"Nanti siang saya akan menjemputmu,"
Kamea yang baru saja ke luar dari kamar mandi dengan kondisi sudah memakai pakaiannya itu menoleh ketika tiba-tiba saja Alif berbicara. Kedua alisnya saling bertautan menatap bingung pada lelaki yang saat ini sedang duduk di sofa kamarnya.
"Om, ngomong sama aku?" tanya Kamea sambil menunjuk pada dirinya sendiri. Gadis itu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan di kamarnya, tetapi tak melihat siapapun ada di sana kecuali dirinya dan Alif.
Lelaki beralis tebal itu mendesah kasar. "Bukan! Saya bicara sama hantu," gerutunya kesal.
"Hah? Jadi di sini ada hantunya?" gumam Kamea pelan tetapi masih bisa didengar oleh Alif.
Belia itu menoleh ke kiri dan kanan mencoba mencari mahluk yang sedang diajak bicara oleh suaminya. Namun percuma saja, matanya tidak cukup tajam untuk melihat mahluk tak kasat mata itu.
Alif melongo memerh
Kamea melenggang mengekori Alif yang berjalan di depannya. Gadis itu sedikit berlari agar bisa mengimbangi langkah lelaki beralis tebal itu. Sedari tadi mulut mungilnya tak berhenti menggerutu kesal."Om, ih kalo orang manggil itu nyahut dong!" gerutu Kamea.Ia gram karena sedari tadi panggilannya diabaikan oleh Alif. Lelaki itu masih tak acuh meneruskan langkahnya menuju ke mobilnya yang sudah terparkir rapi di depan halaman rumah."Om. Om Reval Alif Pradana!"Mendengar nama lengkapnya disebutkan oleh Kamea, lelaki berambut hitam itu menghentikan langkahnya secara tiba-tiba. Iris berwarna cokelat itu memutar geram. Gadis kecil itu sangat tidak sopan berani memanggil namanya seperti itu.Brukk!"Aduh,"Bibir mungil itu meringis ketika dahinya tak sengaja menabrak punggung kekar Alif yang entah sejak kapan lelaki itu berdiri di hadapannya.
Kamea menggeret koper berukuran sedang miliknya dengan gontai menghampiri Alif yang sudah menunggunya di depan rumah. Rasanya berat sekali harus meninggalkan rumah mertuanya itu untuk pindah ke rumah Alif.Ia merasa masih belum siap bila harus tinggal berdua bersama suaminya yang dingin dan kaku itu. Sedari pagi pikirannya terus melayang memikirkan hal-hal buruk. Takut-takut Alif membawanya pindah hanya untuk mengerjainya saja. Mengingat sejauh ini hubungannya masih belum akur dengan lelaki beralis tebal itu."Tenang Kamea, Mama bilang kalau mas Alif macam-macam aku bisa mengadu pada Mama dan Papa," gumamnya seraya menghela napas panjang."Kamea, kenapa malah bengong di situ?""Eh?"Belia itu terperanjat kaget. Suara mama Anita menariknya dari lamunan. Kamea tersenyum kaku, dengan polos menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Gadis itu segera menghampiri mamanya.
Alif membantu Kamea memasukan kopernya ke dalam bagasi mobil. Ia juga membukakan pintu untuk belia itu. Kamea duduk di depan tepat di samping kursi kemudi, menunggu Alif yang saat ini sedang menerima wejangan nasihat dari papanya."Mama sama Papa titip Kamea. Sekarang kalian sudah menjadi suami istri, tak perlu papa jelaskan panjang lebar. Kamu sudah dewasa, jadilah suami yang bertanggung jawab. Jangan pernah sakiti Kamea, dia sudah papa anggap seperti putri papa sendiri,"Alif menghela napas panjang, Mulutnya berdecak merasakan orang tuanya tidak adil. "Anak kandung kalian itu Alif, tapi kalian lebih menghawatirkan gadis kecil itu dari pada anak kandung kalian sendiri," gerutunya.Papa Pradana menepuk kepala Alif. " Gadis kecil itu istrimu," tuturnya geram sambil memelototkan matanya.Alif mendecakkan mulutnya, hatinya terus menggerutu kesal. Lelaki berkulit putih itu melenggang ke arah mobilnya set
Mobil Alif berhenti di halaman sebuah bangunan rumah yang cukup megah. Ukurannya memang lebih kecil dari rumah orang tuanya, tetapi juga cukup besar untuk dihuni dua orang saja.Belia itu ikut turun dari mobil ketika melihat suaminya juga turun. Iris berwarna hitam itu memerhatikan ke sekeliling rumah tersebut."Ini rumah, Om?" tanyanya.Setelah cukup lama tak membuka suara karena takut dengan ancaman Alif, akhirnya belia itu kembali mengeluarkan suaranya. Ia melihat Alif yang sudah mengeluarkan koper miliknya dari dalam bagasi."Bawa kopermu sendiri!" titahnya datar.Lelaki berparas tampan itu tak berminat menanggapi pertanyaan Kamea yang menurutnya sangat tidak penting. Ia melenggang melewati Kamea hendak masuk ke dalam rumahnya."Suami gak ada ahlak. Masa istrinya yang manis dan imut ini disuruh bawa koper sendiri. Bukannya dibawain gitu kaya suami-suami p
Lelaki beralis tebal itu mendesah kasar. "Terserah!" ucapnya ketus."Nah, gitu dong," sahut Kamea girang karena Alif tak lagi mendebat. Lelaki itu memilih untuk menyerah walau masih tak mengubah ekspresi wajahnya.Belia itu memajukan tubuhnya mendekati Alif. Kaki pendeknya menjinjit lantas kedua tangan terangkat dan mencubit pipi lelaki itu dengan gemas. Alif membulatkan matanya mendapat perlakuan Kamea yang menganggapnya seperti anak kecil."Om, jutek tapi gemesin. Kamea suka," ucap belia itu sambil terkekeh gemas kepada Alif.Lelaki yang terpaut enam tahun lebih tua dari belia itu mencekal tangan Kamea dan menjauhkannya. Iris berwarna cokelat itu menghunuskan tatapan tajam. Membuat sang gadis sedikit meringis antara sakit pada tangannya dan malu karena perbuatan yang refleks ia lakukan.Kamea menyeringai, satu tangannya menggaruk kepala yang tak gatal. "Maaf," ucapnya pol
Seorang lelaki bertubuh porposional melenggangkan langkah lebarnya memasuki sebuah gedung perusahaan miliknya. Kedatangannya mencuri perhatian karyawan yang bekerja di sana terutama karyawati.Semua mata memandang kagum atas ketampanan atasananya yang begitu sempurna. Sebagian masih bermimpi menjadi pendamping lelaki itu, sebagiannya lagi memilih untuk mundur menyadari kekurangannya sendiri.Tak ada yang tahu bahwa lelaki yang mereka kagumi saat ini sudah resmi menjadi suami seseorang. Apalagi istri atasannya itu adalah seorang gadis belia yang usianya terpaut cukup jauh darinya. Ya, tak ada yang mengetahui kabar pernikahan Alif dan Kamea kecuali kerabat terdekat dan asisiten kepercayaan Alif, yaitu Doni."Hai pengantin baru," sapa seseorang yang baru saja mengetuk pintu dan langsung memasuki ruangan Alif.Lelaki beralis tebal itu menoleh sekilas dengan malas. Ia mendesah kasar menyenderkan punggung
"Seharusnya kau senang memiliki seorang istri yang masih sangat muda," ucap Doni. "Tapi ini. Coba lihat wajahmu malah ditekuk seperti itu. Kalau kau gak mau, berikan saja dia padaku. Akan dengan senang hati aku menjaganya.""Ambillah kalau kau mau."Mata Doni melebar tak percaya mendengar ucapan atasan sekaligus sahabatnya itu. Bagaimana mungkin ia dengan mudah membiarkan istrinya sendiri diambil oleh orang lain? Sahabatnya itu memang sudah tidak waras semenjak ditinggalkan oleh Fely.Alif benar-benar terjerat cintanya Fely yang jelas-jelas telah kabur meninggalkannya tanpa jejak. Tetapi lelaki belensa cokelat itu masih saja mengharapkannya kembali."Kau yang benar saja. Aku harap kau tak serius dengan ucapanmu itu. Karena aku akan benar-benar menjaganya jika ada kesempatan. Kuharap kau tak akan menyesal!" tutur Doni dengan nada serius memperingati sahabatnya itu.Ah, sebenarnya
Kamea menyenderkan punggung pada penyangga ranjang. Mencari tempat ternyaman sambil membaca novel yang ia beli dua minggu yang lalu sebelum ia ke Jakarta, dan gadis kecil itu baru sempat membacanya sekarang.Seharian hanya di rumah sendirian membuatnya merasa bosan. Rasanya ia ingin cepat-cepat masuk kuliah di kampus barunya agar tidak kesepian lagi. Beruntung semua pendaftaran sudah diurus oleh mertuanya. Jadi mulai besok ia sudah bisa beraktivitas di luar rumah.Kamea mulai merasa bosan dengan buku bacaannya. Berkali-kali gadis belia itu melirikkan matanya ke arah jam yang menempel di dinding kamarnya. Ia menghela napas kasar, belum ada tanda-tanda suaminya pulang dari kantor."Mas Alif lama sekali, perutku sudah kelaparan tadi siang cuma makan mie instan aja," gumamnya sambil mengusap perut datarnya.Stok makanan di rumah Alif kosong. Padahal Kamea sudah memberi tahu suaminya itu untuk berbelanja
"Mi, selamat, ya. Aku turut bahagia atas pernikahan kamu, semoga kalian bahagia." Abimanyu bersalaman dengan Kamea. Pemuda itu menatap lamat wajah gadis yang pernah dicintainya. Senyumnya masih sama, terlihat manis seperti senyum yang nampak saat pertama kali mereka bertemu. "Makasih, Bi. Semoga kamu juga cepat menyusul, ya." Abimanyu tersenyum kecut mendengar kalimat yang diucapkan oleh Kamea. Lantas kemudian pemuda itu menghela napas panjang. "Doakan saja, semoga bisa secepatnya," sahutnya lirih. "Hei, dilarang berlama-lama menatap istriku seperti itu!" Abimanyu langsung menoleh ke arah laki-laki yang ada di samping Kamea. Seperti biasanya suami dari sahabatnya itu akan selalu memasang wajah waspada setiap kali ia dekat dengan istrinya. "Ya, ya, ya! Aku tahu dan aku tidak akan merebutnya," sahut Abimanyu sambil tersenyum miring. Kemudian dia mel
Malam ini suasana di kediaman Pradana terlihat sangat ramai. Rumah megah dan mewah itu didekor dengan sedemikian rupa sehingga terlihat gemerlap indah. Tamu-tamu penting mulai berdatangan satu persatu untuk menemui tuan rumah.Di dalam sebuah ruangan berukuran cukup luas seorang gadis sudah siap dengan gaun cantik berwarna putih tulang. Paras cantik itu semakin terlihat anggun dengan mengenakan sedikit polesan make up dari perias handal yang disewa oleh keluarga Pradama secara khusus.Gadis itu berbalik melihat ke arah pintu ketika tiba-iba seseorang membukanya dari luar. Kedua sudut bibir tipis itu tertarik ke atas membentuk senyum yang sangat manis menyapa sosok laki-laki yang sangat dicintainya sejak lama."Sayang, kenapa masih di sini? Ayok kita ke bawah. Para tamu sudah menunggu," ujar Alif kepada sang istri tercinta.Dia berjalan mendekati gadisnya dengan pandangan yang terpusat pada wajah sang
"Alif, kenapa kamu ada di sini? Kamea sama siapa?" Mama Anita yang baru saja tiba di rumah sakit tak sengaja berpapasan dengan putranya yang juga baru saja kembali dari luar sehabis membelikan makanan untuk Kamea. "Ma, aku habis membelikan makanan untuk Sanee. Tadi dia bersama Fely," sahut Alif sambil mengangkat kantung kresek di tangannya. Kedua bola mata Mama Anita membulat. Tak percaya dengan yang baru saja ia dengar. Putranya dengan mudah meninggalkan menantu kesayangannya berdua dengan Felysia, wanita yang sudah menyebabkan Kamea seperti sekarang ini. "Apa?! Kenapa kamu membiarkan wanita itu bersama menantuku? Gimana kalau dia menyakiti Kamea?" Mama Anita menggerutu geram atas kecerobohan putranya. Biar bagaimanapun Felysia adalah wanita yang sedang terobsesi cinta putra semata wayangnya yang saat ini sudah menikah dengan Kamea. Bila ia bisa nekad memaksa Alif untu
Alif pergi ke luar untuk membelikan makanan untuk Kamea. Sebenarnya dia enggan pergi meninggalkan istrinya itu sendirian ditemani oleh Felysia. Tetapi belia itu memaksa, Alif terpaksa tetap pergi. Namun sebelum itu, ia terlebih dulu memperingatkan kepada Felysia untuk tidak berbuat macam-macam kepada istrinya.Suasana di dalam ruangan menjadi hening untuk beberapa saat setelah Alif pergi. Dua wanita berbeda usia itu terdiam mengumpulkan kata-kata yang hendak mereka bicarakan. Felysia berjalan mendekat dan duduk di kursi yang ada di samping ranjang Kamea."Gimana kedaaan kamu sekarang?" Setelah beberapa saat terdiam, Felysia membuka percakapan dengan menanyakan kabar Kamea."Sudah lebih baik," sahut Kamea singkat.Setelah itu suasana kembali menjadi hening untuk beberapa detik hingga Felysia kembali membuka percakapan untuk mengurai rasa canggung yang sedang melingkupi ruangan."U
"Kamu gak ada yang mau ditanyakan sama, Mas?"Belia itu tak langsung menjawab. Dia memikirkan pertanyaan apa yang harus ia tanyakan kepada suaminya itu. Beberapa detik kemudian, Kamea menggelengkan pelan kepalanya sehingga menimbulkan gesekan di dada bidang Alif.Kedua sudut bibir tebal itu tertarik ke atas mengulas sebuah senyum. Lalu laki-laki berkulit putih itu mendesahkan napas di udara. Lembut tangan kekarnya mengusap kepala sang istri. Bersyukur dia tidak jadi kehilangan gadisnya.Entah, mungkin saja ia akan menjadi gila andai gadisnya itu pergi meninggalkannya. Memikirkan semua itu, Alif mengeratkan dekapannya. Dia benar-benar takut kehilangan Kamea. Beberapa saat kemudian, Alif merenggangkan tubuhnya dari tubuh Kamea."Kalau begitu, Mas yang ingin bertanya sama kamu. Boleh?"Kamea menatap dalam manik mata suaminya. Kedua alisnya saling bertautan hingga membentuk garis hal
Seorang laki-laki berparas tampan mengintip dari kaca pintu. Melihat sang istri tertawa lepas barsama sahabatnya. Manis, cantik dan ... menggemaskan.Dia menghela napas panjang. Kemudian, tawa itu seolah menular padanya. Kedua sudut bibir laki-laki itu tertarik ke atas membentuk senyum."Kau, mau sampai kapan berdiri di sini?"Alif terlonjak kaget mendapati Doni sudah ada di hadapannya. Entah sejak kapan sahabatnya itu sudah ada di sana. Seingatnya, baru saja laki-laki berkaca mata itu masih tertawa ria di dalam bersama Kamea."Temui istrimu dan selesaikan semuanya sekarang. Kamu benar-benar tidak ingin kehilangannya, bukan?" ujar Doni lagi.Kedua bola mata berlensa cokelat itu membulat. Tentu saja dia tidak ingin kehilangan gadisnya.Alif menghela napas panjang dan menghembusiannya secara perlahan. Iris matanya menoleh ke arah gadis yang saat ini sedang bersandar di tempat tidur sambil memainkan ponselnya.Kemudi
Alif menatap sendu dari kejauhan melihat Kamea sedang berada di taman rumah sakit di temani Abimanyu. Gadis itu terlihat tersenyum mendengarkan Abimanyu bercerita.Entah apa yang sedang mereka bicarakan. Yang jelas sesuatu di sini sedang meremas-remas hati Alif. Kedua tangannya mengepal erat dan rahangnya mengeras setiap kali melihat gadis itu tertawa riang."Bagaimana rasanya, melihat orang yang kita cintai tersenyum bersama orang lain?" tanya Doni.Dia baru saja datang, sengaja ingin menjenguk istri dari sahabatnya itu. Dia terpaku selama beberapa detik melihat Alif yang sedari tadi tidak mengalihkan pandangannya. Doni penasaran.Ia pun mengikuti arah pandangan Alif. Laki-laki berkacamata itu menyunggingkan senyum miring. Kemudian menepuk sebelah pundak Alif."Yang kamu rasakan saat ini, begitulah yang dia rasakan saat melihatmu bersama Felysia," ucap Doni lagi.Alif menghela napas panjang. Dia menoleh ke arah Doni yang s
"Abi ...."Abimanyu langsung menunduk melihat gadis yang baru saja memanggil namanya."Aku ada di mana?" gumamnya pelan. Seingatnya terakhir kali ia bangun masih ada di rumah Abimanyu."Ami, kamu sudah bangun? Syukurlah. Aku sangat senang akhirnya kamu bangun juga, Mi," ucap Abimanyu. "Sekarang kamu sedang dirawat di rumah sakit," sambungnya lagi.Dia tersenyum bahagia karena akhirnya Kamea mau membuka matanya. Terlebih, gadis itu langsung memanggil namanya."Sayang, kamu sudah bangun? Apa yang kamu rasakan sekarang? Apa kamu ingin minum?"Mengetahui Kamea sadar, Alif langsung menghampiri belia itu. Ia menggenggam erat telapak tangan Kamea dan menciuminya beberapa kali.Dia menatap lamat wajah Kamea dengan iris berkaca-kaca. Sementara belia itu hanya diam dengan pandangan kosong."Sayang, syukurlah akhirnya kamu bangun." Mama Anita langsung menghampiri Kamea.Abimanyu menggeser tubuhny
Abimanyu berjalan melangkahkan kakinya mendekat. Dia ingin menjenguk Kamea yang sudah seminggu ini masih belum juga sadarkan diri. Dia mendekat ke arah Alif yang sedang duduk di samping tepi tempat tidur Kamea."Sabar saja, dia pasti akan segera bangun," ucapnya kepada Alif.Laki-laki beralis tebal itu tersenyum tipis kemudian mengangguk pelan.Abimanyu berjalan ke sisi lain ranjang Kamea. Dia menatap wajah tenang gadis yang sedang menutup matanya cukup lama.'Bangun Mi, aku kangen sama kamu. Jangan seperti ini, Mi. Aku yakin kamu gadis yang kuat. Kamu pasti bisa melewati masa tersulit dalam hidupmu. Sudah cukup tidurnya, Mi. Coba bukalah mata kamu, lihatlah banyak orang yang menyayangimu, termasuk aku.'"Jangan berlama-lama menatapnya seperti itu. Apa kau mau aku mencolongkel matamu?!" tegur Alif ketus.Abimanyu menghela napas panjang. Dia mendelikkan matany