"Kita kemasi barang dan pindah hari ini!" ucapku pada Kevin setelah check out dari hotel dan berjalan menuju lobi utama di mana mobil yang ditinggalkan Om Lian berada. "Kita bilang apa kalau orang rumah tanya nanti?" sahut Kevin. "Sore ini Pak Wira pasti nggak ada di rumah, mungkin dia lagi persiapan jamuan buat Pak Hans yang harus aku layani nanti malam. Kalau Papa dan Mamamu biar aku yang urus." Sekejap Kevin tampak mengerjap tak percaya, tapi akhirnya dia mengangguk juga."Biar aku yang nyetir." Kevin menahan pergelangan tanganku saat hendak memutari Mini Cooper berwarna merah yang sudah terparkir di hadapan, menuju kursi kemudi. Tanpa kata aku mengangguk pelan, dan menyerahkan kunci mobil kepadanya, lalu duduk di kursi penumpang. Helaan napas panjang terdengar setelah mesin mobil dinyalakan. Kevin menatapku dengan sorot mata penuh kenyakinan. "Mungkin anak muda yang tak berpengalaman seperti kita akan diremehkan, karena bernyali benar menantang orang-orang yang memiliki keku
Tak! Tak! Tak!Sengaja kuhentak langkah berhias heel's dengan tumit lima sentimeter, saat mempersempit ruang gerak Tante Lidia yang terpaksa berhenti karena terantuk sofa. Dia terpojok."Anda tahu di mana ibuku sekarang, hah?" desisku tepat di depan wajahnya setelah menyejajarkan tubuh yang beberapa senti lebih tinggi dari wanita ini. "Dia gila Tante Lidia. Mamaku gila karena kebiadaban kalian! Tanpa disadari Andalah yang menjadikanku seperti ini. Andalah yang membuatku kehilangan masa remaja karena harus menanggung beban yang begitu beratnya!" Aku berteriak histeris meluapkan segala emosi yang ada dengan tangis yang tak lagi bisa dibendung."Selama sembilan belas tahun ini aku tak pernah merasakan bagaimana rasanya punya ayah. Semua kebahagianku seolah sudah Anda rampas sejak dalam rahim. Anda puas dengan itu, Tante. Puas, hah!"Tubuh Tante Lidia meluruh ke lantai. Dari arah pintu kulihat Kevin berlari menghampiri dan berusaha menenangkan emosiku yang mulai meluap-luap. Namun, usahan
"Vin ...." Kugenggam tangannya yang sepanjang jalan hanya diam terbungkam dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Kamu beneran jual motor kesayangan cuma buat beli kamar apartemen tepat di sebelahku?"Kevin mengalihkan pandangan dari jalanan di depan, lalu menatapku. "Ya.""Tapi BMW HP4 Race itu motor kesayangan kamu, loh. Aku bahkan masih ingat gimana kamu habiskan semua uang tabungan cuma buat modifikasi motor satu seat biar jadi dua seat itu.""Nggak apa-apa, Lea. Nanti aku bisa nabung buat beli lagi. Mungkin butuh waktu lama, tapi setidaknya nanti aku bisa beli pake uang sendiri."Kuempaskan tubuh ke sandaran kursi. Lalu menarik napas dalam-dalam."Aku nggak yakin kamu bisa bertahan tanpa fasilitas dari mereka.""Eitt ... jangan sedih. Aku baru nyolong perhiasan Mama dan satu kartu ATM Papa. Setidaknya itu cukup buat hidup setahun ke depan. Selebihnya, kan aku bisa nge-band di kafe-kafe atau ikut casting model. Kamu nggak tahu aja gini-gini di luar agensi kakek, aku banyak yang ny
"Katakan saja di mana aku harus menemuinya, Pak. Berhenti membuang-buang waktu," rutukku."Ah, seperti Lea yang kukenal sebelumnya. To the point memang gayamu. Mari!"Pak Wira menuntunku menuju lift. Di dalam mulutnya sama sekali tak bisa berhenti mengoceh."Sebenarnya aku agak kecewa karena kamu tak mengenakan pakaian yang sudah kusiapkan. Tapi tak apa, toh di dalam sana kamu akan menanggalkan semuanya."Ting!Bersamaan dengan kata-kata bernada melecehkan yang Pak Wira lontarkan. Lift berhenti di lantai yang kami tuju.Ini adalah lantai yang sama dengan waktu itu. Saat aku menggantikan Delima untuk menemui Pak Wira."Silakan masuk! Pak Hans sudah menunggumu di dalam."Sejenak kucengkeram ujung blazer saat melangkahkan kaki masuk ke dalam. Hawa yang terasa begitu mencengkam. Entah kenapa ruangan ini terasa lebih menakutkan daripada gedung berhantu.Penerangan hanya berasal dari lampu warna-warni. Bau minuman bercambur asap rokok menusuk indra penciuman.Pria paruh baya berwajah asing
"Sebenarnya aku adalah tipe orang yang tak suka ikut campur dengan urusan orang lain. Namun, mengingat Pak Wira adalah salah satu pemegang saham di perusahaanku dan bisnisnya gelapnya melibatkan perdagangan manusia dan anak di bawah umur ... aku benar-benar tak bisa membiarkannya. Apalagi mengingat fakta bahwa dia yang menjerumuskan Mas Rama pada dunia kelam itu."Dalam sikap tenangnya bisa kulihat kilat tajam dari sorot mata bening Mbak Amira. "Sejak satu setengah tahun lalu aku sudah merasakan ada yang salah dalam diri Pak Wira. Selain pongah dan seringkali merendah untuk meroket, aku juga tak suka dengan caranya menatap para wanita dengan sorot merendahkan. Tak jarang dia juga terang-terangan melakukan pelecehan secara verbal, tapi tak pernah ada satu pun korban yang melaporkan. Dari data yang sudah kami kumpulkan dari berbagai sumber. Dia kebal hukum, suamimu sebagai pengacaranya sudah sering sekali kelabakan menangani berbagai kasusnya. Dalam beberapa kesempatan dia bahkan kedap
"Ngelamun bae!" Kevin menyenggol lenganku yang sepanjang perjalanan menuju apartemen hanya melamun memikirkan percakapan dengan Mbak Amira beberapa saat lalu. Sebelumnya kami juga sudah mengantar Tante Sarah sampai rumah. Beberapa kali aku dibuat menggeleng tak habis pikir dengan rencana-rencana brilian yang sudah disusun wanita cantik berjilbab itu. Kalau semuanya berjalan sesuai rencana. Tak butuh waktu lama bagi kami untuk menumbangkan Pak Wira. Demi Tuhan aku sudah tak sabar untuk melihatnya berlutut dan meminta maaf di depan publik sembari mengakui semua kejahatannya. "Vin ....""Hmm?" Kevin mengalihkan pandangan dari jalanan, sementara kedua tangannya masih stay pada setir. "Kamu yakin rencana ini bakal berhasil?""Entah kenapa aku, sih yakin. Daripada rencana sebelummya yang menempatkanmu dalam bahaya. Sekarang kita bahkan nggak butuh umpan, Lea. Jadi, kecil kemungkinan buat gagal. Lagipula mereka udah sangat berpengalaman. Beda sama kita yang amatiran dan cuma modal neka
Bekerja cerdas bisa dibilang sebagai fase paling efektif dalam menjalankan sebuah rencana, dibandingkan kerja keras yang kebanyakan hanya menghabiskan tenaga, tapi belum tentu hasilnya. Tak banyak orang yang mampu melakukannya, kecuali dia yang memang punya pengalaman di bidangnya. Sebagai sesama wanita aku benar-benar kagum pada sosok Mbak Amira. Dia adalah paket komplit wanita masa kini sesungguhnya yang bisa menjalankan multi peran. Mulai dari seorang istri, ibu, dan wanita karir yang kemampuannya bisa dikatakan di atas rata-rata. Sembari menatap layar datar di hadapan aku masih belum bisa menyembunyikan keterkejutan. Bahkan siaran berita di TV sudah berganti beberapa menit lalu, tapi aku masih terpaku dengan satu pertanyaan yang sama. Kok, bisa? Rencana yang sudah disusun lama bersama Om Lian dengan kerja keras yang cukup menguras tenaga bahkan masih berakhir gagal. Namun, dalam waktu yang bisa dibilang cukup singkat Mbak Amira dan Tim mampu menghandlenya dengan hasil yang am
Kami tiba di kediaman keluarga Adijaya. Tempat ini bisa dibilang hampir sama luasnya dengan tempat tinggal Pak Wira. Hanya suasananya yang membuat beda. Kalau di sini bersahabat, di sana kebalikannya. Mencekam. "Mari, Non!"Bang Jojo dan Yoga menuntun kami masuk ke dalam, di mana para pelayan sudah berjejer menyambut. Di barisan paling depan kulihat seorang wanita bertubuh tinggi berisi mengenakan seragam yang hampir sama dengan para pelayan lain, tapi lebih rapi dan tertutup jibab. "Beliau kepala pelayan di sini. Namanya Zara. Bisa panggil aja Miss. Toa, karena suaranya nggak kalah sama sound sistem hajatan.""Jojo." Kepala pelayan bernama Zara itu memelototi Bang Jojo. Entah kenapa aku benar-benar iri melihat kedekatan mereka. Orang asing yang tampak kental kekeluargaannya. "Mari, saya antar ke dalam." Mbak Zara mempersilakan aku dan kevin. Sementara beberapa penjaga membantu Bang Yoga menurunkan barang. Kami berjalan mengekorinya, begitu pun Bang Jojo. "Pagi ini Amira ada me
"Di sebelah, kok berisik banget, ya, Kak. Bahkan tembok kedap suara aja masih kedengeran." Delima bertanya karena mulai resah dengan kegaduhan di kamar sebelahnya. "Biasa, Del. Om sama ponakan lagi adu kekuatan. Mereka kalau lama-lama ditinggal berduaan mungkin bisa bunuh-bunuhan." Lea menanggapinya dengan santai sembari mengganti popok Lyla yang terlihat mulai mengantuk. Sayangnya candaan Lea tersebut tak ditanggapi baik oleh Delima. Alhasil mata gadis cantik itu membelalak sempurna. "Ya ampun. Sampe bunuh-bunuhan, Kak?" Lea tertawa melihat tanggapan serius Delima. "Bercanda, Sayang. Liat aja, sebentar lagi mereka juga bakal ke sini. Saling ngadu siapa yang salah duluan." Benar saja. Selang beberapa lama suara pintu yang dibuka terdengar tanpa ketukan terlebih dulu. "Aku tidur di sini aja, ya? Sumpah nggak tahan banget sama suami kamu." Kevin muncul lebih dulu sembari mendaratkan bokong di atas ranjang samping Delima, tepat berseberangan dengan pembaringan Lea. "Dia yang mulai
"Tahanan nomor 1139 ada surat untuk Anda!"Seorang sipir penjara terlihat menghampiri ruang tahanan Lapas Kelas satu blok A yang menampung para narapidana dengan kasus kelas berat. Lelaki berusia empat puluh lima tahunan itu bangkit dan menghampiri sang sipir setelah mengucapkan terima kasih. Kemudian kembali ke tempatnya. Sorot mata itu berubah teduh saat melihat nama pengirim yang tertera. Dia usap lembut permukaan amplop cokelat tersebut dan begitu hati-hati saat membukanya. Sepucuk surat dengan wangi parfum yang khas tercium di sana membuat hatinya mencelos seketika. Apalagi saat melihat beberapa lempar foto yang dibubuhkan menunjukkan kebahagiaan yang kentara. Untuk Pak AdrianBukan perkara mudah menulis selembar surat ini, setidaknya aku butuh waktu sekitar satu tahun sampai akhirnya kertas ini sampai di tangan Anda. Ada ego yang harus dikesampingkan, ada rasa sakit yang susah payah diredam. Maaf kalau aku tak bisa berbasa-basi dengan menanyakan bagaimana kabar Anda di lapa
"Kami pamit pulang duluan, kebetulan masih ada urusan. Makasih buat semua jamuannya. Lain kali mungkin bisa disempatkan untuk menginap." Om Lian mewakiliku pamit pada semuanya. Setelah kejadian memalukan tadi aku benar-benar tak sanggup berada di sini lama-lama. Apalagi melihat tatapan penuh arti dari Bang Jojo, Yoga, dan Ilham. Belum lagi Kevin yang sejak terus saja menggoda kami. Memang benar-benar dia itu. "Gapapa sumpah, gapapa. Demi Alex kagak ngapa-ngapa. Daripada di sini lama-lama meresahkan kaum jomblo yang haus belai--aw, aw, aw." Kevin berhenti saat Mbak Lidia menjewer telinganya. "Nggak apa-apa. Pulang aja duluan, Mbak tahu dari sini kalian masih harus pergi ke yayasan. Nasi kotaknya udah kita siapkan di belakang tadi. Tinggal dimasukin ke bagasi." Wanita seumuran Mama itu tersenyum lembut. Seolah masih lekat dalam ingatan bagaimana dia bersujud di kaki Mama saat itu. Meminta maaf atas semua kesalahan yang pernah dia lakukan sembari menangis terisak-isak. Beruntung ko
Satu tahun kemudian ....Tak ada luka yang benar-benar abadi. Waktu selalu punya cara untuk menyembuhkan nyeri yang ditanggung diri, hingga tiada keresahan merajai hati. Obat paling ampuh untuk menyembuhkan luka masa lalu adalah menciptakan kebahagiaan baru, bersama orang-orang baru, dan dalam circle lingkungan yang baru. Namun, sejauh apa pun kita berkelana mengarungi setiap kehidupan untuk mencari arti sebuah kebahagiaan. Keluarga tetaplah tempat terbaik untuk kembali. Mereka ada, mereka tinggal, dan mereka mengerti, konflik apa pun yang mewarnai lingkaran persaudaraan selalu ada celah untuk memaafkan. Tanpa sadar sembilan belas tahun sudah aku menghabiskan waktu mengejar sesuatu hanya berdasarkan emosi. Mengorbankan harga diri untuk tujuan yang tak pasti. Beruntung, dalam perjalanan yang menyesatkan aku menemukan orang-orang yang tepat untuk mencari jalan keluar dari lingkaran setan. Menerima uluran tangan para pahlawan tanpa tanda jasa yang bukan hanya mengorbankan waktu dan
Kurang dari sepuluh menit kami sudah sampai, karena kebetulan rumah sakit ini berada di pusat Kota tak jauh dari apartemen tempat tinggal kami. Om Lian kembali menggendongku keluar dari mobil dan langsung disambut perawat yang mengiringku untuk duduk di kursi roda.Kami masuk ke ruang persalinan. Para perawat membantuku berbaring di brankar lalu mulai menyiapkan alat-alat. Bisa kudengar beberapa kali bibir Om Lian bergumam, melafalkan do'a-do'a memohon pada Tuhan untuk mempermudah proses persalinan. Sesekali dia mengecup puncak kepalaku dan berbisik lirih agar aku tak lupa untuk berdo'a juga.Tak lama ... dokter Zayn masuk diikuti satu asisten yang sering kulihat di ruangannya. Dia adalah dokter yang sudah berpengalaman dalam bidangnya. Beberapa kali aku sempat check up dan USG dengannya, berdasarkan saran dari salah sati teman."Baru pembukaan sembilan, kita tunggu sebentar lagi, ya!" Dokter Zayn memulai sesi, dengan hati-hati dan lembut. Dia beralih menatap Om Lian. "Jadi, ini suam
Tak terasa waktu sudah sampai di penghujung bulan Oktober. Hari ini usia kandunganku sudah memasuki 39 minggu. Rasa mulas, kram perut, lalu sakit pinggang dan kontraksi palsu sudah kurasakan akhir-akhir ini. Tak bisa tidur nyenyak karena perut yang membesar juga sudah kulewati beberapa bulan terakhir. Di kala aku terjaga di tengah malam, sudah di pastikan Om Lian juga terkena imbasnya. Tanpa diminta dia sering kali bangun dan memijat pinggangku untuk meringankan rasa pegal hingga tubuhku menjadi rileks dan terlelap kembali. Alhasil, dia terbangun dengan wajah kusut dan mata panda di keesokan harinya.Di dalam kamar apartemen yang sudah dua bulan terakhir ini aku dan Om Lian tempati, kulipat beberapa pakaian bayi ke dalam tas berukuran sedang untuk persiapan persalinan nanti.Di kamar ini, kami juga sudah mempersiapkan tempat tidur bayi. Benda itu Om Lian letakkan di pojok ruangan, samping ranjang kami. Supaya mempermudah bila di kecil rewel nanti.Beberapa hari yang lalu kamar ini
Saat ini kami tengah berkumpul di rumah Mbak Amira. Dalam formasi yang cukup lengkap. Hanya kurang beberapa orang yang masih belum berkenan untuk berbaur, setelah apa yang terjadi di masa lalu. Kami tengah Menikmati jamuan yang wanita baik hati itu sediakan sebagai bentuk rasa syukur karena kami berhasil melewati semua rintangan yang ada."Halah, masih gedean juga punya Bang Al, tapi kagak pernah, tuh dia pamerin. Itu baru otot bisep, loh. Belon nyang laen--""Jojo!" Mbak Zara memukul pelan lengan Bang Jojo. Wanita yang tengah hamil muda itu melotot."Iye, iye punya elu, Zar! Nggak akan ada yang gondol juga," cetus Bang Jojo dengan delikan mata khasnya.Sementara dua orang yang bersangkutan masih saja terlihat santai menanggapinya. Bang Alby, suami Mbak Zara yang juga paman Mbak Amira tentara berpangkat dua itu sejak tadi hanya tersenyum kecil. Sementara Om Lian tampak tak peduli dengan ocehan keponakannya, dan masih terjaga menggenggam tanganku."Oh, iya, Lea! Bulan ini kandungan kam
Awalnya aku sudah pasrah dengan semua. Masuk perangkap Pak Wira, mengetahui fakta bahwa Kevin berkhianat, dan menyaksikan Om Lian dalam keadaan yang begitu mengenaskan. Kupikir saat itu azal kami akal segera tiba, tapi nyatanya takdir Tuhan adalah misteri yang tak pernah bisa disangka-sangka oleh manusia. Ternyata Kevin memenuhi janjinya. Dia datang di waktu yang tepat dan membawa serta semua Tim Mbak Amira. Keadaan pun berubah jauh lebih baik dari yang kukira. Dua bulan bahkan sudah berlalu dan semua mulai berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Pak Wira ditemukan polisi dengan kondisi yang jauh lebih mengenaskan daripada Om Lian. Meskipun begitu dia tidak bisa lepas dari jeratan hukum setelah Delima dan teman-temannya mulai angkat bicara tentang bisnis perdagangan anak di bawah umur yang digawanginya. Pihak kedokteran juga mengatakan bahwa kondisi mental Pak Wira dalam keadaan sehat. Dengan kata lain dia tidak mengalami gangguan kejiwaan hingga membutuhkan rehabilitasi. Semua
"Ma."Mama menghentikan elusan tangannya di kepalaku."Hmm?""Kenapa saat itu Mama bersikukuh mempertahankan kehamilan padahal udah jelas aku anak haram."" .... "Mama tak menjawab. Keheningan panjang yang memuakkan memaksaku untuk bangkit dari posisi berbaring di pahanya. "Kalau saja saat itu aku nggak dilahirkan, kalau aja nggak bertahan dan tumbuh besar, aku nggak perlu menyaksikan semua kekejaman ini, Ma. Kalian nggak perlu menghancurkan rumah tangga orang lain, nggak akan ada dendam dan penderitaan atau lebih banyak pengorbanan. Lihat sekarang! Keegoisan Mama dan kakeklah yang menyebabkan semua kehancuran ini terjadi. Keegoisan kalianlah yang mengantarkan begitu banyak kebencian pada keluarga ini!" Akhirnya air mataku tak lagi bisa dibendung setelah berbulan-bulan hanya bungkam menyaksikan begitu banyak ketidakadilan. "Aku yakin Lea juga nggak akan bertindak sejauh ini kalau Mama berani bersikap tegas sejak awal. Sudah dua puluh tahun, Ma. Dua puluh tahun sejak Mama merampas a