Xavier menggeleng dengan cepat membalas ucapan sang istri. Membuat perempuan itu tertawa lalu tangannya terulur menepuk bahu suaminya. "Iya-iya, aku cuma bercanda, Sayang. Ayo kita ke tempat orang tuaku," lontar Gaia. Lelaki itu segera mengiyakan perkataan sang istri, ia segera menyalakan kemudi lalu melajukan kendaraan. Xavier yang melihat kekasihnya beberapa kali menguap memerintahkan agar wanita itu tidur dahulu. Kini keheningan menyapa pria tersebut, hanya deru mobil terdengar dan beberapa kendaraan di lalu lintas. "Ini serius tempatnya? Rumahnya di kawasan elit," gumam Xavier. Lelaki ini melirik sang istri setelah memarkirkan kendaraan, seorang wanita mendekat ke mobil Xavier dan menyapa pria tersebut."Menantu," sapa wanita tersebut.Mendengar suara seseorang yang terasa familiar, lelaki ini segera menoleh lalu mengulas senyum kala melihat wajah yang ia kenali. Pria tersebut lekas membuka pintu dan turun dari kendaraan, ia lekas bersalaman dengan ibu mertua. "Mama," sapa X
Arka memutarkan bola mata kala mendengar perkataan sang istri, sedangkan Xavier tidak tahan untuk tak tersenyum. "Iya, iya, wanita selalu gak mau disalahkan," balas Arka meledek.Mona memajukan bibir dan memalingkan wajahnya, sedangkan Xavier terkekeh melihat tingkah Papa dan Mama mertua. "Iya lah, wanita walaupun salah mana mau disalahkan. Itu tetap salah laki-laki! Bener gak Mah," seru Gaia.Mendengar suara Gaia, semua pasang mata langsung menoleh. Mona mengulas senyum semringah kala melihat sang putri tersenyum ke arahnya, dengan gerakan cepat wanita paruh baya ini mendekat dan menggenggam tangan anak pertama, gadis kecil yang membuat dia merasakan pertama kali menjadi seorang Ibu. "Sayang, kamu udah bangun," seru perempuan tersebut.Gaia mengangguk tanda mengiyakan perkataan sang Ibu, mereka segera berjalan beriring lalu duduk di sofa lain agar dekat dengan wanita yang melahirkannya. "Shasha," sapa Leonard lembut.Tatapan Leonard begitu dalam, memandang putri pertama Arka sea
Ancaman Mona membuat menantunya tersentak, tubuh lelaki tersebut sedikit terhuyung, bagaikan anggota badan berubah jadi jelly membuat ia tak bisa menopang tubuh. Wajah berubah menjadi pucat, keringat dingin bercucuran. Mata pria tersebut bergerak liar, berpindah-pindah antara Mona dan Arka. mencari celah candaan dibalik ucapan mereka, tetapi yang ditemukan hanyalah keserius membuat suami Gaia menjadi ketakutan. Bahu bergetar bahkan ia berusaha menahan agar tidak terlalu terlihat takut dengan mengepalkan tangan kuat sampai buku-buku kuku memutih. "Mah, Pah ... Vier janji. Vier bakal jaga Gaia, gak akan membuat dia terluka lagi. Apalagi terluka karena ulah Ibu dan adikku, lagi kami sudah pisah rumah, Mah, Pah. Vier bakal jaga baik-baik, Gaia. Jangan pisahkan kami, aku sangat mencintai putri kalian," jelas pria tersebut.Gaia menyaksikan adegan di depan mata dengan jantung berdebar, sang suami. Dia berlutut di hadapan Arka dan Mona, memohon agar tidak memisahkan mereka. Tangan lelaki te
Xavier langsung menggenggam kuat tangan sang istri dan memandang wanita tersebut."Aku bakal berusaha mempertahankan kamu di sisiku," ucap Xavier penuh tekad.Gaia menganggukkan kepala membuat Arka mengembuskan napas kasar sekali lagi, ia memandang sang putri dengan wajah datar."Papa bakal menuruti perkataanmu, tapi ... kalau dia gak bisa menjagamu, walaupun kamu gak mau berpisah Papa bakal rebut dan paksa kamu berpisah, itu demi kebaikanmu," tekan Arka.Perempuan itu mengangguk tanda pasrah akan keputusan sang Ayah membuat Arka mengulas senyuman, sedangkan Xavier memandang interaksi mereka membuat dia bertekad."Mah, Pah, Sayang, aku akan berusaha gak akan mengecewakan kalian," kata pria tersebut.Arka mengangguk lalu ia segera berubah sikap dan Gaia lekas mencairkan suasana yang tadi tegang. Kegembiraan meliputi mereka, sedangkan di tempat lain Leonard mengepalkan tangan. Ia gagal membuat pujaan hati berpisah dengan suaminya.
Suara Silvana begitu menusuk bak pisau, mendengar nada bicara sang mertua membuat suasana hati langsung berubah. Sang Ibu yang berada di sampingnya merasakan hal tersebut, naluriah perempuan itu merasakan gejolak amarah yang berusaha dipendam oleh putrinya terasa. Mona spontan mengepalkan tangan, tatapannya begitu tajam menusuk. Gaia berusaha mengabaikan panggilan, tetapi sebuah tangan memegang bahunya dan membuat ia berputar menghadap dua manusia yang sering menyiksa, menghina dia."Apa telingamu, tuli! Mamaku berbicara denganmu," geram Xinxin."Dasar menantu sampah! baru juga beberapa hari kerja sudah mau pamer ke karyawan lain, kamu pasti belanja pakai uang anakku. Sini uangnya! kamu gak pantas buat pegang," sentak Silvana."Ya, Kakakku udah jarang menuruti permintaanku, pasti karena kamu boros!" sembur Xinxin.Mendengar ocehan dari mertua dan adik iparnya Gaia memutarkan bola mata malas, ia melipat tangan di dada bahkan bergaya memperhatikan kuku lalu membersihkannya membuat kedua
Napas Xavier tercekat, seperti tertahan karena perkataan sang Ibu, Silvana yang jarinya masih mengacung menunjuk menantunya. Terkejut akibat reaksi putra kedua Li Jian-Long memegangi tangan dia dan menurunkan ke bawah. Cengkeraman itu sangat kuat, seperti hendak meremukkan tulang hingga menjadi bubuk. "Sudah, Mah, sudah!" seru Xavier dengan nada gemetar akibat menahan amarah."Kamu ingin menghancurkan rumah tanggaku, ha!" lanjutnya.Silvana berusaha melepaskan tangan dari cengkeraman sang putra, ia merasakan nyeri teramat sakit. Ia segera memalingkan wajah, bukan karena malu diperhatikan orang lain tetapi lebih ke amarah yang bergejolak dan merasakan tatapan Xavier penuh akan kesal dan kecewa teramat dalam. Terasa bagai pukulan yang membekas, namun dia tetap pada pendiriannya, tidak menerima Gaia sebagai menantu."Ya! aku ingin menghancurkan rumah tanggamu."Suara Silvana meninggi, nada penuh kebencian dan keegoisan terpancar jelas. "Dia tidak pantas untukmu, Vier! Dia hanya menginc
Mendengar ucapan sang istri, Xavier langsung memandang paras wanita tersebut. Tatapannya yang semula tajam penuh amarah kini berubah melembut. Terdengar lelaki ini menghela napas panjang, suami perempuan tersebut segera meraih jemari Gaia dan menggenggam dengan lembut."Sayang."Kata itu meluncur dengan lancar di bibir Xavier, suaranya terdengar dalam dan berat namun ada kehangatan dari nada tersebut."Aku sudah bilang, aku gak akan pernah menceraikanmu. Kenapa kamu bisa bertanya begitu," balas Xavier.Gaia menggelengkan kepala lalu kembali memandang suaminya lagi. Ia berusaha mempercayai sang kekasih tetapi keraguan menghampiri apalagi Xavier membicarakan pengacara membuat ketakutan itu semakin nyata. "Sayang ...." Xavier kembali memanggil sang istri, ia sedikit mengguncang tubuh perempuan tersebut membuat Gaia segera tersadar. Wanita ini langsung mendongak memandang manik mata suaminya, mencari ketulusan dan kesetiaan dari sana. "Percaya sama aku, ya. Aku gak akan menceraikanmu,"
Arka dan Xavier saling bergantian mengemudi kendaraan, mereka bekerja sama melakukan hal tersebut. Baru beberapa jam berinteraksi keduanya sudah sangat akrab. Setelah mengantarkan sang mertua, menantu keluarganya ini pamit, apalagi melihat istri kecil terlelap begitu nyenyak."Semoga kita memilih pilihan tepat untuk memberikan kesempatan sama Xavier, aku melihat tatapan anak itu begitu mencintai putri kita," tutur Mona pelan.Dua manusia itu masih memperhatikan kendaraan roda empat milik Xavier yang perlahan sudah menghilang dari penglihatan. Arka mengangguk lalu tangannya lekas melingkar ke pinggang sang istri, membuat Ibu Gaia ini menoleh memandangnya."Tapi Leonard juga sama, Sayang. Dia mencintai putri kita sudah begitu lama, dari kesetiaan sudah sangat terlihat," balas Arka."Tapi putri kita sudah memilih Xavier, kita lihat aja nanti. Kalau putri kita masih tak bahagia, kita harus merebutnya." Arka hanya diam, ia dalam hati berdoa untuk kebahagiaan putri pertamanya. Walau dia se
Di sisi lain, gedung terbengkalai Gaia mulai sadar. Kepalanya terasa berat, tubuhnya lemas akibat zat yang dihirup. Ia berusaha menggerakkan tangan dan kaki, namun mendapati keduanya terikat erat. "Kamu cepat juga sadarnya." suara dingin seorang pria terdengar dari sisi gelap kendaraan. Gaia menatap ke arah suara itu, meski pandangannya masih buram. Napas terengah, tetapi ia berusaha tetap tenang. "Siapa kalian? Apa yang kalian inginkan?" tanyanya, suara wanita itu terdengar serak. Pria itu mendekat, wajahnya masih tertutup masker, sorot mata penuh ancaman. "Kau akan segera tahu," ucapnya singkat, lalu kembali duduk dengan santai seakan mereka sedang tidak melakukan kejahatan. "Salahkan dirimu yang menyinggung orang-orang besar," lanjut salah satu dari mereka. Sementara itu, di lokasi acara, Mona hampir jatuh pingsan setelah mendengar kabar dari seseorang bahwa supir taksi yang membawa Gaia ditemukan dalam keadaan babak belur di pinggir jalan. Arka segera menangkap istrinya,
Gaia langsung memamerkan senyuman pada sang suami, sedangkan Xavier mendengkus. Lelaki itu segera berdiri dan diijuti istrinya, tatapan pria tersebut masih begitu tajam. "Kamu ini, awas aja! Kalau aja aku gak ada acara, kamu udah aku buat gak bisa bangun dari kasur," ucap Xavier dengan nada kesal. "Udah jam segini, aku pamit ya. Coba kalau masih ada waktu, aku bisa mengantarmu," lontar lelaki itu sambil mengembuskan napas. Wanita berstatus istrinya segera menepuk bahu lelaki tersebut, membuat sang empu memandangnya kembali saat dia tengah merapikan pakaian. "Kamu tenang aja, aku udah pesan taksi kok," balas Gaia dengan nada santai. Xavier yang hendak protes mengembuskan napas, ia akhirnya memilih menganggukkan kepala. "Aku pergi dulu, nanti pulangnya aku jemput." Setelah perpisahan singkat, Xavier akhirnya langsung pergi ke acara tersebut. Sementara itu, Gaia bersiap-siap dengan mengenakan gaun rancangan desainer terkenal. Gaun itu memeluk tubuhnya dengan sempurna
Gaia menghela napas, lalu menatap suaminya dengan ekspresi datar. "Memangnya ada wanita yang lebih cantik dariku?" tanyanya santai, namun sorot matanya tak berpaling menatap sang suami. Xavier mengaruk kepala yang tidak terasa gatal lalu terkekeh pelan dan tangannya segera melingkar ke pinggang sang istri. "Benar juga. Mana ada yang bisa menyaingimu dihatiku," ujarnya seraya mengecup kening Gaia. Gaia langsung memalingkan wajah merasa tersipu dengan balasan sang suami, sedangkan Xavier mengulas senyuman begitu bahagia melihat riak muka kekasihnya. Suara notifikasi pesan terdengar membuat keduanya menoleh lalu saat tau handphone dia yang bersuara, wanita ini meminta Xavier melepaskan pelukkan dan ia mengambil ponsel dan membaca dua pesan dari pria lain. [Shasha kamu sudah pergi belum? Aku jemput ya.] - Leonard [He! Kamu belum menepati janji meneraktirku, sebelum pergi ke acara ayo taktir aku. Sekalian nanti aku antar kamu ke acara, sekarang aku jemput ya!] - Damian. Xavier ya
Waktu berputar begitu cepat, Xavier masih terlelap diranjang istrinya, Gaia yang menatap lelaki ini hanya mengulas senyuman tipis. Ia menoleh ke pintu kala memdengar suara ketukkan terdengar, ia lekas turun dan membuka pintu. "Sayang, sebentar lagi acara mulai, Mama sama Papa harus segera ke sana," jelas Mona. "Terus kamu gimana? apa mau ikut kami atau menunggu suamimu ...." Ucapan Mona terhenti kala mendengar sang putri langsung menyela. Perempuan ini menyentuh lengan wanita yang melahirkan dan menepuk pelan. "Mama tenang aja, aku pasti tiba tepat waktu." Mendengar balasan sang putri, Mona menghela napas. Perempuan itu membalas ucapan Gaia dengan senyuman lalu pamit pada gadis kecil kesayangan ini. Kini kediaman hanya tersisa sepasang suami istri tersebut, istri Xavier memilih menyiapkan makanan untuk sang kekasih, tak berselang lama telepon terdengar dari ponsel lelaki jangkung yang masih terlelap. Dengan mata tertutup mencari ponsel dan lekas menerima sambungan telepon. "Ka
Xavier segera mengantarkan Gaia dan mertuanya ke kediaman, sesampai di sana lelaki tersebut membantu Arka masuk ke dalam rumah. Kini semua telah berada di ruang tengah, pria ini memandang sang istri, paham akan tatapan kekasihnya ia lekas pamit dan mengajak putra arka ke kamar."Aku menunggu penjelasanmu, aku gak akan menuduh kamu langsung," lontar Xavier kala memasuki kamar.Gaia mendengar hal ini hanya tersenyum, ia mengunci pintu dan meraih lengan sang suami agar ikut duduk di ranjang. "Dia membantu Papaku, dia yang membawa Papaku ke rumah sakit," terang Gaia."Gak perlu memikirkan hal gak perlu, dia punya tunangan dan sebentar lagi menikah. Gak mungkin aku menjadi perusak hubungan orang laian, apalagi aku pernah merasakan hal tersebut, aku sangat paham sak ...."Ucapannya terhenti kala sang suami langsung menariknya dalam dekapan, membuat ia sangat terkejut sampai melotot. "Udah jangan dijelaskan, aku paham. Aku minta maaf karena belum bisa melindungimu sepenuhnya, tapi aku bers
Xavier yang ada dibelakang Bai Lisha langsung mengerutkan dahi, ia menatap ke depan dan menangkap sang istri tengah memandangnya. "Menduakan?" Lelaki ini mengulangi perkataan Lisha dengan nada santai, wanita itu langsung mengangguk sebagai jawaban. "Kamu ini, masih saja berusaha mencari keributan," gerutu Gaia. Dia mendengkus pelan lalu menatap malas Bai Lisha dan kembali memandang sang suami. Tangannya melipat dada dan memiringkan kepala, tanpa pandangan lepas dari Xavier. "Jangan mengelak kamu! Bukti sudah jelas di depan mata," sungut Lisha dengan nada tinggi. Mendengar suara Lisha, beberapa orang di rumah sakit menoleh. Perawat yang ada di sini mendekat dan menegur wanita bermarga Bai tersebut. Sedangkan Xavier melangkah mendekat dan meraih pinggang istrinya membuat jarak di antara mereka terkikis. “Bagaimana bisa istriku mendua, sementara dia selalu jatuh ke pelukanku setiap malam?” bisiknya dengan nada menggoda.Pipi Gaia langsung memerah. Ia mencoba melepaskan diri, tapi
Mata Mona melebar mendengar perkataan Jiang Lie, wanita itu langsung memotong perkataan bawahan sang suami. "Rumah sakit mana? Cepat katakan!" pekik wanita itu. Gaia yang mendengar ucapan sang Ibu langsung memandang wanita tersebut, Jiang Lie yang terkejut dengan teriakan istri atasannya sampai lupa hendak mengatakan apa tadi. Dia lekas menjawab pertanyaan Mona dan setelah itu secara sepihak perempuan ini mematikan sambungan telepon. "Ayo ke rumah sakit! Papamu masuk rumah sakit," ajak Mona. "Apa yang dilakukan lelaki itu, kenapa bisa sampai ke rumah sakit!" ucapnya dengan nada frustasi dan khawatir. Dengan gerakkan cepat wanita itu langsung meraih lengan sang putri dan menariknya. Kedua perempuan tersebut terlihat begitu terkejut tambah panik. "Ayo cepat ke rumah sakit ...." perintah Mona saat memasuki kendaraan. Sepanjang perjalanan, Mona terus-menerus menggigit bibir, ekspresinya menunjukkan kegelisahan yang dalam. Tangan mengepal kuat dipangkuan. sementara mata dia seseka
Waktu berputar begitu cepat, Xavier masih sibuk di perusahaan. Membaca dan menandatangani lalu bertemu beberapa orang membuat kesepakatan. "Apa sudah dapat?" tanya lelaki itu tidak sabaran. Ia memandang asistennya penuh harapan, membuat sang empu menunduk lalu menghembuskan napas. "Mereka menginginkan saham sebagai gantinya, Tuan," balas lelaki tersebut. Mata Xavier membelalak, ia mengepalkan tangan dan membuang wajah. "Lupakan saja, Tuan. Jangan cuma karena keegoisan Nyonya, Tuan memberikan beberapa persen saham pada mereka," tutur sang bawahan.Xavier memejamkan mata, ia bersandar di kursi dan mengibaskan tangan memerintah sang asisten untuk pergi. Suara notifikasi chat masuk, dia segera meraih benda pipihnya. [Sayang, aku lagi perawatan. Biar terlihat cantik dan segar,] [Sand photo] [Lihat, istrimu sangat mempesona bukan. 😁] Senyuman terlukis di bibir Xavier kala melihat pesan dari kekasihnya. Ia memandangi photo Gaia yang sedang menikmati pijatan sambil memejamkan mata.
Senyuman masih melekat di bibir Gaia, ia langsung melingkarkan tangan di leher sang suami. Mata mereka saling memandang dan menyelami, lalu berjinjit agar bisa berbisik di telinga Xavier. "Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, bodoh. Kamu gak perlu takut, kecuali kamu memang mempunyai kesalahan," lontarnya pelan di dekat telinga Xavier. Xavier menghela napas, menatap wajah istrinya yang begitu tenang seakan tak terjadi apa-apa. Ia memeluk erat pinggang sang istri, membuat keduanya tak ada jarak sedikitpun. Mengecup puncak kepala Gaia dengan penuh rasa sayang.“Aku tidak suka, kalau kamu mengambil risiko seperti itu,” gumamnya pelan.Gaia mengangguk dalam pelukannya. “Aku mengerti. Aku janji, aku tidak akan mengatakannya lagi.”Xavier sedikit tenang mendengar janji istrinya, tapi ada hal lain yang mengganggunya. “Sekarang soal acara Tuan Arka… maaf aku gak bisa mengajakmu pergi,” tutur lelaki itu dengan nada lemah. Gaia melepaskan pelukan dan menatap Xavier dengan mata penuh tekad.