"Aku juga ingin mengatakan demikian, Kakek. Namun, aku masih berpikir cara yang lebih tepat untuk membalas hinaan ini."
Kakek Castello melangkah dengan amarah yang tertahan, mendekati dinding samping ruangan dengan menggenggam erat tongkatnya sambil memandang bingkai-bingkai para pewaris keluarga mafia yang menghiasi dinding ruangan mewah kantor itu. Wajahnya tampak serius, seolah-olah memikirkan strategi untuk melindungi warisan keluarga mereka.
Dalam keheningan ruangan yang dipenuhi aura kekuasaan dan sejarah kelam, kakek itu berkata, "Luc, keluarga ini adalah hasil dari banyaknya pengorbanan dan pertumpahan darah. Kamu adalah pewaris tunggal keluarga mafia ini."
"Tugas utamamu adalah menjaga nama baik dan kekuasaan keluarga ini. Sebagai pewaris masa depan keluarga kita, dan tugas suci kini ada di pundakmu."
Kakek mendengkus pelan lalu melanjutkan kalimatnya, "Kakek mungkin berada di barisan terakhir foto yang terpajang di sini nanti."
"Kakek ...
Sarah naik ke bak belakang truk itu dengan bantuan pak tua yang menjadi supir dan duduk di atas jerami yang ada di bagian belakang. "Maaf bila Anda tidak nyaman, tetapi aku percaya akan sangat sulit mendapatkan tumpangan di jalan ini," ucap Pak Tua itu berbaik hati sambil mengunci pintu bak belakang."Tidak apa-apa, Saya sungguh berterima kasih atas tumpangannya, Pak. Kambing-kambing ini akan baik," ucap Sarah dengan senyum getir.Pak tua membalas senyuman Sarah lalu melangkah kembali ke depan mobil. "Kalau begitu, mari kita berangkat ke kota," ucapnya sambil lalu.Mobil dijalankan perlahan. Sarah membuang napas dengan berat, melihat sekeliling dan menyadari bahwa dia dikelilingi oleh sejumlah besar kambing yang berbaris rapi di dalam truk itu. Mereka berada dalam kandang-kandang yang terbuat dari bambu, dan bau khas kambing langsung mencium hidung Sarah.Dia memandang salah satu kambing yang duduk di dekatnya dan tersenyum lembut. "Halo, teman-teman," ka
"Ya, sudah. Tidak apa-apa kalau belum bisa menceritakan. Berapa usia kandunganmu sekarang?" tanya Emma dengan penasara.Sarah kembali menggelengkan kepalanya."Astaga, kamu benar-benar amnesia. Baiklah! Jangan takut, Emma akan menjagamu dan anak ini dengan baik," ucap Emma sambil menggengam tangan Sarah dengan erat.Sarah tersenyum penuh syukur karena bertemu dengan orang baik.Setelah perjalanan yang penuh petualangan dan kegembiraan, kapal boat akhirnya tiba di pelabuhan pulau seberang.Mereka turun dari kapal dengan senyuman di wajah mereka, merasa bersyukur karena telah tiba dengan selamat. Perjalanan dari kota kecil dengan angkutan umum dan melalui sungai dengan kapal boat kecil tidak hanya memberi mereka pengalaman petualangan yang tak terlupakan, tetapi juga menguatkan ikatan persahabatan di antara mereka.Rumah kecil milik ibu penjual ikan terletak di pinggir pulau, dikelilingi oleh pohon-pohon kelapa yang tinggi dan hijau."D
Dalam rumah kecil Emma, suasana senyap dipenuhi dengan ketegangan dan kegugupan. Sarah, berada di tengah-tengah kontraksi yang menyakitkan, dikelilingi oleh aroma harum rempah-rempah yang menggantung di udara. Di sampingnya, seorang bidan mendampingi dengan tenang memantau keadaan Sarah, siap membantunya melahirkan bayi yang akan segera tiba. "Kamu harus mengontrol pernapasanmu," ucap Emma dengan panik. "Huft Hahh Hufft Hahh!" Sarah menarik napas dan membuangnya seirama dengan yang diajarkan Emma. Keringat mengalir di dahi Sarah, wajahnya pucat dan berkerut karena rasa sakit yang melanda tubuhnya. Dalam serangan kontraksi, dia meremas tangannya di seprai yang ada di bawahnya, mencoba mencari sesuatu untuk menahan rasa sakit yang menusuknya. Emma tersenyum lembut, mencoba memberikan dukungan pada saat yang penuh ketidaknyamanan itu. "Kamu sedang melakukannya dengan sangat baik, Sarah. Tahan hanya sedikit lagi, bayimu hampir lahir," ucap
Luca duduk di kursi rodanya, tatapannya kosong, mencoba merangkum makna dari getar-getar yang tak terdefinisikan di dalam dirinya. Setiap kali dia memejamkan mata, rasanya ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya, sesuatu yang dia tidak dapat menggambarkan dengan kata-kata. Meskipun dia tidak mengetahui secara pasti, sebuah firasat yang mendalam melintasinya, memberinya ketenangan dan kegelisahan dalam satu waktu yang sama. Dalam keheningan malam, ketika bintang-bintang bersinar terang di langit, Luca merasa getaran aneh. Dia mencoba menebak-namai perasaan itu, mencoba memahami mengapa dia merasa seperti ini. Mungkin itu adalah kerinduannya terhadap Sarah, cinta yang tak terucapkan yang telah lama dia pendam di dalam hatinya. Luca meraih telepon genggamnya dengan gemetar, jari-jarinya hampir tidak mampu mengetik. Dia membuka pesan teks yang telah dia simpan untuk Sarah, pesan-pesan yang tidak pernah dia kirim. "Aku merindukanmu," begitu bunyi pesa
"Selamat pagi, sayang. Apakah kamu tidur dengan nyenyak tadi malam?" sapa Sarah sambil memberikan senyuman terindah bagi Deon kecil.Bayi mengeluarkan celotehan lucu dan senyuman lebar membalas sapaan ibunyaEmma menyambut dengan hangat, "Dia benar-benar bayi yang baik. Sangat bahagia melihatmu berdua begitu bersemangat di pagi hari, aku bisa menebak, Ayahnya seorang yang mempunyai perawakkan tidka jauh berbeda darinya."Perkataan Emma membuat kedua mata Sarah mulai nanar."Eh, maafkan aku, mari tidak menyinggung tentang Ayah Deon lagi," ucap Emma meralat kalimatnya.Sarah tersenyum lalu mencoba menyusui Deon kecil. "Apakah aku melakukannya dengan benar, Emma? Aku khawatir dia tidak mendapatkan cukup nutrisi. Apakah kita harus membeli susu formula untuknya?""Tidak, itu sudah cukup, Sayang. Kamu luar biasa, Sarah. Memang butuh waktu untuk diajar dan dipelajari, tetapi kamu melakukan yang terbaik. Ingatlah, Air Susu Ibu adalah yang terbaik un
Di balik dinding-dinding marmer dan bunga-bunga mewah, terjadi pernikahan mewah Luca dan Belinda. Sebagai putri tunggal keluarga Mafia Gonzales, Belinda mengenakan gaun putih mewah yang bersinar, tetapi wajahnya kaku dan tanpa ekspresi.Luca, pria muda yang tampan, juga terlihat kaku dengan setelan jas hitamnya yang elegan walau dia masih harus duduk di kursi roda. Terdapat jarak emosional yang jauh di antara mereka.Belinda melirik pria dingin yang berada di kursi roda di sampingnya, mengalihkan pandangannya ke arah bunga-bunga mawar yang menghiasi altar. Dia mencoba mencari sesuatu untuk dikatakan."Bunga-bunga ini sangat indah, bukan?"Luca tidak menjawab, wajahnya dingin tanpa senyuman, matanya kosong dan hanya berdehem.Sementara para tamu menikmati hidangan makan sambil berbicara antara satu kenalan dengan kenalan yang lain, Belinda mendorong kursi roda Luca menuju ke meja makan, tetapi tetap menjaga jarak di antara mereka seakan ada tembok t
Keesokan harinya, Belinda terbangun dengan tubuh yang kaku dan sakit karena tidur di sofa yang tidak nyaman semalaman. Dia merasa kelelahan dan putus asa, namun, di balik mata lelahnya, terdapat keberanian yang baru muncul.Belinda melirik ke arah Luca yang masih tertidur. Tanpa ragu, Belinda bangkit dari sofa dan menuju ke kamar ibunya yang masih tinggal di mansion tersebut. Wajahnya pucat dan mata berkaca-kaca, mencerminkan kesedihan yang mendalam.Belinda mengedor pintu kamar ibunya dengan suara keras."Ibu, aku tidak bisa melanjutkan ini. Aku tahu kita adalah keluarga Mafia dan kita harus mematuhi aturan dan tradisi, tapi ini bukan hidup yang aku inginkan. Aku ingin mencari kebahagiaanku sendiri."Ibu Belinda, seorang wanita kuat dengan raut wajah yang tegas, keluar dari kamar dengan wajah masih mengantuk, sangat terkejut lalu melihat putrinya dengan tatapan pedih. Dia menyadari bahwa Belinda bukanlah gadis lemah yang terlihat dari luar."Belin
"A-aku tidak tahu, Kakek. Mari kita lihat apa dulu yang mereka rencanakan," jawab Luca dengan tatapan lesu dan pasrah. Sementara di keluarga Gonzales, Tom dipanggil menghadap. "Katakan kepadaku, siapa yang berada di dalam hati Luca sehingga dia sungguh berani dan menolak putriku yang cantik ini. Tom memikirkan sejenak lalu menjawab, "Sarah." "Sarah? Temukan gadis itu!" Tom tertawa lalu menjawab dengan polos. "Kami hampir menemukannya. Berikan waktu seminggu lagi." "Kamu punya 3 hari! Dihitung dari detik ini! Pergi!" Suara Gonzales menggema dan membuat Tom segera mundur bersama beberapa anak buahnya. "Gila! Aku sudah mencari selama setengah tahun lebih dan belum juga menemukannya. Kakek tua itu memang sudah keluar dari otaknya!" geram Tom sambil melangkah kasar keluar dari sarang mafia itu. "Kalian! Segera mencari ke kota itu. Ada rumah sakit yang pernah menerima Sarah. Cari sampai ketemu. Sepertinya kalian teledor sehingga tidak dapat menemukannya!" Perintah Tom kepada bawahann
Taman yang indah, hijau dan luas tempat pernikahan Luca dan Sarah akan dilaksanakan.“Bunga ini seharusnya diletakkan disana,” ucap Bunga menunjuk ke arah panggung. Pemain musik dan penyanyi sudah disiapkan dan sedang mengalunkan beberapa lagu mellow .Acara akan dilakukan dengan mewah tanpa kehadiran pemuka agama. Karena Castello pasti tidak bersedia hadir untuk merestui pernikahan mereka. Castello masih menentang dengan keras pernikahan Luca. Castello masih merasa terganggu dengan masa lalunya terhadap Kanya. Cinta pertama yang tidak dapat dimilikinya.“Meja untuk menandatangani Akte pernikahan sudah dihias dengan indah,” ucap Bunga kepada Bob.“Baik, terimakasih, Sayang,” jawab Bob sambil memberikan kecupan kecil di kening Bunga kemudian ia beralih sibuk mengurus hal yang lain.Segala jenis makanan yang menggugah selera sudah disusun rapi disepanjang taman.“Bikin lapar,” gumam Bunga sambil
Tidak ada yang tahu bahwa Luca pulang untuk menyelesaikan semuanya. Dia berada di rumah saat ini dan Sarah berada dalam pelukannya“Luca,” sapa Sarah dengan suara kecil.“Hmm…” Terlihat Luca sudah mulai mengantuk. Sarah terdiam tidak ingin melanjutkan pertanyaan yang ingin diutarakannya. Melihat Luca yang sudah pasti lelah bekerja sepanjang harinya.Tapi Sarah tidak dapat terlelap sama sekali walau sudah membalikkan tubuhnya beberapa kali untuk mendapatkan posisi nyaman.Akhirnya Sarah bergerak menuju ke dapur untuk mencari makanan yang bisa menahan rasa laparnya.Luca yang memang sudah tertidur tapi merasa pergerakkan tidak nyaman sang istri akhirnya dengan malas berdiri untuk menyusul istrinya karena khawatir. Memikirkan istrinya sedang hamil tua.Luca menatap Sarah dari jauh. “Malam – malam cari makanan, jangan bilang itu bawaan Rahim,” celutuk Luca ringan.“Mas…&r
“Akan kuhabiskan istrinya kalau dia tidak menepati janjinya untuk melamar dan menikah denganku,” gumam Aninda dalam hati.Wisnu tidak mengerti sedang berhadapan dengan adik mafia yang kejam. Alfredo terkenal dengan kekejamannya dan Aninda terkenal dengan sifat egoisnya. Tidak ada yang tidak bisa dia miliki.Kesabarannnya menunggu Luca sudah cukup lama. Ini adalah saat yang tepat untuk memiliki Luca seutuhnya, Aninda membathin hingga terlelap.Mereka tertidur dengan posisi saling memalingkan tubuhnya secara berlawanan seperti sepasang suami istri yang sedang bertengkar.Drttt. Drt… pagi sekali ponsel Wisnu sudah berbunyi panggilan dari Luca yang membangunkannya. Wisnu meraih ponselnya dengan malas sambil diliriknya Aninda yang masih terlelap disampingnya.“Ya,…” sapa Wisnu sambil menguap.“Apakah dia sudah menandatangani kontrak?” tanya Luca.“Belum,” jawab Wisnu singkat.
“Lapor Tuan, Sir Louis meminta izin bertemu,” sapa seorang asisten Castello dengan sopan.Sir Louise adalah seorang pebisnis di bagian fashion yang sudah memiliki nama di dunia.“Iya, persilahkan masuk saja.”Tak lama kemudian Sir Louis masuk ke dalam ruangan kerja Castello.“Apa kabar, Sir Louis?” sapa Castello kemudian mereka saling berpelukan dengan ramah.“Mohon maaf sebelumnya atas kelancangan saya. Kedatangan saya ke Indonesia adalah karena saya ingin mengadakan event di Bali. Saya ingin menghadirkan produk dari Luca Coorperation. Tapi sudah seminggu ini Luca tidak menjawab email saya. Saya ragu apakah ada hal yang terjadi dengan sahabat saya itu,” tanya Sir Louis.“Tidak…, tidak ada yang terjadi. Luca kuutus ke San Fransisco untuk menyelesaikan sesuatu proyek. Itu saja, nothing special. Mungkin dia sedang sibuk sehingga tidak sengaja mengabaikan Anda. Tapi tidak usah k
Aninda sudah sampai di lobby bawah hotel.“Mas Luca, Aninda sudah dibawah. Mas sudah siap atau Aninda ke atas menunggu?” sapa Aninda melalui ponselnya.“Mas turun aja, tunggu disana,” ucap Leo sambil mengikat dasinya.Melya membantu membetulkan dasi Wisnu yang masih tidak rapi karena terburu – buru.“Mas pergi kencan dulu ya,” ucap Wisnu kemudian memberikan ciuman ke bibir Melya dan perut Melya.“Mas balik malam ini?” tanya Melya penuh harap.“Entahlah, tidak usah menunggu. Mas tidak tahu apa yang akan Mas alami hari ini. Kamu tidur saja, besok kita sarapan bersama ,ok?” ucap Wisnu kemudian menghilang di balik pintu.Wisnu keluar dari lift dan langsung dipeluk oleh Aninda dengan erat.Wisnu masih kebingungan tapi kemudian terpana dengan kecantikan Aninda yang berdiri di depannya saat ini dengan pakaian seksi yang menonjolkan semua lekuk tubuhnya dan belahan terbu
“Dia? Dia siapa?” tanya Wisnu dengan polos.“Sarah dan Aninda…”“Uhh, Mas memilih tidak menjawab. Untuk saat ini masih kamu istriku. Itu saja. Yang lain nanti kuurus, diamlah, biarkan Mas tidur sebentar,” jawab Wisnu sambil memejamkan matanya yang memang sangat mengantuk.Sementara di tempat lain, Luca sedang mengadakan rapat dengan beberapa bawahannya untuk menganalisa semua langkah yang harus dilakukan dalam mendapatkan proyek di San Fransisco. Tidak akan mudah untuk menantang Alfredo Augusta yang sudah menguasai hampir 90% bisnis di San Fransisco.Alfredo tidak akan segan – segan menggunakan jasa kotor untuk menghabisi lawannya. Dengan menguasai adiknya Aninda Augusta, maka setidaknya 50 % saham perusahaan akan menjadi milik bersama, sehingga Luca dapat memperoleh peluang kerjasama bukan menjatuhkan Alfredo.Keinginan Luca adalah menjatuhkan Castello, sang ayah. Maka kerjasama dengan Alfredo adala
Kalau hanya seorang Sarah, Melya tidak takut untuk menghadapinya, tapi dia masih punya kepala untuk memikirkan hal yang membuat ia tidak berani menyentuh cucu Mafia Castello.Akhirnya Melya menyimpan kembali ponselnya dan membatalkan niatnya untuk mengancam Luca. Padahal tadi ia berniat mengancam supaya Luca menuruti dan tidur bersamanya malam ini. Ternyata ambisinya gagal. Melya hanya bisa menelan ludah.Sesampainya di dalam kamar, Luca membaringkan tubuhnya yang lelah. Kemudian ia mencoba untuk menghubungi Sarah kembali. Berharap panggilan sudah diterima dan bisa melakukan video call sejenak untuk melepas kerinduan.….“Halo,” terdengar suara Sarah yang merdu menyapanya. Betapa hati Luca menjadi sangat lega dan terhibur.“Hallo Sarah, bagaimana kabarmu? Saya mencoba menghubungi dari semenjak tiba di sini,” sapa Luca dengan semua perasaan rindunya.“Saya pergi berbelanja kebutuhan rumah dan lupa me
“Hmm,” jawab Melya dengan singkat tanda mengerti.Mobil dibawa sampai ke restaurant mewah di pertengahan San Fransisco yang indah. Luca keluar duluan disusul dengan Aninda.Luca mengandeng tangan Aninda sampai ke restaurant yang sudah dibooking sehingga hanya tinggal mereka sebagai pengujung eksklusif.Makan malam disajikan. Mereka sungguh menikmati makan malam yang lezat dengan mengabaikan keberadaan Melya yang berjarak dua meter dari posisi mereka.Selesai makan malam, Luca dan Aninda berdansa ringan sejenak. Mereka saling berpelukan dan bercengkrama. Sesekali Aninda tertawa ringan dan membisikkan sesuatu di telinga Luca.“Aninda menginginkanmu Luca,” bisiknya halus di telinga Luca saat Luca mengengamnya erat dalam dansanya.Musik yang halus seolah sudah diatur demikian oleh Luca sehingga menciptakan suasana penuh keromantisan.“Saya sudah mempunyai istri,” jawab Luca dengan sopan sambil tersenyum
"Semua perhiasan yang diberikan oleh Nyonya mendiang hilang, astaga ... bagaimana ini bisa terjadi?"“Dia menolak kalung pemberianku tadi, bukan dia… siapa yang mengikuti kita tadi ya?” tanya Pelayan tua kepada dirinya sendiri dengan bingung.s“Pelayan kecil, ada seorang pelayan kecil yang mengikuti kami tadi…” teriak Pelayan tua setelah mengingat – ingat.“Panggil dia sekarang juga !!!” teriak Castello kepada bawahannya yang dari tadi tidak berani masuk ke dalam kamar mereka.“Periksa CCTV,” lanjut Castello.Tak lama kemudian, pelayan bernama Heidi diseret pengawal Castello untuk berlutut di hadapan Pelayan tua dan Castello dengan lutut gemetaran.“Katakan apa yang sudah kamu lihat?” teriak Castello.“Saya tidak melihat apa – apa Tuan.”“Bukan saya yang mengambil Tuan, Tuan boleh memeriksa kamar saya,” jawab Heidi deng