Beranda / Romansa / Gadis Lugu Pilihan Nenek / 1. Pertemuan Pertama

Share

Gadis Lugu Pilihan Nenek
Gadis Lugu Pilihan Nenek
Penulis: Kiki Olivia

1. Pertemuan Pertama

Penulis: Kiki Olivia
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-28 14:25:56

"Bima, besok kita ke kampung ya. Nenek akan kenalkan kamu ke Lika. Calon istrimu."

Nenek bicara serius denganku pagi ini. Sudah ada sarapan nasi goreng buatan Bu Marni di atas meja, tapi ternyata ada 'sarapan tambahan' lagi dari Nenek. Apalagi kalau bukan pembicaraan tentang Lika, dan aku yakin, sampai malam nanti nama Lika akan terus berkumandang di rumah ini.

"Nek, Aku bisa cari jodoh sendiri," sahutku masam.

"Sampai kapan? tiga tahun lalu kamu juga bilang seperti itu, tapi sampai sekarang kamu masih tetap jomblo. Nggak bosan apa jomblo terus. Sendal aja ada pasangannya, masak kamu nggak?"

Uh ... Nenek sungguh menyebalkan!

Beberapa menit kemudian Nenek mendekatkan wajahnya ke wajahku. Menyelidiki dari kening, mata, sampai ke bibirku. Mengamat-amatiku seperti ada sesuatu yang asing di wajahku ini.

"Jangan-jangan kamu nggak suka cewek?" Nenek mulai menginterogasi.

"Maksud Nenek?" Aku mengernyitkan dahiku tanda tak mengerti.

"Kamu homo, Bim?" Mata Nenek terbelalak sempurna, menuduhkan hal yang selama ini bahkan tak pernah terpikirkanku.

"Astaga naga ... Nyebut, Nek, nyebut. Bima pria normal. Selera Bima masih sama cewek. Bukan sama pisan,." balasku kesal.

Kebetulan ada pisang di atas meja makan, kuambil dan kukunyah pisang itu, dalam sekali hap masuk dalam mulutku. Aku kesal sama pisang. Eh. Sama Nenek. Bisa-bisanya Nenek mengira aku homo hanya karena aku lama menjomblo.

"Nenek heran, cowok setampan kamu, pekerjaan bagus, uang banyak, tapi jomblo terus. Lalu apa namanya kalau bukan homo?"

"Cewek-cewek yang deketin Bima banyak, Nek. Tapi mereka semua hanya ngincar uang Bima. Nggak ada yang benar-benar tulus cinta sama Bima. Bima mau cari istri yang benar-benar tulus, bukan karena harta dan kedudukan Bima sekarang. Tapi tulus mau menerima Bima apa adanya."

"Nah ... itu, udah cocok banget itu kriterianya sama Lika."

"Tapi bukan pakai acara jodoh-jodohan begini juga kali, Nek."

"Udah jangan membantah, nanti kamu pasti suka kalau sudah ketemu Lika. Pikirin itu umur udah tiga puluh."

Sengaja Nenek menekankan nada pada perkataan 'Tiga Puluh', seolah menyindir kalau aku sudah tua.

"Nunjukin fotonya aja Nenek nggak mau. Gimana Bima bisa menikahi gadis yang nggak Bima cintai."

"Cinta bisa tumbuh seiring berjalannya waktu. Nenek sangat yakin Lika gadis yang pas untuk kamu. Nenek kenal Lika dan orangtuanya. Bisa jadi nanti kamu langsung jatuh cinta sama Lika pada pandangan pertama."

Aku memilih diam. Tak ada gunanya membantah Nenek sekarang. Bagiku usia tiga puluh tahun belum tua. Nggak masalah kalau belum memikirkan pernikahan. Tapi bagi Nenek, ini seperti sebuah beban.

Sudah dari berbulan-bulan lalu Nenek cerita tentang Lika. Seorang gadis yang tinggal di desa tempat Nenek dibesarkan dulu. Katanya Lika ini adalah cucu sahabatnya. Sama sepertiku, Lika juga yatim piatu.

Bedanya, kedua orangtuaku meninggal saat aku masih kecil. Ayah Ibuku menjadi salah satu korban pesawat jatuh saat mengadakan perjalanan keluar negeri untuk urusan bisnis.

Sejak usiaku sepuluh tahun aku sudah tinggal bersama Kakek dan Nenek. Merekalah yang merawatku dan menjadi orangtuaku menggantikan peran ayah ibu.

Kakek meninggal waktu usiaku tujuh belas tahun. Jadi sekarang memang hanya Nenek yang aku punya. Dan bagiku, Nenek adalah hartaku yang paling berharga, melebihi apapun.

Sementara Lika, Ayahnya meninggal setahun yang lalu karena sakit. Dan beberapa bulan yang lalu, Ibunya meninggal. Saat ini Lika tinggal bersama Pamannya.

Aku hampir hapal semua tentang Lika, kalian tahu kenapa? Karena tiap hari Nenek cerita tentang Lika, Lika, dan Lika terus. Tiga kali sehari kayak minum obat. Huffttttt.

"Bima berangkat, Nek." Kucium kening Nenek dengan hangat. Buru-buru aku pergi ke kantor. Sebelum pembicaraan tentang Lika bertambah panjang.

"Jangan lupa makan siang, Bim. Nenek sayang kamu," ucap Nenek lembut.

"Bima juga sayang Nenek."

🌸🌸🌸

"Nek, boleh Bima lihat foto Lika?" tanyaku pada Nenek. Saat ini kami sudah dalam perjalanan menuju kampung halaman Nenek. Aku menurut saja pada kemauannya. Tak ada hal yang lebih berarti bagiku saat ini selain menyenangkan hatinya.

Tapi bukan berarti aku mau-mau saja dengan perjodohan ini. Biarlah aku sekadar kenalan dengan Lika. Gadis pilihan nenek itu. Toh menambah teman juga nggak ada ruginya.

"Nggak usah. Ketemu saja langsung, nggak usah lihat-lihat foto segala. Sebentar lagi kita sampai kok."

Aku hanya diam. Fokus menyetir. Percuma membantah. Semua perkataan Nenek adalah benar. Bukankah ada dua peraturan yang harus kita patuhi ketika berhadapan dengan wanita? Pertama: wanita selalu benar. Kedua: jika wanita salah, kembali ke point pertama.

"Kamu udah nggak sabar ya ketemu Lika. Hayooooo," goda Nenek.

"Cie... yang udah nggak sabar ketemu calon istri." lanjutnya lagi.

"Dahlahhh. Mengcapekkkk." Aku menghembuskan nafas pasrah.

Sepanjang perjalanan Nenek terlihat ceria dan bersemangat. Antusias sekali beliau dengan rencana pertemuan ini. Seolah dia yang mau ketemu calon suami.

Kami memasuki perkampungan yang lumayan jauh. Jalan kesini tidak bagus. Sepertinya belum mendapat perhatian dari pemerintah setempat. Rumah-rumah kayu yang dihuni penduduk juga jaraknya tidak rapat. Malahan cukup berjauhan. Yang terlihat hanya perkebunan yang terbentang luas. Lebih mirip hutan sepertinya.

"Nek, masih ada kampung sepi dan jauh dari peradaban begini?" tanyaku pada Nenek.

Membayangkan tempat ini saja aku tak pernah. Apalagi membayangkan gadis yang berasal dari kampung ini menjadi istriku. Jangan-jangan dia seperti Tarzan.

"Ohh tidakkkkk!!!" seruku tanpa sadar. Lamunanku sampai terbawa ke alam nyata.

"Hushhhh, kenapa sih kamu. Belum juga ketemu Lika udah nggak karuan begini. Apalagi kalau udah ketemu. Bisa tambah salah tingkah kamu, Bim."

"Bukan salah tingkah, Nek. Tapi Bima hampir gila. Masa Nenek tega sih ngejodohin Bima dengan gadis dari kampung ini." Aku mulai menggerutu.

"Eh... jangan macam-macam ya. Nenek juga berasal dari kampung ini."

Tak ada perdebatan lagi. Kalau nyonya besar sudah bersabda, aku bisa apa?

"Itu gang menuju rumahnya." Nenek menunjuk sebuah gang di ujung jalan.

"Kita berhenti di sini saja. Mobil nggak bisa masuk ke dalam."

Aku menurut saja. Kami keluar dari mobil, berjalan kaki menuju jalan setapak. Di ujung sana ada sebuah rumah yang sangat sederhana. Dindingnya terbuat dari tepas. Atapnya juga hanya seng sederhana. Tapi rumah itu cukup besar. Halamannya juga luas, ditanami dengan berbagai bunga warna-warni yang cantik.

"Bu Irma, kami sudah menunggu dari tadi." Seorang pria yang menyebut nama nenek itu tampak menyambut kami dengan ramah. Disebelahnya juga ada wanita yang aku yakin itu istrinya. Mereka menyalam nenek dan mencium punggung tangannya dengan santun.

"Ardi, Mala, ini Bima. Bima, Ini Paman Ardi dan Bi Mala. Paman dan Bibinya Lika "

Aku pun tersenyum, lalu menunduk dan mencium tangan mereka.

"Ayo kita masuk kedalam saja," ajak Paman Ardi.

Mataku mulai mengedarkan pandangan. Mencari sosok lain dihalaman rumah ini.

"Mana dia?" batinku.

Tentu dong aku mencari Lika. Gadis yang digadang-gadang nenek akan menjadi istriku. Sudah pasti aku penasaran dengan wajahnya, walaupun belum tentu aku mau menikahinya.

Namun dari tadi aku tak melihat siapapun selain Paman Ardi dan Bi Mala.

"Hayo ... cari-cari Lika ya." Nenek berbisik mulai menggodaku lagi. Sepertinya ia sadar dari tadi mataku mengedar, mencari-cari sesuatu.

"Mari silahkan duduk Bu," ujar Paman Ardi.

Bi Mala permisi ke dapur. Mungkin mau menyiapkan minuman atau ada keperluan yang lain. Entahlah.

Nenek dan Paman Ardi sudah ngobrol panjang lebar. Aku hanya sebagai pendengar setia saja. Sesekali ikut tersenyum bersama mereka. Bi Mala sudah kembali dari dapur dan bergabung bersama kami.

Tapi kenapa dari tadi mereka belum menyinggung soal Lika. Menyebut namanya pun tidak. Bahkan sosok Lika belum muncul juga dari tadi. Tak ada orang lain lagi yang kunampak di rumah ini.

Selang beberapa menit, seorang gadis datang dari dapur, membawa nampan berisi teko, gelas dan biskuit.

Aku terperanjat. Diakah Lika? Siapa lagi kalau bukan Lika? Bukankah tujuan kami kesini memang mau bertemu Lika.

Tapi ... kenapa penampilannya seperti ini? Badan yang gempal, gemuk, pipinya sangat berisi seperti bakpau, lehernya hampir tak kelihatan. Memakai baju kaos kedodoran, dan rok panjang motif bunga-bunga. Rambutnya pendek sedagu dan berponi. Mirip potongan rambut Dora The Explorer.

Dengan pelan gadis itu meletakkan gelas satu persatu dan menuangkan teh dari teko kedalam gelas. Aku menahan nafas, keringat dingin mulai mengucur di dahiku.

Dari tadi dia hanya menunduk. Belum berani menatap kami satu persatu. Terutama menatapku. Akupun tak berani menatapnya.

Aku merasa nenek sudah mengerjaiku. Katanya aku akan suka dengan Lika kalau kami sudah ketemu. Katanya aku bisa jatuh cinta dengan Lika pada pandangan pertama. Mana, Nek? Mana?

Akhirnya tanpa sengaja, mata kami bertemu, kami saling menatap. Aku terbius, diam, kaku, serasa jarum jam berhenti berdetak.

Dan...

''Ting'

Lika nyengir lebar kepadaku, dan ada satu gigi emas diantara deretan giginya. Bersinar, berkilau. Menyilaukan.

"Nek ... Nenek ngeprank aku."

Lalu aku pun lemas tak sadarkan diri.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nani Hamidah
ok cerita nya bagus lanjut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Gadis Lugu Pilihan Nenek   2. Lika

    "Bim ... Bima, bangun, Bim." Sayup-sayup kudengar suara nenek memanggilku. Nenek menepuk-nepuk pipiku. Apakah aku beneran pingsan tadi? Aku sudah terbaring di atas tikar yang dibentangkan di lantai sekarang."Ana, ambilkan minyak kayu putih di kamar Ibu." Perintah Bi Mala kepada gadis bergigi emas yang membuatku pingsan tadi.Apa? Ana? Bi Mala memanggil gadis itu Ana? Berarti dia bukan Lika? Seketika aku tertawa dan terbahak sendiri. Betapa konyolnya aku. Berprasangka dengan pikiranku sendiri sampai pingsan."Astaga, kamu malah ketawa sendiri. Ya Tuhan. Apa Bima kerasukan ya, Di?" Nenek menoleh kepada Paman Ardi.Mereka semua tampak cemas. Apalagi Nenek."Kalau masuk ke kampung orang, pikiran kamu harus bersih Bim. Jangan ada pikiran yang aneh-aneh," ucap nenek masih khawatir."Bima hanya kecapekan, Nek. Sakit kepala," ujarku mencoba menyembunyikan kebodohanku tadi. Akupun bangkit duduk."Nak Bima tidur dan istirahat saja dulu. Pasti capek nyetir tadi. Perjalanan kesini cukup jauh jug

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-28
  • Gadis Lugu Pilihan Nenek   3. Rencana Pernikahan Dipercepat

    "Nek, ini nggak seperti yang Nenek lihat." aku mencoba menjelaskan apa sebenarnya yang terjadi pada Nenek ""Cukup!! Diam!!" Nenek terlihat marah sekali. Ia memeluk Lika dengan erat. Apa yang ada dipikiran Nenek sekarang?"Lika, ayo bantu jelaskan sama Nenek." aku mencoba meminta pertolongan Lika. Tapi Lika masih saja menangis tersedu-sedu.Wajar sih dia menangis. Mungkin dia syok. Kupegang tangannya saja dia mengira bisa hamil. Apalagi kejadian tadi."Ada apa Bu Irma?" Paman Ardi dan Bi Mala datang ke kebun belakang. Mungkin mereka mendengar suara ribut-ribut. Dan mereka kaget melihat Lika menangis tersedu-sedu di pelukan Nenek."Ardi, Mala. Pernikahan dipercepat jadi Minggu depan." ucap Nenek tegas. Aku melotot sempurna.Apa-apaan ini? Aku tak melakukan apapun. Ini semua murni kecelakaan. Tapi Nenek sudah mengira aku berbuat mesum. Lika pun tak mau bersuara menjelaskan apa yang terjadi. Dia hanya menangis saja terus."T

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-28
  • Gadis Lugu Pilihan Nenek   4. Atur Strategi

    Aku dan Lika sudah duduk diruang tamu menghadap Nenek. Nenek menyidang kami sekarang."Apa kalian nggak bisa menunggu, hanya tinggal seminggu lagi? Setelah sah menikah, kalian bebas melakukan apapun." Nenek melotot kearahku."Semua yang Nenek lihat itu nggak seperti yang Nenek bayangkan. Bima dan Lika nggak ngapa-ngapain. Lika yang salah masuk kamar." Aku mencoba membela diri.Lika terlihat diam di tempat duduknya. Wajahnya bersemu merah seperti menahan rasa malu."Kalau begitu, besok Nenek dan Lika pindah kerumah Nenek saja. Nenek rasa itu lebih baik.""Bima setuju. Tapi ijinkan Bima bicara dulu sama Lika ya nek. Empat mata. Bima ajak Lika jalan keluar dulu ya."Sebenarnya badanku sudah terasa capek. Tapi sepertinya aku harus ajak Lika keluar dulu malam ini untuk berkompromi. Demi masa depanku dan Lika. Demi sebuah pernikahan yang benar-benar kami inginkan. Bukan pernikahan terpaksa karena mengikuti kemauan Nenek.Aku mau pernika

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-28
  • Gadis Lugu Pilihan Nenek   5. Sang Mantan

    Nenek dan Lika akan pindah hari ini ke rumah Nenek. Memang sebaiknya seperti itu. Mengingat aku dan Lika belum sah menjadi suami istri.Sebenarnya nggak ada yang peduli di apartemen ini, mau dalam satu apartemen tinggal pria dan wanita yang belum menikah sekalipun. Mungkin akan berbeda jika aku tinggal di komplek perumahan, bisa jadi akan menjadi bahan gunjingan ibu-ibu komplek.Tapi demi menjaga diriku dan Lika. Memang sebaiknya kami tinggal terpisah dulu. Menghindari hal-hal yang tak diinginkan."Nek, aku mampir nanti kerumah Nenek pas istirahat siang." ujarku pada Nenek, dan aku siap-siap untuk berangkat ke kantor."Iya, Nenek sambil urusin sebagian keperluan untuk pernikahan kalian." jawab Nenek masih sibuk dengan ponselnya. Ntah apa yang dia lihat di ponsel itu. Dari tadi ia terlihat nge-scroll layar ponselnya.Nenek masih bersikeras dengan rencana pernikahan kami yang dipercepat. Aku melirik ke Lika. Sepertinya strategi kami kemarin harus

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-28
  • Gadis Lugu Pilihan Nenek   6. Melupakan Masa Lalu

    Aku dan Lusy berada disebuah restoran di dalam mall. Sekadar makan malam bersama teman tidak masalah bukan?"Kamu nggak banyak berubah Bim." "Memangnya aku harus berubah gimana?" Aku tertawa menanggapi ucapan Lusy. Dia juga nggak banyak berubah. Masih tetap cantik dan anggun. Malah terlihat tambah modis. Apa iya, pesona janda memang lebih memukau ya? Eh!"Kamu kenapa belum nikah?" "Uhukkk... uhuk..." Minuman yang baru saja kuteguk mendadak tak bisa melewati tenggorokanku. Aku tersedak karena kaget. Pertanyaan macam apa itu? Kenapa aku belum nikah? Haruskah kuakui di hadapannya bahwa luka yang ia goreskan di hatiku belum sembuh?"BIMA AKAN SEGERA MENIKAH. NGGAK LAMA LAGI.""Uhukkk... uhukkk..." Belum lagi tenggorokanku terasa lega, sekarang malah tambah sakit. Dadaku sesak. Sepertinya minuman yang kuteguk tadi salah masuk, bukan ke kerongkongan, tapi ke hati, tembus ke jantung. Itu suara Nenek. Sejak kapan be

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-31
  • Gadis Lugu Pilihan Nenek   7. Membuka Hati Untuk Lika

    [Test]Sebuah pesan W******p masuk ke ponselku. Ternyata dari Lika. Pasti ini bocah lagi kemaruk mainin ponsel baru.[Siapa?] tanyaku pura-pura.[Lika Mas. Ih, bukannya semalam Mas udah simpan nomor Lika.][Oh, Malika kedelai hitam yang dirawat seperti anak sendiri.][Bukan Mas, Malika Putri Permatasari.] Tampaknya nggak bisa diajak bercanda ini bocah.[Oh, Malika yang takut hamil karena tangannya dipegang.][Mas Bima nyebelin.]Kukirim stiker emoji love. Mau melihat responnya. Ternyata nggak ada balasan lagi. [Mas kangen sama kamu.] kukirim lagi pesan itu. Dan ternyata masih belum ada balasan.[Nanti siang Mas jemput ya, makan siang.]Jujur ada rasa rindu yang sudah terbit di hati ini. Rindu melihat senyum manisnya yang polos. Melihat ekspresi wajahnya ketika sedang kesal. Padahal baru semalam kami bertemu. Apakah ini yang dinamakan, benih-benih cinta sudah mulai tumbuh? Kuharap begitu.[Lika nggak mau Mas. Lidah Lika nggak cocok dengan

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-01
  • Gadis Lugu Pilihan Nenek   8. Tunangan

    Hari ini Aku dan Lika resmi bertunangan. Tidak ada acara meriah, karena aku memang meminta pada Nenek untuk acara sederhana saja.Paman, Bibi, dan Ana juga datang dari kampung. Dan seorang lagi. Kalian tahu siapa? Tono! Ia ikut menyaksikan acara tunangan gebetannya, Lika."Selamat Lika. aku harap kamu bahagia selamanya." Tono menyalam Lika dengan suara bergetar. Seperti menahan tangis.Mungkin ada sesal yang terasa sesak dihatinya. Kenapa selama ini ia hanya memendam rasa sukanya pada Lika, tanpa mencoba mengungkapkannya. Ia sudah kalah sebelum berperang, karena kebodohannya sendiri yang tak pernah mengaku cinta pada Lika."Terima kasih Tono. Kita masih bisa komunikasi dari WhatsApp." ujar Lika."Tolong jaga dan bahagiakan Lika, Mas." kali ini dia berbicara padaku.Duh, bocah tengil ini malah menasehatiku. Tak usah diminta pun aku pasti menjaga Lika. "Tentu!" Lika tampak berbeda hari ini. Wajahnya yang cantik

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-01
  • Gadis Lugu Pilihan Nenek   9. Baju Mahal

    "Cie... yang udah jadi tunangan orang, mukanya berseri-seri terus." Sepanjang hari Sari menggodaku di kantor. Aku sampai harus memeriksa wajahku di cermin. Apa iya, seperti yang dikatakannya, tampak berseri-seri.Ah, ya tentu saja aku bahagia. Lika, gadis polos dan lugu itu benar-benar membuatku banyak berubah. Pandanganku tentang kecantikan perempuan menjadi berubah. Perempuan cantik tidak hanya perempuan yang berpenampilan modis, wajah glowing bak porselen, make up tebal, tinggi langsing, kulit putih bening. Kepolosan dan keluguan Lika telah membuat paradigmaku berubah. Karena sekarang, faktanya aku telah jatuh hati pada perempuan sederhana, polos, jauh dari kata modis, tidak terlalu putih, tidak bermake-up dalam kesehariannya, dan tidak tinggi langsing bak foto model. "Sar, kamu pulang lebih awal deh. Temani Lika belanja. Beli baju-bajunya yang banyak." Aku menyodorkan kartu kreditku yang unlimited pada Sari."Tapi Pak, aku baru pulang libur

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-08

Bab terbaru

  • Gadis Lugu Pilihan Nenek   11. Demam Drakor

    "Terima kasih Pak Bima, atas keputusan kerjasama ini." Pak, Leo menyalamku setelah kami menandatangani kontrak perjanjian kerjasama perusahaan kami. Sesuai kesepakatan dengan beberapa karyawan kepercayaanku kemarin, kami akan menjalin kerjasama dengan Pak Leo, mengingat sepak terjang beliau di bidang pemasaran. Walaupun aku harus lebih banyak berhubungan dengan Lusy nantinya. Aku rasa bukan sesuatu hal yang mengkhawatirkan. Karena aku juga tidak ada hubungan apa-apa denganya. Aku akan berusaha untuk bekerja secara profesional."Aku harap kita bisa sama-sama bekerja dengan baik, Bim. Eh, Pak Bima." sambung Lusy. Aku hanya tertawa mendengar ucapannya yang kaku kalau menyangkut urusan pekerjaan."Santai aja Lus, panggil Bima aja nggakpapa kok." ucapku memecah suasana."Kalau begitu saya permisi duluan, masih ada urusan yang harus saya selesaikan." ujar Pak Leo sambil pamit. "Kita ngobrol bentar ya Bim," pinta Lusy. Tak enak hati aku untuk

  • Gadis Lugu Pilihan Nenek   10. First Kiss

    "Jadi gara-gara harga baju ini kamu pingsan?" "Iya, Mas." Lika mengangguk lemah."Astaga, Lika. Kamu nggak usah pikirin masalah harganya. Kalau kamu suka, ambil aja. Mas udah suruh Sari untuk temani kamu belanja.""Tapi Mas, kalau hanya satu baju aja harganya satu juta. Apakah boleh Lika minta uangnya untuk beli buku-buku saja, dan bukunya dikirim ke kampung. Lika nggak usah beli baju nggakpapa. Di kampung banyak anak-anak yang nggak punya kesempatan sekolah. Lika pengen mereka semuanya jadi anak pintar, walaupun hidup di desa terbelakang. Biasanya tiap Sabtu, Lika dan Ana ngajar anak-anak di kampung Mas. Anak-anak yang nggak bisa sekolah."Aku terdiam menatap Lika. Ternyata gadis lugu dan polos di hadapanku ini memiliki hati emas. Dia lebih mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri. "Sar, ambil baju itu. Tetap beli untuk Lika," titahku pada Sari. Sari pun mengangguk. Ia mulai memilih baju-baju yang cocok dan disukai oleh Lika.

  • Gadis Lugu Pilihan Nenek   9. Baju Mahal

    "Cie... yang udah jadi tunangan orang, mukanya berseri-seri terus." Sepanjang hari Sari menggodaku di kantor. Aku sampai harus memeriksa wajahku di cermin. Apa iya, seperti yang dikatakannya, tampak berseri-seri.Ah, ya tentu saja aku bahagia. Lika, gadis polos dan lugu itu benar-benar membuatku banyak berubah. Pandanganku tentang kecantikan perempuan menjadi berubah. Perempuan cantik tidak hanya perempuan yang berpenampilan modis, wajah glowing bak porselen, make up tebal, tinggi langsing, kulit putih bening. Kepolosan dan keluguan Lika telah membuat paradigmaku berubah. Karena sekarang, faktanya aku telah jatuh hati pada perempuan sederhana, polos, jauh dari kata modis, tidak terlalu putih, tidak bermake-up dalam kesehariannya, dan tidak tinggi langsing bak foto model. "Sar, kamu pulang lebih awal deh. Temani Lika belanja. Beli baju-bajunya yang banyak." Aku menyodorkan kartu kreditku yang unlimited pada Sari."Tapi Pak, aku baru pulang libur

  • Gadis Lugu Pilihan Nenek   8. Tunangan

    Hari ini Aku dan Lika resmi bertunangan. Tidak ada acara meriah, karena aku memang meminta pada Nenek untuk acara sederhana saja.Paman, Bibi, dan Ana juga datang dari kampung. Dan seorang lagi. Kalian tahu siapa? Tono! Ia ikut menyaksikan acara tunangan gebetannya, Lika."Selamat Lika. aku harap kamu bahagia selamanya." Tono menyalam Lika dengan suara bergetar. Seperti menahan tangis.Mungkin ada sesal yang terasa sesak dihatinya. Kenapa selama ini ia hanya memendam rasa sukanya pada Lika, tanpa mencoba mengungkapkannya. Ia sudah kalah sebelum berperang, karena kebodohannya sendiri yang tak pernah mengaku cinta pada Lika."Terima kasih Tono. Kita masih bisa komunikasi dari WhatsApp." ujar Lika."Tolong jaga dan bahagiakan Lika, Mas." kali ini dia berbicara padaku.Duh, bocah tengil ini malah menasehatiku. Tak usah diminta pun aku pasti menjaga Lika. "Tentu!" Lika tampak berbeda hari ini. Wajahnya yang cantik

  • Gadis Lugu Pilihan Nenek   7. Membuka Hati Untuk Lika

    [Test]Sebuah pesan W******p masuk ke ponselku. Ternyata dari Lika. Pasti ini bocah lagi kemaruk mainin ponsel baru.[Siapa?] tanyaku pura-pura.[Lika Mas. Ih, bukannya semalam Mas udah simpan nomor Lika.][Oh, Malika kedelai hitam yang dirawat seperti anak sendiri.][Bukan Mas, Malika Putri Permatasari.] Tampaknya nggak bisa diajak bercanda ini bocah.[Oh, Malika yang takut hamil karena tangannya dipegang.][Mas Bima nyebelin.]Kukirim stiker emoji love. Mau melihat responnya. Ternyata nggak ada balasan lagi. [Mas kangen sama kamu.] kukirim lagi pesan itu. Dan ternyata masih belum ada balasan.[Nanti siang Mas jemput ya, makan siang.]Jujur ada rasa rindu yang sudah terbit di hati ini. Rindu melihat senyum manisnya yang polos. Melihat ekspresi wajahnya ketika sedang kesal. Padahal baru semalam kami bertemu. Apakah ini yang dinamakan, benih-benih cinta sudah mulai tumbuh? Kuharap begitu.[Lika nggak mau Mas. Lidah Lika nggak cocok dengan

  • Gadis Lugu Pilihan Nenek   6. Melupakan Masa Lalu

    Aku dan Lusy berada disebuah restoran di dalam mall. Sekadar makan malam bersama teman tidak masalah bukan?"Kamu nggak banyak berubah Bim." "Memangnya aku harus berubah gimana?" Aku tertawa menanggapi ucapan Lusy. Dia juga nggak banyak berubah. Masih tetap cantik dan anggun. Malah terlihat tambah modis. Apa iya, pesona janda memang lebih memukau ya? Eh!"Kamu kenapa belum nikah?" "Uhukkk... uhuk..." Minuman yang baru saja kuteguk mendadak tak bisa melewati tenggorokanku. Aku tersedak karena kaget. Pertanyaan macam apa itu? Kenapa aku belum nikah? Haruskah kuakui di hadapannya bahwa luka yang ia goreskan di hatiku belum sembuh?"BIMA AKAN SEGERA MENIKAH. NGGAK LAMA LAGI.""Uhukkk... uhukkk..." Belum lagi tenggorokanku terasa lega, sekarang malah tambah sakit. Dadaku sesak. Sepertinya minuman yang kuteguk tadi salah masuk, bukan ke kerongkongan, tapi ke hati, tembus ke jantung. Itu suara Nenek. Sejak kapan be

  • Gadis Lugu Pilihan Nenek   5. Sang Mantan

    Nenek dan Lika akan pindah hari ini ke rumah Nenek. Memang sebaiknya seperti itu. Mengingat aku dan Lika belum sah menjadi suami istri.Sebenarnya nggak ada yang peduli di apartemen ini, mau dalam satu apartemen tinggal pria dan wanita yang belum menikah sekalipun. Mungkin akan berbeda jika aku tinggal di komplek perumahan, bisa jadi akan menjadi bahan gunjingan ibu-ibu komplek.Tapi demi menjaga diriku dan Lika. Memang sebaiknya kami tinggal terpisah dulu. Menghindari hal-hal yang tak diinginkan."Nek, aku mampir nanti kerumah Nenek pas istirahat siang." ujarku pada Nenek, dan aku siap-siap untuk berangkat ke kantor."Iya, Nenek sambil urusin sebagian keperluan untuk pernikahan kalian." jawab Nenek masih sibuk dengan ponselnya. Ntah apa yang dia lihat di ponsel itu. Dari tadi ia terlihat nge-scroll layar ponselnya.Nenek masih bersikeras dengan rencana pernikahan kami yang dipercepat. Aku melirik ke Lika. Sepertinya strategi kami kemarin harus

  • Gadis Lugu Pilihan Nenek   4. Atur Strategi

    Aku dan Lika sudah duduk diruang tamu menghadap Nenek. Nenek menyidang kami sekarang."Apa kalian nggak bisa menunggu, hanya tinggal seminggu lagi? Setelah sah menikah, kalian bebas melakukan apapun." Nenek melotot kearahku."Semua yang Nenek lihat itu nggak seperti yang Nenek bayangkan. Bima dan Lika nggak ngapa-ngapain. Lika yang salah masuk kamar." Aku mencoba membela diri.Lika terlihat diam di tempat duduknya. Wajahnya bersemu merah seperti menahan rasa malu."Kalau begitu, besok Nenek dan Lika pindah kerumah Nenek saja. Nenek rasa itu lebih baik.""Bima setuju. Tapi ijinkan Bima bicara dulu sama Lika ya nek. Empat mata. Bima ajak Lika jalan keluar dulu ya."Sebenarnya badanku sudah terasa capek. Tapi sepertinya aku harus ajak Lika keluar dulu malam ini untuk berkompromi. Demi masa depanku dan Lika. Demi sebuah pernikahan yang benar-benar kami inginkan. Bukan pernikahan terpaksa karena mengikuti kemauan Nenek.Aku mau pernika

  • Gadis Lugu Pilihan Nenek   3. Rencana Pernikahan Dipercepat

    "Nek, ini nggak seperti yang Nenek lihat." aku mencoba menjelaskan apa sebenarnya yang terjadi pada Nenek ""Cukup!! Diam!!" Nenek terlihat marah sekali. Ia memeluk Lika dengan erat. Apa yang ada dipikiran Nenek sekarang?"Lika, ayo bantu jelaskan sama Nenek." aku mencoba meminta pertolongan Lika. Tapi Lika masih saja menangis tersedu-sedu.Wajar sih dia menangis. Mungkin dia syok. Kupegang tangannya saja dia mengira bisa hamil. Apalagi kejadian tadi."Ada apa Bu Irma?" Paman Ardi dan Bi Mala datang ke kebun belakang. Mungkin mereka mendengar suara ribut-ribut. Dan mereka kaget melihat Lika menangis tersedu-sedu di pelukan Nenek."Ardi, Mala. Pernikahan dipercepat jadi Minggu depan." ucap Nenek tegas. Aku melotot sempurna.Apa-apaan ini? Aku tak melakukan apapun. Ini semua murni kecelakaan. Tapi Nenek sudah mengira aku berbuat mesum. Lika pun tak mau bersuara menjelaskan apa yang terjadi. Dia hanya menangis saja terus."T

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status