Christian baru saja menerima hasil tes DNA antara calon istrinya dan ayahnya, Victor. Tangan Christian meremas erat laporan tersebut sambil menahan emosi yang meluap-luap. Air matanya tak tertahan, jatuh dan mengenai laporan itu. Hasil tes yang menyatakan positif—bahwa Moon adalah adik kandungnya, putri dari Victor—membuat hatinya seakan terhenti.
Dengan kedua tangan yang gemetar, Christian membaca ulang laporan tersebut, berharap ada kesalahan yang luput dari pandangannya. "Moon adalah adikku? Tidak, pasti ada kesalahannya," ucap Christian dengan suara serak, menahan kekacauan batin yang menyerang. Ia pun segera angkat kaki dari rumah sakit itu, langkahnya tergesa-gesa menuju mobilnya. Keputusasaan dan kemarahan menyelimuti hatinya, membuat perjalanan ke mansion Keluarga Kim terasa seperti badai yang menerjang tanpa henti.
Di mansion Keluarga Kim, Victor tengah menikmati teh panas di cuaca yang dingin, ditemani oleh Luwis yang setia berdiri di sampin
Moon yang sudah lelah dengan kebingungan dan ketidakjelasan mengenai asal usul dirinya. kini berdiri di hadapan Victor dengan mata yang berkilat penuh emosi.Sementara itu, Christian baru saja tiba. Dengan tangan yang menggenggam erat amplop berisi laporan DNA, ia melangkah memasuki rumah mewah itu. Dari kejauhan, ia bisa mendengar suara Moon yang penuh amarah dan keputusasaan. Emosinya memuncak, namun ia tetap berusaha menjaga ketenangannya.Ketika matanya akhirnya menangkap sosok Moon yang berdiri di hadapan Victor, dunia seolah berhenti sejenak. Christian menahan napas, perasaannya campur aduk antara marah, sedih, dan tidak percaya. Di hadapannya, wanita yang akan menjadi istrinya kini tengah berhadapan dengan pria yang mungkin adalah kunci dari semua misteri hidupnya.Moon melangkah lebih dekat, memaksa Victor untuk menatap matanya yang kini penuh dengan harapan dan luka. "Kenapa diam saja? Jawab aku!" teriaknya lagi, suaranya bergetar.
Christian menatap Victor dengan mata penuh amarah dan kebingungan. Rahasia yang baru saja terungkap membuat segalanya semakin kacau. Dia tidak pernah membayangkan bahwa Moon, wanita yang selama ini ia kontrol, ternyata adalah putri dari Victor."Aku melakukan kesalahan besar, Christian," Victor menghela napas berat. "Ibunya Moon adalah wanita yang seharusnya kujaga, tapi aku justru mengkhianatinya. Moon menjadi korban dari kesalahan yang kubuat bertahun-tahun lalu."Moon menangis terisak di sudut ruangan, perasaan malu dan kecewa bercampur aduk. Selama ini, dia mencari jawaban atas asal-usulnya, tetapi jawaban itu justru menjadi pukulan telak yang menghancurkan harapannya. Dia tidak hanya harus menerima kenyataan bahwa Victor adalah ayahnya, tetapi juga bahwa Victor menyerahkannya begitu saja ke panti asuhan tanpa penjelasan. Selain itu, pria yang dia cintai ternyata adalah kakak kandungnya."Christian, kau tidak bisa bersama Moon," kata Victor tegas, suar
Christian yang terpukul menginjak pedal gas dalam-dalam, melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi melewati beberapa kendaraan lain. Pria itu tidak peduli dengan bahaya yang mengintai, hanya ada satu hal yang memenuhi pikirannya—perasaan bersalah yang begitu menyesakkan. Kenyataan bahwa gadis yang selama ini dia cintai ternyata adalah adik kandungnya sendiri menghancurkannya.“Aku telah menodai adik sendiri dan menghancurkannya,” teriak Christian, suara frustasinya pecah di dalam mobil. “Andaikan aku tidak melakukannya. Maka dia tidak akan begitu terluka. Aku pantas mati.” Jeritan Christian menggema, sementara mobil mewah yang dikendarainya melaju liar, menyusul setiap kendaraan yang ada di depannya. Dia seolah tak peduli dengan nyawanya sendiri, seakan maut adalah satu-satunya jalan keluar dari rasa bersalah yang menghantui.Sementara itu, di sebuah taman yang sepi, Moon duduk terpuruk. Matanya kosong, memandangi cincin yang melingkar di
Christian menepis tangan wanita itu dengan kasar, membuatnya mundur dengan terkejut. Tatapan tajam Christian yang dingin dan penuh kebencian menghunjam wanita itu, membuatnya gemetar ketakutan. "Singkirkan tangan kotormu!" ucap Christian dengan suara dingin yang tajam, memotong udara seolah tak ada ampun. Wanita itu tak berani membantah, dan segera beranjak pergi, menjauh dari amukan Christian yang tidak terduga.Christian kemudian duduk kembali dengan gusar, meraih botol minuman di depannya. Dengan tangan gemetar, ia meneguk minuman itu hingga habis, satu demi satu, seolah berharap bisa menemukan ketenangan di dasar botol. Tapi rasa sesak di dadanya tak kunjung hilang, malah semakin menekan. Pandangannya mulai buram, tapi pikirannya tetap berkecamuk, terjebak di antara amarah dan penyesalan. "Bagaimana aku bisa berhadapan dengan Moon lagi," gumam Christian lirih, suaranya tenggelam dalam kebisingan malam dan denting gelas yang kosong.Sementara itu, di tempat lain, Vi
Moon mengemas pakaiannya ke dalam tas dengan tangan gemetar, raut wajahnya penuh kesedihan saat ia memandang sekeliling kamarnya yang kini terasa asing. Mata Moon tertuju pada setiap sudut, seolah ingin mengabadikan semua kenangan yang pernah ada di tempat itu. Namun, tatapan matanya terhenti pada cincin yang melingkar di jari manisnya—sebuah simbol harapan yang kini terasa hampa. Dengan perasaan yang berat, ia melepaskan cincin itu dan meletakkannya dengan hati-hati di meja samping tempat tidurnya, seakan berpisah dengan sebagian dari dirinya sendiri."Aku tidak tahu harus bagaimana berhadapan denganmu," gumam Moon dengan suara bergetar, seolah berbicara pada dirinya sendiri atau mungkin pada kenangan yang berusaha ia tinggalkan. "Aku mengira sudah menemukan hidupku. Tapi ternyata malah begini jadinya." Matanya terpejam sejenak, mencoba menahan air mata yang ingin jatuh, namun tak mampu menghalau perasaan pilu yang membebani dadanya.Dengan langkah yang pelan na
Jhon menemui Christian yang sedang duduk di kamar mewahnya. Meski ruangan itu tampak nyaman, suasananya terasa berat, seolah merasakan kehampaan yang ada di hati sang tuan muda. Christian menatap kosong ke arah jendela, matanya memandang tanpa benar-benar melihat apa yang ada di luar."Tuan muda, Nona Moon sudah pergi," ucap Jhon dengan nada hati-hati, seakan takut menambah beban di pikiran Christian.Christian memejamkan matanya, merasa berat menerima kenyataan kepergian gadis itu. Rasa sakit yang tak terlihat mulai merayap di hatinya. Dia menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri, tetapi tak sepenuhnya berhasil."Apakah dia memberitahumu, tujuannya?" tanya Christian dengan nada suara yang lelah, seolah setiap kata terasa sulit diucapkan."Tidak, Tuan. Nona juga tidak tahu harus ke mana," jawab Jhon, merasa simpati. "Yang pasti, dia tidak akan kembali lagi."Christian menghela napas berat. "Menemukan keluarganya seharusnya mengembirakan," uc
Calvin semakin kesal mendengar pembicaraan ayahnya. Matanya menyipit, dan wajahnya memerah karena amarah yang membara di dalam dadanya. Dengan tangan terkepal, ia menggertakkan giginya, mencoba meredam gejolak perasaan yang meledak-ledak di dalam dirinya. "Semua miliknya adalah milik Christian? Apakah aku salah dengar atau sedang bercanda? Aku adalah putra tua-nya, tapi dia malah ingin menyerahkan semua hartanya kepada anak itu," gumamnya, suaranya sarat dengan kekecewaan dan kebencian. Pikirannya terus berputar, mencari cara untuk membalikkan keadaan yang menurutnya tidak adil.Sementara itu, Christian baru saja keluar dari kamarnya. Langkah kakinya terasa berat, menunjukkan kelelahan yang tak hanya fisik tetapi juga mental. Tatapannya kosong, seperti sedang tersesat dalam pikirannya sendiri. Saat itulah ia disambut oleh Mike, yang sudah menunggu di luar dengan wajah serius."Tuan muda," sapa Mike dengan sopan, namun ada nada urgensi dalam suaranya.Chris
"Tuan muda, Tuan besar berharap Anda kembali ke perusahaan," ujar Luwis dengan nada datar, namun terkesan mendesak.Christian mendengus ringan, matanya tetap terpaku ke luar. Ia tampak bosan, seolah topik perusahaan keluarga sama sekali tak menarik baginya. "Aku bahkan malas menginjak kaki ke sana," jawabnya dengan nada dingin, tidak terganggu sedikit pun oleh kehadiran Luwis.Luwis melangkah sedikit maju, mencoba meyakinkan. "Tuan muda, perusahaan membutuhkanmu. Wakil Direktur akan bertindak sesuka hatinya ketika Anda tidak masuk kerja."Christian akhirnya berdiri, tubuh tingginya bergerak lambat namun penuh karisma. Ia berjalan ke meja, meraih segelas minuman yang tadi diletakkannya, lalu menyesapnya dengan santai. "Kenapa aku harus peduli? Perusahaan itu bukan milikku sama sekali," ucapnya dengan nada yang masih dingin, bahkan seolah malas membahasnya."Perusahaan itu akan menjadi milikmu, Tuan muda. Itu adalah niat Tuan besar. Wakil Direktur tid
Christian berdiri di tengah kamar dan menatap pakaian yang telah rapi tersusun di koper. Jhon dan Mike, dua orang yang telah setia bersamanya dalam segala suka dan duka, memandangnya dengan penuh haru. Udara sore yang sejuk menyusup lewat jendela, membawa keheningan yang berat di antara mereka.Mike melangkah maju, menatap majikannya dengan sorot mata penuh harapan. "Tuan, kami bisa ikut denganmu, dan memulai dari awal," suaranya serak, namun tegas.Christian menatap keduanya dengan senyuman lembut, seakan memberi mereka kekuatan. "Mike, Jhon, kalian sangat berbakat. Rajin dan tidak pernah mengeluh. Aku sudah melamarkan pekerjaan untuk kalian berdua di perusahaan besar. Kalian akan dihubungi setelah prosedurnya diurus. Bekerjalah dengan baik." Suaranya tenang, tapi penuh keyakinan. "Aku akan pergi bersama Moon. Kami memiliki terlalu banyak kenangan pahit di sini, jadi kami ingin melupakan semuanya.""Tuan, kami telah lama ikut denganmu, kami sudah biasa dengan ritme ini," Jhon mencob
"Aku tidak akan membiarkan kalian berhasil!" bentak Calvin dengan emosi yang memuncak. Matanya menyala penuh kemarahan, wajahnya memerah. Victor menatap Calvin dengan sorot mata tenang, namun penuh penyesalan. "Calvin," ucapnya dengan suara yang lebih rendah, hampir bergetar, "Papa bersalah padamu. Papa mengkhianati mamamu dan juga melukaimu. Tapi ini adalah kesalahan Papa," lanjutnya, mencoba menenangkan Calvin yang jelas tidak ingin mendengar.Calvin mendengus sinis, tidak bisa menahan tawa pahitnya. "Jangan mengatakan kalau Papa ingin menyerahkan semuanya pada dia?" suaranya bergetar, penuh kebencian dan kekecewaan. "Aku tidak sudi! Karena aku juga telah membantu mengembangkan bisnis kita. Aku pantas mendapatkannya!" sorot mata Calvin beralih pada Victor, menuntut jawaban yang adil. "Siapa pun di antara kalian," ucapnya dingin, "tidak ada yang bisa mengambil alih perusahaan ini." Christian menatap mereka berdua bergantian, membuat suasana semakin menegangkan. "Hari ini juga, aku
Victor merasa darahnya berdesir dingin, napasnya seakan tersangkut di tenggorokan saat menatap putrinya, Moon, yang berdiri di depannya dengan sorot mata tajam. Tubuhnya yang lelah seakan kehilangan kekuatan. Tidak pernah dia membayangkan hari di mana seluruh rahasia kelam yang selama ini ia simpan rapat-rapat akhirnya terungkap.Christian, dengan dingin dan penuh dendam, duduk santai di sofa. Tatapannya tajam seperti pisau yang siap menancap,"Aku adalah bayi yang kamu adopsi," suaranya terdengar menggelegar dalam keheningan ruangan. "Kedua orang tuaku tewas di tanganmu. Seluruh milik keluargaku juga kau rebut begitu saja. Sementara Moon adalah putri kandungmu yang kau lantarkan selama ini. Apa lagi yang ingin kau katakan?"Kata-kata Christian menusuk hati Victor seperti jarum tajam. Selama bertahun-tahun, dia hidup dalam ilusi bahwa apa yang dia lakukan adalah demi kekuasaan, demi keluarganya.Moon, yang dari tadi berdiri di sudut ruangan, mulai men
Calvin menatap Christian dengan mata yang menyala penuh emosi, berusaha menyangkal kebenaran yang baru saja diungkapkan. Sementara itu, Victor, yang duduk di samping Calvin, mulai merasakan jantungnya berdetak tak teratur. Keringat yang tadi hanya mengalir di dahinya kini membasahi tengkuknya.“Jangan bercanda! Keluarga Kim membesarkanmu selama ini. Apakah kau menggunakan cara ini untuk membalas kami?” tanya Calvin dengan nada yang lebih keras, mencoba menguasai percakapan meski suaranya terdengar sedikit goyah.Christian tersenyum sinis, langkahnya perlahan mendekati Calvin yang masih duduk di sofa. “Membesarkan aku? Apakah aku harus berterima kasih padamu? Membunuh kedua orang tuaku yang juga adalah sahabat dekatmu. Lalu mengambil alih perusahaan mereka tanpa rasa malu sedikitpun,” ujar Christian, nada suaranya semakin berbahaya dengan setiap kata yang keluar.Calvin terdiam sejenak, kata-kata Christian menghantamnya seperti palu besar
"Pa, apakah benar di dalam rekaman ini adalah Papa? Mana mungkin Papa tega pada sahabat sendiri," ujar Christian dengan senyum sinis.Victor tampak terkejut namun berusaha tetap tenang. Ia merapatkan jasnya seolah mencoba mengendalikan suasana hatinya. "Ini hanya rekaman rekayasa, tidak ada kejadian itu," jawabnya dengan suara berat, membela diri.Christian mendekat, "Benarkah? Kalau begitu, Papa cukup mengklarifikasi pada media untuk menyelamatkan perusahaan kita," kata Christian dengan nada menantang."Christian, semua ini tidak benar. Pasti ada yang ingin menjatuhkan kita," ujar Victor dengan tegas, matanya menyiratkan ketakutan yang samar.Sementara itu, Calvin, yang berdiri di sana memandangi Christian dengan penuh rasa ingin tahu dan cemas. "Bagaimana bisa rekaman itu terungkap? Dari mana asalnya, dan apakah brengsek ini tidak tahu apa-apa?" gumam Calvin dengan geram, berpikir keras.Seorang sekretaris tiba-tiba masuk tergesa-gesa, raut
Christian sengaja membuka ponselnya dengan gerakan lambat, matanya menelusuri layar dengan ekspresi tenang yang tampak dingin. Suasana di ruangan itu berubah hening ketika dia memutar video yang tengah viral. Wajah Victor dan beberapa orang lain yang hadir langsung mengarah pada Calvin, menunggu reaksinya. Di sudut ruangan, Calvin tampak terdiam, mencoba menahan kemarahan yang memuncak. Sorotan mata tajam Christian menancap pada layar ponselnya sebelum beralih ke Calvin."Calon direktur utama bercinta dengan beberapa wanita di satu malam, luar biasa sekali, kakakku," suara Christian memecah keheningan, nadanya penuh sarkasme dan sindiran halus. Dia memperlihatkan ponselnya kepada Calvin, dengan artikel-artikel yang mulai bermunculan di media sosial, menghancurkan reputasi Calvin.Calvin yang dikejutkan oleh berita tersebut langsung merogoh saku jasnya dengan tergesa, merasakan detak jantungnya semakin cepat. Dia membuka ponselnya dan dalam hitungan detik, layar menampi
Christian menyesap kopinya pelan, sambil memandang Reporter Frank dengan tajam. Kafe itu masih sepi, hanya terdengar alunan musik lembut yang mengisi suasana. Christian duduk dengan tenang, meski niatnya penuh ambisi."Pastikan rekaman ini tersebar luas, beserta fotonya. Aku ingin menjadikan berita ini di halaman utama," ujar Christian, nadanya tegas dan tak terbantahkan.Frank, reporter yang selalu haus akan cerita besar, mengangkat alisnya, matanya penuh harap. "Tuan Kim, apakah ini adalah berita besar?" tanyanya, sedikit ragu namun tak bisa menyembunyikan kegembiraannya.Christian menyeringai, memperlihatkan ketenangan yang mematikan. "Reporter Frank, tidak perlu bertanya hal lain, cukup lakukan saja sesuai perintahku. Jatuhkan orang yang di dalam rekaman ini akan membuatmu semakin terkenal," jawabnya dengan senyum tipis namun penuh ancaman.Frank tersenyum puas, merasa bahwa kesempatannya untuk naik ke puncak kariernya sudah di depan mata. "Baiklah, T
Christian membawa Moon kembali ke apartemennya, tempat yang dulu menjadi tinggal bersama.Ketika mereka tiba, suasana kamar terasa sunyi, seolah menyerap segala keletihan yang Moon rasakan setelah hari yang begitu berat. Tubuhnya masih gemetar, kedua pergelangan tangannya memar akibat ikatan yang terlalu kuat. Christian duduk di sampingnya, mengambil salep, dan dengan lembut mengoleskannya pada bekas luka di pergelangan tangan Moon.Sentuhannya hati-hati, seolah takut menyakiti gadis itu lebih dari yang sudah terjadi."Maaf," ucap Christian tiba-tiba, suaranya rendah dan penuh penyesalan. "Aku terlambat. Aku tidak melindungimu dengan baik."Moon mengangkat wajahnya, memandang Christian dengan lembut. Ada luka yang tak terucapkan di matanya, tapi bibirnya tetap tersenyum kecil."Bukankah kamu sudah menyelamatkan aku? Jangan merasa bersalah," jawabnya, mencoba meredakan beban yang tergambar jelas di wajah Christian.Christian terdiam
Moon ditarik keluar oleh dua anak buah Calvin dengan kasar, menyeretnya menuju mobil. Gadis itu berusaha sekuat tenaga meronta, mencoba melepaskan diri dari cengkeraman kuat mereka. Namun, semakin keras ia melawan, semakin erat genggaman mereka, membuat Moon merasa semakin tak berdaya.Di kejauhan, anggota Christian yang sudah tak sabar memutuskan untuk bertindak. Dengan tatapan dingin dan penuh perhitungan, ia menginjak pedal gas sekuat tenaga, melaju cepat ke arah mereka tanpa peduli."Awas!" Teriakan keras terdengar dari beberapa orang yang langsung berlarian ke samping, mencoba menyelamatkan diri dari bahaya yang semakin dekat.Dalam sekejap, mobil yang dikemudikan anggota Christian menghantam kendaraan di depan mereka dengan kekuatan brutal.Brak! Suara benturan keras menggema di udara. Mobil yang ditabrak mengalami kerusakan parah, bagian belakang penyok, dan kaca di beberapa sisi retak hebat. Supir di dalamnya tak sempat menghindar, kepalanya terbentur keras ke setir akibat ta