Happy Reading*****"Keberatanmu Bapak tolak," sahut Wijananto. "Bapak tahu, kamu bukanlah tipe karyawan yang mencampuradukkan masalah pribadi dengan pekerjaan. Kali ini pun, Bapak percaya kamu bisa mengesampingkan hal-hal pribadi itu."Kiran terdiam, tentu dia tidak akan menyanggah lagi. Kalau masalah ini diteruskan, bukan tidak mungkin Wijananto akan mengatakan masalah pribadinya dengan Amir di ruang meeting."Bagaimana, Ran. Apa kamu masih keberatan dengan keputusan Bapak tadi?"Menimbang banyak hal dan mendengar alasan Wijananto membuat Kiran mengangguk. Selesai dengan rapat mereka, Naumira mendekati sang gadis. Meminta gendong, bocah ini selalu mematuhi apa yang orang dewasa katakan. Ketika tadi Wijananto berkata untuk diam dan tidak rewel selama rapat berlangsung, dia lakukan semua. Kini, setelah rapat selesai barulah bocah itu merengek manja."Rara sama Kakek, ya. Mami Kiran lagi kerja sama Papi." Lelaki itu mengambil Naumira dari tangan Kiran dan menggendongnya dengan cepat.
Happy Reading***** Semua kebutuhan u tuk orderan sudah berada di mobil. Amir dan Kiran siap meninggalkan kantor pusat. "Pak, saya duluan, ya," ucap sopir angkut kantor cabang. "Eh, Pak, tunggu," panggil Kiran, "saya ikut mobil Bapak saja."Bukannya menjawab, si sopir memelihara ke arah Amir. Mengerti tatapan si bos, sopir itupun berkata, "Nggak bisa, Mbak. Masak iya, Mbak Kiran duduk dempetan sama saya dan cowok lainnya."Menghela napas, Kiran pun mengurungkan niatnya. Kembali berbalik dan berjalan ke arah mobil Amir tanpa kata.Si bos tersenyum ruang. Mengacungkan jempol pada si sopir.Sesampainya di kantor jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Satu jam lagi waktunya seluruh karyawan pulang ke rumah masing-masing. Kiran meminta tim produksi mempercepat kerjanya agar barang yang dibawa bisa masuk ke gudang sebelum jam pulang. Dia mengingat perkataan Amir tempo hari yang melarang karyawan lembur jika tidak ada pemberitahuan resmi dari si bos. "Fit, usahakan semua barang masuk s
Happy Reading*****Kiran terpaksa menoleh ke arah si bos. "Benar. Mana mungkin saya membohongi atasan. Pokoknya, Bapak tenang saja. Kami ikhlas lembur tanpa bayaran demi menyelesikan pekerjaan," ucapnya tegas."Oke," sahut Amir penuh semangat. Kalau begitu, apa yang bisa aku bantu?" Si gadis memberanikan diri menoleh sekali lagi. "Kalau niat bantu. Sebaiknya bantuin mereka aja angkat kain dan masukin ke gudang." Sengaja memang, Kiran melakukannya, ingin melihat kesungguhan ucapan sang atasan. "Oke. Sesuai permintaan," ucap Amir. Dia melepas arloji dan menggulung kurta yang dikenakan sampai siku. Mengeluarkan ponsel serta dompet dari saku dan memberikan pada Kiran. "Sebagai calon istri yang baik, kamu harus menjaga semua barang-barang ini. Aku bantu mereka dulu," ucap Amir tak lupa dengan kerlingan mata.Sedang ingin menggoda Kiran, baru beberapa langkah, Amir berbalik dan memanggil nama sang gadis. Mengecup tangannya sendiri dan meniupkan pada sang gadis. Kiran membuang muka, bib
Happy Reading*****Sejak kejadian panggilan 'sayang' dari Amir, gosip santer tentang kedekatan Kiran kian berdengung. Degup jantung si gadis pun bertalu ketika sang atasan sering memberikan perhatian lebih dari sekedar karyawan biasa. Alarm tubuhnya untuk berhati-hati dan tidak menanggapi semua perlakuan tak biasanya dari Amir, seolah tak berfungsi kini. Hatinya bahagia dengan sikap sang atasan, tetapi perilakunya terkadang bereaksi lain. Marah pada diri sendiri sering kali menerpa Kiran. Dia benci pada reaksi hatinya ketika bertemu dengan Amir. Seperti saat ini, entah mengapa si gadis kecewa ketika berpapasan dengan si bos saat akan keluar makan siang, Amir tak menyapa seperti biasa. Lelaki itu melewati Kiran begitu saja.Lelaki itu bahkan tidak meliriknya sama sekali, sibuk dengan ponsel hingga siluetnya tak terlihat oleh Kiran."Tuh, kan. Cowok itu di mana-mana sama. Perasaannya gampang banget berubah. Dia pasti lagi nelpon cewek lain tadi, merayunya. Dih, apaan. Udah punya istr
Happy Reading*****Rasanya, Amir ingin tertawa keras saat itu juga melihat wajah aneh gadisnya. Foto yang dikirimkan Ridho ke ponselnya tadi, dijadikan senjata bagi Amir. Modus banget memang lelaki itu. Demi ingin disuapi Kiran saja sampai memakai ancaman padahal dia hampir marah ketika rekan kerjanya tadi mengambil foto tanpa ijin. Namun, sekarang hasil jepretan itu malah dijadikan alasan untuk mendapatkan keinginannya. "Memang punya?" tanya Kiran setelah beberapa menit terdiam. Antara takut dan tidak percaya dia butuh kepastian kebenaran ucapan Amir. Namun, rasa takut Kiran jauh lebih besar. Pasti malu sekali jika omongan lelaki itu direalisasikan. Bagaimana mungkin Amir bisa memiliki fotonya yang ketakutan dan langsung memeluk erat. Jari Amir mulai berhenti mengetik, meraih ponsel yang diletakkan di sebelah keyboard. Beberapa detik kemudian, dia menunjukkan foto pada Kiran. "Lihat baik-baik siapa cewek di foto itu." Amir menunggu sebentar, melihat reaksi si gadis selanjutnya.
Happy Reading*****"Coba, Papi hubungi dia, ya. Rara pengen main sama Mami?" tanya Amir membiasakan panggilan mami pada Kiran terhadap putrinya sesuai yang papanya katakan waktu itu.Naumira mengangguk. "Udah lama banget, Rara nggak main. Kemarin-kemarin, mau ke sini selalu nggak dibolehin sama Kakek. Katanya, Papi sama Mami sibuk.""Ya, udah. Rara turun dulu. Papi mau telpon." Walau hatinya sangat ragu, tetapi Amir tetap mencoba untuk menghubungi Kiran demi putrinya. Panggilannya ke ruang produksi terangkat. Suara Fitri terdengar menyapa indera Amir. "Kiran ada di sana, Fit?" tanya si bos."Ada, Pak. Bentar, ya." Diam beberapa detik hingga Amir mendengar suara Kiran yang begitu merdu di telinga. Sungguh, hanya mendengar suaranya saja, Amir sudah sangat bahagia apalagi jika nanti gadis itu mau menemani putrinya. Maka, jalan mendekatinya akan semakin terbuka lebar."Ran, Rara nyariin kamu. Dia pengen main sama kamu," kata Amir setelah beberapa saat terdiam."Maaf, Pak. Saya lagi si
Happy Reading****Naumira mengamati papinya sejak tadi yang berganti-ganti baju. Hampir seluruh isi lemari lelaki itu, sudah dikeluarkan dan dicoba. Namun, belum ada pakaian yang dirasa pas untuk kencan pertamanya dengan Kiran. Gadis kecil itu sampai harus menghentikan permainannya dan fokus, hanya melihat tingkah aneh si papi. Sambil geleng-geleng, Naumira mulai tak tahan untuk bertanya."Papi mau pergi ke mana, sih? Ribet amat, dari tadi ganti-ganti terus bajunya. Kasihan Mbak Tun kerjaannya nambah. Tuh, lihat. Baju yang sudah diterima kusut lagi jadinya," ucap Naumira. Tatapannya aneh, melihat Amir dari ujung kaki hingga kepala. "Katanya pengen dibawain pulang Mami," kata Amir sambil merapikan lagi rambutnya yang sedikit berantakan. Dia sudah mendapatkan baju yang pas untuk digunakan menemui Kiran malam ini. "Mami artinya Tante Kiran, ya, Pi? Kata Kakek gitu," tanya Naumira yang diangguki oleh Amir. "Kapan mau dibawa pulang?" tanya Naumira lebih lanjut. Wajahnya berbinar ketik
Happy Reading*****Syaif melihat reaksi Kiran yang tak biasa, dia merasa bersalah. Namun,dia juga kasihan dengan sang sahabat. Jika masalah Amir dan Kiran tidak segera diselesaikan, maka salah satunya pasti akan terluka dan sakit. "Maaf, ya, Ran. Bukan maksudku membuatmu nggak nyaman dengan kehadiran Pak Amir," kata sang manajer HRD memulai aksinya membantu sang si bos. Menatap Kiran sebentar sebelum melanjutkan kalimatnya.Sementara itu, Amir masih diam saja. Dia tidak berani membuka suara karena tidak mau jika gadisnya marah dan pergi."Aku lihat beliau di kasir sendirian tadi. Oleh karena kita saling mengenal satu sama lain, jadi aku tawarkan saja untuk bergabung. Pak Amir dan keluarga emang sering makan di sini, sih. Jadi, SMA sekali nggak ada unsur kesengajaan. Nggak papa kan, Ran?" Syaif menatap gadis yang masih betah menyembunyikan wajah dengan menunduk. "Rara sama Mama minta beli makanan di sini," tambah si bos menerangkan untuk meyakinkan perkataan Syaif pada Kiran."Ters
Happy Reading*****Syaif melihat reaksi Kiran yang tak biasa, dia merasa bersalah. Namun,dia juga kasihan dengan sang sahabat. Jika masalah Amir dan Kiran tidak segera diselesaikan, maka salah satunya pasti akan terluka dan sakit. "Maaf, ya, Ran. Bukan maksudku membuatmu nggak nyaman dengan kehadiran Pak Amir," kata sang manajer HRD memulai aksinya membantu sang si bos. Menatap Kiran sebentar sebelum melanjutkan kalimatnya.Sementara itu, Amir masih diam saja. Dia tidak berani membuka suara karena tidak mau jika gadisnya marah dan pergi."Aku lihat beliau di kasir sendirian tadi. Oleh karena kita saling mengenal satu sama lain, jadi aku tawarkan saja untuk bergabung. Pak Amir dan keluarga emang sering makan di sini, sih. Jadi, SMA sekali nggak ada unsur kesengajaan. Nggak papa kan, Ran?" Syaif menatap gadis yang masih betah menyembunyikan wajah dengan menunduk. "Rara sama Mama minta beli makanan di sini," tambah si bos menerangkan untuk meyakinkan perkataan Syaif pada Kiran."Ters
Happy Reading****Naumira mengamati papinya sejak tadi yang berganti-ganti baju. Hampir seluruh isi lemari lelaki itu, sudah dikeluarkan dan dicoba. Namun, belum ada pakaian yang dirasa pas untuk kencan pertamanya dengan Kiran. Gadis kecil itu sampai harus menghentikan permainannya dan fokus, hanya melihat tingkah aneh si papi. Sambil geleng-geleng, Naumira mulai tak tahan untuk bertanya."Papi mau pergi ke mana, sih? Ribet amat, dari tadi ganti-ganti terus bajunya. Kasihan Mbak Tun kerjaannya nambah. Tuh, lihat. Baju yang sudah diterima kusut lagi jadinya," ucap Naumira. Tatapannya aneh, melihat Amir dari ujung kaki hingga kepala. "Katanya pengen dibawain pulang Mami," kata Amir sambil merapikan lagi rambutnya yang sedikit berantakan. Dia sudah mendapatkan baju yang pas untuk digunakan menemui Kiran malam ini. "Mami artinya Tante Kiran, ya, Pi? Kata Kakek gitu," tanya Naumira yang diangguki oleh Amir. "Kapan mau dibawa pulang?" tanya Naumira lebih lanjut. Wajahnya berbinar ketik
Happy Reading*****"Coba, Papi hubungi dia, ya. Rara pengen main sama Mami?" tanya Amir membiasakan panggilan mami pada Kiran terhadap putrinya sesuai yang papanya katakan waktu itu.Naumira mengangguk. "Udah lama banget, Rara nggak main. Kemarin-kemarin, mau ke sini selalu nggak dibolehin sama Kakek. Katanya, Papi sama Mami sibuk.""Ya, udah. Rara turun dulu. Papi mau telpon." Walau hatinya sangat ragu, tetapi Amir tetap mencoba untuk menghubungi Kiran demi putrinya. Panggilannya ke ruang produksi terangkat. Suara Fitri terdengar menyapa indera Amir. "Kiran ada di sana, Fit?" tanya si bos."Ada, Pak. Bentar, ya." Diam beberapa detik hingga Amir mendengar suara Kiran yang begitu merdu di telinga. Sungguh, hanya mendengar suaranya saja, Amir sudah sangat bahagia apalagi jika nanti gadis itu mau menemani putrinya. Maka, jalan mendekatinya akan semakin terbuka lebar."Ran, Rara nyariin kamu. Dia pengen main sama kamu," kata Amir setelah beberapa saat terdiam."Maaf, Pak. Saya lagi si
Happy Reading*****Rasanya, Amir ingin tertawa keras saat itu juga melihat wajah aneh gadisnya. Foto yang dikirimkan Ridho ke ponselnya tadi, dijadikan senjata bagi Amir. Modus banget memang lelaki itu. Demi ingin disuapi Kiran saja sampai memakai ancaman padahal dia hampir marah ketika rekan kerjanya tadi mengambil foto tanpa ijin. Namun, sekarang hasil jepretan itu malah dijadikan alasan untuk mendapatkan keinginannya. "Memang punya?" tanya Kiran setelah beberapa menit terdiam. Antara takut dan tidak percaya dia butuh kepastian kebenaran ucapan Amir. Namun, rasa takut Kiran jauh lebih besar. Pasti malu sekali jika omongan lelaki itu direalisasikan. Bagaimana mungkin Amir bisa memiliki fotonya yang ketakutan dan langsung memeluk erat. Jari Amir mulai berhenti mengetik, meraih ponsel yang diletakkan di sebelah keyboard. Beberapa detik kemudian, dia menunjukkan foto pada Kiran. "Lihat baik-baik siapa cewek di foto itu." Amir menunggu sebentar, melihat reaksi si gadis selanjutnya.
Happy Reading*****Sejak kejadian panggilan 'sayang' dari Amir, gosip santer tentang kedekatan Kiran kian berdengung. Degup jantung si gadis pun bertalu ketika sang atasan sering memberikan perhatian lebih dari sekedar karyawan biasa. Alarm tubuhnya untuk berhati-hati dan tidak menanggapi semua perlakuan tak biasanya dari Amir, seolah tak berfungsi kini. Hatinya bahagia dengan sikap sang atasan, tetapi perilakunya terkadang bereaksi lain. Marah pada diri sendiri sering kali menerpa Kiran. Dia benci pada reaksi hatinya ketika bertemu dengan Amir. Seperti saat ini, entah mengapa si gadis kecewa ketika berpapasan dengan si bos saat akan keluar makan siang, Amir tak menyapa seperti biasa. Lelaki itu melewati Kiran begitu saja.Lelaki itu bahkan tidak meliriknya sama sekali, sibuk dengan ponsel hingga siluetnya tak terlihat oleh Kiran."Tuh, kan. Cowok itu di mana-mana sama. Perasaannya gampang banget berubah. Dia pasti lagi nelpon cewek lain tadi, merayunya. Dih, apaan. Udah punya istr
Happy Reading*****Kiran terpaksa menoleh ke arah si bos. "Benar. Mana mungkin saya membohongi atasan. Pokoknya, Bapak tenang saja. Kami ikhlas lembur tanpa bayaran demi menyelesikan pekerjaan," ucapnya tegas."Oke," sahut Amir penuh semangat. Kalau begitu, apa yang bisa aku bantu?" Si gadis memberanikan diri menoleh sekali lagi. "Kalau niat bantu. Sebaiknya bantuin mereka aja angkat kain dan masukin ke gudang." Sengaja memang, Kiran melakukannya, ingin melihat kesungguhan ucapan sang atasan. "Oke. Sesuai permintaan," ucap Amir. Dia melepas arloji dan menggulung kurta yang dikenakan sampai siku. Mengeluarkan ponsel serta dompet dari saku dan memberikan pada Kiran. "Sebagai calon istri yang baik, kamu harus menjaga semua barang-barang ini. Aku bantu mereka dulu," ucap Amir tak lupa dengan kerlingan mata.Sedang ingin menggoda Kiran, baru beberapa langkah, Amir berbalik dan memanggil nama sang gadis. Mengecup tangannya sendiri dan meniupkan pada sang gadis. Kiran membuang muka, bib
Happy Reading***** Semua kebutuhan u tuk orderan sudah berada di mobil. Amir dan Kiran siap meninggalkan kantor pusat. "Pak, saya duluan, ya," ucap sopir angkut kantor cabang. "Eh, Pak, tunggu," panggil Kiran, "saya ikut mobil Bapak saja."Bukannya menjawab, si sopir memelihara ke arah Amir. Mengerti tatapan si bos, sopir itupun berkata, "Nggak bisa, Mbak. Masak iya, Mbak Kiran duduk dempetan sama saya dan cowok lainnya."Menghela napas, Kiran pun mengurungkan niatnya. Kembali berbalik dan berjalan ke arah mobil Amir tanpa kata.Si bos tersenyum ruang. Mengacungkan jempol pada si sopir.Sesampainya di kantor jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Satu jam lagi waktunya seluruh karyawan pulang ke rumah masing-masing. Kiran meminta tim produksi mempercepat kerjanya agar barang yang dibawa bisa masuk ke gudang sebelum jam pulang. Dia mengingat perkataan Amir tempo hari yang melarang karyawan lembur jika tidak ada pemberitahuan resmi dari si bos. "Fit, usahakan semua barang masuk s
Happy Reading*****"Keberatanmu Bapak tolak," sahut Wijananto. "Bapak tahu, kamu bukanlah tipe karyawan yang mencampuradukkan masalah pribadi dengan pekerjaan. Kali ini pun, Bapak percaya kamu bisa mengesampingkan hal-hal pribadi itu."Kiran terdiam, tentu dia tidak akan menyanggah lagi. Kalau masalah ini diteruskan, bukan tidak mungkin Wijananto akan mengatakan masalah pribadinya dengan Amir di ruang meeting."Bagaimana, Ran. Apa kamu masih keberatan dengan keputusan Bapak tadi?"Menimbang banyak hal dan mendengar alasan Wijananto membuat Kiran mengangguk. Selesai dengan rapat mereka, Naumira mendekati sang gadis. Meminta gendong, bocah ini selalu mematuhi apa yang orang dewasa katakan. Ketika tadi Wijananto berkata untuk diam dan tidak rewel selama rapat berlangsung, dia lakukan semua. Kini, setelah rapat selesai barulah bocah itu merengek manja."Rara sama Kakek, ya. Mami Kiran lagi kerja sama Papi." Lelaki itu mengambil Naumira dari tangan Kiran dan menggendongnya dengan cepat.
Happy Reading*****Amir mempercepat langkah supaya bisa menyejajarkan diri dengan Kiran. "Ran, tunggu, dong," pinta Amir. Walau langkahnya cukup lebar, tetapi belum bisa mengejar Kiran. Perempuan itu malah terkesan melarikan diri."Apa, sih, Pak. Kita sudah telat. Pak Wijananto pasti sudah memulai rapatnya. Jangan menjatuhkan reputasi saya, dong," protes Kiran.Walau Kiran terlihat kesal dan marah, tetapi Amir merasakan kebahagian tersendiri. Sesampainya di ruang meeting, banyak pasang mata yang menatap pada kedua orang yang baru saja datang. Bisik-bisik pun terjadi, jelas hal yang dilakukan pimpinan mereka di luar kebiasaan. Tidak pernah Amir telat saat rapat. Namun, sekarang lelaki itu terlambat sekali apalagi datang barengan dengan Kiran."Papa ngadain meeting mendadak banget," bisik Amir. Lelaki itu sudah duduk di samping Wijananto, sedangkan putrinya duduk agak jauh dari mereka. Naumira sengaja duduk terpisah dari para peserta rapat. "Papa baru inget kalau orderan di pusat ng