Devan langsung kembali ke kantor setelah mengantar Seika dan Cherry pulang ke rumah. Pertanyaan Devan saat di restoran Jepang tadi terus berputar-putar di pikiran Seika. Lelaki itu tiba-tiba saja bertanya soal lamaran seperti apa yang dia inginkan. Apa Devan ingin melamar dirinya?Seika tanpa sadar menggelengkan kepala. Devan tidak mungkin melamarnya karena mereka baru menjalin hubungan selama satu bulan."Mama, awas!""Aduh!" Seika meringis kesakitan, kakinya tersandung pot bunga milik Diana saat berjalan memasuki rumah padahal Cherry sudah memberi peringatan. Gadis itu memang ceroboh."Mama nggak papa?" Cherry menatap Seika khawatir."Mama nggak kenapa-napa, kok," jawab Seika sambil meringis menahan sakit di jempol kakinya.Diana yang melihat Seika dan Cherry pulang pun meletakkan majalah yang ada di tangannya di atas meja."Cucu nenek sudah pulang." Diana menarik tubuh Cherry ke dalam dekapan lalu mengecup kedua pipi anak itu dengan penuh sayang. "Bagaimana sekolah kamu hari ini? A
X Forces merupakan kapal pesiar yang memiliki ukuran 1,5 kali lebih besar dari lapangan sepak bola dan memancarkan sinar lampu yang sangat cantik saat malam. Alunan lagu Feeling Good dari Michael Buble mengiringi para penumpang yang sedang asyik menikmati makan malam. Hidangan yang disajikan oleh para koki pun beragam, mulai dari menu lokal hingga internasional.Selesai makan malam, pengunjung X Force bisa menonton bioskop dengan layar yang sangat besar di depan kolam renang atau pergi ke bar jika ingin begadang sampai larut malam.Seika kembali menyedot jus stroberinya lalu mengedarkan pandang ke sekitar, semua orang yang ada di kapal pesiar ini terasa sangat asing baginya kecuali Devan, Diana, Cherry, dan Noah. Jujur saja Seika merasa tidak pantas berada di sini karena acara makan malam kali ini dihadiri oleh para kolega dan rekan bisnis Devan."Ma, Seika izin ke toilet sebentar, ya."Diana mengangguk. Seika pun beranjak dari tempat duduknya, dia pergi ke bagian depan kapal untuk me
Berlayar selama tiga hari dua malam membuat Seika langsung ambruk begitu turun dari kapal. Kepala Seika terasa sangat berat, perut pun mual. Seika terus memejamkan mata saat pulang menuju rumah Devan."Mama nggak papa?" tanya Cherry khawatir karena wajah Seika terlihat pucat."Mama baik-baik saja," jawab Seika sambil tersenyum agar Cherry tidak khawatir. Tiga puluh menit kemudian mobil yang mereka tumpangi tiba di rumah. Seika terkejut karena Devan tiba-tiba menggendongnya ala bridal style saat dia ingin turun dari mobil."Mas, apa yang ...?" Seika refleks mengalungkan kedua tangannya ke leher Devan. Dia takut jatuh."Kamu lagi nggak enak badan, kan? Mas akan menggendongmu sampai ke kamar," ucap Devan terdengar penuh perhatian.Wajah Seika sontak bersemu merah, jantung pun berdebar hebat. "Aku masih kuat jalan sendiri, Mas. Turunkan aku.""Tidak mau.""Aku malu dilihatin Pak Maman sama Bik Arum, Mas. Turunkan aku." Seika menyembuyikan wajahnya yang semakin memerah di dada bidang Deva
Seika menyibak selimut yang menutupi tubuhnya lalu beranjak ke kamar mandi, aetelah itu mencuci wajahnya di wastafel. Decakan kesal keluar dari bibir Seika ketika melihat tanda merah di lehernya, hasil perbuatan Devan. Jumlahnya bahkan lebih dari satu."Ish!" Seika mengerucutkan bibir kesal. Padahal Devan dulu sangat dingin pada dirinya, tapi lelaki itu berubah mesum semenjak mereka bertunangan.Seika pun cepat-cepat mandi karena Diana sudah menunggu di meja makan. Lima belas menit kemudian dia keluar dari kamar mandi memakai bathrobe dan handuk yang melilit di kepala. Setelah itu dia mengambil sebuah A line dress dengan aksen ruffles yang ada di walk in closet milik Devan dan memakainya. Tidak lupa dia memoles make up tipis di wajahnya."Sayang!"Seika mendengkus kesal lalu menyilangkan kedua tangannya di depan dada ketika melihat Devan. Rasanya dia ingin sekali menancapkan kukunya yang tajam di wajah tampan Devan karena lelaki itu sudah berbuat kurang ajar pada dirinya."Kamu masih
Devan melajukan Mercedes Benz G65 miliknya menuju Devan Grup setelah mengunjungi makam kedua orang tua Seika. Terkadang Seika ingin kembali bekerja di kantor seperti dulu. Namun, Devan dengan tegas melarangnya. Devan tidak bisa membayangkan apa yang akan mamanya lakukan pada dirinya jika dia mengizinkan Seika kembali bekerja, apalagi sebagai office girl. Bisa-bisa mamanya akan mencoret namanya dari daftar keluarga Marcellio dan dia akan menjadi miskin selamanya."Terus kontrak kerja aku gimana, Mas?""Kontrak yang mana?" Devan melirik Seika sekilas lalu kembali fokus pada jalanan yang ada di hadapannya."Yang jadi pengasuh Cherry.""Oh, yang itu. Mas udah mengubah kontraknya menjadi seumur hidup.""Apa?!" Seika terenyak mendengar ucapan Devan barusan. "Kok, Mas nggak bilang dulu sih, sama aku kalau mau ngubah kontraknya? Mana seumur hidup lagi.""Apa salah kalau mas meminta kamu mengasuh Cherry seumur hidup?""Hah?" Seika tidak mengerti dengan maksud Devan. Otak gadis itu terkadang m
Seika langsung menghampiri Devan yang sedang bersandar di badan mobilnya. Wajah lelaki itu tampak mengeras, rahangnya pun mengatup rapat. Apa Devan sedang marah?"Sudah selesai kencannya?" tanya Devan terdengar datar ketika Seika berdiri tepat di hadapannya."APA?! Kencan?" Mulut Seika sontak menganga lebar. Apa Devan pikir dirinya sedang kencan dengan Bara?"Siapa juga yang kencan? Aku cuma makan kue sama Bara."Devan mengembuskan napas kasar lalu memalingkan wajahnya ke arah lain. Dia tidak suka melihat Seika terlalu dekat dengan Bara meskipun mereka hanya berteman. Dia cemburu."Mas marah sama aku?""Tidak," jawab Devan tanpa menatap Seika."Kalau nggak marah kenapa nyuekin aku? Mas cemburu, ya?"Devan menghela napas panjang lalu mengerucutkan bibir kesal. Wajahnya mirip sekali dengan anak kecil yang dilarang makan permen oleh orang tuanya. Sangat menggemaskan.Seika terkikik geli melihatnya. Sepertinya Devan memang cemburu, tapi dia terlalu malu untuk mengakuinya. "Iya, mas cembu
Seika dan Devan sedang berada di salah satu butik milik teman Diana untuk memilih gaun yang akan Seika pakai saat pemberkatan. Namun, Seika belum juga menemukan gaun yang cocok karena Devan selalu menolak gaun pilihannya."Punggungnya terlalu terbuka.""Bagian depannya terlalu pendek, kaki jenjangmu jadi kelihatan.""Kamu ingin memperlihatkan punggungmu ke lelaki lain? Mas tidak suka gaun itu. Ganti!"Seika menghela napas panjang untuk menahan emosinya agar tidak meledak. Rasanya dia ingin sekali menendang Devan keluar dari butik karena lelaki itu sejak tadi menolak gaun yang dia pilih."Aku sudah mencoba sepuluh gaun lebih, Mas. Kenapa nggak ada yang cocok?""Kenapa Bibi suruh ganti lagi, Paman? Menurutku gaun itu bagus," komentar Noah yang ikut menemani mereka memilih gaun pengantin. Devan dan Seika memang sengaja mengajak Noah untuk menemani Cherry agar tidak bosan menunggu."Kak Noah, tolong bukain." Cherry mengulurkan satu bungkus permen ke Noah."Sini." Noah pun mengambil alih p
Devan mengerjapkan kedua matanya perlahan karena cahaya matahari yang menerobos masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika melihat samping tempat tidurnya yang sudah kosong.Devan pun memutuskan untuk bangun lalu mendudukkan diri di atas tempat tidur. Bunyi berisik yang berasal dari dapur memaksa Devan untuk keluar dari kamarnya. Dia bersandar di daun pintu dapur sambil melipat kedua tangannya di depan dada, memperhatikan Seika yang sedang sibuk memasak.Aroma lezat yang menguar dari masakan Seika seketika menyeruak di indra penciumannya, membuat perutnya mendadak terasa lapar. Devan pun melangkah lalu memeluk tubuh Seika dari belakang."Selamat pagi," ucapnya sambil mengecup tengkuk Seika dengan lembut."Aduh, Mas! Geli ...." Tubuh Seika meremang hebat karena embusan hangat napas Devan yang menerpa kulit lehernya. Suaminya itu semakin bertambah mesum semenjak mereka menikah. Tidak jarang Devan mencium bibirnya
Devan mengerjapkan kedua matanya perlahan ketika cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika melihat Seika yang masih tertidur lelap di dalam dekapannya.Waktu ternyata berjalan dengan begitu cepat. Tidak terasa sudah dua tahun lebih dia menjalani hidup rumah tangga bersama Seika. Devan pikir dia akan merasa jenuh, tapi perasaannya pada Seika ternyata tidak berubah, malah tumbuh semakin besar.Devan mendekap Seika semakin erat lalu mendaratkan sebuah kecupan manis di bibir gadis itu. Sebuah rutinitas yang selalu dia lakukan setiap pagi."Kamu udah bangun, Mas?" "Iya."Tumben banget Mas udah bangun. Memangnya sekarang jam berapa, sih?"Devan melirik jam yang menempel di dinding kamar sebelum menjawab pertanyaan Seika."Hampir jam tujuh."Kedua mata Seika sontak terbuka, dia ingin bangun karena harus menyiapkan sarapan untuk Devan dan Cherry, tapi kepalanya mendadak terasa pusing."Kamu baik-
Devan terpaksa menunda bulan madunya yang kedua bersama Seika karena Bara tidak memberinya waktu untuk beristirahat sedikit pun semenjak menggantikan Pramudya menjadi sekretaris sekaligus orang kepercayaannya. Sejak pagi dia harus memeriksa laporan, lalu meninjau proyek pembangunan hotel baru miliknya setelah itu bertemu dengan beberapa investor dari luar negri sampai sore. Rasanya benar-benar melelahkan.Devan melonggarkan dasi yang terasa seperti mencekik lehernya setelah itu menggulung lengan kemejanya sampai sebatas siku. Helaan napas panjang lolos dari bibirnya setelah melihat tumpukan berkas yang ada di atas meja. Entah kenapa berkas tersebut masih banyak padahal dia sudah memeriksanya sejak tadi."Aku sudah selesai merevisi perjanjian kerja sama dengan CT Corp. Jangan lupa baca berkas perjanjian itu dengan teliti sebelum tanda tangan." Bara meletakkan berkas yang dibawanya tepat di depan Devan."Apa kamu tidak lihat sekarang jam berapa?"Bara melihat benda mungil bertali yang m
"Jadi gimana? Mas udah dapat izin dari Bara buat ajak aku tinggal di rumah lagi?" Seika meletakkan sendoknya karena es krim-nya sudah habis.Mereka mampir ke sebuah toko es krim setelah menjemput Cherry di sekolah. Devan seperti seorang pengasuh yang sedang menjaga dua bayi sekarang, sejak tadi yang dia lakukan hanya diam memandangi Seika dan Cherry yang begitu lahap menyantap es krim mereka."Mau tambah lagi?"Seika refleks mengangguk mendengar pertanyaan Devan barusan karena satu gelas es krim tidak akan bisa membuatnya kenyang. Namun, sedetik kemudian dia menggelengkan kepala. "Ish ... jawab dulu pertanyaanku. Bara ngasih Mas izin nggak buat bawa aku?"Devan mengangguk lalu mencomot satu buah cookies milik Cherry yang ada di atas meja. Rasanya ternyata terlalu manis dan Devan kurang menyukainya, kecuali bibir Seika. Entah kenapa bibir gadis itu seperti candu yang membuatnya selalu ketagihan."Sungguh?" Seika menatap Devan dengan pandangan tidak percaya."Iya ...," jawab Devan sambi
Sinar matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam ruangan serba putih itu tidak berhasil mengusik sepasang sejoli yang sedang tidur di atas ranjang. Seika tidur begitu nyenyak dalam dekapan Devan. Dia bahkan menenggelamkan wajahnya di dada bidang Devan seolah-olah dada lelaki itu adalah tempat paling nyaman baginya.Devan semakin mempererat dekapannya ketika merasakan pergerakan kecil dari Seika. Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika teringat dengan kejadian yang dialaminya semalam. Devan tidak pernah menyangka kalau Seika akhirnya mau memaafkan semua kesalahannya dan memberi kesempatan. Padahal kesalahan yang dia lakukan sangat fatal. Dia benar-benar beruntung.Devan bersumpah, dia akan berusaha untuk membahagiakan Seika dan tidak akan pernah menyakiti hati gadis itu. Itu janjinya."Terima kasih sudah memberi saya kesempatan, Seika. I love you ...." Devan mengecup puncak kepala Seika dengan begitu dalam seolah-olah mencurahkan seluruh perasaannya pada gadis itu.Apa yang
"Seika."Seika tergagap ketika Bara menyentuh lengannya pelan."Kita sudah sampai."Seika mengedarkan pandang ke sekitar. Dia tidak menyadari jika mobil yang membawanya berhenti di depan rumahnya karena terlalu memikirkan Devan.Bara melepas sabuk pengamannya, setelah itu turun dan membukakan pintu mobil untuk Seika. "Hati-hati," ucapnya sambil menaruh telapak tangannya di atas puncak kepala Seika untuk melindungi gadis itu.Seika mengangguk, dia turun dengan hati-hati dari mobil Bara. Namun, dia nyaris terjatuh karena kedua lututnya terasa gemetar, untung saja Bara dengan cepat menahan tubuhnya."Kamu baik-baik saja?" Raut cemas tergambar jelas di wajah tampan Bara. Kedua tangannya melingkar di pinggang Seika dengan erat."Kepalaku pusing."Tanpa banyak kata Bara menggendong Seika ala brydal style masuk ke dalam rumahnya. Seika menyandarkan kepalanya di dada bidang Bara, tubuhnya terasa sangat lemas karena kebanyakan menangis. Apa lagi tidak ada makanan apa pun yang masuk ke dalam pe
Bara menghela napas panjang, padahal tadi siang langit terlihat begitu cerah. Namun, sekarang malah turun hujan, bahkan sangat deras. Cuaca akhir-akhir ini memang sulit diprediksi, apa lagi di pergantian musim seperti sekarang. Saat siang cuaca terasa sangat panas, tapi bisa sangat dingin ketika malam.Bara melihat benda mungil bertali yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Ternyata sekarang sudah jam delapan malam. Entah kenapa perasaan Bara sejak tadi tidak tenang. Dia terus kepikiran dengan Seika padahal gadis itu pasti sedang bersenang-senang bersama Cherry dan Devan.Jujur saja Bara sampai sekarang masih memiliki perasaan pada Seika. Namun, dia akan berusaha keras melupakan perasaannya karena bagaimana pun juga Seika sudah menjadi milik Devan."Anak ibu kenapa? Ibu perhatikan kamu melamun terus dari tadi."Bara sontak menoleh, menatap sang ibu yang sedang menyentuh lengannya dengan lembut. "Bara baik-baik saja, Bu," jawabnya sambil mengulas senyum pada wanita yang sudah melah
Suasana Univers Cafe pagi ini tidak begitu ramai, mungkin karena tempat makan itu baru saja dibuka. Biasanya Devan selalu datang tepat pukul sembilan. Namun, lelaki itu belum kelihatan batang hidungnya sampai sekarang.Apa mungkin Devan tidak datang?"Ini pesanan Anda, Nona. Selamat menikmati." Seika menaruh sepiring nasi goreng sea food di atas meja sambil melirik ke arah pintu. Raut kecewa tergambar jelas di wajah cantiknya karena lelaki yang dia tunggu sejak tadi tidak kunjung datang.Kenapa Devan tidak datang? Apa lelaki itu sudah lelah memperjuangkannya?"Maaf, saya tidak pesan nasi goreng sea food, Mbak."Seika tergagap, dia pun buru-buru mengambil nasi goreng tersebut dan meminta maaf. "Maaf, saya salah meja.""Tidak apa-apa, Mbak."Seika tersenyum sungkan pada pelanggan tersebut lalu mengantar nasi goreng sea food yang dibawanya ke meja nomor empat."Salah nganter pesanan lagi?" tanya salah satu temannya ketika dia kembali ke belakang."Enggak.""Bohong. Aku tadi lihat sendiri
Seika mengusap rambutnya yang sedikit basah dengan handuk kecil sambil melirik ponselnya yang tergeletak di atas meja. Tanpa sadar dia mendengkus kesal karena tidak ada notifikasi masuk di ponselnya padahal Devan biasanya selalu memberi kabar jika sudah tiba di rumah.Kenapa Devan tidak memberi kabar sampai sekarang? Apa lelaki itu belum tiba di rumah?"Ish! Aku kenapa, sih?" Seika refleks memukul kepalanya sendiri setelah menyadari apa yang baru saja dia pikirkan. Seharusnya dia tidak perlu merasa cemas karena dia masih marah dengan Devan. Namun, Seika tidak bisa membohongi perasaannya sendiri kalau dia khawatir dengan lelaki itu.Haruskah dia menghubungi Devan lebih dulu?Seika pun mengambil ponselnya yang berada di atas meja. Selama tiga puluh detik yang dia lakukan hanya diam sambil memandangi layar ponselnya. Rasanya Seika ingin sekali mengirim pesan pada Devan. Namun, dia terlalu gengsi untuk melakukannya. Lagi pula dia seharusnya tidak perlu mengkhawatirkan lelaki itu.Seika me
"Seika, aku pulang dulu, ya?""Iya," sahut Seika sambil menyeret satu kantong plastik sampah berukuran besar ke belakang untuk dibuang. Gadis itu menjadi orang terakhir yang berada di Univers Cafe karena mendapat tugas untuk menutup kafe hari ini."Butuh bantuan?"Seika mendongak agar bisa menatap wajah temannya yang berdiri tepat di hadapan sebelum membuang kantong sampah terakhir yang dia bawa ke tempat pembuangan sampah."Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri," tolaknya halus."Jangan lupa periksa kembali bahan makanan yang ada di kulkas dan oven sebelum pulang.""Iya."Selesai membuang sampah, Seika bergegas memeriksa bahan makanan di kulkas untuk besok. Tidak lupa dia memeriksa oven apakah sudah dimatikan dengan benar agar tidak terjadi kebakaran. Setelah selesai dia segera bersiap untuk pulang dan mengunci pintu kafe.Seika duduk sendirian di depan kafe menunggu ojek online yang dia pesan datang karena Bara tidak bisa menjemputnya. Lelaki itu sedang menunggu sang ibu yang m