Terry segera menuju ke klub yang berada cukup dekat dengan mansionnya begitu mendapat panggilan dari sahabatnya. Pria itu menginjak pedal gas mobilnya agar bisa segera sampai.Selain untuk bertemu dan berbincang, Terry pergi ke tempat itu juga karena ingin meminum Vodka yang tersedia disana. Dirinya sudah cukup lama tak mencicipi minuman beralkohol itu akibat kesibukan bekerja dan melindungi kelompok yang ia pimpinHanya membutuhkan waktu 20 menit untuk pria yang berstatus sebagai ketua Mafia itu sampai di Klub ternama yang berada di kota Washington. Bangunan megah nan elit itu menjadi bangunan yang paling mencolok daripada bangunan lainnya . Walter's Club adalah nama yang Terry kunjungi saat ini.Dari namanya saja sudah ketahuan jika ini adalah klub milik Terry pribadi, tanpa campur tangan orang tuanya. Dengan langkah santai, pria yang berstatus sebagai ketua Mafia itu berjalan masuk ke klub dan membuka ruangan VIP, tempat para sahabatnya menunggu kedatangan dirinya."Kau lama sekali
Terry mengerutkan dahinya saat gadis yang ia tawan malah bertanya balik padanya. Tatapan polos dan wajah lugu itu seolah ia tak mengetahui apapun, membuat Terry hampir saja lengah. Pria itu segera menggenggam lengan atas Jessy, membuat sang gadis agar bisa bertatapan dengannya."Jangan memainkan wajah lugumu di hadapanku. Aku membenci ekspresi itu," ancam Terry dengan suara rendah. Mata coklatnya menatap tajam Jessy yang kini mengerjapkan mata, terlihat bingung dengan mata membulat yang tampak begitu lucu dan menggemaskan."Tapi...aku memang tak mengerti apa yang kau maksud, tuan. Karena sedari tadi, aku tengah membaca buku dongeng yang diberikan oleh kepala pelayan di mansion ini," balas Jessy pelan dengan nada selembut mungkin. Gadis itu segera menolehkan kepalanya ke arah buku yang tergeletak di dekat meja rias dalam keadaan terbalik.Terry memegang dagu Jessy agar gadis itu berhadapan kembali dengannya, mencari celah kebohongan di mata hijau cerah bagaikan batu zamrud yang begitu
Jessy merasa canggung dan juga takut tidur satu tempat dengan Terry. Pria itu bahkan memeluknya begitu erat seolah enggan melepaskan tubuhnya. Jessy menghela napas, kebingungan mencoba keluar dari situasi ini. Karena terlalu lama berpikir, rasa kantuk pun mulai menyerangnya. Gadis itu pun terlelap dalam dekapan pria asing yang menahan dirinya.Suara deringan ponsel berbunyi begitu keras, membangunkan Terry dari tidurnya. Pria itu mengerjapkan mata sejenak, berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam retinanya. Begitu bisa melihat dengan jelas, pria itu meraih ponsel yang berada di saku celananya dan mematikan alarm yang berdering.Terry melirik ke bawah, melihat Jessy yang tertidur cukup pulas dengan tubuh meringkuk seperti anak kucing. Pria itu mengelus pelan rambut milik Jessy dan memeluk sang gadis semakin erat. Udara dingin di pagi hari di musim gugur tak terasa karena kehangatan tubuh Jessy yang berada dalam dekapannya. Terry hendak melanjutkan kembali tidurnya sebelum seseor
Jessy membulatkan mata hijaunya dengan lebar saat pistol itu diarahkan ke arah dagunya. Tubuh gadis itu memegang, seolah membeku. Suaranya tercekat di tenggorokan sehingga sulit berkata satu patah katapun.Jessy meneguk ludahnya paksa melihat ujung pistol yang sudah menempel di dagunya itu. Iris mata hijaunya berkaca kaca."Kenapa kau menodongku dengan pistol, Tuan Daniel?"Daniel menghela napas panjang. Pria itu mengalihkan tatapannya sejenak, lalu memusatkan kembali atensinya pada Jessy yang saat ini memasang wajah ketakutan."Ini hanya sebagai pengingat jika anda tak akan melampaui batas, nona. Jadi lebih baik anda bekerja sama dengan saya untuk mematuhi aturan tuan Terry daripada nyawa anda melayang," jelas Daniel dengan wajah datar.Dengan gemetar, tangan Jessy meraih pistol itu dan segera menjauhkan benda itu dari dagunya, menutup lubang peluru menggunakan telapak tangan mungilnya yang bergetar hebat yang membuat Daniel terperanjat kaget. Baru kali ini Daniel menemukan ada oran
"Daniel, kau menakutinya," peringat Jane yang sudah jengah dengan tingkah laku Daniel yang sudah melewati batas. Dengan kasar, Jane menepis tangan Daniel dan segera memeluk Jessy dengan erat seraya memberikan pria itu tatapan permusuhan yang begitu kental."Aku akan bilang pada tuan Terry kalau kau menakuti boneka kesayangannya," ancam Jane dengan nada serius. "Nona Jane, sepertinya anda salah paham. Saya hanya ingin menanyakan apa niat nona Jessy mendekati saya. Tidak lebih dari itu," ujar Daniel menekankan tiap kalimat, menatap balik Jane dengan tatapan tajam. Jika ini adalah manga ataupun kartun, maka akan ada aliran listrik yang tercipta di antara kedua insan berbeda gender tersebut.Melihat hal yang berpotensi menimbulkan pertikaian lagi, Jessy segera mengusap tangan Jane dengan lembut, membuat gadis berambut ikal itu menoleh dengan tatapan bingung."Jane, tolong kendalikan dirimu. Dia hanya bertanya saja, bukan menakutiku," "Tapi dia menatapmu dengan tajam. Meskipun dia sahaba
"Jessy? Kenapa kau ada di daerah ini?" Tanya Samantha dengan nada bingung bercampur kaget, walau dalam hati ia juga senang dengan kedatangan gadis berwajah boneka itu."Ah, aku ingin berkunjung saja kesini," ujar Jessy memasang senyum manis, mengabaikan Jane yang menatap Jessy dengan tatapan bingung maupun Daniel yang memasang raut wajah tak suka pada interaksi kedua gadis di depannya itu."Oh, begitu ya," Samantha berkata dengan nada antusias. Gadis berambut mint itu tersenyum senang dan segera memeluk Jessy dengan erat layaknya sahabat dekat, membuat Jessy membeku selama beberapa detik. Setelah sadar, ia balas memeluk Samantha dengan erat.Melihat interaksi diantara keduanya, Daniel segera mengambil tindakan untuk memisahkan pelukan kedua gadis itu. Daniel menarik ujung gaun Jessy dari belakang hingga membuat pelukan itu terlepas. Baik Jessy maupun Samantha, keduanya memasang wajah kaget. Jessy menoleh pada Daniel dengan cepat, meminta penjelasan pria itu akan aksinya barusan."Ken
Samantha menangis cukup lama, hingga memakan waktu setengah jam lebih. Sinar matahari semakin tinggi menyinari ketiga gadis yang tengah berbagi rasa sakit itu. Setelah bercerita mengenai apa yang sudah ia pendam selama ini, Samantha merasa lebih baik daripada sebelumnya. Perasaannya jauh lebih baik dan kepalanya terasa lebih ringan. Ia lega bisa bercerita pada Jessy dan Jane."Maaf mengganggu waktu kalian bertiga. Tapi nona Jessy harus segera pergi ke gedung biru itu sebelum tuan Terry pulang," ujar Daniel yang baru datang menginterupsi ketiganya. Bau nikotin menguar pekat dari tubuh pria itu, membuat Jessy sedikit tak nyaman. Akan tetapi, Jessy berusaha mengabaikannya karena takut Daniel tersinggung jika ia tegur.Samantha tersentak kaget mendengar perkataan dari Daniel. Gadis berambut mint itu baru sadar jika ia sudah membuang waktu gadis Tawanan Terry yang baru. Ia menatap Jessy tak enak sambil menundukkan kepala."Nona boneka, maaf membuang waktumu. ayo kita lanjutkan perjalanan
Terry yang saat ini sedang membahas bisnis terbaru bersama dengan Jake dan juga Archer sedikit terganggu dengan dentingan notifikasi yang berasal dari ponselnya.Dengan malas, ia mengambil benda itu dan melihat siapa yang berani mengganggu konsentrasinya. Ternyata pesan itu berasal dari Daniel, kawan sekaligus pengawal yang ia tugaskan untuk menjaga Jessy."Dari siapa?" Tanya Jake dengan nada penasaran saat Terry mengambil ponsel dari atas meja, mengabaikan pembicaraan yang mereka lakukan sebelumnya. Tak biasanya Terry akan mengambil ponselnya ditengah rapat yang ia lakukan."Dari Daniel," ujar Terry singkat. Pria itu membaca pesan yang dikirim oleh sahabatnya. Betapa kagetnya Terry saat membaca pesan itu. Rahangnya mengetat dan dengan mata melotot yang siap memberikan aura membunuh yang begitu kental."Hey dude, ada masalah apa?" Tanya Archer yang menyadari ada hawa gelap yang tercipta dari tubuh Terry. Pria berambut cepak itu bergidik ngeri saat melihat Taehyun yang menggenggam gel