***
Dua hari berlalu, Ayu belum ditemukan keberadaannya.
Aldo dan Dewi sangat cemas.
Sementara Juragan Tono sudah sangat marah, Sri yang bahagia merasa ia telah memenangkan permainan.
"Dasar tidak berguna kalian semua! Mencari satu perempuan saja tidak becus!" bentak Juragan Tono pada anak buahnya, serta buruh Pabrik.
Tidak ada yang berani membuka suara. Semua hanya menunduk, mendengarkan kemarahan Juragan Tono.
Ketika Juragan Tono masih mencaci maki seluruh anak buahnya, tiba-tiba Ayu datang dengan berlari seperti orang ketakutan.
"Juragan ...!" teriak Ayu memanggil Juragan Tono.
Semua yang ada di sana sontak terkejut melihat Ayu sudah kembali, Sri melotot tak percaya, bagaimana bisa Ayu kembali lagi.
"Ayu! Apa yang terjadi? Kenapa kau terlihat berantakan seperti ini," tanya Juragan Tono dengan amarah yang mulai mereda.
"Sa-saya diculik, Juragan," sahut Ayu.
Aldo yang mendengar jawaban Ayu itu, merasa sang
***Juragan Tono datang, mengecek pekerjaan para buruhnya. Ia melihat Ayu tengah duduk di sebelah Dewi, Juragan Tono pun tersenyum ke arah Ayu."Apa kamu bosan berdiam diri saja?" tanya Juragan Tono pada Ayu."Iya, Juragan," sahut Ayu datar."Baiklah, mulai hari ini kamu bisa menggantikan tugas Sri, dalam menghitung semua pemasukan serta pengeluaran uang Pabrik ini," papar Juragan Tono.Sri yang sedang duduk manis memegang semua keuangan Pabrik, kini sudah berubah ekspresi. Matanya melotot dengan sangat besar, mulutnya terbuka lebar. Ia sangat terkejut mendengar keputusan gila suaminya itu.Dewi yang mendengar itu hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala. Ia sungguh tidak percaya keajaiban apa yang sedang terjadi ini.Sementara Aldo berusaha terlihat biasa-biasa saja, agar tidak ada yang menaruh curiga."Tapi bagaimana dengan, Bu Juragan Sri?" tanya Ayu sengaja memancing keributan."Sri b
***Pagi ini Joko akan mengirim seluruh hasil olahan Pabrik ke kota, Sri merasa senang karena sebentar lagi Ayu akan kena hukuman.Harga penjualan santan hasil olahan tentunya seperti biasa, fikir Sri sambil menatap penuh kemenangan."Kirimkan dengan baik, jangan sampai ada kesalahan!" Perintah Juragan Tono pada Joko."Siap Juragan," sahutnya.Aldo mulai cemas, ia mencoba mencari alasan agar bisa beranjak sebentar dari pekerjaannya."Maaf, Kang. Saya mau izin buang air sebentar," ucap Aldo pada Tole yang mengawasi para buruh."Ya, sudah! Jangan lama-lama." Tole mengizinkan.Aldo kembali ke dalam gubuknya, ia mengecek pesan yang kemarin dikirimnya pada Danu."Astaga! Belum ada jaringan," gerutu Aldo sambil mengacak kasar rambutnya.Dengan gusar, Aldo pun segera kembali ke Pabrik. Ia merasa cemas, karena setelah penjualan itu pastinya Ayu terkena masalah.Hari
***Pagi ini semua buruh berpakaian rapi. Tole dan Dodo telah mengabari seluruh penduduk desa akan acara pernikahan Juragan Tono dengan Ayu.Aldo yang sudah tidak tahan memendam rasa kecewanya, kini ia mencoba menemui Ayu.Aldo sampai di depan gubuk milik Ayu, ia melihat Ayu sedang dihiasi oleh dua orang wanita.Wajah Ayu yang pucat, seketika menjadi sangat bersinar. Ayu terlihat bagaikan seorang putri kerajaan.Aldo sangat terpesona, dan sadar bahwa Juragan Tono tidak pantas bersanding dengan Ayu.Cukup lama Aldo berdiri dari balik pintu, hingga kedua wanita yang menghiasi Ayu tersebut keluar.Kini Aldo mencoba masuk dengan hati-hati. Aldo sudah memastikan keadaan aman terkendali."Kamu!" ucap Ayu kaget melihat Aldo nekat masuk."Apa kamu memang ingin menjadi istri dari Juragan Tono?" tanya Aldo serius."Tentu saja tidak!" jawab Ayu cepat.Aldo tersenyum mendengar jawaban Ayu itu. Kemudian ia k
***Sedangkan Aldo merasa dirinya tidak berguna selama berada di desa. Ia tidak mampu berbuat apa-apa.Padahal sebelumnya Aldo sudah menyarankan Ayu untuk mengusut kasus itu ke kantor Polisi. Namun, Ayu tidak setuju.Kini Aldo hanya bisa menyaksikan permainan dari Ayu untuk membalas dendamnya. Namun, Aldo sangat khawatir, kalau permainan yang Ayu jalankan ini malah mencelakakan dirinya sendiri.Sementara itu Juragan Tono telah tiba di belakang bangunan pabrik. Dengan penuh amarah ia mengamuk pada Sri."Sri!" teriaknya dengan keras.Sri terkejut melihat ke datangan Juragan Tono. Sementara Ayu ber-akting pingsan."Ayu ...." teriak Juragan Tono pula sembari berlari."Lho, kenapa tiba-tiba jadi pingsan. Perempuan ini pandai sekali bersandiwara," papar Sri dengan sangat kesal."Tutup mulutmu! Kau apakan Ayu?" bentak Juragan Tono pada Sri.Tole dan Dodo bergegas membantu Juragan Tono mengangkat Ayu ke dalam gubukn
***Hari yang cerah telah berganti menjadi malam yang sunyi. Desa KENANGA ini, terasa seperti tak berpenghuni jika malam hari.Mungkin karena para penduduk sudah sangat lelah bekerja seharian, jadi mereka menggunakan waktu malamnya untuk beristirahat total.Juragan Tono sangat gelisah malam ini. Ketiga anak buahnya tidak berhasil menemukan Sri.Sementara Ayu kembali mendatangi pohon besar nan rimbun itu. Baginya di sana adalah tempat ternyaman untuk ia bersandar menumpahkan segala keluh kesah."Ayah, Ibu. Ayu berjanji akan membalas mereka semua dengan cara Ayu sendiri," lirihnya penuh dendam.Aldo kembali datang menghampiri Ayu. Selain ingin menemani Ayu, Aldo juga ingin mengungkapkan perasaannya itu.Langkah Aldo semakin mendekat, hingga Ayu menyadari kehadiran Aldo."Boleh aku ikut duduk di sini?" tanya Aldo basa-basi.Ayu hanya mengangguk pelan. Sepertinya suasana hati Ayu sedang tidak baik."Apa tidak takut se
***Aldo semakin panas menyaksikan adegan demi adegan yang berlangsung di hadapannya. Kini ia berdiri dan segera menjauh dari tempat pesta itu.Aldo masuk kembali ke dalam gubuknya. Dengan perasaan yang tak karuan, ia meraih ponsel miliknya dan mengirim pesan pada, Danu![ Saya telah kalah! ] isi pesan yang Aldo kirim.Hari ini sinyal handphone bersahabat, pesan yang Aldo kirim sangat lancar. Danu juga membalas dengan cepat.[ Sabar, Tuan muda! Saya yakin itu hanya bagian dari rencana gadis itu saja. ] Balas, Danu.Aldo pun memikirkan hal yang sama. Namun, tetap saja, kini status Ayu sudah sah menjadi istri dari Juragan Tono.Sementara suasana di tempat pesta sangat riuh. Juragan Tono memerintahkan anak buahnya membuat pesta susulan untuk merayakan pernikahannya, karena hari ini memang tidak ada persiapan apa-apa."Dengar, kalian semua! Silahkan buat makanan sebanyak yang kalian suka! Saya akan menyiapkan seluruh keperluannya!
***Juragan Tono sadarkan diri, setelah pagi hari. Bahkan meriahnya pesta semalam, ia tidak menikmatinya.Semalaman para buruh bersenang-senang menyantap hidangan dan bersenda gurau. Tiga sekelompok itu menyangka Jurgan Tono sengaja tidak keluar kamar, jadi mereka tidak barani menganggu."Apa yang terjadi dengan saya?" tanya Juragan Tono saat tersadar."Juragan tidur nyenyak sekali, hingga semalam pun, Juragan tidak ikut merayakan pesta," papar Ayu dengan tenang.Juragan Tono hanya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.Kemudian Ayu bergegas keluar, Juragan Tono pun mengikuti langkah Ayu.Kini Ayu telah duduk di kursi bagian keuangan pabrik. Juragan Tono masih terlihat bingung, ia tidak bisa mengingat apa pun yang terjadi semalam, bahkan Juragan Tono berfikir, apakah dirinya sudah melakukan hubungan suami istri dengan Ayu.Aldo menatap tajam ke arah Ayu, ia tidak rela membayangkan Ayu telah tidur bersama Juragan Tono, wala
***Suasana yang riuh, menjadi sangat tegang saat Ayu sudah diikat di tiang gantungan.Aldo semakin gelisah, dan berharap Danu melihat semua lewat kamera yang selalu Aldo bawa sebagai pengintai.Namun Aldo sadar, kalau pun Danu melaporkan masalah ini sekarang, tetap saja tidak akan terkejar waktunya.Perjalanan menuju desa memakan waktu tujuh jam, jika melaporkan pada petugas daerah belum tentu mereka berani membantu.Aldo semakin gusar, Dewi juga terus menangis tanpa berani bersuara."Joko! Cepat bawakan kapak besar yang berada di dalam gudang penyimpanan senjata tajam!" Perintah Juragan Tono."Ba-baik, Juragan!" Joko pun gemetar.Semua warga membisu, sebagian ingin masuk karena tak tega melihat Ayu disiksa."Hey! Jangan ada yang pergi dari tempat ini! Kalian semua harus menyaksikan hukuman untuk yang berani berkhianat pada saya!" ujar Juragan Tono."Bagaimana ini Kang?" lirih De
Harga diri laki-laki.Part: 11.***Delisa diantarkan pulang ke rumah. Mikayla menyambut dengan antusias.Ia memeluk sang putri begitu erat. Lalu tersadar Delisa memegangi boneka pemberian Maya.Mikayla langsung marah dan merampasnya."Buang boneka jelek ini, Delisa! Mami tak suka melihatnya!" hardik Mikayla.Delisa menangis karena boneka kesayangannya itu terpental jauh keluar."Mikayla! Kau sungguh keterlaluan!" bentak Gio."Aku keterlaluan, Mas? Apa Mas tak salah bicara? Delisa adalah putriku, kenapa Mas membuatnya dekat dengan wanita lain? Kalau Mas ingin hidup dengan Maya silakan! Tapi, jangan pernah bawa Delisa lagi!""Delisa ambil boneka itu dan masuk ke dalam kamar ya, Nak! Papi mau bicara dengan Mani," ujar Gio.Delisa menurut. Ia dengan cepat mengambil kembali boneka dari Maya, laku membawanya masuk ke dalam kamar."Mas, aku sudah menerima keputusanmu untuk bercerai. Kita akan segera bertemu di pengadilan. Tapi, hak asuh Delisa tentu akan menjadi milikku. Lagi pula, Mas send
Harga diri laki-laki.Part: 10.***Mikayla terus menanamkan rasa benci di hati Delisa pada Maya. Gadis kecil itu tak tahu kalau kalau sebenarnya Mami yang ia bela justru lebih dalam menoreh luka."Delisa, sayang ... sebentar lagi Papimu akan datang. Ini waktunya Delisa membuat Papi memilih kita! Mami tak mau berpisah dengan Papi. Delisa juga tak mau kan sayang?" "Iya, Mi. Delisa tak mau Papi memilih Tante jahat itu!"Mikayla tersenyum senang. Ia berharap rencananya kali ini berhasil.Tak lama kemudian bel rumah berbunyi. Gio datang dengan wajah cemasnya."Papi, Delisa tak mau melihat Papi bersama Tante jahat itu lagi," ujar Delisa.Mikayla hanya diam dan seolah tak mendengar perkataan Putrinya."Kenapa Delisa bicara begitu, sayang? Tante Maya itu adalah Tante Delisa. Dia tidak jahat," sahut Gio lembut.Gio melempar pandangan ke arah Mikayla. Ia tahu, pasti semua yang dikatakan Delisa adalah ajaran darinya."Tidak, Papi! Tante itu bukan Tante Delisa! Dia jahat! Dia sudah merebut Papi
Harga diri laki-laki.Part: 9***Gio pindah ke sebuah apartemen yang telah berhasil ia beli. Saat hendak memejamkan mata, bayangan peristiwa satu tahun yang lalu kembali muncul dalam memori otaknya.Saat itu Gio baru pulang dari luar kota. Ia memang pulang lebih awal dari rencananya.Suasana rumah begitu sepi. Gio berpikir kalau Delisa sudah pasti sudah tidur. Gio yang ingin memberi kejutan pada sang istri, masuk ke dalam rumah secara diam-diam dengan menggunakan kunci cadangan yang ia bawa.Namun, malah sebaliknya. Gio yang dibuat begitu terkejut ketika mendapati sang istri sedang bersama pria lain di dalam kamar mereka."Mikayla!" hardik Gio.Mikayla yang tengah terkapar lemah di bawah selimut menjadi pucat karena terkejut."Bajingan!"Gio menarik pria yang bersama Mikayla. Pukulan bertubi-tubi Gio layangkan pada pemuda yang bernama Hendri itu."Mati kau pecundang!" maki Gio.Hendri terluka parah, tapi ia pun sempat membalas Gio hingga kening Gio berdarah."Mas, cukup! Ampun, Mas
Harga diri laki-laki.Part: 8***"Mas," lirih Mikayla mendekat.Gio bergeming, tatapannya kosong ke depan."Mas, apa memang tak ada tempat bagiku dalam hatimu lagi, Mas? Aku bersedia melakukan apa saja, asal Mas melupakan kesalahan besarku di masa lalu," papar Mikayla.Lastri juga turut mendekat ke arah Mikayla dan menepuk lembut pundak sang menantu kesayangan."Maaf, tapi aku sungguh tak bisa melupakan kejadian itu, Mikayla. Walau sudah setahun berlalu, bayangan saat melihat kau tengah satu ranjang dengan laki-laki itu selalu terngiang dalam ingatanku. Aku tidak sudi menyentuhmu lagi. Aku merasa begitu geli dan menjinjikkan ketika membayangkan peristiwa silam."Mikayla sangat terpukul dengan pernyataan sang suami. Tubuhnya goyah, bahkan hampir tersungkur ke lantai. Namun, Lastri dengan sigap memeluk menantu tersayangnya."Diam kau Gio!" hardik Lastri."Mama yang diam!" sambung Reno."Selama ini Papa selalu mengalah pada Mama. Tepat di mana harga diri Gio, putra satu-satunya yang Pap
Harga diri laki-laki.Part: 7***Lastri pulang ke rumahnya, menceritakan masalah ini pada Reno, sang suami."Pa, ternyata Mas Arkan memiliki istri lain sebelum menikahi Mery."Reno terkejut hingga membuat ekspresi wajah tuanya semakin lucu."Jangan ngada-ngada, Ma.""Papa gak percayaan banget sih. Tadi Mama baru saja dari rumah istri pertama Mas Arkan, dia juga memiliki seorang putri. Yang mengkhawatirkan, putrinya itu sedang dekat dengan Gio," papar Lastri antusias."Kok bisa, Ma? Kenapa selama ini tak ada berita sama sekali tentang Anak dan istri Mas Arkan itu? Harusnya putri dari istri pertamanya juga diakui di depan publik.""Ngapain pakai diakui segala. Mereka itu beda kelas dengan Mbak Mery, Pa. Pastinya Mas Arkan lebih memilih berlian lah dari pada butiran debu begitu," cibir Lastri.Reno menggeleng-geleng heran. Istrinya tak pernah berubah. Semua hanya diukur dengan harta."Terserah Mama saja. Papa malah penasaran dengan sosok saudari Mikayla itu.""Jangan katakan saudari Mik
Harga diri laki-laki.Part: 6***"Tenang dulu, Ma. Aku butuh dukungan Mama saat ini. Aku tidak rela kehilangan Mas Gio," ujar Mikayla."Mama akan selalu ada di pihakmu, sayang."Lastri kembali memeluk Mikayla.--Sementara di sisi lain, Maya juga tengah memeluk tubuh sang Ibu."May, maafkan Ibu, Nak. Seharusnya dulu Ibu bisa mempertahankan kebahagiaanmu," lirih Asih."Ini bukan salah Ibu. Namun, yang aku sesali sekarang, kenapa harus istri dari Tuan Gio yang menjadi Adik tiriku, Bu. Kenapa?Asih perlahan merenggangkan pelukannya. "Ada apa, Nak?"Maya menarik napas panjang, mata indah itu tertutup beberapa detik sebelum bersuara kembali."Tuan Gio selalu mendekatiku di kantor, Bu. Aku sudah berusaha menjauhinya. Walaupun tak ada tindakan yang berlebihan selain makan siang. Namun, hal itu berlangsung selama dua bulan ini."Asih mengerutkan keningnya sambil berpikir. "Apa mungkin Gio menyukaimu?""Aku tak tahu, Bu.""Kalau benar, maka jauhilah, Nak! Sakit hati Ibu memang sangat dalam,
Harga diri laki-laki.Part: 5***Maya mencoba menyadarkan Mikayla. Sedangkan Asih tak peduli sama sekali. Luka di hati wanita paruh baya itu sudah berkarat. Hingga untuk melunturkannya butuh waktu lama, bahkan tak akan mungkin bisa kembali pulih."Tuan, tolong ambilkan minyak angin yang ada di atas meja itu!" Gio dengan sigap bergerak. Maya mengoleskan ke hidung, dan bagian belakang leher Mikayla. Perlahan Mikayla mulai sadar, Maya juga memberikan minum."Minum dulu! Kamu pasti syok," ujar Maya.Mikayla meneteskan air mata, ia duduk dan langsung memeluk Asih dengan erat."Maafkan saya, Bu. Saya tidak tahu kalau ternyata Ayah dan Bunda saya pernah menoreh luka begitu dalam pada keluarga Ibu," lirih Mikayla terisak.Asih bergeming, ia tak membalas pelukan Mikayla. Dalam hati Asih pun ikut menangis.Siapa yang harus dipersalahkan?Mikayla?Bukankah Mikayla tak tahu apa-apa?"Sekarang kamu sudah tahu semuanya. Lalu apa tanggapanmu?" tanya Maya datar.Mikayla melepaskan pelukannya, dan
Judul: Harga diri laki-laki.Part: 4***Pagi harinya, Gio bangun dengan disambut wajah cemberut oleh Delisa."Hey, Anak Papi! Kenapa wajahnya masam di pagi hari ini?" tanya Gio sambil menaikan Delisa di atas pangkuannya."Delisa marah sama Papi," ujar Delisa."Lho, marah kenapa?" Gio menautkan alisnya menanggapi ucapan putri tercinta."Tadi malam Delisa sudah siap-siap buat makan di luar, tapi Papi malah tidur cepat.""Oh, jadi itu alasan Delisa marah?""Iya."Mikayla hanya mendengarkan sambil tersenyum."Baiklah, sayang. Sebagai tanda maaf Papi. Hari ini kita jalan-jalan sampai sore. Mumpung wekeend," ujar Gio."Beneran, Pi? Asyik! Mami siap-siap yuk!" ajak Delisa antusias.Mikayla ikut senang. Ia dan Delisa langsung bergegas untuk bersiap.Sedangkan Gio hanya berniat membahagiakan putrinya.--Kini Gio, Mikayla dan Delisa bermain di area taman. Tak jauh dari sana juga ada restoran. "Sayang, kita makan siang dulu yuk!" ajak Gio pada Delisa."Ayo, Pi." Sementara Mikayla seperti ta
Judul: Harga diri laki-laki.Part: 3***"Bu, boleh aku menanyakan sesuatu?" tanya Maya pada Ibunya."Tanyakan saja, Nak!"Maya menarik nafas berat, kemudian bertanya. "Dimana kuburan Ayah?"Asih bergeming, seketika mata tua itu langsung berembun.Maya tahu, sang Ibu pasti tak suka membahas soal ini. Namun, Maya sangat penasaran."Baiklah, Maya. Ibu rasa ini sudah waktunya memberitahumu," ucap Asih.Maya mendengarkan dengan serius."Ibu akan mengantarkanmu ke tempat pemakamannya besok. Setelah itu tidak perlu menanyakan tentang Ayahmu lagi pada Ibu.""Maafkan aku, Bu. Sebagai seorang Anak, aku hanya ingin mengunjungi Ayahku. Walaupun kenyataannya Ayah sudah berbuat tidak adil pada kita. Namun, Ayah sudah tak ada. Bukankah sebaiknya kita memaafkan kesalahannya?"Asih Terdiam. Sakit hatinya masih belum hilang. Saat itu Arkan Santosa sukses dalam usahanya. Kehidupan Asih dan keluarga berubah drastis.Maya yang berusia dua tahun, belum mengerti apa-apa. Asih merasa suaminya berubah semenj