari mana?" tanya Reynold."Tadi Devanka menghubungi saya, Devanka tidak ingin membuat tuan muda khawatir sehingga meminta saya untuk menyampaikannya pada tuan muda," penjelasan sekretaris Pete."Paman, apa yang diinginkan wanita itu, aku harus bagaimana paman? bagaimna dengan kakek?" ucap Reyn
Bab 127Sesak di Dada DevankaNori terlihat memberikan secangkir susu kehamilan hangat untuk Monalisa dan juga segelas air hangat."Ini nona," ucap Nori seraya meletakkannya di atas meja dekat tempat tidur Monalisa."Te-terimakasih Nori, bisakah kau bantu aku duduk," ucap Monalisa."Baiklah nona," ucap Nori yang kemudian dengan sigap membantu Monalisa duduk."Tolong bantu aku minum," ucap Monalisa lagi, kemudian Nori mengambil segelas susu hangat dan membantu Monalisa minum. Ketika minum, Monalisa terlihat batuk, sedikit tersedak."Nori, biar aku saja," ucap Reynold yang sedari tadi berdiri bersama Devanka di dekat pintu kamar.Melihat respon itu, Monalisa tersenyum, namun menyembunyikan senyum itu.Reynold berjalan mendekat ke arah Monalisa, meraih gelas yang di bawa Nori, lalu membantunya minum. Monalisa tidak lantas membiarkan kesempatan ini berlalu begitu saja, Monalisa memegang tangan Reynold yang mengarahkan gelas ke mulutnya. Monalisa melempar sedikit senyum, berusaha menampilk
Pagi Hari di Kediaman Keluarga HamzahTerlihat Reynold dan Devanka saling melempar tawa kecil ketika mereka melewati sesi makan pagi. Mereka mengobrol ringan, membicarakan hal yang mungkin sebenarnya kurang penting namun mampu memberikan kesan luar biasa."Nori tolong ambilkan air putih hangat untuk Reynold," pinta Devanka."Baik nyonya," ucap Nori.Tawa kecil yang sedari tadi menjadi atmosfer positif mendadak hilang. Monalisa tiba tiba muncul di meja makan dan duduk tepat di hadapan Reynold."Selamat pagi semua," sapa Monalisa."Untuk apa kau kemari, lebih baik kau kembali ke kamar," ucap Reynold yang terdengar cukup keras. Devanka menyentuh paha Reynold, berusaha menenangkannya, memberikan penguatan untuk tetap membuatnya nyaman. "Rey, aku ingin makan pagi bersamamu," ucap Monalisa dengan suara sedikit manja."Nori akan membawakan makananmu," ucap Reynold. Nori terlihat meletakkan satu gelas air hangat di meja Reynold."Nori, siapkan sarapan untuk Monalisa, buatkan sarapan segat,
Sikap Tegas Kakek HamzahJam menunjukkan pukul sebelas siang, diluar rumah sudah terlihat kakek Hamzah turun dari mobil. Dengan kemeja putihnya, tongkat andalannya dan juga segala penampilannya yang selalu terlihat berwibawa."Selamat datang tuan besar," sapa Nori."Bagaimana keadaan rumah ini? baik baik saja bukan selama aku tidak di rumah." tanya tuan besar Hamzah."Tu-tuan, sebenarnya, sebenarnya," ucap Nori terhenti."Selamat siang kakek," ucap Devanka yang tiba tiba muncul dari dalam rumah."Hai Dev, kakek sangat merindukan masakanmu, padahal hanya sehari kakek pergi," ucap kakek Hamzah. "Kakek," ucap Devanka seraya tersipu malu."Selamat siang kakek Hamzah," ucap Monalisa yang tiba tiba muncul dan kemunculannya membuat kakek Hamzah kaget."Kenapa kau ada di sini?" tanya kakek Hamzah dengan tatapan mata tajam."Ka-kakek, Reynold belum memberitahu kakek ya, sekarang Monalisa tinggal di sini kakek, Monalisa dan calon cucu kakek," ucap Monalisa seraya memamerkan senyum menawannya.
Sentuhan itu tak lagi samaSeperti sebuah sambaran petir yang begitu kencang menerjang pohon tua di pinggir jalan, membuatnya ambruk seketika. Apa yang didengar Devanka sungguh adalah sesuatu yang cukup menyesakkan dada. Devanka mengikuti langkah Reynold, masuk ke dalam rumah, dengan perasaan yang mulai kacau, setiap langkah semakin kacau, namun tidak ada pilihan lain kecuali menyembunyikannya dalam dalam."Kakek, kenapa kakek mengusir Monalisa?" tanya Reynold pada kakeknya yang duduk di ruang tengah. Dengan suara lembut dan pelan. "Hei Rey, kau sudah pulang," ucap kakek Hamzah."Iya kakek," ucap singkat Reynold."Kakek, kenapa kek?" tanya Reynold seraya duduk di sebelah kakeknya."Rey, kata siapa kakek mengusir Monalisa, kakek hanya memberikan saran terbaik untuknya. Kakek tidak ingin dia mendapatkan masalah baru, sehingga mempengaruhi kehamilannya. Kakek tidak ingin timbul masalah baru. Jika dia tetap tinggal di sini, banyak orang yang akan menganggapnya sebagai wanita yang tidak
Akankah terbongkar?Reynold terlihat sibuk di ruang kerjanya, di kantor megah Hamzah Grup. Sekretaris Pete terlihat menyodorkan beberapa berkas penting."Oh iya paman, apa paman sudah menghubungi dokter Lina?" tanya Reynold."Sudah tuan, saya sudah mendapatkan informasi yang cukup mengenai tes DNA," jawab sekretaris Pete."Tolong jelaskan kepadaku," pinta Reynold.Sekretaris Pete terlihat menjelaskan mengenai prosedur tes DNA yang mungkin saja dilakukan saat sang calon anak masih berada di dalam kandungan ibunya. Sekretaris Pete menjelaskan begitu detail, dengan bahasa yang sangat mudah dipahami. Dia memang cukup pintar, bahkan nyaris jenius. Daya ingatnya cukup kuat dan itu juga yang membuatnya nyaris menjadi pegawai abadi ke Hamzah Grup."Tuan, menurut saya resikonya sangat besar, yang bisa kita pertimbangkan adalah melakukan tes DNA saat bayi itu lahir," ucap sekretaris Pete. Reynold masih terdiam, dengan segala upaya dia mengumpulkan kekuatan, keyakinan untuk menentukan keputusan
Semuanya MembaikSatu tahun berlalu, sepertinya semuanya membaik. Aron sudah sehat, menjadi anak yang ceria, namun dia tetap harus mendapatkan terapy untuk tumbuh kembangnya. Benturan di kepala ketika kecelakaan yang dia alamai setahun yang lalu menyisakan masalah yang harus diseleseikan, tubuhnya harus banyak dilatih supaya bisa tumbuh dengan normal, namun semuanya bisa diatasi, dia tumbuh dengan baik. Aron memiliki sumber daya, dia menjadi putra tertua Reynold Hamzah.Tuan Domani mendapatkan hukumannya, sesuai dengan kejahatan yang dia lakukan. Dia akan lama berada di penjara, lebih dari sepuluh tahun. Dia dan istrinya memutuskan untuk berhenti memperjuangkan Aron, menyerahkan Aron pada tangan yang tepat. "Ayah pulang," ucap Reynold ketika masuk ke dalam kamar anak anaknya. Di sana terlihat Aron sedang bermain dengan perawat Susi, sedangkan Arion, putra keduanya yang berusia lima bulan berada di gendongan Devanka. Mendengar suaminya datang, Devanka memberi isyarat kepada Reynold un
Tabir Rencana PembunuhanTuan Domani masuk ke dalam kamarnya, dia mulai duduk di tempat tidur. Dia terlihat menghela nafas panjang, lalu mulai menangis sejadi jadinya, dia tidak menyangka apa yang direncanakannya justru menyebabkan penyesalan yang mendalam. Tuan Domani mengingat waktu ketika dia bertemu dengan dua orang kepercayaannya.Di ruang kunjungan penjara, terlihat tuan Domani sedang menemui pengunjung yang merupakan dua orang anak buahnya, anak buah kepercayaannya."Semua sudah siap tuan, kami akan melaksanakan semua perintah tuan," ucap salah seorang. "Baiklah, lakukan dengan baik, saya tidak ingin ada kesalahan sekecil apapun," ucap tuan Domani. "Baik tuan, kami akan mulai mengintainya, dan ketika ada kesempatan, kami akan segera melaksanakan rencana itu," ucap orang yang lain. Dua orang dengan pakaian serba hitam itu terlihat begitu serius dan menakutkan. Sepertinya ada rencana jahat yang serang mereka rencanakan. Satu jam sebelumnya, tuan Domani sudah bertemu dengan asi
Tersandung RasaDevanka dan Reynold sudah berada di rumah sakit tempat pembacaan hasil tes DNA, di sana sudah ada cukup banyak wartawan, perwakilan dari rumah sakit, dan beberapa orang yang memiliki kepentingan. Dari pintu terlihat seorang wanita yang tidak asing bagi Reynold."Kenapa dia ada di sini," bisik Reynold seraya melihat ke arah wanita bertubuh tambun itu. Terlihat elegan, berkelas dengan dress warna putih, membuat penampilannya menarik walaupun berbobot lebih dari delapan puluh kilogram."Siapa Rey?" tanya Devanka."Dia," ucap Reynold seraya melihat ke arah wanita itu. Devanka mengarahkan matanya, terlihat mengerutkan dahi, lalu dia menyakini bahwa belum pernah melihat wanita itu sebelumnya. "Dia nyonya Domani, istri dari presdir Domani. Untuk apa dia datang, dia juga di temani pengacara," ucap Reynold."Apa jangan jangan," ucap Reynold terhenti ketika melihat seseorang mulai berbicara dari alat pengeras suara.Salah seorang perwakilan dari rumah sakit terlihat sudah menai
Upacara PemakamanSemua orang mengantar kepergian Monalisa, dengan tatapan kesedihan, hati yang lara, menyakitkan, seorang ibu harus meninggalkan anaknya yang masih berusia tiga bulan bulan. Bayi kecil itu bahkan belum mengenal ibunya dengan baik, belum belajar memanggilnya, mengenali suaranya dengan jelas, belum meraba raba wajahnya, banyak hal yang belum dilakukan dan itu sangat menyayat hati.Semua orang memakai pakaian serba hitam, menandakan hati yang sedang kelam. Devanka terus menangis, menempel di dada suaminya, mencari perlindungan dari rasa sakit kehilangan. Monalisa di makamkan di area pemakaman elit untuk kelas atas, yang memiliki harga hampir setengah miliar per kaplingnya. Tuan besar Hamzah mengatur semua upacara pemakaman dan Monalisa mendapatkan penghormatan terakhirnya dengan layak.Di dalam penjara, ayah Monalisa menatap tembok, menyembunyikan kepedihannya. Dari punggungnya terlihat bahwa dia sedang menangis, tersedu sedu, seorang pria yang sangar akhirnya bisa tumba
Cinta MembaraJaksa Putri sampai di rumah sakit, dia dan Evo segera berlari masuk. Di depan pintu unit gawat darurat ada tuan muda Reynold, inspektur Yusuf, sekretaris Pete dan juga beberapa anak buah dari inspektur Yusuf.Langkah Evo terhenti, dia terdiam sejenak."Itu inspektur Yusuf?" tanya Evo."I-iya, kau mengenalnya? tanya jaksa Putri."Ayo kita segera mendekat ke sana," ucap Evo yang kemudian melanjutkan langkahnya mendekat ke arah ruang unit gawat darurat."Selamat malam," sapa jaksa Putri pada semua orang yang ada di sana."Oh, jaksa Putri, kau juga ada di sini?" tanya inspektur Yusuf."Jaksa Putri menangani kasus Monalisa," ucap sekretaris Pete."Oh begitu rupanya, bagaimana kelanjutan kasusnya?" tanya inspektur Yusuf."Hasil tes DNA akan diumumkan besok pagi, kasus ini mendekati akhir," ucap inspektur Yusuf."Walaupun dia sudah tidak ada, kau harus menuntaskan kasusnya, hingga selesei," pinta inspektur Yusuf."Ti-tidak ada?" tanya jaksa Putri yang belum mengerti dengan situ
Debaran Hati Sang JaksaTiba tiba seolah awan mendung berkumpul di langit, sunyi sepi, dengan hembusan angin dingin. Sebentar lagi badai kepedihan akan menerjang. Kabar duka ini sungguh sangat mengerikan.Devanka terhuyung, pandangannya gelap, lalu tidak sadarkan diri."Rey," bisiknya setelah tersadar dan dia mendapati dirinya sudah berada di sebuah ruang perawatan."Dev, kau sudah siuman," bisik Reynold seraya mendekat ke arah Devanka, menggenggam tangannya lalu memeluknya erat untuk sekedar menyalurkan perasaan."Aku sungguh tidak menyangka Monalisa akan seperti ini," ucap Devanka, lalu dia kembali menangis. "Tenanglah," bisik Reynold. "Ada Aron yang harus kau pikirkan, kau harus bangkit dan kuatkan hatimu," bisik Reynold."Anak sekecil itu Rey, dia harus kehilangan ibunya," ucap Devanka dalam tangis."Rey, kakek sudah meminta orang untuk menyiapkan prosesi pemakaman, kita urus saja," ucap kakek Hamzah seraya memegang bahu Reynold."Baik kek," ucap Reynold. Devanka melepaskan pel
Sebuah KehilanganReynold dan Devanka masuk ke dalam rumah sakit. Mereka terlihat gugup, mencari keberadaan Monalisa juga Aron."Nur, hubungi Aldo dan sekretaris Pete, minta mereka menghubungi inspektur Yusuf untuk mengurus masalah ini," pinta Reynold pada pengawal Nur."Baik tuan," ucap pengawal Nur yang kemudian segera menjalankan perintah tuan mudanya itu.Beberapa saat kemudian, Aldo dan sekretaris Pete sudah ada di gurun hijau, bersama dengan inspektur Yusuf dan tim investigasi. "Ini semua rekaman kamera pengawas yang ada di tempat ini, mereka benar benar sudah merencanakannya," ucap inspektur Yusuf yang terlihat mengecek hasil tangkapan kamera pengawas yang dia kumpulkan."Mereka mensabotase kamera pengawas, semuanya," ucap inspektur Yusuf. Mendengar hal itu, Sekretaris Pete terlihat berpikir."Bagaimana dengan kamera dashboard? mobil antik tuan besar Hamzah di pajang di gedung ini, berhadapan langsung dengan lapangan golf. Mobil itu dilengkapi kamera dashboard yang selalu meny
Tragedi Pesta LampionDevaka terlihat begitu cantik, dengan gaun berwarna putih, transparan di bagian lengan dan punggung. Perutnya yang sudah terlihat lebih menonjol membuat penampilannya semakin menawan, ibu hamil yang mempesona. Kehamilannya memasuki usia tiga bulan, kehamilan yang sehat dan di dambakan hampir semua orang, karna Devanka sama sekali tidak merasa repot, mual muntah berlebihan, sakit di sana sini, dia tidak merasakan itu semua, perasaannya hanya sangat bahagia, menerima kehamilannya dengan perasaan luar biasa."Kau cantik," ucap Reynold."Terimakasih, apa tidak terlihat gendut? sepertinya berat badanku naik," ucap Devanka."Tidak dan tidak menjadi masalah, kau harus banyak makan, supaya kehamilanmu sehat," ucap Reynold yang terlihat memeluk Devanka dari belakang, tepat di depan cermin besar yang ada di kamarnya. "Semoga kau tidak melihat wanita lain setelah melihatku bertambah berat badan," ucap Devanka seraya tersenyum."Tidak mungkin, aku hanya jatuh cinta padamu,"
Kasih Tulus Devanka pada AronDevanka dengan telaten mengurus Aron, terlihat seperti tidak merasa lelah sedikitpun. Monalisa melihat ketulusan itu, rasa kasih dan sayang itu, apa mungkin dia selama ini sangat keterlaluan pada Devanka, seperti duri di dalam daging, seperti bayangan buruk, seperti musuh dalam selimut, hatinya tidak benar benar tulus. Dia ingat ketika Miki atau lebih dikenal dengan Mike membuatnya jatuh dari tebing, walaupun bukan dia secara langsung, namun orang suruhan itu berhasil membuat Devanka dan Reynold melewati hari hari sulit di kota kecil.Devanka berusaha membuat Aron tersenyum, dengan senyumnya, ekspresi lucu wajahnya, nada suara lucunya, terlihat seperti seorang ibu yang sedang bermain dengan anaknya. Monalisa masih menatapnya dengan segala pandangan rasa, dia mulai merasa Devanka lebih pantas menjadi ibu Aron daripada dirinya."Ada apa?" tanya Devanka yang ternyata mengamati Monalisa sedari tadi."Ti-tidak, Aron beruntung memilikimu," ucap Monalisa."Apa