Bimo dan Riko berada di dalam kamar."Lu keluar dulu, biar gue duluan." Ucap Riko mengusir Bimo."Gak bisa gitu buat, gue duluan lah, kan gue yang rencanain." Ucap Bimo.Rencana membuat Ardella tertidur adalah perbuatan Bimo, saat berbincang-bincang di tempat pesta, mereka berdua sepakat memberi Ardella obat tidur, setelah itu ingin melakukan hal tidak senonoh pada Ardella."Siap gue baru lu." Riko yang tidak mau mengalah."Gk bisa, punya gue dah ngenceng ne, gk bisa tahan lagi." Ucap Bimo."Iss, punya gue juga." Ucap Riko."Gimana kalau kita main dua bg." Ucap Riko dengan senyum mes*m menjilat bibirnya.Riko berpikir. "Setuju, lu bagian atas, gue bagian bawah." Ucap Riko.Saat mereka berdua yang sedang asik berdebat siapa duluan, tiba-tiba badai datang.Brukk,,,pintu kamar motel melayang.Riko dan Bimo terkejut, mata mereka tercengang melihat para laki-laki gagah dan menyeramkan. Mereka adalah pengawal Anasya, para pengawal menutupi Anasya yang masih dibelakang.Anasya melangkah ked
Sebuah postingan di forum kampus. Foto Ardella ketika Bimo dan Riko membawa Ardella ke motel.Anasya dan Nina terkejut melihat postingan, mereka berdua juga tidak tahu siapa yang memposting foto Ardella. Ardella belum tahu tentang postingan dirinya di forum kampus mengajak Nina dan Anasya berangkat ke kampus."Ayo kita berangkat." Ucap Ardella penuh semangat pagi.Anasya dan Nina hanya melihat Ardella tanpa mengucapkan apapun.Tringgg,,,bunyi ponsel Ardella.Pesan yang masuk berasal dari komite kedisiplinan kampus, dipesan tertera menyuruh Ardella segera datang ke kampus."Dari siapa?" Tanya Anasya pada Ardella.Ardella mengatakan bahwa komite kedisiplinan kampus menyuruhnya segera ke kampus."Kita berangkat sekarang, takutnya telat." Ucap Ardella santai."Kalian duluan, nanti aku nyusul." Ucap Anasya pada Ardella dan Nina.Anasya yang melihat Ardella melangkah keluar kamar. "Nin, jaga Ardella." Bisik Anasya pada Nina."Kamu mau kemana." Tanya Nina pelan."Ada yang harus kurus sebenta
Robin merasa gelisah dan resah ditempat kerja karena memikirkan Ardella tidak pulang semalam dan berada ditempat Anasya membuat Robin tak bisa tidur, karena itu Robin berencana membawakan makan siang untuk Ardella dan ikut makan siang di kampus.Robin dengan semangat bekerja. "Kak, hari ini aku ingin makan siang lebih dulu." Ucap Robin pada Raka.Raka melihat wajah Robin serius. "Tumben, emangnya kamu mau kemana?" Tanya Raka."Ke kampus kak, ketemu Ardella sekalian mengantar makan siang." Ucap Robin senyum.Atas izin Raka Robin pulang terlebih dahulu, sebelum ke kampus Robin menyiapkan bekal makan siang untuk dibawanya ke kampus.Di tempat lain, Ardella dan kedua temannya itu sedang berbincang-bincang.Tringgg,,,. ponsel Anasya berbunyi, sebuah panggilan masuk dari Aoran.Kebetulan sekali Aoran belum pulang dan menunggu Anasya di gerbang kampus.Anasya yang mengangkat ponselnya. "Hallo kak." Ucap Anasya sambil berjalan bersama Ardella dan Nina."Dimana?" Tanya Aoran lewat seberang
"Ayo, kita bicara diluar." Ucap Robin mengajak Aoran keluar.Aoran mengikuti Robin beranjak keluar. Sesampainya diluar Robin langsung melayangkan tinjunya.Brukk,,, Aoran terjatuh ke lantai."Jangan dekati Ardella!" Ucap Robin meraih kembali tubuh Aoran.Mendengar ucapan Robin, Aoran merasa tidak senang dan menepis tangan Robin darinnya.Raut wajah Aoran berubah menjadi kesal. "Apa hakmu menyuruhku untuk menjauh darinya. Bukankah dia Dyra, kenapa kamu terus memanggilnya sebutan Ardella." Ucap Aoran dengan nada dingin.Robin dengan spontan. "Aku pacarnya, aku berhak melindungi Ardella dari laki-laki sepertimu." Ucap Robin memperingatkan Aoran."Pacar. Ckk jadi benar kalian saling menyukai,” decak Aoran kesal. "Aku dan Ardella sepasang kekasih, bahkan kami telah berjanji untuk bersama." Ucap Robin menjelaskan lebih dalam hubungannya dengan Ardella.Seketika itu ingatan Aoran kembali pada Ayu yang mengatakan bahwa Dyra mencintai Robin tapi karena ingin ke kota, Dyra sengaja mendekatinya
Keesokan harinya.Ayu kembali dari desa, dengan wajah berseri-seri Ayu ingin menyampaikan pada calon suaminya bahwa persiapan pernikahan di desa hampir selesai. Ayu masuk ke dalam rumah lalu menaiki anak tangga, dia membuka kamar Aoran, anehnya kamar masih gelap.Melihat ruangan kamar yang tampak suram, Ayu beranjak mendekat ke jendela, membukakan tirai kamar, cahaya masuk kedalam kamar Aoran menerangi seisi kamar membuat suasana kamar terlihat hidup. Ayu melihat Aoran masih tertidur lelap tidak tega membangunkannya, di ruangan itu banyak botol minum berserakan, Ayu membersihkan kamar lalu mengecup pipi Aoran.“Sebentar lagi kamu akan menjadi milikku,” ucap Ayu Mengelus pipi Aoran. Kemudian Ayu beranjak keluar menuju dapur, Ayu menyiapkan sarapan pagi.Aoran terbangun dari tidurnya, kepalanya terasa sakit, ingatan Aoran kembali mengingat kejadian kemarin, saat menyentuh kepalanya yang terasa sakit. Aoran beranjak dari tempat tidurnya, membersihkan diri dan berpakaian rapi. Langkah
Dua minggu kemudian.Ardella yang tengah disibukkan dengan tugas kuliah hampir lupa dengan kejadian pertemuannya dengan Aoran.Jadwal Nina dan Anasya yang tak sama dengan jadwalnya membuat Ardella harus sendirian tanpa kedua temannya itu. Kelas pagi telah selesai, Ardella yang tidak masuk kelas sore rencana mau langsung balik ke rumah. Berjalan menyusuri lorong-lorong ruangan dengan membawa buku di tangannya.Perut Ardella yang mulai keroncongan. "Mending makan siang dirumah aja." Ucap Ardella saat ingin makan di kantin kampus.Saat menginjakkan kakinya di taman kampus, Ardella melihat sosok yang seperti dikenalnya sedang berdiri.Bukannya itu kakaknya Anasya, ngapain dia disini, jangan-jangan mau bertingkah aneh lagi. Ah aku jalan terus atau belok nih. Ardella membatin.Masih melihat Aoran yang tampak sibuk dengan ponsel genggamnya, Ardella berbalik arah.Aoran yang melihat tingkah Ardella. "Heii." Hentak Aoran keras.Deg,,, Ardella yang terkejut berhenti mematung.Aduh bagaimana nih
Hari demi hari telah berlalu. Hari kemarin bukanlah hari kita lagi melainkan hari ini, setiap hari yang kita jalani selalu berbeda. Berjalannya waktu tidak terasa Ardella harus menjalani magang.Di perpustakaan.Ardella yang letih lesu menuju mendekat pada Anasya dan Nina yang sedang membaca jurnal."Aku ditolak lagi." Ucap Ardella lesu bertelengkup diatas meja."Serius. Ditolak lagi." Ucap Anasya."Ardella yang sabar ya." Ucap Nina. "Coba deh cari perusahaan yang lain." Menyemangati Ardella."Tapi kok bisa ya, lamaran kamu ditolak terus." Ucap Anasaya. "Aku dan Nina langsung diterima saat pertama kali mengajukan surat lamaran magang, kenapa kamu sampai sekarang masih ditolak, kalau dipikirkan kualifikasi kamu cukup mantap. Salahnya dimana." Ucap Anasya sambil berpikir."Gk tahu ne, kepalaku mumet, waktunya tinggal seminggu lagi." Ucap Ardella kembali.Ardella yang harus menjalani magang melamar ke setiap perusahaan, tapi dari semua lamarannya Ardella ditolak, bahkan tidak sampai se
Keesokan harinya.Robin yang telah menunggu Ardella diluar rumah. Ardella dengan pakaian rapi gaya ala kantoran datang menemui Robin."Rob, gimana penampilanku." Tanya Ardella.Bagaimanapun penampilan Ardella jelas saja Robin akan merasa Ardella cantik. "Cantik." Senyum Robin memuji."Sungguh." Ardella merasa percaya diri."Iya, apa gunanya berbohong." Ucap Robin kembali.Ardella tersenyum melihat Robin menatapnya. "Aku sayang Robin." Ucap Ardella.Robin terkejut dengan pujian yang dilemparkan oleh Ardella. "Aku lebih sayang kamu." Ucap Robin menyentuh pipi Ardella.Ardella dan Robin menjalani hubungan yang sederhana, menjadi sepasang kekasih bukan harus berarti kencan, membelikan hadiah mahal dan selalu mengucapkan kata-kata cinta. Bagi Robin menunjukkan cintanya untuk Ardella cukup dengan perhatian, menjaga dan menjadi teman baik yang selalu ada untuk Ardella.Chiuuuu,,,.Ardella telah sampai ditempat tujuan. Ardella mulai sedikit gugup dengan hari pertamanya kerja."Aku gugup bange
"Aoran."Aoran menyebutkan namanya sendiri. Mendengar Ardella memanggil namanya dengan langsung, Aoran sangat tidak suka.Ardella yang tengah terlentang di sofa dibawah tubuh Aoran yang kekar meronta-ronta, dia berusaha untuk terlepas dari genggaman Aoran.Ardella meronta hingga memukul dada bidang Aoran, tetap saja pukulan Ardella tidak membuat Aoran melepaskan dirinya. Semakin Ardella melawan semakin membuat Aoran bertambah agresif. Secepat kilat Aoran menggerakan mulutnya ke bibir Ardella.Dikejutkan dengan serangan Aoran, mata Ardella terbelalak lebar, mulutnya terbungkam oleh lidah Aoran. "Mum." Masih dalam keadaan berontak, Ardella mendorong Aoran.Aoran sama sekali tidak peduli dengan perlawanan Ardella, ciuman di bibir Aoran terasa kasar di mulut Ardella."Auh!" Seru Aoran menyentuh bibirnya. Ardella menggigit Aoran. Dengan tatapan acuh, Aoran kembali menyerang Ardella.Tidak hanya sampai disitu, satu persatu Aoran membuka kancing baju Ardella."Aoran! kau gila. Aku akan mel
Di tengah perjalanan menuju pulang. Aoran menyetir dengan cepat. Sepanjang jalan Aoran hanya memikirkan Ardella yang dibencinya.Ckitt.Tiba dirumah Aoran langsung melangkah masuk kedalam rumah."Kak Aoran." Panggil Anasya dari bawah tangga. Kebetulan Anasya yang belum tidur melihat Aoran melangkah dengan terburu-buru naik keatas lantai dua.Mendengar panggilan Anasya Aoran berbalik. "Kenapa belum tidur jam segini?" Aoran melirik jam tangannya."Aku terbangun karena haus kak." Anasya mendekat kearah Aoran. "Kak Aoran bau alkohol." Mencium bau alkohol, Anasya menutup hidungnya."Kembali lah tidur, kakak ingin istirahat juga," ucap Aoran tanpa melanjutkan pembicaraan lagi."Iya kak,” saut Anasya dengan lembut.Aoran masih dalam suasana hati marah, dia melemparkan dirinya ke atas tempat tidur. Dengan posisi tengkurap Aoran terbaring diatas kasur. "Ardella aku lelah, aku ingin berhenti. " Sangat melelahkan untuk membenci orang yang kita pernah cintai, seandainya bisa memilih Aoran lebih
Dengan memainkan gelas yang berisikan wine, Aoran melirik Ardella yang berdiri di depannya."Aku merasa bosan, berikan aku hiburan." Ucapnya meneguk minumannya."Hiburan. Siapa kamu yang mewajibkan aku menghiburmu. Sungguh menyebalkan. " Kata Ardella dalam hati."Maaf tuan, saya tidak bisa menghibur anda." Suara Ardella sungguh ramah dan manis didengar. "Kalau mau dihibur cari saja wanita seksi yang bisa menghiburmu." Gumamnya menyeret suaranya.Meski mendengar ucapan Ardella, tetap saja Aoran bersikeras mau dihibur. "Ayolah, kamu bisa menari, kalau tidak menyanyi untuk menghiburku." Saut Aoran meminta.Menari? aku tidak mau menari dihadapan cowok rese ini, sepertinya menyanyi lebih baik. Ardella membatin."Baiklah, aku akan menyanyi. Tapi kamu tidak boleh tertawa." Memastikan bahwa Aoran tidak akan tertawa. Bakat Ardella sangat terpancar jika menari, tapi menyanyi bisa dikatakan kurang memenuhi syarat."Ok." Senyum Aoran yakin.Ardella mengambil mikrofon yang ada di sudut meja, mikr
Flashback.Sebelum melihat dengan mata kepala sendiri, Aoran merasa tidak tenang, dia memastikan sendiri Ardella aman bekerja di bar."Apa ini barnya?" tanya Aoran pada Parto."Iya Bos," saut Parto yakin.Pupil mata Aoran mengerut ketika melihat ke arah bar. Alis matanya terangkat tajam menandakan hatinya dalam suasana suram.Parto yang berdiri di samping Aoran merasa merinding. Mungkin sebentar lagi akan ada kejadian buruk. Mengenal sifat Aoran dengan tempramental buruk, tanpa sadar dia menggelengkan kepalanya."Parto." Panggil Aoran dengan tatapan mematikan. "Apa maksudnya kamu menggelengkan kepala," tanya Aoran dengan suara bergetar."Aku yakin Bos, sebentar lagi akan ada kekacauan disini,” sautnya tanpa menyaring perkataannya. Parto tertawa menunjukkan giginya.Raut muka Aoran berubah menjadi mengkerut. "Berhentilah bercanda denganku, sebelum kurontokkan semua gigimu." Nada datar tapi bermakna dari suara berat Aoran."Maaf Bos." Secepatnya Parto merapatkan bibirnya.Pertama kali m
Pagi hari.Terdengar suara langkah ribut dari kejauhan.Srek.Edward naik ke atas kasur Ardella. Menatap tantenya masih tidur dia menggelengkan kepala."Tante bangun." Edward membangunkan Ardella, dengan tangan kecilnya di menggoyang-goyang tubuh Ardella yang masih tidur dibawah selimut.Akibat lembur dari semalaman kelopak mata Ardella masih berat, dia menarik tubuh Edward kepelukannya. "Sepuluh menit lagi. Tante masih mengantuk." Ardella masih memejamkan matanya dengan rapat.Edward membalas pelukan Ardella, dengan tenang dia menunggu tantenya untuk bangun. "Ok. Waktunya bangun." Ardella menendang selimutnya, ketika membuka matanya terbuka lebar dia melihat tatapan Edward yang sangat menggemaskan."Aduhh, keponakan tante yang satu ini." Ardella mencium pipi Edward dengan gemes. "Ayo, bangun,” ucap Ardella ketika masih melihat Edward berbaring dengan santai di atas kasurnya."Huh, beratnya. " Menggendong Edward di pangkuannya."Aku tidak suka tante pulang malam." Kata Edward menunj
Malam hari.Ketika tiba dirumah Ardella disambut oleh kakak iparnya. Dengan wajah tersenyum Lisa menghampiri Ardella. "Dek, suruhan Aoran datang lagi." "Apalagi yang diinginkan cowok bre*ngsek itu." Gumamnya pelan. Ardella mengitari tubuh Lisa."Ada apa dek?" tanya Lisa ketika melihat Ardella membalikkan tubuhnya."Untung kakak ipar baik-baik saja, aku hanya takut mereka melukai kakak ipar." Suara lega terdengar dari hembusan nafas Ardella.Teringat dengan amplop yang diberikan oleh Parto. "Orang itu juga menitipkan ini." Amplop yang masih berada diatas meja diserahkan pada Ardella.Tidak lama kemudian Lisa juga membahas masalah kontrak rumah yang ditawarkan oleh Parto. Penjelasan Lisa sangat panjang dan detail."Sungguh kak." Terkejut mendengar penjelasan kakak iparnya."Iya dek, bahkan surat kontraknya sudah dibuat." Lisa menunjukkan isi kontrak pada Ardella.Membaca isi surat kontrak sepertinya tidak ada masalah, Ardella juga memikirkan betapa rumitnya mereka harus berkemas dan
Mencari pekerjaan di kota metropolitan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Berjalan kesana kemari untuk mencari kerja tapi masih saja belum mendapatkan pekerjaan. Rasa frustasi sedikit tersirat di benak Ardella yang sedang mencari pekerjaan.Sudah beberapa kali Ardella menerima penolakan dari perusahaan lain. Kakinya begitu lelah dan sulit untuk berjalan, dia menghembuskan nafas dengan pelan. "Huh. Lelah sekali." Gumamnya.Karena merasa kakinya sedikit pegal, Ardella ingin beristirahat terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanannya. Ardella yang sedang berdiri dipinggir jalan melihat ke arah sekitarnya, melihat warung kecil di depannya dengan langkah kecil Ardella beranjak ke arah warung.Setibanya di warung Ardella duduk dengan meluruskan kakinya lebih condong ke depan. Melihat pemilik warung yang sedang berjualan Ardella merasa tidak enak hati hanya menumpang duduk, dia pun membeli beberapa cemilan kecil untuk dimakan.Sambil duduk Ardella melihat kembali sekelilingnya, di
Hari berikutnya.Semua kembali seperti semula. Menjalani kehidupan masing-masing. Pepatah mengatakan jika karena mengalami hal terpuruk membuat dirimu lebih kuat, maka bagi Ardella merasa semuanya tidak masalah, asalkan dia masih berada dekat dengan orang dia sayangi.Jika untuk sementara diriku kehilanganmu, maka aku akan terima dengan lapang dada. Tapi kumohon jangan pergi lebih lama lagi. Mungkin aku akan berubah lebih buruk dari ini. Aoran membiarkan Ardella bernafas untuk sejenak, dia tidak mengganggu Ardella untuk sementara waktu.***Pagi hari.Tak,, tak,,, tak. Suara langkah Aoran mengitari lapangan golf.Seperti biasa Aoran selalu melakukan olahraga kecil. Halaman taman di kediaman Aoran begitu luas, di sekitar pekarangan rumah terdapat lapangan golf seluas tiga ribu meter. Lapangan beralaskan rumput hijau dan beratapkan langit biru menjadi tempat santai bagi Aoran. Terkadang Aoran menghabiskan waktu bermain golf ketika waktunya senggang. Dipagi hari Aoran selalu memanjakan
Aoran sendiri tertegun dengan ucapan Ardella. Memperhatikan Ardella yang saat ini berdiri di hadapannya, Aoran masih merasa hatinya bergetar untuk Ardella. Tetapi sekarang dia berusaha menolak hatinya untuk menerima Ardella kembali.Disisi lain, Ardella merasa dirinya bagaikan sebuah bayangan untuk Aoran. Mungkin kah bayangan wanita itu menjadikan alasan semua perbuatan Aoran terhadapnya.Keduanya berbicara didalam hati masing-masing. Di Ruangan sunyi tanpa suara, detak jantung terdengar di telinga mereka sendiri. Aoran dan Ardella kini saling menatap, sesama melihat ke arah mata masing-masing. Keduanya hanya membentuk pola pikiran rumit."Jika saja aku wanita itu, maka sekarang aku akan melihatmu dengan rasa jijik,” ucap Ardella dingin. Dirinya masih dalam keadaan tidak terima Aoran menganggapnya sebagai wanita mainan."Mungkinkah kamu sendiri yang meninggalkan wanita itu, atau sebenarnya dari awal kamu memang tidak mencintainya,” ucap Ardella sembarangan menebak. Mungkin diantara m