Halo malam 🤍 Terimakasih buat teman-teman yang masih setia membaca sampai bab ini, juga teman-teman yang sudah mendukung karya ini, serta memberi komentar positifnya. Semoga cerita cinta Rachel&Jo bisa menghibur 🤍 Salam sehat dan bahagia! Semoga rejeki kita terus berlimpah 🫶
“Jo? Jo-na-than!!” teriak Rachel, berjalan sembari meraba-raba dalam gelap.Meski lampu mati, namun pencahayaan ruangan sedikit terbantu dengan cahaya luar dari sisi jendela yang sedikit terbuka.“Gue di sini!” Suara Jonathan terdengar tak jauh dari posisi Rachel berdiri. Salah satu tangan Rachel mencengkeram erat tepian handuk di depan dada, sementara tangan yang lain meraba ke depan.Langkah Rachel semakin mendekat ke arahnya, Jonathan terdiam di tempat karena dia tahu kondisi Rachel yang hanya mengenakan handuk. Tak ingin kekasihnya itu menganggap dirinya mencari kesempatan dalam kesempitan.Namun saat tengah melangkah, kaki Rachel tersandung. Mengenai ujung meja dan membuat tubuhnya limbung ke depan. Sontak Jonathan menangkap tubuh Rachel yang masih terlihat samar di penglihatannya.“Hati-hati jalannya!” ucap Jonathan. Kondisi tubuh Rachel melekat di dadanya. Membuat jantung Jo berdetak lebih cepat. Posisi Jo setengah terduduk di sandaran lengan sofa, menahan tubuh Rachel dengan m
Jonathan berdecak kagum ketika sosok Rachel terlihat nyata di depan mata. Kedua wanita pegawai salon menggeser posisinya agar Rachel bisa terlihat. Kedua mata Jonathan tak berkedip, berkali-kali menelan saliva yang tercekat di tenggorokan. Wajah Rachel yang biasa memang sudah cantik, namun kali ini tampak berbeda. Rambut panjang yang biasa dikepang dua, kini terurai bebas melewati bahu dan lengannya yang terbuka. Wajah Rachel yang biasa polos tanpa riasan, kini terlihat lebih cantik dengan rona merah muda di pipinya juga bibirnya yang lebih berwarna. Pandangan Jonathan turun ke gaun yang dikenakan Rachel. Gaun hitam tanpa lengan yang begitu kontras dengan kulit Rachel yang putih. Membuat penampilan Rachel terlihat lebih dewasa dan sangat cantik. “Udah siap?” tanya Jonathan tak mengindahkan perkataan wanita pegawai salon. Fokusnya hanya tertuju pada Rachel seorang. Rachel mengangguk samar tanpa menoleh sedikit pun ke arah Jonathan. Setelah membereskan barang bawaannya, kedua
Setelah menghabiskan semua makanan, tentunya Jonathan yang lebih banyak makan dibanding Rachel yang memiliki perut kecil. Keduanya pun berdiri di sisi haluan kapal untuk menikmati pemandangan laut dengan jarak lebih dekat.Rachel berdiri menyilangkan kedua tangan di depan dada. Mengusap lengannya yang terbuka dengan telapak tangannya. Langit sudah gelap, bintang-bintang malam mulai terlihat. Jonathan menatap sekilas ke arah Rachel, wajahnya terlihat cantik. Tak bosan untuk dipandang. Angin malam berhembus mengibarkan rambut panjangnya ke arah belakang.Jonathan menggeser posisinya ke samping, memupus jarak di antara mereka. Hingga lengan kanannya menyentuh lengan kiri Rachel, membuat gadis itu berpaling menatap ke arahnya.“Dingin?” tanya Jonathan tanpa membalas tatapan Rachel. Mengarahkan pandangannya ke depan.“Sedikit dingin,” jawab Rachel singkat lalu kembali menatap ke depan.“Mau pulang sekarang? Atau masih mau di sini?” tanya Jonathan lagi, kali ini dia yang menatap ke samping
Karena kehabisan bensin, mobil pun akhirnya berhenti. Berkali-kali Jonathan berusaha menghidupkannya, namun selalu gagal. “Jo, gimana?” tanya Rachel dengan raut panik. Dia tahu apa yang tengah mereka alami, membuatnya diliputi rasa ketakutan. Bagaimana tidak, jika mereka kini berada di jalanan sepi yang hanya ada pepohonan sejauh mata memandang. Titik dimana mereka berhenti pun hanya ada lampu jalanan yang mati hidup. Membuat suasana terlihat mencekam. “Gue coba hubungi supirnya mami, untuk jemput kita,” ujar Jonathan seraya menggenggam tangan Rachel untuk menenangkan. Rachel mengangguk setuju, berharap segera mendapatkan pertolongan. Membalas genggaman Jonathan di tengah kekhawatirannya yang semakin membuncah. Berkali-kali Jonathan menghubungi maminya, namun tak kunjung mendapat jawaban. Bahkan pesan yang dia kirim pun tak dibalas. Namun dia tetap menunjukkan sikap tenang agar Rachel tak semakin khawatir. Memutar otaknya untuk mencari jalan keluar. Hingga dia memutuskan untuk me
Perasaan bahagia yang membuat mata Rachel tak kunjung terpejam, meski seharian ini sudah melakukan kegiatan yang cukup padat bersama Jonathan.Kini dia sudah berada di dalam kamar. Berbaring di ranjang, namun belum bisa tidur. Padahal hari sudah semakin larut.Berbaring dengan posisi telungkup, tangannya terulur di atas nakas di sisi ranjang. Jemarinya memainkan saklar lampu tidur. Mematikan dan menghidupkannya berulang kali.Pikirannya menerawang jauh ke sosok pemuda tampan yang sudah membuat hidupnya berubah. Jika dulu dia tak akan melewatkan waktu untuk membaca buku, kini niatan untuk membaca buku sudah mulai hilang.Melamun sembari memutar kembali momen terindah seharian ini bersama Jonathan, membuatnya lupa akan hobi membaca.Ting!Suara pesan masuk dari ponsel, membuat atensi Rachel teralihkan. Dengan segera Rachel mencari keberadaan ponsel di sisi ranjang dan melihat ke layar ponsel. Sebuah notifikasi pesan masuk dari operator seluler.Rachel menghela nafas singkat, berharap Jo
Tok.. Tok.. Tok.. Pintu kamar diketuk, tak lama terdengar namanya dipanggil. “Rachel, apa papa bisa masuk?” Ya, itu suara Jacob, ayahnya. Rachel segera menutup buku LKS, dan beranjak dari meja belajarnya untuk membukakan pintu. “Apa kamu sedang sibuk, nak? Ada satu hal yang ingin papa bicarakan, ini sangat penting,” ujar Jacob, setelah melihat wajah putri kesayangan muncul dari balik pintu. Wajah Rachel terlihat mengerut, membuat kacamata tebalnya sedikit melorot dari batang hidung. “Ada hal penting apa, pa?” tangan Rachel bergerak untuk membenarkan posisi kacamatanya. Meskipun Rachel masih bingung, namun dia tetap membuka lebar pintu kamar agar Jacob bisa masuk. Jacob mengulas senyum, tak menjawab pertanyaan putrinya namun dia tahu kabar ini mungkin akan mengejutkan putrinya. Jacob menuntun Rachel untuk duduk di tepi ranjang. Kamar Rachel terlihat sangat bersih dengan warna putih yang mendominasi. Rachel masih menunggu kata-kata yang keluar dari mulut Jacob. “In
“Rachel, gue pindah belakang. Lu baik-baik ya,” pamit Mila sembari menenteng tas, berlalu menuju bangku belakang. Digantikan Jonathan yang menempati bangku Mila, di sebelah Rachel. Meski niatnya ingin fokus pada buku di hadapannya, namun dengan kehadiran Jonathan, Rachel mendadak kehilangan fokus. Apalagi Jonathan sengaja mengetuk-ngetuk pulpen di atas meja. “Hay, bisa diam gak?” hardik Rachel, tentunya dengan berbisik. Dia tidak ingin ditegur pak Supri, namun tidak bisa mengabaikan tingkah Jonathan yang mengganggu konsentrasi. Bukannya berhenti, ucapan Rachel justru membuat Jonathan terpancing untuk berbuat lebih usil. Jonathan mengangkat satu kakinya dan diletakkan pada kaki yang lain, lalu mengayun-ayunkan kakinya hingga mengenai kaki Rachel. Hal itu memantik amarah Rachel yang sudah berada di ubun-ubun. Tangannya terkepal menahan amarah. Bibirnya sudah siap memaki pemuda tengil yang begitu mengganggu. Namun suara pak Supri membuyarkan niatnya. “Simpan buku LKS kalian
“Elo? Ngapain lo kesini?” ujar Jonathan yang tampak terkejut dengan kehadiran teman sekelasnya. Rachel terdiam tak menjawab, bukan karena dia tidak tahu jawaban atas pertanyaan Jonathan padanya, melainkan lidahnya terasa kelu untuk menjelaskan. Dengan cepat Rachel pun menduga jika Jonathan adalah cucu Anthoni yang dimaksud Jacob kemarin. Namun bukankah Jacob berkata jika cucu Anthoni adalah pemuda baik? Hal ini sungguh bertolak belakang dengan kenyataan yang dia tahu. Mungkin Jacob belum tahu bagaimana perilaku Jonathan selama di sekolah. Sang pembuat onar yang selalu mencari masalah. Andai Rachel tahu jika cucu Anthoni adalah Jonathan, maka Rachel tidak akan menyetujuinya. Sungguh Rachel ingin menarik kembali ucapannya, dia tidak ingin menerima perjodohan ini. Namun ketika akan membicarakannya pada Jacob, kehadiran seorang pria tua menarik atensi semua orang. “Selamat sore, maaf sudah membuat kalian menunggu,” sapa Lim, pengacara opa Anthoni. Lalu melangkah dan menyalami se
Perasaan bahagia yang membuat mata Rachel tak kunjung terpejam, meski seharian ini sudah melakukan kegiatan yang cukup padat bersama Jonathan.Kini dia sudah berada di dalam kamar. Berbaring di ranjang, namun belum bisa tidur. Padahal hari sudah semakin larut.Berbaring dengan posisi telungkup, tangannya terulur di atas nakas di sisi ranjang. Jemarinya memainkan saklar lampu tidur. Mematikan dan menghidupkannya berulang kali.Pikirannya menerawang jauh ke sosok pemuda tampan yang sudah membuat hidupnya berubah. Jika dulu dia tak akan melewatkan waktu untuk membaca buku, kini niatan untuk membaca buku sudah mulai hilang.Melamun sembari memutar kembali momen terindah seharian ini bersama Jonathan, membuatnya lupa akan hobi membaca.Ting!Suara pesan masuk dari ponsel, membuat atensi Rachel teralihkan. Dengan segera Rachel mencari keberadaan ponsel di sisi ranjang dan melihat ke layar ponsel. Sebuah notifikasi pesan masuk dari operator seluler.Rachel menghela nafas singkat, berharap Jo
Karena kehabisan bensin, mobil pun akhirnya berhenti. Berkali-kali Jonathan berusaha menghidupkannya, namun selalu gagal. “Jo, gimana?” tanya Rachel dengan raut panik. Dia tahu apa yang tengah mereka alami, membuatnya diliputi rasa ketakutan. Bagaimana tidak, jika mereka kini berada di jalanan sepi yang hanya ada pepohonan sejauh mata memandang. Titik dimana mereka berhenti pun hanya ada lampu jalanan yang mati hidup. Membuat suasana terlihat mencekam. “Gue coba hubungi supirnya mami, untuk jemput kita,” ujar Jonathan seraya menggenggam tangan Rachel untuk menenangkan. Rachel mengangguk setuju, berharap segera mendapatkan pertolongan. Membalas genggaman Jonathan di tengah kekhawatirannya yang semakin membuncah. Berkali-kali Jonathan menghubungi maminya, namun tak kunjung mendapat jawaban. Bahkan pesan yang dia kirim pun tak dibalas. Namun dia tetap menunjukkan sikap tenang agar Rachel tak semakin khawatir. Memutar otaknya untuk mencari jalan keluar. Hingga dia memutuskan untuk me
Setelah menghabiskan semua makanan, tentunya Jonathan yang lebih banyak makan dibanding Rachel yang memiliki perut kecil. Keduanya pun berdiri di sisi haluan kapal untuk menikmati pemandangan laut dengan jarak lebih dekat.Rachel berdiri menyilangkan kedua tangan di depan dada. Mengusap lengannya yang terbuka dengan telapak tangannya. Langit sudah gelap, bintang-bintang malam mulai terlihat. Jonathan menatap sekilas ke arah Rachel, wajahnya terlihat cantik. Tak bosan untuk dipandang. Angin malam berhembus mengibarkan rambut panjangnya ke arah belakang.Jonathan menggeser posisinya ke samping, memupus jarak di antara mereka. Hingga lengan kanannya menyentuh lengan kiri Rachel, membuat gadis itu berpaling menatap ke arahnya.“Dingin?” tanya Jonathan tanpa membalas tatapan Rachel. Mengarahkan pandangannya ke depan.“Sedikit dingin,” jawab Rachel singkat lalu kembali menatap ke depan.“Mau pulang sekarang? Atau masih mau di sini?” tanya Jonathan lagi, kali ini dia yang menatap ke samping
Jonathan berdecak kagum ketika sosok Rachel terlihat nyata di depan mata. Kedua wanita pegawai salon menggeser posisinya agar Rachel bisa terlihat. Kedua mata Jonathan tak berkedip, berkali-kali menelan saliva yang tercekat di tenggorokan. Wajah Rachel yang biasa memang sudah cantik, namun kali ini tampak berbeda. Rambut panjang yang biasa dikepang dua, kini terurai bebas melewati bahu dan lengannya yang terbuka. Wajah Rachel yang biasa polos tanpa riasan, kini terlihat lebih cantik dengan rona merah muda di pipinya juga bibirnya yang lebih berwarna. Pandangan Jonathan turun ke gaun yang dikenakan Rachel. Gaun hitam tanpa lengan yang begitu kontras dengan kulit Rachel yang putih. Membuat penampilan Rachel terlihat lebih dewasa dan sangat cantik. “Udah siap?” tanya Jonathan tak mengindahkan perkataan wanita pegawai salon. Fokusnya hanya tertuju pada Rachel seorang. Rachel mengangguk samar tanpa menoleh sedikit pun ke arah Jonathan. Setelah membereskan barang bawaannya, kedua
“Jo? Jo-na-than!!” teriak Rachel, berjalan sembari meraba-raba dalam gelap.Meski lampu mati, namun pencahayaan ruangan sedikit terbantu dengan cahaya luar dari sisi jendela yang sedikit terbuka.“Gue di sini!” Suara Jonathan terdengar tak jauh dari posisi Rachel berdiri. Salah satu tangan Rachel mencengkeram erat tepian handuk di depan dada, sementara tangan yang lain meraba ke depan.Langkah Rachel semakin mendekat ke arahnya, Jonathan terdiam di tempat karena dia tahu kondisi Rachel yang hanya mengenakan handuk. Tak ingin kekasihnya itu menganggap dirinya mencari kesempatan dalam kesempitan.Namun saat tengah melangkah, kaki Rachel tersandung. Mengenai ujung meja dan membuat tubuhnya limbung ke depan. Sontak Jonathan menangkap tubuh Rachel yang masih terlihat samar di penglihatannya.“Hati-hati jalannya!” ucap Jonathan. Kondisi tubuh Rachel melekat di dadanya. Membuat jantung Jo berdetak lebih cepat. Posisi Jo setengah terduduk di sandaran lengan sofa, menahan tubuh Rachel dengan m
Rachel membuka satu persatu kain yang melekat di tubuhnya dan meletakkannya di sisi wastafel. Lalu segera membasahi tubuh juga rambutnya di bawah guyuran air shower. Air dingin cukup membuat tubuhnya rileks. Setelah seharian melakukan aktivitas fisik, cukup membuatnya berkeringat. Semakin lama mengenal Jonathan, membuatnya semakin sering memikirkan sosok pemuda itu. Seperti halnya sekarang ini. Wajah sang Kapten Basket itu kembali terlintas dalam pikirannya. Terbayang olehnya wajah Jonathan dalam mode serius, juga senyuman magisnya yang mampu menggetarkan hati Rachel setiap kali membayangkan. Kini Rachel tengah berpikir tentang apa hadiah yang pantas dia berikan untuk Jonathan di hari ulang tahunnya sekarang. Baju? Sepatu? Atau yang lain? Belum pernah Rachel memberikan kado untuk seorang pemuda, dia pun merasa kebingungan. Kembali teringat akan kado yang diberikan oleh Aluna. Kira-kira apa isi kado Aluna untuk Jonathan? Apakah sesuatu yang disukai pemuda itu? Tentu sesuatu hal y
Setelah pelayan resto pergi, Jonathan meraih kelapa utuh di depannya, lalu segera meneguknya untuk menuntaskan dahaga. Sementara Rachel masih bergeming di posisinya. Ya, Rachel merasa bahagia. Rachel tak menampik perasaan itu. Namun dia kesulitan untuk mengutarakan semua. Jonathan adalah orang pertama yang membuatnya merasakan kebahagiaan dengan cara yang berbeda. Cinta. Mungkin itulah hal yang mendasari atas perasaannya saat ini. Sepertinya benih-benih cinta mulai bersemi di hati Rachel dan gadis itu baru menyadarinya. “Gak minum? Seger loh! Cobain!” ucap Jonathan mengalihkan atensi Rachel. Jonathan mengangkat kelapa utuh milik Rachel, lalu mendekatkan pipet bening ke depan bibir Rachel. Gadis itu menatap sekilas ke arah Jonathan sebelum akhirnya memasukkan ujung pipet ke dalam mulutnya. Air kelapa asli tanpa pemanis, membuat tenggorokan Rachel merasakan sensasi segar. “Kira-kira lu butuh ke salon gak?” tanya Jonathan sembari meletakkan kelapa ke tempat semula. “Ngapain ke
Rachel terkesiap, menatap balik Jonathan.“Aku?” ucapnya sembari mengarahkan jari telunjuk ke depan wajahnya.Jonathan mengubah posisinya berhadapan dengan Rachel. Meletakkan kedua tangannya di masing-masing lutut, dengan posisi setengah menunduk.“Ya, kamu. Siapa lagi? Memang masih ada orang lain selain kamu, hum?” ucap Jonathan sembari menatap lekat netra Rachel. Bibirnya mengulas senyum magis yang mampu membuat para wanita jatuh hati, termasuk Rachel. “Gombal, huh!” balas Rachel dengan bibir mengerucut. Jonathan justru semakin tertawa renyah. “Tapi kamu suka, kan? Mau diem di sini, atau naik ke atas? Lihat pemandangan dari atas lumayan bagus,” tanya Jonathan menawarkan pilihan. Tadinya tujuan mereka memang ke atas tebing, menikmati keindahan pantai dari atas. Namun jika Rachel lebih memilih bermain pasir di bawah, maka Jonathan akan menuruti.Sejenak Rachel berpikir, sebelum akhirnya menjawab, “Jo, boleh gak gue di sini dulu. Kalau lu mau ke atas aja duluan, nanti gue nyusul.”“O
Benar-benar tak tahu diri. Harusnya Aluna sadar, bukannya mengganggu. Huh!Saat Jonathan hendak menjawab, Rachel justru menahannya dengan cara melingkarkan tangannya di lengan Jonathan.Tak hanya Jonathan yang dibuat terkejut, akan sikap Rachel yang tak biasa. Sejak kapan Rachel jadi berani menyentuhnya? Bukankah kekasihnya ini selalu gengsi?Begitupun dengan mata Aluna yang semakin melebar. Tatapannya tertuju pada tangan Rachel dan lengan Jonathan.“Kamu kalau mau ikut, ikut aja lagi Lun. Kita bisa nonton bertiga,” jawab Rachel sembari tersenyum simpul.“Se-serius Rachel? Aku boleh ikut?”Rachel mengangguk lalu menjawab, “kamu bisa nonton horor, kan?”“Hum, bisa. Film genre apa saja aku bisa nonton,” jawab Aluna secepatnya tak ingin menyia-nyiakan kesempatan.“Beb, tapi ini kan hari spesial kita. Aku mau berdua..” bisik Jonathan pada Rachel. Dia tidak mengerti akan sikap kekasihnya itu yang justru mau menuruti keinginan Aluna. Bukankah Rachel tidak menyukai gadis itu?Rachel hanya me