Pagi yang cerah, Sarah menghirup udara segar di depannya. "Deon, kamu sudah bangun, Sayang?" Sarah segera mengurus Deon yang berceloteh dengan riang dan gembira.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Michael melangkah masuk dengan memberikan senyuman hangat.
“Sayang,” sapa Michael lalu mendekati Sarah dan memeluk wanita itu lalu memberikan ciuman hangat di keningnya.
"Bagaimana tidurmu?"
"Nyenyak dan nyaman."
Michael melirik Deon yang sedang berceloteh dengan lucu. "Kalian pasti sudah lapar, ayo ke bawah, pelayan sudah menyediakan makanan dan mereka akan menyuap Deon sementara kamu akan sarpaan denganku."
Sarah membalas dengan senyuman hangat sambil memakaikan pakaian bayi ke Deon. Mereka tampak seperti sebuah keluarga kecil yang bahagia.
Seusai sarapan yang nikmat dengan suasana kekeluargaan yang hangat, Sarah disuruh berdandan dan mengambil semua barang miliknya.
"Kita mau ke mana?" tanya Sarah dengan penasaran.
"
Michael merasa ingin sekali makan hotpot pada saat itu. Kekesalannya menjawab masih dalam keadaan tidak senangnya karena hilang kesempatan makan hotpot.“Kita makan hotpot dengan uang sendiri saja nanti kapan – kapan. Sudah cukup banyak waktu dan dana yang Matteoh keluarkan.”Michael hanya diam dan memalingkan wajahnya. Pemikiran yang terlalu polos bagi Sarah. Dia tidak tahu sekaya apa abangnya itu. Hanya masalah hotpot, wanita itu terlalu memandang rendah mereka.Lift tiba di lantai 22.Mereka masuk ke dalam apartemen yang membuat Sarah terkejut. Interior di dalamnya sungguh indah dan mewah.“Berapa sewa apartement ini ya?” tanya Sarah.“Bukan sewa. Ini milik... Matteo,” jawab Michaelnya sambil menuju ke kamar tidur untuk mengganti pakaian. Sebenarnya dia ingin mengatakan bahwa apartemen ini adalah miliknya, tapi dia sadar, wanita itu penuh kecurigaan.“Kamarmu disana,” ujar Micha
Lima tahun yang cepat sudah berlalu. Luca memandang keluar jendela kantornya. Sepertinya ada sesuatu hal besar yang terjadi, tapi dia sungguh tidak tahu apa itu. Ia memegang dadanya. Ada kerinduan dan nyeri.Tok.. tok…“Masuk!" seusai berkata, Luca duduk kembali ke kursinya.Bram memasuki ruangan dengan membawa beberapa dokumen yang harus ditanda tangani.“Anakmu hari ini mengundangmu untuk hadir di acara hari Ayah. Jam dua.”Luca melirik Bram sebentar lalu melihat ke jam mewah yang bergantung di dinding kantornya.“Kamu wakili saja,” sahut Luca singkat sambil membaca dokumen yang diberikan tadi.“Ya, betul! Betul! Seorang Ayah bisa juga diwakilkan, istrimu juga perlu kutiduri?” tanya Bram sambil memandang ke arah lain dengan ketus.Tidak ada yang tahu sebuah rahasia lima tahun sebelumnya kecuali Bram dan Kakek. Kehidupan Luca diatur sedemikian rupa pada saat pria itu
Setelah beberapa menit, Luca baru merasa segar kembali.Ia menekan tombol untuk memanggil sekretarisnya.“Kita butuh seorang designer untuk produksi wedding gown tahun depan. Coba carikan yang local dulu. Bila tidak ada baru buka lowongan internasional.”“Baik Pak!" sahut suara di seberang sana.Luca kemudian sibuk kembali di layar laptopnya dan dokumen – dokumen yang banyak untuk dipahami dan ditanda tangani.Pria itu memutuskan untuk tidak terlalu memikirkan kenangan yang hilang. Kesibukannya sehari-hari sudah cukup. Kekayaan dan kejayaan keluarga mereka berada di tangannya. Walau pun Luca berusaha menakhlukkan beberapa penguasa keluarga mafia, namun bisnis umum yang mereka pegang harus tetap berjalan.Luca tidak pernah segan-segan menghancurkan bisnis pesaing yang menghalangi jalannya. Tidak ada satu pun mafia yang berhasil menangkis kemarahan Luca. Termasuk Matteo.Dengan wajah lesu, Matteo kemb
“Mama….”, si kecil Andrew berlari dengan singgap ke arah Melya yang kemudian mengangkatnya dengan tinggi. Suara tawa riang terdengar begitu merdu di telinga Bram.“Apa kabar?” tanya Bram setelah Andrew diturunkan. Pria itu menatap Melya yang terlihat dewasa dengan pakaian formal menunjukkan bahwa dia adalah seorang ibu.Melya tersipu dengan wajahnya yang merona,” Ba-baik…,” jawabnya terbata – bata.“Maaf, Luca tidak bisa menghadiri acara hari ini di kelas Andrew, jadi saya mewakilinya menjadi Ayah sementara.”“Ohh….,” Melya menjawab dengan ketus, kemudian berjongkok untuk berbicara dengan Andrew tanpa menghiraukan Bram lagi.“Ayo kita pulang, Mama sudah memasak makanan kesukaan kamu,” ucap Melya sambil mencoel hidung Andrew yang agak besar tapi lucu.“Ngk mau pulang, mau sama papa Bram, tadi Papa Bram sudah berjanji mau membawa Andrew ke
Melya tersenyum penuh kebahagiaan, mereka pun masuk ke dalam mobil bersama menuju ke wahana permainan.Sebuah gambaran yang membahagiakan mereka jalani selama berada di wahana. Andrew seperti mendapatkan seorang ayah yang selama ini ia impikan, sementara Melya seperti mendapatkan seorang suami dan ayah bagi anaknya.Apa yang Bram rasakan sungguh tidak dapat diuraikan. Sebuah keluarga kecil yang diimpikan oleh semua laki – laki.Jam dan menit berlalu dengan cepat. Hari sudah menjelang malam. Andre tertidur pulas dalam gendongan Bram karena pria kecil itu sudah capek bermain.Mereka sudah selesai makan dan bermain dengan puas. Masih ada 1 jam sebelum waktu menunjukkan pukul 11.“Masih mau main apa? Jagoan kecil kita sudah tertidur,” tanya Bram sambil melirik Melya.Melya menggelengkan kepalanya. Mereka duduk di kursi taman menikmati lampu warna – warni yang tertata rapi di wahana.“Aku merindukanmu,”
Melya yang dengan malu – malu sangat merindukan sentuhan Bram karena sudah 5 tahun dia tidak pernah melakukan hubungan apapun dengan Luca. Luca sangat dingin seperti robot. Sentuhan Bram menimbulkan gairah yang sudah terpendam lama karena dia adalah wanita normal. “Apakah kamu ingin aku melanjutkannya?” bisik Bram ke telinga Melya dengan mata yang nanar dan desahan maskulinnya terdengar syadu. “Hmmm…,” Melya hanya mendesah dengan suara seksinya. Bram memberanikan diri menyentuh bagian Melya yang sensitive. “Kamu sudah ...,” ujarnya kembali dengan bisikan mesra. “Mau?” tanya Bram kembali memastikan. Dengan malu – malu, Melya menganggukkan kepalanya. Malam panas selama 1 jam pun mereka penuhi dengan penyatuan penuh gairah dan cinta. Mereka mengalami pelepasan berkali-kali. Bila tidak mengingat bahwa pengawal dan supirnya akan kembali setelah selesai makan. Mungkin saja Bram tidak akan melepaskan Melya sampai pagi.
Sesuai dengan keinginan Kakek, Luca menjalani kehidupan kekeluargaan yang diatur olehnya. Sementara di perusahaan, Luca menjadi seorang CEO yang mengatur hampir semua pekerjaan Kakek. Juga mengurus hal-hal dalam keluarga mafia serta perebutan kekuasaan yang selalu terjadi.Beberapa proyek obat-obatan terlarang pun sudah berhasil didapatkan Kakek dan pembangunan real estate mewah sedang dilaksanakan untuk periode 5 tahun ke depan.Kakek merasa bahagia karena Andrew adalah seorang anak periang yang lincah. Kakek tidak peduli terlalu banyak dan membiarkan Luca hidup dalam alur kehidupan yang sudah dirancangnya sedemikian rupa.Mereka selalu sarapan dan makan malam bersama, tanpa mereka tahu bahwa Luca tidak pernah tidur bersama dengan Melya maupun Andrew.“Bram… aku udah selesai mandi dan mau tidur,” ucap Melya sambil mengelap tubuhnya yang basah dengan sebuah handuk.“Sayang, aku menginginkanmu,” ucap Bram dengan
Bunga benar – benar dihajarnya habis – habisan dengan berbagai gaya, Bram seperti orang yang mengkonsumsi obat perangs*ng padahal ia sangat sadar dan fit. Tidak ada obat yang dia makan sama sekali.Setelah beberapa kali pelepasan, Bram masih tidak ingin melepaskan gadis yang sudah pingsan dari tadi.Bram bangkit berdiri dan mengambil sebuah handuk kecil basah dari kamar mandi, kemudian membersihkan tubuh Bunga yang berdarah dan kelihatan bengkak. Bram seperti kesetanan dan menyiksa gadis polos itu.Terdengar suara desahan halus Bunga.“Errghhh…”Suara desahannya terasa seksi, Bram menghentikan aksinya kemudian bergerak ke atas, mencium perut Bunga yang rata.Bram tidak mau melepaskan Bunga walau tubuh Bunga sudah penuh dengan biru – biru tanda kepemilikan yang dibuatnya dan kembali melakukannya berkali – kali.***Sementara tidak jauh dari kota di mana Luca tinggal, Deon sudah berumur
Taman yang indah, hijau dan luas tempat pernikahan Luca dan Sarah akan dilaksanakan.“Bunga ini seharusnya diletakkan disana,” ucap Bunga menunjuk ke arah panggung. Pemain musik dan penyanyi sudah disiapkan dan sedang mengalunkan beberapa lagu mellow .Acara akan dilakukan dengan mewah tanpa kehadiran pemuka agama. Karena Castello pasti tidak bersedia hadir untuk merestui pernikahan mereka. Castello masih menentang dengan keras pernikahan Luca. Castello masih merasa terganggu dengan masa lalunya terhadap Kanya. Cinta pertama yang tidak dapat dimilikinya.“Meja untuk menandatangani Akte pernikahan sudah dihias dengan indah,” ucap Bunga kepada Bob.“Baik, terimakasih, Sayang,” jawab Bob sambil memberikan kecupan kecil di kening Bunga kemudian ia beralih sibuk mengurus hal yang lain.Segala jenis makanan yang menggugah selera sudah disusun rapi disepanjang taman.“Bikin lapar,” gumam Bunga sambil
Tidak ada yang tahu bahwa Luca pulang untuk menyelesaikan semuanya. Dia berada di rumah saat ini dan Sarah berada dalam pelukannya“Luca,” sapa Sarah dengan suara kecil.“Hmm…” Terlihat Luca sudah mulai mengantuk. Sarah terdiam tidak ingin melanjutkan pertanyaan yang ingin diutarakannya. Melihat Luca yang sudah pasti lelah bekerja sepanjang harinya.Tapi Sarah tidak dapat terlelap sama sekali walau sudah membalikkan tubuhnya beberapa kali untuk mendapatkan posisi nyaman.Akhirnya Sarah bergerak menuju ke dapur untuk mencari makanan yang bisa menahan rasa laparnya.Luca yang memang sudah tertidur tapi merasa pergerakkan tidak nyaman sang istri akhirnya dengan malas berdiri untuk menyusul istrinya karena khawatir. Memikirkan istrinya sedang hamil tua.Luca menatap Sarah dari jauh. “Malam – malam cari makanan, jangan bilang itu bawaan Rahim,” celutuk Luca ringan.“Mas…&r
“Akan kuhabiskan istrinya kalau dia tidak menepati janjinya untuk melamar dan menikah denganku,” gumam Aninda dalam hati.Wisnu tidak mengerti sedang berhadapan dengan adik mafia yang kejam. Alfredo terkenal dengan kekejamannya dan Aninda terkenal dengan sifat egoisnya. Tidak ada yang tidak bisa dia miliki.Kesabarannnya menunggu Luca sudah cukup lama. Ini adalah saat yang tepat untuk memiliki Luca seutuhnya, Aninda membathin hingga terlelap.Mereka tertidur dengan posisi saling memalingkan tubuhnya secara berlawanan seperti sepasang suami istri yang sedang bertengkar.Drttt. Drt… pagi sekali ponsel Wisnu sudah berbunyi panggilan dari Luca yang membangunkannya. Wisnu meraih ponselnya dengan malas sambil diliriknya Aninda yang masih terlelap disampingnya.“Ya,…” sapa Wisnu sambil menguap.“Apakah dia sudah menandatangani kontrak?” tanya Luca.“Belum,” jawab Wisnu singkat.
“Lapor Tuan, Sir Louis meminta izin bertemu,” sapa seorang asisten Castello dengan sopan.Sir Louise adalah seorang pebisnis di bagian fashion yang sudah memiliki nama di dunia.“Iya, persilahkan masuk saja.”Tak lama kemudian Sir Louis masuk ke dalam ruangan kerja Castello.“Apa kabar, Sir Louis?” sapa Castello kemudian mereka saling berpelukan dengan ramah.“Mohon maaf sebelumnya atas kelancangan saya. Kedatangan saya ke Indonesia adalah karena saya ingin mengadakan event di Bali. Saya ingin menghadirkan produk dari Luca Coorperation. Tapi sudah seminggu ini Luca tidak menjawab email saya. Saya ragu apakah ada hal yang terjadi dengan sahabat saya itu,” tanya Sir Louis.“Tidak…, tidak ada yang terjadi. Luca kuutus ke San Fransisco untuk menyelesaikan sesuatu proyek. Itu saja, nothing special. Mungkin dia sedang sibuk sehingga tidak sengaja mengabaikan Anda. Tapi tidak usah k
Aninda sudah sampai di lobby bawah hotel.“Mas Luca, Aninda sudah dibawah. Mas sudah siap atau Aninda ke atas menunggu?” sapa Aninda melalui ponselnya.“Mas turun aja, tunggu disana,” ucap Leo sambil mengikat dasinya.Melya membantu membetulkan dasi Wisnu yang masih tidak rapi karena terburu – buru.“Mas pergi kencan dulu ya,” ucap Wisnu kemudian memberikan ciuman ke bibir Melya dan perut Melya.“Mas balik malam ini?” tanya Melya penuh harap.“Entahlah, tidak usah menunggu. Mas tidak tahu apa yang akan Mas alami hari ini. Kamu tidur saja, besok kita sarapan bersama ,ok?” ucap Wisnu kemudian menghilang di balik pintu.Wisnu keluar dari lift dan langsung dipeluk oleh Aninda dengan erat.Wisnu masih kebingungan tapi kemudian terpana dengan kecantikan Aninda yang berdiri di depannya saat ini dengan pakaian seksi yang menonjolkan semua lekuk tubuhnya dan belahan terbu
“Dia? Dia siapa?” tanya Wisnu dengan polos.“Sarah dan Aninda…”“Uhh, Mas memilih tidak menjawab. Untuk saat ini masih kamu istriku. Itu saja. Yang lain nanti kuurus, diamlah, biarkan Mas tidur sebentar,” jawab Wisnu sambil memejamkan matanya yang memang sangat mengantuk.Sementara di tempat lain, Luca sedang mengadakan rapat dengan beberapa bawahannya untuk menganalisa semua langkah yang harus dilakukan dalam mendapatkan proyek di San Fransisco. Tidak akan mudah untuk menantang Alfredo Augusta yang sudah menguasai hampir 90% bisnis di San Fransisco.Alfredo tidak akan segan – segan menggunakan jasa kotor untuk menghabisi lawannya. Dengan menguasai adiknya Aninda Augusta, maka setidaknya 50 % saham perusahaan akan menjadi milik bersama, sehingga Luca dapat memperoleh peluang kerjasama bukan menjatuhkan Alfredo.Keinginan Luca adalah menjatuhkan Castello, sang ayah. Maka kerjasama dengan Alfredo adala
Kalau hanya seorang Sarah, Melya tidak takut untuk menghadapinya, tapi dia masih punya kepala untuk memikirkan hal yang membuat ia tidak berani menyentuh cucu Mafia Castello.Akhirnya Melya menyimpan kembali ponselnya dan membatalkan niatnya untuk mengancam Luca. Padahal tadi ia berniat mengancam supaya Luca menuruti dan tidur bersamanya malam ini. Ternyata ambisinya gagal. Melya hanya bisa menelan ludah.Sesampainya di dalam kamar, Luca membaringkan tubuhnya yang lelah. Kemudian ia mencoba untuk menghubungi Sarah kembali. Berharap panggilan sudah diterima dan bisa melakukan video call sejenak untuk melepas kerinduan.….“Halo,” terdengar suara Sarah yang merdu menyapanya. Betapa hati Luca menjadi sangat lega dan terhibur.“Hallo Sarah, bagaimana kabarmu? Saya mencoba menghubungi dari semenjak tiba di sini,” sapa Luca dengan semua perasaan rindunya.“Saya pergi berbelanja kebutuhan rumah dan lupa me
“Hmm,” jawab Melya dengan singkat tanda mengerti.Mobil dibawa sampai ke restaurant mewah di pertengahan San Fransisco yang indah. Luca keluar duluan disusul dengan Aninda.Luca mengandeng tangan Aninda sampai ke restaurant yang sudah dibooking sehingga hanya tinggal mereka sebagai pengujung eksklusif.Makan malam disajikan. Mereka sungguh menikmati makan malam yang lezat dengan mengabaikan keberadaan Melya yang berjarak dua meter dari posisi mereka.Selesai makan malam, Luca dan Aninda berdansa ringan sejenak. Mereka saling berpelukan dan bercengkrama. Sesekali Aninda tertawa ringan dan membisikkan sesuatu di telinga Luca.“Aninda menginginkanmu Luca,” bisiknya halus di telinga Luca saat Luca mengengamnya erat dalam dansanya.Musik yang halus seolah sudah diatur demikian oleh Luca sehingga menciptakan suasana penuh keromantisan.“Saya sudah mempunyai istri,” jawab Luca dengan sopan sambil tersenyum
"Semua perhiasan yang diberikan oleh Nyonya mendiang hilang, astaga ... bagaimana ini bisa terjadi?"“Dia menolak kalung pemberianku tadi, bukan dia… siapa yang mengikuti kita tadi ya?” tanya Pelayan tua kepada dirinya sendiri dengan bingung.s“Pelayan kecil, ada seorang pelayan kecil yang mengikuti kami tadi…” teriak Pelayan tua setelah mengingat – ingat.“Panggil dia sekarang juga !!!” teriak Castello kepada bawahannya yang dari tadi tidak berani masuk ke dalam kamar mereka.“Periksa CCTV,” lanjut Castello.Tak lama kemudian, pelayan bernama Heidi diseret pengawal Castello untuk berlutut di hadapan Pelayan tua dan Castello dengan lutut gemetaran.“Katakan apa yang sudah kamu lihat?” teriak Castello.“Saya tidak melihat apa – apa Tuan.”“Bukan saya yang mengambil Tuan, Tuan boleh memeriksa kamar saya,” jawab Heidi deng