Sarah membuka mata dengan perlahan, merasakan kelemasan di seluruh tubuhnya. Dia terbaring di atas ranjang yang empuk, di dalam sebuah ruangan yang terang benderang.Sinar matahari menyelinap masuk dari balik jendela, menciptakan bayangan-bayangan yang lembut di dinding putih rumah sakit. Dia merasakan kakinya kaku karena digips yang diikat ke tiang medis, dan melirik ke bawah, dia menyadari bahwa dia terhubung dengan berbagai alat medis."Di ... di mana aku?"Ketidaknyamanan di kepalanya mengingatkannya akan sesuatu yang buruk. Dalam kebingungan, dia mencoba mengingat, tapi pikirannya kosong, seperti sehelai kertas kosong yang menantinya di masa depan.Dia mencoba meraba-raba ingatannya, mencari potongan-potongan informasi yang hilang, tetapi semuanya hampa.Rasa sakit menusuk tubuhnya setiap kali ia mencoba bergerak. Kaki dan tangan yang patah telah dipasangi gips, membatasi gerakannya menjadi hampir nol.Di sekitarnya, bunyi bising rumah sakit membuatnya kesal. Suara alarm mesin me
Saat perawat memeriksa catatan medisnya, dia memandang Sarah dengan penuh kehangatan. "Anda tahu, anak yang kuat akan lahir dari rahimmu. Saya yakin Anda akan menjadi ibu yang luar biasa."Sarah tersenyum mendengar kata-kata penyemangat dari perawat itu. Meskipun dia belum sepenuhnya memahami situasi ini, harapan dan keberanian dari orang-orang di sekitarnya memberinya kekuatan. Namun, penasaran dengan cerita di balik luka-luka di wajahnya, dia bertanya, "Perawat, bisakah Anda memberitahu saya apa yang terjadi? Saya tidak ingat banyak hal."Perawat itu duduk di sampingnya dengan penuh kelembutan. "Tentu, Sarah. Anda ditemukan di luar rumah sakit oleh seorang pria dengan bekas luka-luka di wajahnya. Dia membawa Anda ke sini, memberi tahu kami bahwa Anda dalam keadaan darurat. Setelah itu, dia pergi begitu saja."Sarah menatap jendela, mencoba merangkai potongan-potongan memori yang masih tersisa. "Apakah dia mengatakan siapa dia? Apakah dia mungkin ayah dari anak
Luca terbangun dari tidurnya dengan perasaan yang aneh. Dia merasa bahwa sesuatu telah berubah dalam hutan tempat dia dan Sarah bersembunyi. Dia merasa keheningan yang tidak biasa dan menyadari bahwa tempat tidurnya kosong. Matanya terbuka lebar, dan hatinya berdegup kencang. "SARAH!" Luca berteriak dengan keras, mencari wanita itu dengan panik. Dia mencari ke seluruh penjuru hutan yang sunyi, tetapi tidak ada tanda-tanda Sarah. Hati Luca terasa berat, dan dia merasa terjebak dalam perasaan kehilangan yang mendalam. "Kenapa dia pergi?" Luca berbicara pada dirinya sendiri, rasa marah mulai menyelimuti pikirannya. Dia merasa seperti ada sesuatu yang harus dia pahami. Apa yang telah terjadi? Mengapa Sarah meninggalkannya? Luca merenung dengan cemas, mencoba untuk merangkai potongan-potongan peristiwa. Dia menyadari bahwa Kakeknya sudah menyelamatkan hidupnya. Namun, bagaimana dengan Sarah? Perasaan penyesalan mulai merayap ke dalam dirinya. Dia merasa bersalah karena merasa bahwa dia
Keesokan harinya, beberapa dokter ternama dikirim oleh Kakek untuk memberikan perawatan terbaik bagi Luca.Dokter memeriksa lukanya dengan cermat dan memberikan perawatan yang diperlukan. Luca merasa lega bahwa dia akan pulih dalam waktu singkat. Dia diberi obat-obatan untuk membantunya pulih sepenuhnya. Sementara itu, tim medis melakukan segala yang mereka bisa untuk memastikan kondisinya tetap stabil."Kamu harus mengikuti latihan fisik, kami akan memberikan pengobatan terbaik dengan ilmu yang kami miliki," ucap seorang dokter yang ramah. Dia adalah dokter muda wanita yang menjadi kepala dari tim media.Luca mengangguk dengan puas walau wajahnya masih tetap ketus. Dia tidaki ingin menerima vonis dokter sebelumnya yang menyatakan bahwa dia akan lumpuh permanen."Aku harus sembuh. Aku ingin mencari petunjuk sendiri," gumam Luca dalam hati.Luca duduk di ruang tamu mansion, merenung dengan cermat. Dia tahu bahwa dia harus merencanakan balasannya ter
Tom tersenyum dengan sinis. "Oh, jangan berpura-pura, Luca. Kamu menyembunyikannya di hutan, dan sekarang dia ada di sini. Kami memberimu peluang untuk mendapatkannya kembali, tetapi dengan satu syarat."Luca mendekati Tom dengan menekan tombol otomatis pada kursi rodanya. "Syarat apa, Tom?"Tom tersenyum lebih lebar lagi. "Adik kecilmu harus menjadi istri ketua kami. Kami akan mengadakan pernikahan, dan dia akan menjadi bagian dari keluarga kami. Itu adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan keluarga mafia kami dari nasib yang buruk.""Adikku? Dia masih belum dewasa dan ketua kalian sudah memiliki banyak istri!" pekik Luca dengan marah."Ha ha ha." Tom tertawa lalu melanjutkan kalimatnya."Apakah kamu tidak penasaran dengan siapa yang memburumu di malam yang naas itu? Jawaban ada pada Ketua kami. Jadikan kami keluargamu, maka kami akan semakin kuat!""Tidak terkalahkan! Ingat itu Luca. Selamat tinggal!"Seusai berkata-kata, Tom berlalu pergi begitu saja, meninggalkan Luca yang men
"Aku juga ingin mengatakan demikian, Kakek. Namun, aku masih berpikir cara yang lebih tepat untuk membalas hinaan ini."Kakek Castello melangkah dengan amarah yang tertahan, mendekati dinding samping ruangan dengan menggenggam erat tongkatnya sambil memandang bingkai-bingkai para pewaris keluarga mafia yang menghiasi dinding ruangan mewah kantor itu. Wajahnya tampak serius, seolah-olah memikirkan strategi untuk melindungi warisan keluarga mereka.Dalam keheningan ruangan yang dipenuhi aura kekuasaan dan sejarah kelam, kakek itu berkata, "Luc, keluarga ini adalah hasil dari banyaknya pengorbanan dan pertumpahan darah. Kamu adalah pewaris tunggal keluarga mafia ini.""Tugas utamamu adalah menjaga nama baik dan kekuasaan keluarga ini. Sebagai pewaris masa depan keluarga kita, dan tugas suci kini ada di pundakmu."Kakek mendengkus pelan lalu melanjutkan kalimatnya, "Kakek mungkin berada di barisan terakhir foto yang terpajang di sini nanti.""Kakek ...
Sarah naik ke bak belakang truk itu dengan bantuan pak tua yang menjadi supir dan duduk di atas jerami yang ada di bagian belakang. "Maaf bila Anda tidak nyaman, tetapi aku percaya akan sangat sulit mendapatkan tumpangan di jalan ini," ucap Pak Tua itu berbaik hati sambil mengunci pintu bak belakang."Tidak apa-apa, Saya sungguh berterima kasih atas tumpangannya, Pak. Kambing-kambing ini akan baik," ucap Sarah dengan senyum getir.Pak tua membalas senyuman Sarah lalu melangkah kembali ke depan mobil. "Kalau begitu, mari kita berangkat ke kota," ucapnya sambil lalu.Mobil dijalankan perlahan. Sarah membuang napas dengan berat, melihat sekeliling dan menyadari bahwa dia dikelilingi oleh sejumlah besar kambing yang berbaris rapi di dalam truk itu. Mereka berada dalam kandang-kandang yang terbuat dari bambu, dan bau khas kambing langsung mencium hidung Sarah.Dia memandang salah satu kambing yang duduk di dekatnya dan tersenyum lembut. "Halo, teman-teman," ka
"Ya, sudah. Tidak apa-apa kalau belum bisa menceritakan. Berapa usia kandunganmu sekarang?" tanya Emma dengan penasara.Sarah kembali menggelengkan kepalanya."Astaga, kamu benar-benar amnesia. Baiklah! Jangan takut, Emma akan menjagamu dan anak ini dengan baik," ucap Emma sambil menggengam tangan Sarah dengan erat.Sarah tersenyum penuh syukur karena bertemu dengan orang baik.Setelah perjalanan yang penuh petualangan dan kegembiraan, kapal boat akhirnya tiba di pelabuhan pulau seberang.Mereka turun dari kapal dengan senyuman di wajah mereka, merasa bersyukur karena telah tiba dengan selamat. Perjalanan dari kota kecil dengan angkutan umum dan melalui sungai dengan kapal boat kecil tidak hanya memberi mereka pengalaman petualangan yang tak terlupakan, tetapi juga menguatkan ikatan persahabatan di antara mereka.Rumah kecil milik ibu penjual ikan terletak di pinggir pulau, dikelilingi oleh pohon-pohon kelapa yang tinggi dan hijau."D
Taman yang indah, hijau dan luas tempat pernikahan Luca dan Sarah akan dilaksanakan.“Bunga ini seharusnya diletakkan disana,” ucap Bunga menunjuk ke arah panggung. Pemain musik dan penyanyi sudah disiapkan dan sedang mengalunkan beberapa lagu mellow .Acara akan dilakukan dengan mewah tanpa kehadiran pemuka agama. Karena Castello pasti tidak bersedia hadir untuk merestui pernikahan mereka. Castello masih menentang dengan keras pernikahan Luca. Castello masih merasa terganggu dengan masa lalunya terhadap Kanya. Cinta pertama yang tidak dapat dimilikinya.“Meja untuk menandatangani Akte pernikahan sudah dihias dengan indah,” ucap Bunga kepada Bob.“Baik, terimakasih, Sayang,” jawab Bob sambil memberikan kecupan kecil di kening Bunga kemudian ia beralih sibuk mengurus hal yang lain.Segala jenis makanan yang menggugah selera sudah disusun rapi disepanjang taman.“Bikin lapar,” gumam Bunga sambil
Tidak ada yang tahu bahwa Luca pulang untuk menyelesaikan semuanya. Dia berada di rumah saat ini dan Sarah berada dalam pelukannya“Luca,” sapa Sarah dengan suara kecil.“Hmm…” Terlihat Luca sudah mulai mengantuk. Sarah terdiam tidak ingin melanjutkan pertanyaan yang ingin diutarakannya. Melihat Luca yang sudah pasti lelah bekerja sepanjang harinya.Tapi Sarah tidak dapat terlelap sama sekali walau sudah membalikkan tubuhnya beberapa kali untuk mendapatkan posisi nyaman.Akhirnya Sarah bergerak menuju ke dapur untuk mencari makanan yang bisa menahan rasa laparnya.Luca yang memang sudah tertidur tapi merasa pergerakkan tidak nyaman sang istri akhirnya dengan malas berdiri untuk menyusul istrinya karena khawatir. Memikirkan istrinya sedang hamil tua.Luca menatap Sarah dari jauh. “Malam – malam cari makanan, jangan bilang itu bawaan Rahim,” celutuk Luca ringan.“Mas…&r
“Akan kuhabiskan istrinya kalau dia tidak menepati janjinya untuk melamar dan menikah denganku,” gumam Aninda dalam hati.Wisnu tidak mengerti sedang berhadapan dengan adik mafia yang kejam. Alfredo terkenal dengan kekejamannya dan Aninda terkenal dengan sifat egoisnya. Tidak ada yang tidak bisa dia miliki.Kesabarannnya menunggu Luca sudah cukup lama. Ini adalah saat yang tepat untuk memiliki Luca seutuhnya, Aninda membathin hingga terlelap.Mereka tertidur dengan posisi saling memalingkan tubuhnya secara berlawanan seperti sepasang suami istri yang sedang bertengkar.Drttt. Drt… pagi sekali ponsel Wisnu sudah berbunyi panggilan dari Luca yang membangunkannya. Wisnu meraih ponselnya dengan malas sambil diliriknya Aninda yang masih terlelap disampingnya.“Ya,…” sapa Wisnu sambil menguap.“Apakah dia sudah menandatangani kontrak?” tanya Luca.“Belum,” jawab Wisnu singkat.
“Lapor Tuan, Sir Louis meminta izin bertemu,” sapa seorang asisten Castello dengan sopan.Sir Louise adalah seorang pebisnis di bagian fashion yang sudah memiliki nama di dunia.“Iya, persilahkan masuk saja.”Tak lama kemudian Sir Louis masuk ke dalam ruangan kerja Castello.“Apa kabar, Sir Louis?” sapa Castello kemudian mereka saling berpelukan dengan ramah.“Mohon maaf sebelumnya atas kelancangan saya. Kedatangan saya ke Indonesia adalah karena saya ingin mengadakan event di Bali. Saya ingin menghadirkan produk dari Luca Coorperation. Tapi sudah seminggu ini Luca tidak menjawab email saya. Saya ragu apakah ada hal yang terjadi dengan sahabat saya itu,” tanya Sir Louis.“Tidak…, tidak ada yang terjadi. Luca kuutus ke San Fransisco untuk menyelesaikan sesuatu proyek. Itu saja, nothing special. Mungkin dia sedang sibuk sehingga tidak sengaja mengabaikan Anda. Tapi tidak usah k
Aninda sudah sampai di lobby bawah hotel.“Mas Luca, Aninda sudah dibawah. Mas sudah siap atau Aninda ke atas menunggu?” sapa Aninda melalui ponselnya.“Mas turun aja, tunggu disana,” ucap Leo sambil mengikat dasinya.Melya membantu membetulkan dasi Wisnu yang masih tidak rapi karena terburu – buru.“Mas pergi kencan dulu ya,” ucap Wisnu kemudian memberikan ciuman ke bibir Melya dan perut Melya.“Mas balik malam ini?” tanya Melya penuh harap.“Entahlah, tidak usah menunggu. Mas tidak tahu apa yang akan Mas alami hari ini. Kamu tidur saja, besok kita sarapan bersama ,ok?” ucap Wisnu kemudian menghilang di balik pintu.Wisnu keluar dari lift dan langsung dipeluk oleh Aninda dengan erat.Wisnu masih kebingungan tapi kemudian terpana dengan kecantikan Aninda yang berdiri di depannya saat ini dengan pakaian seksi yang menonjolkan semua lekuk tubuhnya dan belahan terbu
“Dia? Dia siapa?” tanya Wisnu dengan polos.“Sarah dan Aninda…”“Uhh, Mas memilih tidak menjawab. Untuk saat ini masih kamu istriku. Itu saja. Yang lain nanti kuurus, diamlah, biarkan Mas tidur sebentar,” jawab Wisnu sambil memejamkan matanya yang memang sangat mengantuk.Sementara di tempat lain, Luca sedang mengadakan rapat dengan beberapa bawahannya untuk menganalisa semua langkah yang harus dilakukan dalam mendapatkan proyek di San Fransisco. Tidak akan mudah untuk menantang Alfredo Augusta yang sudah menguasai hampir 90% bisnis di San Fransisco.Alfredo tidak akan segan – segan menggunakan jasa kotor untuk menghabisi lawannya. Dengan menguasai adiknya Aninda Augusta, maka setidaknya 50 % saham perusahaan akan menjadi milik bersama, sehingga Luca dapat memperoleh peluang kerjasama bukan menjatuhkan Alfredo.Keinginan Luca adalah menjatuhkan Castello, sang ayah. Maka kerjasama dengan Alfredo adala
Kalau hanya seorang Sarah, Melya tidak takut untuk menghadapinya, tapi dia masih punya kepala untuk memikirkan hal yang membuat ia tidak berani menyentuh cucu Mafia Castello.Akhirnya Melya menyimpan kembali ponselnya dan membatalkan niatnya untuk mengancam Luca. Padahal tadi ia berniat mengancam supaya Luca menuruti dan tidur bersamanya malam ini. Ternyata ambisinya gagal. Melya hanya bisa menelan ludah.Sesampainya di dalam kamar, Luca membaringkan tubuhnya yang lelah. Kemudian ia mencoba untuk menghubungi Sarah kembali. Berharap panggilan sudah diterima dan bisa melakukan video call sejenak untuk melepas kerinduan.….“Halo,” terdengar suara Sarah yang merdu menyapanya. Betapa hati Luca menjadi sangat lega dan terhibur.“Hallo Sarah, bagaimana kabarmu? Saya mencoba menghubungi dari semenjak tiba di sini,” sapa Luca dengan semua perasaan rindunya.“Saya pergi berbelanja kebutuhan rumah dan lupa me
“Hmm,” jawab Melya dengan singkat tanda mengerti.Mobil dibawa sampai ke restaurant mewah di pertengahan San Fransisco yang indah. Luca keluar duluan disusul dengan Aninda.Luca mengandeng tangan Aninda sampai ke restaurant yang sudah dibooking sehingga hanya tinggal mereka sebagai pengujung eksklusif.Makan malam disajikan. Mereka sungguh menikmati makan malam yang lezat dengan mengabaikan keberadaan Melya yang berjarak dua meter dari posisi mereka.Selesai makan malam, Luca dan Aninda berdansa ringan sejenak. Mereka saling berpelukan dan bercengkrama. Sesekali Aninda tertawa ringan dan membisikkan sesuatu di telinga Luca.“Aninda menginginkanmu Luca,” bisiknya halus di telinga Luca saat Luca mengengamnya erat dalam dansanya.Musik yang halus seolah sudah diatur demikian oleh Luca sehingga menciptakan suasana penuh keromantisan.“Saya sudah mempunyai istri,” jawab Luca dengan sopan sambil tersenyum
"Semua perhiasan yang diberikan oleh Nyonya mendiang hilang, astaga ... bagaimana ini bisa terjadi?"“Dia menolak kalung pemberianku tadi, bukan dia… siapa yang mengikuti kita tadi ya?” tanya Pelayan tua kepada dirinya sendiri dengan bingung.s“Pelayan kecil, ada seorang pelayan kecil yang mengikuti kami tadi…” teriak Pelayan tua setelah mengingat – ingat.“Panggil dia sekarang juga !!!” teriak Castello kepada bawahannya yang dari tadi tidak berani masuk ke dalam kamar mereka.“Periksa CCTV,” lanjut Castello.Tak lama kemudian, pelayan bernama Heidi diseret pengawal Castello untuk berlutut di hadapan Pelayan tua dan Castello dengan lutut gemetaran.“Katakan apa yang sudah kamu lihat?” teriak Castello.“Saya tidak melihat apa – apa Tuan.”“Bukan saya yang mengambil Tuan, Tuan boleh memeriksa kamar saya,” jawab Heidi deng