Roy melepaskan Sahara yang meninggalkan ruang rapat dengan senyum tipis seraya memandang punggung wanita itu menghilang ke balik pintu. Dalam hatinya dia tersenyum lebar karena tak perlu adu otot untuk membuat Samuel menyadari posisinya.
Rapat berlanjut hingga jam makan siang. Roy bisa langsung berdiri dari kursinya tanpa perlu berpura-pura membereskan berkas. Novan sudah berdiri di dekat pintu menunggunya.
“Romantis sekali,” sindir Novan dengan wajah serius saat Roy melintas di depannya.
“Sudah sejak dulu,” balas Roy. “Sekarang situasi sudah kondusif dan aku bisa melanjutkan rapat dengan tenang.”
“Hanya satu orang yang bisa membuat istri Anda beranjak dari kursinya.”
“Benar. Sudah pasti ibuku. Aku harus meminta bantuannya. Pekerjaan kalian juga lebih mudah. Dan yang paling penting, istriku tidak tahu kalau aku yang memintanya
Kehamilan Sahara memasuki bulan ketujuh dengan penuh ketenangan. Dia tetap menyimpan rahasia alasan Roy memintanya meninggalkan ruang rapat demi harga diri suaminya. Diam-diam menanamkan rasa percaya diri baginya. Memahami kalau Roy memang pria yang sedikit kaku. Tapi banyak sikap Roy yang membuat dirinya merasa amat begitu dicintai. Hingga meski belakangan Roy beberapa kali pulang larut malam bahkan mendekati dini hari karena kesibukan proyek barunya, Sahara menjalani kehamilannya dengan tenang karena keyakinannya itu. Berat badan Sahara bertambah cukup signifikan walaupun tinggi tubuhnya membuat dia masih bisa dikatakan ‘cukup berisi saja’. Kaki Sahara mulai sedikit bengkak dan Roy mulai mengkhawatirkan luka bekas kecelakaan di kaki istrinya seperti yang pernah diingatkan dokter pada mereka. “Mana bantal perutku? Aku enggak enak tidur miring kalau enggak pakai itu,” kata Sahara, mencakari selimut dan menyingkirka
“Meski enggak ada ngapa-ngapain di klub itu, tetap aja kamu melihat perempuan-perempuan di sana,” gerutu Sahara, kembali berbaring dan membelakangi Roy.“Aku tidak harus pergi ke klub untuk melihat perempuan, Sayang. Aku melihat perempuan di dekatku setiap hari. Kamu, ibuku, Rini, Clara, Letta—"“Itu beda,” potong Sahara, kembali menepuk tangan Roy yang sedang mengusap perutnya.“Zheng Huang adalah pemilik proyek yang sedang kami kerjakan. Itu perusahaan penanaman modal asing yang harus kami maksimalkan untuk kemungkinan kerja sama berikutnya. Lagipula tidak setiap hari Huang meminta diajak minum. Dia juga tidak tinggal di negara ini. Aku menemaninya hanya sampai dia mabuk dan tak sadarkan diri. Tidak mungkin aku meminta staf biasa menemaninya. Dia pemilik tower yang sedang kami bangun. Aku sudah memiliki segalanya. Kamu, calon bayi kita … kamu sudah memberiku sebuah kelua
“Yang aku tahu Zheng Huang itu laki-laki genit, gemuk, gatel, dan suka gadis-gadis,” sahut Rini. Usai mengatakan itu wajahnya sedikit meringis karena Novan meremas pahanya. “Aku cuma memaparkan kenyataan,” ucap Rini, memandang tajam suaminya.Omelan Sahara terhenti karena mendengar langkah kaki Roy mendekat ke meja makan. Dia mulai memakan pancakenya karena tak ingin Roy mengambil garpu dan mulai menyuapinya sambil menggerutu dengan halus.“Sudah minum susu?” tanya Roy, menunduk untuk mengecup pipi Sahara seakan tak terjadi apa-apa di antara mereka.“Nanti aja,” jawab Sahara tanpa menoleh. Aroma parfum Roy yang hangat masih tercium meski pria itu sedikit menjauh untuk menarik kursi di sisi kanannya. Mencium aroma itu, membuat pikiran Sahara kembali berspekulasi. Wanita-wanita di klub pasti berlomba-lomba meladeni suaminya lebih dulu ketimbang meladeni si Huang yang gemuk da
Rini belum mematikan ponselnya hingga suara Sahara masih terdengar melalui speaker mobil."Mau ke mana?" Suara Rini terdengar setelah suara derit kursi yang digeser."Aku mau ke paviliun belakang." Sahutan Sahara terdengar."Mau mengadu pada ibu mertuamu?" Suara Rini kembali terdengar. Kali ini nadanya sedikit diturunkan. Seolah kata paviliun belakang membawa pengaruh tersendiri bagi Rini.
Klub yang dipilih Novan adalah sebuah klub yang terletak di lantai teratas sebuah menara. Persis di seberang pintu masuk klub terdapat restoran Italia yang pencahayaannya dibuat remang-remang untuk menonjolkan suasana romantis.Novan berjalan mendahului untuk menunjukkan tempat yang sudah dipilihnya siang tadi.“Sebelah sini, Sir. Meja kita berada di atas sana,” kata Novan seraya menunjukkan sofa tinggi berbentuk setengah lingkaran yang terletak lebih tinggi dibanding kursi-kursi besi di depan panggung.“Saya sudah menghubungi PR (Public Relations) yang menangani pemesanan. Dia sedang menuju ke sini,” jelas Novan saat menjajari langkah Roy.Sofa tinggi berbentuk lingkaran itu tertutup dengan tirai-tirai putih tipis. Dalam pencahayaan klub yang minim, kemungkinan besar aktifitas yang di balik tirai akan tersamar.Tiga orang wanita datang mendekati meja dan
Pikiran Roy sedang berpindah-pindah dengan cepat. Sedetik pikirannya terfokus pada Zheng Huang yang sedang meraba paha seorang wanita di sebelahnya, detik berikutnya berpindah pada pelayan pria yang menaruh butir es batu terlalu banyak ke gelas Zheng Huang, lalu fokusnya berpindah pada Novan yang sedang berbicara dengan seorang wanita.Karena berada di tepi sofa tempat terkumpulnya tirai putih yang menyelubungi, Roy tak melihat wajah wanita yang berbicara dengan Novan. Mungkin itu adalah Public Relations yang dimaksud Novan tadi, pikirnya.Zheng Huang ternyata tak berbohong. Pria tua itu benar-benar menikmati waktu bersama wanita Asia dan Eropa yang dimintanya. Dua pegawai pria Zheng Huang pun terlihat mengangguk-anggukkan kepala mengikuti musik tanda mereka terhanyut dalam euforia klub.Lalu Novan bertanya soal berapa lama mereka akan berada di sana. Waktu pemesanan pertama hanya tiga jam. Roy sudah menyepakati hal itu
Beberapa saat sebelum Roy meminta Novan dan Herbert menyeret Billy ke basement. Di rumah, Sahara sedang gelisah luar biasa. Berkali-kali melihat ponselnya dan mengetuk layar sambil bersungut-sungut. “Mereka tetap pergi, kan, Miss? Mereka pasti berada di klub. Gimana kalau aku datang ke klub dan menyeret suamiku keluar?” tanya Sahara pada Rini yang duduk tak jauh darinya. Rini menggeleng, "Jangan bertingkah seperti itu. Kamu tidak akan tidur seminggu kalau sampai melihat Roy marah." Di tangan Rini ada alat menyulam yang dia belikan untuk Sahara untuk menyibukkan wanita itu. Tapi, Sahara hanya menghabiskan waktu sepuluh menit pertamanya mengikuti motif dan menyulamnya dengan benar. Menit berikutnya Sahara meletakkan alat menyulam ke meja dengan mulut mengerucut. “Sekarang udah ada mesin, kenapa aku harus capek-capek menyulam sapu tangan suamiku? Roy pasti enggak akan mau make hasil sulamanku. S
Billy masih terduduk di bawah tiang, empat orang pria keluar dari lift tempat mereka datang tadi. Billy langsung berdiri karena merasa posisinya di atas angin. Kedatangan teman-temannya bagai menjadi sebuah tenaga baru baginya. Dua orang langsung berlari menuju Novan. Novan merunduk dan mendekap satu pria untuk langsung dibalik dan dibantingkan tubuhnya. “Uuugh ….” Roy meringis melihat tubuh seorang pria yang melengkung usai dibanting Novan. Di waktu bersamaan, Herbert menendang kaki pria yang baru mendekat padanya. Pria itu terhuyung dan punggungnya menghantam bagian depan mobil yang terparkir di dekat mereka. Tak jauh dari Herbert, Roy diserbu dua pria sekaligus. Inke terlihat baru saja keluar dari lift menyusul mereka. Wanita itu berlari tertatih-tatih dengan sepatu tingginya. Wajah wanita itu terlihat khawatir saat memandang Billy, saat itu Roy langsung mengambil kesimpulan kalau Inke mem
Suatu tempat di Pulau Bali. Roy baru saja menginjak usia empat puluh tujuh tahun saat itu. Matahari baru saja melorot dari puncak kepala saat Roy baru saja tiba dari Jakarta setelah hari terakhir rapat evaluasi tahunan. Pagi tadi dia mengunjungi kantor hanya untuk menutup agenda tahunan itu dengan sebuah pidato singkat, lalu kembali terburu-buru menuju airport untuk pulang ke rumah. Siang itu Novan melepasnya di airport dengan senyum simpul berkata, “Senang bisa melihat Anda dalam balutan jas setelah sekian lama. Saya benar-benar merindukan pemandangan ini.” Roy ikut memandang tubuhnya dari atas ke bawah. Memang benar. Dia sendiri terkadang merindukan saat-saat menyimpul dasinya dengan simetris dan meletakkan penjepit emas di bagian tengah. “Aku juga merindukan saat-saat harus berdandan rapi dan mentereng hanya untuk ke rapat harian. Tapi setelah lima hari di kota ini, aku lebih merindukan anak istriku,” sahut Roy tersenyum tipis. “Anda lebih santai dan terlihat lebih bahagia,” u
Roy mendorong paha Sahara agar membuka untuk dirinya. Lalu jemarinya tiba lebih dulu di bawah sana.Sahara memejamkan mata. Jemari Roy menuntunnya untuk terus membuka diri. Dia menikmati bagaimana jari Roy mengusapnya, menekannya dan membuatnya seakan terbang sejenak. Sahara menggeliat. Lalu tubuhnya menegang sejenak saat merasakan puncak kemaskulinan Roy mengusapnya. Mulut Sahara setengah ternganga menantikan dan tak lama lenguhan halus meluncur keluar dari bibirnya. Roy masuk perlahan, mendorong dan mengisi tubuhnya perlahan-lahan. “Mmmm,” lirih Sahara, menarik napas dan semakin melengkungkan tubuh untuk menerima Roy sepenuhnya.Telinga Sahara bisa mendengar napas Roy yang keras dan kasar. Seakan Roy merasakan kenikmatan yang sangat kuat hingga pria itu terlihat seperti kesakitan.Sahara memekik tertahan ketika jemari Roy kembali terjulur dan memijat di mana tempat mereka bersatu. Dia memang ingin disentuh di bagian itu. Sahara merintih. Tak lama serbuan kenikmatan itu berkumpul da
Dari ruang kerjanya di lantai satu, Roy tak lagi mendengar suara-suara dari luar. Ia baru saja membongkar lemari besinya dan mengambil beberapa lembar foto yang disukainya.“Akhirnya aku bisa meletakkan ini dalam pigura. Sungguh, aku baru sadar kalau aku sudah jatuh cinta padamu saat itu.” Roy memandang pigura foto berukuran jumbo yang baru saja disisipkannya foto Sahara. Foto ketika Sahara berulang tahun ketujuh belas sedang memeluk sebuket baby breath mengenakan blouse berwarna kuning. Dua hal yang paling disukai Roy sampai sekarang. Sahara mengenakan pakaian berwarna kuning dan tersenyum memeluk buket bunganya.Roy kembali memasukkan semua isi lemari besinya, lalu keluar ruangan itu dengan empat buah foto di tangannya. Tujuannya selanjutnya adalah kamar tidur. Sahara mungkin sudah terlelap kembali dan akan bangun tengah malam nanti. Dia akan memeluk istrinya seraya menunggu kantuk.“Lagi banyak pekerjaan, ya?” Sahara langsung menoleh saat pintu kamar terbuka.“Aku sengaja meningga
“Aku kira sudah tidur,” ucap Roy, membungkuk di atas pipi Sahara dan menenggelamkan hidungnya. “Jangan basa-basi. Kamu pasti tahu kalau aku sedang menunggu. Aku ngantuk, tapi mau tidur nanggung,” ucap Sahara, meletakkan telapak tangan kirinya ke pipi Roy. “Baiklah, aku mandi sekarang. Minggu depan aku sudah bersiap menyambut tangis bayi yang ingin menyusu di tengah malam.” Roy meninggalkan Sahara di ranjang dan pergi ke ruang ganti. Saat melintasi kamar dengan balutan bath robe, dia sengaja mengerling Sahara yang mengerjapkan matanya terkantuk-kantuk. Saat keran air menyala, Sahara mengeratkan pelukannya pada guling. Pandangannya cermat memperhatikan siluet tubuh Roy di balik dinding kaca yang beruap. Bahu yang lebar, lengan yang berisi dan pinggul yang kecil. Roy memang sangat seksi, pikirnya. Di tambah dengan lembaran rambut keperakan yang muncul di antara sisiran rambut Roy yang rapi. Rambut perak itu seakan disusun untuk memberi warna kedewasaan baru pada diri Roy. “Sudah tidu
“Kenapa dia jadi berubah begitu? Biasanya dia ramah denganku. Ramah dan santai. Sering cerita macam-macam soal pengalamannya kuliah di luar negeri. Tapi … tapi tadi terlalu kaku,” Sahara menoleh ke belakang tempat di mana seorang pria muda yang baru menyapanya dengan sebutan ‘Nyonya Smith’ menghilang. “Karena dia sudah memahami di mana posisinya sekarang. Bisa jadi ayahnya sudah menceritakan padanya bahwa mereka butuh untuk tetap bekerja sama dengan perusahaanku. Ini kelasmu, kan?” Roy menghentikan langkahnya di depan kelas yang bahkan Sahara juga lupa.Sahara menghentikan langkahnya di depan ruangan yang memang kelasnya. Di ruangan itu tak ada dua gadis yang dicarinya. Hanya ada teman yang tak bisa dikatakan benar-benar teman.“Mencari teman-temanmu? Mereka ada di kafetaria,” seru seorang gadis dari kursinya. Sahara tidak terlalu sering bicara dengan gadis itu. Dan gadis itu pun jarang bicara dengan siapa pun. “Hamil anak pertama? Kamu makin cantik, Ra.” Sahara sedikit terkesima. B
“Apa aku harus mengantarmu?" Roy meraih jas di tiang besi dan memakainya. “Kamu tidak boleh berangkat sendirian,” sambungnya.Sahara tak langsung menjawab pertanyaan suaminya karena masih sibuk mematut tubuh pada cermin besar di sudut kamar. Tangannya mengusap perut berkali-kali. Hal yang membuat bentuk kehamilannya terlihat jelas.“Perutku besar banget. Ya, Tuhan … kapan lagi aku bisa langsing,” gumam Sahara. Kali ini tangannya berada di bawah perut seakan menopang kehamilannya yang dalam waktu dua minggu lagi akan segera berakhir.“Oke, kalau begitu aku akan mengantarmu. Ayo, kita turun sekarang. Jangan bicarakan lagi soal kapan akan kembali langsing.” Sahara memandang Roy dari pantulan cermin dengan mulut mencebik. Sahara sudah cukup lama tidak datang ke kampusnya. Rini mengurus soal pembelajaran jarak jauhnya dengan baik sekali. Namun, untuk pengambilan nilai di akhir semester Sahara mengatakan ingin datang ke kampus menemui dua temannya. Dan dengan usia kehamilan yang bisa membu
Resepsi pernikahan Herbert dan Letta dilaksanakan di taman sebuah resor pinggiran kota. Roy mendanai lebih dari setengah biaya yang dikeluarkan untuk resepsi itu. Walau dia dengan tegas mengatakan akan menanggung semua, tampaknya Herbert dan Letta berusaha keras untuk meyakinkannya bahwa mereka juga punya tabungan. Malam itu Roy meminta staf khususnya untuk menjadi supir dan ajudan pribadi sebagai pengganti Novan dan Herbert. Dua orang babysitter turut menyertai langkah mereka saat memasuki venue. Sabina dan Elara melangkah ceria dengan gaun berwarna sama dengan Sahara, dalam genggaman tangan masing-masing pengasuhnya.“Cantik sekali dekorasinya,” ucap Sahara.“Kamu sedang memuji wanita yang membuatmu cemburu,” kata Roy mengingatkan.“Aku tidak terlalu buta melihat kelebihan orang lain meskipun aku tak menyukainya. Aku hanya mencoba realistis,” bisik Sahara.“Realistis,” ulang Roy.“Kalau aku tidak realistis, mungkin aku akan berpindah kamar saat mengetahui kalau wanita itu pernah ti
Novan melambatkan laju mobil saat tiba di jalan yang kanan-kirinya dipenuhi pohon jati. Mereka hampir tiba di gerbang besi tinggi. Setidaknya dia harus memberi waktu kepada atasannya untuk berpakaian dengan benar sebelum turun dari mobil nanti.Tiba di depan teras samping, Novan bahkan tak perlu turun untuk membukakan pintu mobil. Roy langsung keluar dan berjalan tergesa sambil memeluk Sahara yang terkikik-kikik dengan buket bunga dalam dekapannya. Keduanya langsung menuju anak tangga terbawah.“Seperti sepasang remaja jatuh cinta,” gumam Novan, lanjut melajukan mobil ke bagian belakang rumah.Langkah kaki Roy dan Sahara melambat di anak tangga paling atas. Keduanya kembali berciuman cukup lama. Sahara yang sedang mendekap bunga, membuka satu-persatu sepatunya tanpa melepaskan bibir dari pagutan Roy. Tubuh Sahara membelakangi pintu kamar dengan langkah kakinya yang mundur merangsek mendekati kamar yang dituju Roy.Malam itu, Sahara bahkan lupa dengan mualnya. Lupa bahwa biasanya pukul
Tak salah lagi kalau malam itu menjadi perjalanan pulang dari suatu tempat ke rumah yang terasa paling singkat dirasa Roy dan Sahara. Novan ternyata tak sampai menjemput atasannya ke dalam. Roy dan Sahara berada di depan lift lantai mezanin. “Tidak menunggu sampai selesai, Sir?” tanya Novan saat beradu pandang dari pintu lift yang terbuka. “Acara selanjutnya kuserahkan pada Herbert. Aku menjamin kalau Letta tak akan berani menolak lamaran itu. Letta pasti cukup sadar bahwa Herbert dipinjamkan nyaris seisi gedung hanya untuk melamarnya,” Roy memeluk pinggang Sahara dan membawa wanita itu masuk ke dalam lift. Novan mengangkat bahu. Benar juga. Saat atasan calon pengantin meminjamkan gedung untuk prosesi kebahagiaan mereka, apa salah satunya akan bertingkah? Mustahil, pikir Novan. Dia yang tadi keluar sejenak untuk menahan tombol lift, masuk kembali untuk membawa Roy dan Sahara kembali ke basement. Mobil yang ditumpangi mereka baru meninggalkan basement gedung. Roy mengatakan pada Nov