Karena kehabisan bensin, mobil pun akhirnya berhenti. Berkali-kali Jonathan berusaha menghidupkannya, namun selalu gagal. “Jo, gimana?” tanya Rachel dengan raut panik. Dia tahu apa yang tengah mereka alami, membuatnya diliputi rasa ketakutan. Bagaimana tidak, jika mereka kini berada di jalanan sepi yang hanya ada pepohonan sejauh mata memandang. Titik dimana mereka berhenti pun hanya ada lampu jalanan yang mati hidup. Membuat suasana terlihat mencekam. “Gue coba hubungi supirnya mami, untuk jemput kita,” ujar Jonathan seraya menggenggam tangan Rachel untuk menenangkan. Rachel mengangguk setuju, berharap segera mendapatkan pertolongan. Membalas genggaman Jonathan di tengah kekhawatirannya yang semakin membuncah. Berkali-kali Jonathan menghubungi maminya, namun tak kunjung mendapat jawaban. Bahkan pesan yang dia kirim pun tak dibalas. Namun dia tetap menunjukkan sikap tenang agar Rachel tak semakin khawatir. Memutar otaknya untuk mencari jalan keluar. Hingga dia memutuskan untuk me
Perasaan bahagia yang membuat mata Rachel tak kunjung terpejam, meski seharian ini sudah melakukan kegiatan yang cukup padat bersama Jonathan. Kini dia sudah berada di dalam kamar. Berbaring di ranjang, namun belum bisa tidur. Padahal hari sudah semakin larut. Berbaring dengan posisi telungkup, tangannya terulur di atas nakas di sisi ranjang. Jemarinya memainkan saklar lampu tidur. Mematikan dan menghidupkannya berulang kali. Pikirannya menerawang jauh ke sosok pemuda tampan yang sudah membuat hidupnya berubah. Jika dulu dia tak akan melewatkan waktu untuk membaca buku, kini niatan untuk membaca buku sudah mulai hilang. Melamun sembari memutar kembali momen terindah seharian ini bersama Jonathan, membuatnya lupa akan hobi membaca. Ting! Suara pesan masuk dari ponsel, membuat atensi Rachel teralihkan. Dengan segera Rachel mencari keberadaan ponsel di sisi ranjang dan melihat ke layar ponsel. Sebuah notifikasi pesan masuk dari operator seluler. Rachel menghela nafas singkat, berha
Tangis Debora pecah, Natasya pun merasa iba melihatnya. Segera menghampiri Debora untuk memeluknya.“Tetap kuat dan yakin jika Jonathan pasti bisa melewatinya,” ucap Natasya sembari mengusap punggung Debora dengan lembut.Dia paham bagaimana perasaan seorang ibu yang rapuh ketika melihat anak semata wayangnya tengah berjuang hidup.“Maafkan aku, Nat! Sudah mengganggu dengan meneleponmu. Mas Nicho sedang di luar kota, kemungkinan esok hari nanti baru kembali. Aku bingung dan..”“Jangan minta maaf, bukankah kita keluarga? Jonathan sudah aku anggap seperti putraku sendiri, calon menantuku. Jadi kami pun harus ada di sini menemaninya,” pungkas Natasya seraya mengurai pelukannya.Debora memaksakan senyumnya yang terlihat kaku. Kata-kata calon besannya ini cukup menguatkannya. Tatapan Debora beralih pada gadis yang memakai piyama serta cardigan putih.Wajah calon istri Jonathan terlihat sembab, membuktikan bagaimana sedihnya hati Rachel saat ini. Debora melangkah mendekati Rachel yang tenga
Rachel bisa merasakan hembusan nafas Jo yang tertahan. Getaran hangat yang mulai mengisi relung hatinya. Jika biasanya dia akan berontak dan otomatis menjauh, namun sekarang sangatlah berbeda. Bahkan Rachel tak kuasa menolak perasaan cinta yang mulai menguasai hati dan pikirannya. Tanpa sadar, salah satu tangan Rachel terulur membelai lembut wajah Jonathan yang terlihat sedikit pucat. Arah matanya mengikuti pergerakan tangannya. Menelusuri dahi dan pelipis Jo yang terdapat beberapa goresan luka yang masih basah itu. Hingga sentuhannya turun ke permukaan lembut bibir Jonathan. Ibu jarinya bergerak perlahan, mengusap bibir merah muda yang terlihat kering itu. Bibir yang sudah pernah mencuri ciuman pertamanya. “Chel?” panggil Jonathan yang terdengar seperti sebuah bisikan. Rachel terkesiap, tersadar akan tindakan anehnya itu. Hendak bangkit dari posisinya, namun kembali tangan Jonathan menahan tengkuk belakangnya. Bola mata Rachel membulat sempurna, nafas Rachel tertahan. Ket
Setelah menjalani perawatan selama dua hari, Jonathan pun diperbolehkan untuk rawat jalan. Dengan melanjutkan fisioterapi yang nantinya akan dilakukan setiap dua kali seminggu.Jonathan kini berada di kamar yang sudah dua hari ini tidak ditempati. Luka-luka di wajah dan tubuhnya berangsur mengering. “Mi, cariin salep untuk ngilangin bekas luka dong! Biar ketampanan Jo balik lagi,” ucap Jonathan yang tengah berdiri di depan cermin.Debora yang tengah membuka gorden, sontak menoleh ke arah putranya.“Gampang itu, nanti mami carikan salep. Kalau mau nanti mami hubungi dokter spesialis untuk laser bekas lukamu,” jawab Debora seraya melangkah ke arah putranya.Jonathan tak menjawab, namun membalas ucapan maminya dengan tersenyum tipis.“Ya sudah, kamu istirahat dulu. Nanti telepon aja ke bawah kalau butuh sesuatu. Biar asisten yang membawakannya kemari,” ucap Debora sembari menepuk lembut bahu Jonathan. Lalu memutar tubuhnya, hendak keluar kamar.Namun sebelum langkahnya mencapai daun pin
Rachel menoleh ke sumber suara. Terlihat seorang pemuda berbadan tinggi yang menutupi tubuh juga kepalanya dengan jaket putih. “Kak Bara?” Mata Rachel membulat ketika mengenali pemuda yang tak lain adalah mantan kakak kelasnya dulu. Meski setengah wajah Bara tertutup masker, namun Rachel masih mengingat sorot mata dari pemuda itu. Bara tersenyum senang saat Rachel mengenalinya. Dia pun segera melepaskan penutup masker dari wajahnya. “Sudah selesai bayarnya?” tanya Bara ketika melihat kasir masih menunggu Rachel untuk memasukkan pin di mesin EDC. Segera Rachel kembali fokus melakukan transaksi pembayaran. Lalu meraih kantong belanjaan yang cukup berat itu. “Perlu gue bantu?” tanya Bara menawarkan bantuan. Padahal niatnya tadi hendak membeli minuman, namun urung dilakukan. Melihat wajah bening Rachel, tak mungkin Bara menyia-nyiakan kesempatan emas ini. “Gak perlu kak, aku..” Bara mengambil alih kantong belanjaan dari tangan Rachel. “Cewek secantik lu, jangan bawa yang berat-be
Perlahan Rachel memutar kepalanya ke belakang. “L-lu udah bangun? Tadinya gue mau nunggu di bawah,” jawab Rachel gugup. Jonathan beranjak dari posisinya, namun wajahnya tampak meringis. Mulutnya mendesis kesakitan. “Ssshhhh… duhhhh!” Rachel terkesiap, bergegas menghampiri Jonathan yang tampak kesakitan. “Masih sakit Jo? Pelan-pelan!” ucap Rachel sembari membantu Jonathan untuk duduk. Tangan kanannya melingkari pundak pemuda itu, sementara yang kiri menggenggam erat pergelangan tangan Jo yang tak tertutup gips. “Sakit banget, Chel! Shhhh…” balas Jonathan dengan wajah meringis. “Hati-hati! Lu duduk aja, biar gue bantu!” Rachel mengambil satu bantal dan meletakkannya di punggung Jo. Lalu membantu pemuda itu untuk duduk bersandar. “Thank you, udah mau datang ke sini. Lu udah makan?” tanya Jonathan dengan suara lembut. Wajahnya tampak berseri-seri. Padahal baru beberapa detik lalu terlihat kesakitan, namun sudah berubah dalam waktu cepat. “Udah. Tadi habis masak gue langsung makan
Bola mata Rachel melebar untuk beberapa saat. Otaknya menyuruh untuk menjauh, namun hatinya meminta untuk tak menjauh. Rachel memejamkan mata dan mulai menikmati kehangatan yang mulai menjalar di hatinya. Sebuah ciuman ringan, hanya pertemuan dua bibir namun begitu membekas dalam hati Jonathan. Baru kali ini dia tak melihat penolakan Rachel. Namun suara ketukan pintu mengalihkan atensi mereka. Secepatnya Rachel mendorong dada Jonathan menjauh. Nafasnya tampak terengah-engah, wajahnya merah padam. “M-mungkin mbak. Gue bukain pintu dulu,” ucap Rachel terbata, lalu segera beranjak melangkah ke arah pintu. Jonathan tersenyum penuh kemenangan. Menjilat bibir bawahnya, dimana rasa manis dengan aroma buah ceri tersisa di sana. Setelah menerima peralatan makan juga segelas air putih dari asisten yang mengantar, Rachel melangkah ke arah meja. Membuka satu persatu rantang, lalu memindahkan sebagian makanan ke atas piring. Debaran di dadanya tak kunjung berhenti, meskipun Rachel berusaha m
“Auwwwhh.. sakit, Bae!” ucap Jonathan dengan wajah meringis sembari menatap lengannya yang terdapat bekas gigitan Rachel.“Jangan ngomong yang enggak-enggak deh, Jo! Mana ada nenek bilang gitu?” elak Rachel seraya membuang pandangannya agar Jonathan tak melihat wajahnya yang sudah memerah itu.“Masak sih nenek gak bilang gitu? Apa gue salah denger ya?”‘Astaga, nenek! Kenapa sih pakai acara ngomong yang enggak-enggak?’ gerutu Rachel dalam hati.“Jangan mikir yang enggak-enggak deh. Buruan ganti baju!” perintah Rachel seraya mendorong punggung Jonathan menuju kamar mandi.Blam!Rachel sendiri yang menutup pintu kamar mandi. Mengalihkan perhatian Jonathan agar tak lagi membicarakan sesuatu yang bisa memancing hal yang mengancam ketenangannya.Selama Jonathan berada di kamar mandi, Rachel segera menyelesaikan rutinitasnya. Membersihkan wajah dan mengoleskan skincare di wajahnya. Lalu segera berbaring di atas ranjang dengan selimut yang menutup seluruh tubuhnya.Rasa was-was masih menggan
“Uhuukkk.. uhuukkk..!” Jonathan bergegas mengambil air mineral dan memberikannya pada Rachel. Merasa bersalah telah membuat istrinya itu tersedak karena kata-kata yang keluar dari mulutnya. Suara bel pintu terdengar menyentak perhatian Rachel dan Jonathan. Sontak keduanya pun menoleh ke arah pintu. “Ck, siapa sih?! Ganggu aja!” gerutu Jonathan sebelum akhirnya melangkah ke arah pintu. Membuka pintu untuk melihat siapa yang datang. Salah satu staf hotel membawakan koper milik Rachel. “Maaf mengganggu, tuan Jonathan. Kami hanya mengantarkan barang milik nona Rachel,” ucap staf hotel seraya menyerahkan koper itu. Setelah staf hotel pamit pergi, Jonathan segera menutup kembali pintu kamar. Menarik koper ke lemari penyimpanan. Lalu kembali melangkah menuju meja makan. Rachel beranjak dari kursi. Meskipun makanan di piringnya masih tersisa setengah, namun perutnya sudah terasa kenyang. “Mau kemana, Bae? Kok gak dihabisin makanannya?” tanya Jonathan dengan raut bingung. “Gue mau gant
Rachel melangkah mundur kala menyadari langkah Jonathan semakin mendekat. Namun baru beberapa langkah ke belakang, punggungnya sudah membentur dinding membuat langkahnya terhenti di tempat. Pengaruh alkohol itu sudah hilang sejak Rachel bangun tidur tadi. Jadi dalam keadaan sadar seperti ini, akal sehat Rachel kembali bekerja. Rachel menyilangkan kedua tangan di depan dada, sebagai isyarat agar Jonathan jangan mendekat. Namun sepertinya suaminya itu tak memahami maksudnya. Langkah Jonathan semakin mendekat, mengunci tubuh mungil istrinya di antara kedua tangannya yang diletakkan di sisi tubuh Rachel. Lagi dan lagi Rachel dibuat diam tak berkutik. Wajah tampan sang kapten basket yang telah berstatus menjadi suaminya, begitu membuat gadis cupu itu terpesona. Dalam jarak sedekat ini, Rachel bisa merasakan hembusan nafas Jonathan yang beraroma mint. Tatapan Jonathan yang begitu tajam namun ada kelembutan di dalamnya, membuat Rachel semakin hanyut dalam rasa nyaman. Bibir merah Jonath
“Mohon maaf tuan Jonathan, mengganggu waktu istirahat anda. Saya diminta nyonya Debora untuk membawakan sarapan ini,” ucap seorang wanita yang merupakan staf hotel. “Astaga mami! Ngapain sih pakai suruh orang buat bawa sarapan segala. Mengganggu aja!” gerutu Jonathan dengan suara kecil, namun masih bisa didengar oleh staf wanita yang masih berdiri di hadapannya dengan membawa nampan berisi sarapan. “Maaf tuan Jonathan, bolehkah saya masuk untuk menaruh makanan ini?” “Gak perlu, biar aku sendiri yang menaruhnya!” Jonathan meraih paksa nampan itu. “Sekarang pergilah!” perintah Jonathan lalu kembali masuk. Menutup pintu dengan kakinya. Meletakkan nampan di atas meja, kemudian melangkah menuju kamar. Berdiri di sisi ranjang dengan pandangan tertuju pada wanita yang masih tertidur lelap. Jonathan sedikit membungkukkan badan. Tangannya terulur memindahkan helaian rambut yang menutupi wajah cantik Rachel. Garis bibir Jonathan melengkung, membentuk sebuah senyuman. Pagi pertama yang menj
Jonathan kembali memagut bibir manis sang istri. Tangannya bergerak mengusap lembut dada Rachel sebelum memulai permainan inti. Rasa takut yang sempat bersarang di hati Rachel saat melihat milik Jonathan yang panjang dan keras itu, kini perlahan memudar. Desahan tertahan dari bibir Rachel, kembali terdengar. Mengiringi permainan yang akan Jonathan mulai, sesaat lagi. Jonathan mengusap lembut ujung miliknya sebelum mempertemukannya pada milik sang istri. Mata Rachel terpejam, bibirnya terus mengeluarkan suara yang semakin memancing hasrat sang suami. “Can I come in?” Suara Jonathan menyentak kesadaran Rachel. Perlahan mata lentik itu terbuka. Sorot mata Rachel terlihat sayu. Ada rasa ingin, penasaran, juga rasa takut yang bercampur aduk dalam hatinya. Namun sudah kepalang tanggung. Pengaruh alkohol masih menguasai tubuh Rachel dan keinginan Jonathan pun sudah tidak bisa ditahan lagi. Tanpa mendengar dahulu jawaban dari mulut sang istri, Jonathan memasukkan miliknya ke dalam liang
Posisi Rachel kini berada di atas tubuh Jonathan. Kedua kakinya diletakkan di kedua sisi pinggang Jonathan. Posisi yang sama seperti sedang naik kuda. Jonathan menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk menghindari ciuman Rachel. Karena dia tahu, jika istrinya itu sedang mabuk. “Astaga, Bae.. mphhhh..” Posisi Jonathan yang terjepit, membuatnya sulit untuk menghindar. Apalagi kedua tangan Rachel kini mencengkeram erat pipinya, hingga membuat Jo tak bisa menghindar lagi. Ciuman yang tak pernah Jonathan rasakan sebelumnya. Jika dalam keadaan sadar, istrinya itu sangatlah pasif. Beda halnya dalam keadaan mabuk, ciuman Rachel terasa begitu liar dan panas. Jo bisa merasakan lidah basah Rachel yang mulai membasahi permukaan bibirnya yang tertutup. Dengan mata terpejam, Jo berusaha mempertahankan diri agar tidak tergoda. Sungguh istrinya ini benar-benar menguji pertahanannya. Haruskah Jo meladeni Rachel dalam keadaannya yang setengah sadar? Jonathan tak ingin dianggap sengaja mema
Jonathan meraih cardlock dari dalam dompet. Membuka pintu kamar dengan perasaan campur aduk. Mengingat kondisi Rachel terakhir kali ditinggal dalam keadaan takut. Mana mungkin dia bisa melakukan keinginan papi untuk membuatkan cucu? “Bae, udah tidur?” Jonathan menutup kembali pintu. Ruangan masih dalam keadaan setengah redup, sama persis dengan yang terakhir kali dia lihat. Dia tak menyadari akan keberadaan Rachel di ruang tamu, hingga melewatinya menuju kamar tidur. Kondisi ranjang yang masih rapi, namun selimut terlihat sedikit berantakan. Jonathan tak menemukan keberadaan istrinya di dalam kamar. Menduga jika istrinya masih mandi atau mungkin melanjutkan acara berendam. Tetapi, bukankah ini sudah terlalu lama? Jonathan menghitung sudah sejam lebih dia meninggalkan Rachel. Mendadak rasa takut bersarang dalam pikiran Jonathan. Takut akan hal buruk terjadi pada istrinya ketika berada di kamar mandi. Bergegas Jonathan melangkah ke kamar mandi guna memastikan. Namun di sana, juga t
Kini tubuh sepasang pengantin baru saling melekat tanpa penghalang. Jonathan telah berhasil membuat Rachel tak berdaya dan tak menyadari jika dirinya kini sudah telanjang. Kesadaran Rachel kembali, ketika dia merasakan sesuatu yang keras menyundul pangkal paha bagian belakang. Perlahan mata lentik itu terbuka, pandangannya langsung tertuju pada wajah Jonathan yang tampak sedikit memerah. Ketika menyadari posisinya telah berubah, bahkan tangan lebar Jonathan mulai menangkup bagian sensitif di dadanya, Rachel pun menjadi panik. Segera meraih pergelangan tangan Jonathan dan berusaha menjauhkan dari tubuhnya. “Mphhhh…” Rachel berusaha berteriak, namun ciuman itu menahan suaranya. Pikiran Jonathan sudah dikuasai oleh hawa nafsu, membuat pemuda itu buta dan tuli akan reaksi sang istri yang mulai menolak. Saat dirasa kekuatannya tak akan mampu melawan tenaga Jonathan, Rachel pun menggigit lidah Jonathan. “Akhhhh..!” desis Jonathan seraya melepaskan pagutan bibirnya. Rasa ngilu pada lida
Kini posisi Jonathan duduk di belakang Rachel tanpa penghalang, membuat tubuh mereka saling bersentuhan. Mata Rachel semakin melebar kala tanpa sengaja Jonathan menyentuh bagian kenyal miliknya di depan dada. “Mpphhhh..” Rachel berusaha berteriak namun tangan lebar Jonathan menutup hampir setengah dari wajahnya. Sontak Rachel berusaha menepis tangan Jonathan dari dadanya. “Please, jangan banyak gerak Bae! Gue..” Ucapan Jonathan terhenti ketika mulai merasakan miliknya yang semakin mengeras. Keinginan Jo untuk menyentuh gadis yang sudah berstatus sebagai istrinya semakin kuat. Namun langkahnya terhalang oleh sikap Rachel yang terlihat jelas menolak. Seakan tak kehabisan akal, Rachel sekuat tenaga menggerakkan siku tangan kanannya ke belakang. Duagh!! Ujung siku Rachel yang runcing tepat mengenai perut Jonathan. Membuat pemuda itu meringis kesakitan dan akhirnya melepaskan tangannya dari mulut Rachel. Tak menyia-nyiakan waktu, Rachel pun berpindah posisi. Duduk di ujung bath-up,