"Mbak Maya, kami berharap Mbak akan bersedia menjadi bintang iklan produk perusahaan kami," bujuk manager pemasaran PT. Juwita Bintang Jaya melalui sambungan telepon antar negara.Kabar mengenai kesembuhan kaki mantan top model nomor 1 di Indonesia beberapa tahun lalu itu telah tersebar di infotainment. Ditambah lagi suaminya memang pengusaha pemilik jaringan mall dan hotel bintang 5 terkenal. Hanya saja bedanya Maya sekarang bukan lagi wanita single, dia harus minta persetujuan suaminya ditambah kondisinya yang sedang hamil besar.Maka wanita itu pun menjawab, "Maaf, Pak Yudi. Bukan saya ingin menolak, tetapi sebelum menerima tawaran perusahaan Bapak, saya perlu berdiskusi dengan suami saya terlebih dahulu.""Ohh—tentu saja, silakan didiskusikan terlebih dahulu dengan Pak Nanda. Saya tunggu kabar baiknya, Mbak Maya. Besok pagi akan saya hubungi kembali," ujar Pak Yudi Senja lalu mengakhiri panggilan teleponnya.Ini bukan hanya satu tawaran pekerjaan model yang datang kepada Maya mela
"Ndre, tolong kamu tenang dulu! Ini bukan akhir karir kamu di jagad hiburan tanah air kok—" Reyvan menemani Andre menenangkan diri di Cafe Luxury seberang jalan gedung agency lama Andre. Pria itu duduk di samping mamanya sembari menyeruput Iced Coffee Americano. Hatinya masih sangat membara karena merasa ditendang begitu saja oleh bosnya ketika pamornya meredup. "Siapa bilang ini akhir riwayatku, Mas Reyvan?! Kurang aja tuh si Brandon. FUCK!" rutuk Andre kasar."Wajar sih, soalnya KSE memang artisnya banyak dan rata-rata ngetop. Setoran mereka kenceng ke atasan, Ndre. Kebetulan kamu apes bener niat mau healing di Singapore malah leak hot video begitu. Terus rencanamu apa selanjutnya?" balas Reyvan dengan kalem. Dia masih menjadi manager Andre dan harus tahu keinginan anak asuhnya itu bagaimana ke depannya.Kemudian Andre pun menjawab, "Pindahin portofolio kerjaanku ke NSE aja, Mas. Aku banyak kenalan juga petinggi di sana, bagus kok. Cuma aku minta tolong ... cariin kerjaan biar nama
"Mas Nanda, apa kita akan pulang ke rumah mama papanya kamu dulu?" tanya Maya yang duduk bersebelahan di mobil jemputan yang dikendarai sopir pribadi Ananda di Jakarta.Ananda memeriksa jam tangannya dan menjawab, "Sepertinya mampir sebentar nggakpapa, May. Sebentar aku bilang ke sopir buat nganterin kita ke Senopati dulu." Kemudian dia memberi tahu tujuan perjalanan mereka yang diiyakan oleh sopir pribadi itu.Mereka berpisah dari Aji di Bandara Soekarno-Hatta tadi karena pemuda itu minta izin untuk menemui orang tuanya di rumah keluarga yang ada di Sumedang. Rencananya Aji ingin membicarakan lamaran untuk Marcella Wrigley di Singapura. Agak sensitif karena memang status wanita itu single, tetapi sudah janda bukan gadis.Maya dan Ananda memberi dukungan semangat agar Aji percaya diri mengutarakan keinginannya berkeluarga bersama Marcella. Kepribadian wanita blasteran Amerika-Melayu itu sangat baik, seharusnya akan menjadi istri yang cocok untuk mendampingi Aji.Setelah lama tinggal d
"Sudah malam, Nak Nanda. Kalian berdua menginap di sini saja ya?" ujar Pak Roy yang sedari tadi asik mengobrol dengan puteri dan menantunya di ruang keluarga. Ananda saling bertatapan dengan Maya untuk menanyakan keinginan istrinya. Kemudian Maya menganggukkan kepalanya seraya berkata, "Kami tidur di rumah ini saja, Pa. Apa kamar Maya perlu dirapikan atau nggak?""Sepertinya bersih kok, May. Coba ditengok aja dulu, kalau perlu bantuan mama kamu atau Virna, kamu bilang aja, oke?" sahut Pak Roy sambil bangkit berdiri dari sofa untuk mengambilkan kunci kamar Maya yang dulu di lemari bajunya.Ananda menyuruh sopirnya menurunkan kedua kopernya dan Maya ke teras lalu memintanya pulang ke kediaman Kusuma Mulia saja. Besok pagi pukul 08.00 WIB, sopir pribadinya itu harus ke mari lagi menjemput dia dan istrinya.Semenjak direnovasi memang kamar Maya hanya dikosongkan saja sekalipun ada perabotan lengkap di dalamnya. Dan Nyonya Melita masih rajin membersihkan kamar puterinya dengan harapan sua
"Ehh ... Maya 'kan?! Apa kabar?" seru Nyonya Astrid berpura-pura baru melihat Maya di meja makan food court yang bersebelahan dengan yang dia tempati.Sedikit jengah dan ragu dengan kehadiran pasangan ibu anak yang dulu pernah mencampakkan dirinya pasca kecelakaan tertabrak mobil dulu, tetapi Maya mencoba bersikap sopan dan menjawab, "Halo, Tante Astrid, Kak Andre. Kabar saya baik, Tante. Kebetulan ketemu di sini ya."Namun, suaminya melirik mengamati dua sosok yang tidak disukainya itu. Sok ramah sok dekat begitu, padahal dulu mereka jahat kepada Maya. Setelah waiter mengantarkan pesanan makanan mereka, Ananda memilih untuk tetap cuek dan menikmati makan siangnya tanpa menimbrung obrolan penuh basa-basi tersebut.Dia justru berkata kepada Maya, "Yuk dimakan dulu Shabu-shabu itu, Sayang. Nanti dingin 'kan nggak enak!""Tante, Kak Andre, aku makan dulu ya. Ohh—itu pesanannya juga sudah datang. Selamat makan ya semua!" ujar Maya seraya tersenyum melihat suaminya begitu perhatian mengamb
Ananda memang datang terlambat ke studio 5 Surya TV. Dia segera berlari-lari kecil menuju ke pintu masuk khusus untuk penonton di studio. Namun, setelah dia duduk di salah satu bangku yang kosong di deretan belakang. Ananda menangkap sosok Andre di sofa duduk bersebelahan dengan istrinya.Awalnya Ananda mencoba positif thinking sekalipun Maya tidak menceritakan sebelumnya perihal menjadi bintang tamu acara talkshow terpopuler itu bersama mantan kekasihnya. Bisa jadi Maya lupa atau memang tidak tahu, duganya. Dia mencoba mengikuti perbincangan di panggung yang ditayangkan secara live acaranya saat ini. Seluruh pemirsa Surya TV di penjuru tanah air pastinya sedang menonton acara Prime Time Night Show."Jadi perasaan Mas Andre ke Mbak Maya sekarang sudah move on dong pastinya?" pancing Alfi Rahmad sambil tertawa kecil melirik ke arah Andre.Dengan tenang Andre menatap balik Maya yang tentunya harus memerhatikan pihak yang sedang disorot oleh kamera TV. Dia berkata, "Masih susah move on l
Ketika Ananda sampai di rumahnya yang ada di Kebayoran Baru, beberapa polisi berseragam resmi dan juga berpakaian sipil tengah menunggunya di teras depan rumah. Awalnya dia tidak mengerti ada apa gerangan. Namun, dia bergegas turun dari mobilnya dan membantu Maya turun juga.Ananda menyapa mereka dan menerima uluran tangan salah satu petugas polisi itu untuk berjabat tangan. "Selamat malam, Pak Polisi. Ada keperluan apa ya?" ujarnya mengerutkan keningnya."Selamat malam. Apa benar Anda, Bapak Ananda Kusuma?" sahut Iptu Rohan Saputra sembari menyerahkan sepucuk surat berkop Kepolisian Indonesia kepada Ananda."Benar, Pak. Apa surat ini untuk saya?" Pria itu membaca tujuan penerimanya memang atas nama Ananda Kusuma. Namun, untuk apa pikirnya bingung."Kami ditugasi untuk menjemput Bapak Ananda Kusuma untuk menjalani pemeriksaan interogasi atas pemukulan artis Andre Cornelius Wijaya," terang Iptu Rohan Saputra menunggu respon dari tersangka.Kemudian Maya yang ikut mendengarkan percakapa
"Mas Reyvan, tolong dong ... saya juga butuh pekerjaan. Sudah 4 bulan ini saya vakum dari dunia entertainment!" ujar Andre mengiba di telepon kepada managernya.Sementara managernya juga sedikit kebingungan harus melakukan usaha apalagi. Semua stasiun TV semenjak Surya TV mendapat somasi dari Ananda Kusuma seolah anti untuk memberi Andre tawaran project acara apa pun. Hanya ada satu tawaran yaitu jalur underground dan kalau Andre mau menerimanya artinya Reyvan akan melepaskan jabatannya sebagai manager Andre."Ndre, begini saja ... aku ada ide sebenarnya sih—hanya saja kalau memang kamu kepepet sudah mentok lagi dipertimbangin ya. Itu juga dengan catatan aku sudah nggak bisa jadi manager kamu!" jawab Reyvan dengan berat hati mendesah lelah dan memijit pelipisnya yang nyeri sekalipun hari masih pagi begini."Apa tuh idenya, Mas?" sahut Andre penasaran kenapa seperti terkesan rahasia.Dengan volume pelan Reyvan berbicara di ponselnya, "Aku sempat dapat tawaran buat kamu yang intinya pih
Beberapa bulan kemudian sesuai janji Maya kepada Dokter Joyo Baskara, usai kelahiran anak kembar laki-laki dan perempuannya berselang masa nifasnya. Dia mengunjungi TPU Tanah Kusir bersama suaminya kali ini. Mereka hanya berdua saja dan ketiga anak mereka dititipkan di rumah kakek neneknya.Langit pagi itu biru cerah dengan gumpalan awan putih di angkasa. Musim kemarau baru berjalan tak lama di Indonesia waktu itu. Angin di taman pemakaman yang asri dan tenang itu bertiup sepoi-sepoi menerbangkan rambut panjang Maya yang tergerai. Suara serangga tongeret terdengar nyaring mengisi kesunyian tempat dimana ratusan jasad terkubur di bawah tanah berlapis rumput hijau yang terpangkas rapi.Ananda berjalan sembari menggenggam tangan kanan Maya dengan tangan satunya membawakan keranjang bunga mawar tabur untuk makam mendiang Andre dan mamanya.Dari kejauhan mereka dapat mengenali nisan putih bertuliskan nama sepasang ibu dan anak yang telah tiada tak lama berselang itu. Mereka berdua melangka
"Maafkan kami, Bu Maya. Kondisi fisik Nyonya Astrid semakin hari semakin melemah. Secara kejiwaan dan juga pikiran memang terapi psikologisnya berhasil membawa akal sehatnya kembali normal. Hanya saja—semangat hidupnya telah sirna, di situlah letak kesulitannya," terang Dokter Joyo Baskara yang merawat mama Andre selama berbulan-bulan terakhir ini.Maya pun menanggapi perkataan Dokter Joyo melalui sambungan telepon antar negara itu, "Baik, Dok. Kalau boleh saya tahu apakah Tante Astrid masih mau makan teratur setiap hari?""Masih, hanya terlalu sedikit. Dia juga lebih banyak tidur dibanding beraktivitas. Jarang berkomunikasi dengan orang lain yang ada di sekitarnya. Saya yang paling sering berbicara dengan beliau untuk menjalani konseling kejiwaan," ujar Dokter Joyo berusaha menjelaskan situasi sulit yang dihadapinya terkait pasien yang ditanganinya.Setelah berpikir sejenak, Maya pun bertanya, "Seandainya saya datang ke sana, apa beliau mau berbicara dengan tenang?""Nyonya Astrid me
Ketika Ananda sarapan pagi bersama Maya dan Bayu, di sekeliling meja makan juga ada Aji dan Marcella yang sudah dianggap seperti anggota keluarga kecil mereka."Ji, bikinin janji ke rumah sakit sepulang kerja nanti buat Maya ya. Kami mau periksa kehamilan," ujar Ananda santai sambil menikmati menu sarapan paginya.Mendengar perintah bosnya, Aji dan Marcella saling bertukar pandang kikuk. Mereka lalu diam-diam tersenyum satu sama lain. Aji pun menjawab, "Siap, Pak Nanda. Nanti saya buatkan janji ke dokter Obsgyn. Oya, kalau nanti kami nebeng berangkat ke rumah sakit apa boleh, Pak?"Kali ini Maya dan Ananda yang heran lalu Maya yang bereaksi terlebih dahulu, "Siapa yang sakit nih?""Cella juga mau periksa kehamilan sore ini, Bu Maya!" jawab Aji yang membuat seisi meja makan tertawa.Ananda pun menanggapi, "Kok bisa barengan nih jadinya. Padahal bikinnya nggak janjian 'kan?" Mendengar candaan suaminya, Maya mencubit pinggang pria itu hingga mengaduh-aduh. "Mas Nanda ini bisa-bisanya—"
"Hai, Hubby ... apa kamu capek?" sambut Marcella Wrigley saat bayi besarnya memeluknya erat-erat di balik pintu kamar tidur mereka sepulang kerja.Dengan manja Aji menyurukkan wajahnya di lekuk leher istrinya yang menguarkan aroma parfum feminin nan lembut. Dia menyesap kulit putih terang itu, tetapi Marcella membiarkannya begitu sekalipun akan membekas tanda kepemilikan berwarna merah tua nantinya yang tentu saja bertahan cukup lama."Baby Cella, Sayangku ...," gumam Aji sembari meraup tubuh istrinya menuju ke tempat tidur mereka.Wanita berambut pirang dengan sepasang mata biru itu melingkarkan kedua lengannya di leher Aji sambil menatap wajah pemuda berondong menggemaskan yang sedang menggendongnya. "Ji ... aku punya kabar mengejutkan untukmu," ujar Marcella hati-hati saat tubuhnya dibaringkan di atas ranjang. "Apa tuh, Cella?" sahut Aji santai seolah yakin dia tak akan terkejut mendengar pemberitahuan istrinya. Mereka sudah menikah berbulan-bulan dan kipernya telalu ahli menjaga
"Terdakwa penculikan putera dari CEO Grup Kusuma Mulia yaitu pasangan ibu dan anak Hartadinata telah menerima vonis bersalah dari pengadilan dan dijatuhi hukuman kurungan selama 5 tahun. Demikian laporan Desti Triana dan cameraman Rizky Setiadi dari depan ruang sidang. Kembali ke studio 5 Surya TV!" Berita siaran petang itu menjadi tayangan yang menyita perhatian Pak Alan dan Nyonya Belina. Mereka saling bertukar pandang prihatin. Kemudian Nyonya Belina berkata, "Kasihan sebenarnya, Pa. Sekeluarga kok bisa masuk bui semua. Mas Arifian juga masih 14 tahun penjara hukumannya."Pak Alan mendesah lelah, dia pun menanggapi, "Itu keluarga kacau balau, Ma. Kita telah salah mengenali di awal berteman dengan mereka. Tadinya konglomerat, sekarang malah sudah jatuh miskin masih harus tinggal di hotel prodeo. Malunya berlipat-lipat kalau dulu kita jadi berbesan sama mereka, tingkah mereka aneh-aneh begini!""Benar, Pa. Memang Mama dulu salah menilai, justru keluarganya Maya yang baik-baik saja m
Selang 24 jam pasca menghilangnya Bayu dari kediaman Kusuma Mulia. Pihak kepolisian dan juga Ananda Kusuma ditemani oleh sekretarisnya mendatangi Royal Heir Dharmawangsa apartment."TING TONG." Bunyi bel apartment milik Nyonya Shinta terdengar mengejutkan dia dan puterinya yang memang sengaja tidak keluar kemana pun dari apartment itu sejak kemarin malam."Ehh—siapa tuh, Ma?" tanya Deana cemas bertukar pandang dengan mamanya di sofa.Kemudian Nyonya Shinta berjalan ke pintu keluar unit apartmentnya dan mengintip siapa tamunya dari lubang intip. Ketika dia melihat petugas polisi berseragam, makin paniklah dia. "Dea ... Dea, ada polisi di depan!" serunya berlari menuju ke sofa.Namun, gedoran di pintu terdengar bersama suara amarah Ananda. "Buka pintunya atau perlu didobrak?!" teriaknya mengancam dari balik pintu. "Waduh Ma, gimana nih? Kok Mas Nanda tahu kita ada di sini?" Deana mencicit panik.Sementara Bayu yang tadinya diam mulai menjerit-jerit, "PAAPAA ... PAAAPAAA ...."Setelah m
Suara tangisan dan rengekan bayi terdengar memenuhi mobil Alphard putih yang tengah melaju di jalanan ibu kota yang padat oleh kendaraan bermotor petang itu. Sang sopir melirik curiga melalui spion tengah mobil yang dia kemudikan. 'Perasaan tadi nyonya besar dan nyonya muda berangkat nggak bawa bocah. Lha ini ... lantas anak siapa? Jangan-jangan mereka nyulik anak orang!' batin Pak Suryo gelisah sembari berjibaku dengan lalu lintas yang begitu ramai."Rewel banget sih nih bocah!" keluh Deana yang memangku putera Maya. Dia memang tidak suka anak kecil. "Sabar, Dea. Sebentar lagi juga sampai di apartment," bujuk Nyonya Shinta melirik puterinya dan Bayu yang menangis tak henti-hentinya. Memang mereka berdua tidak mengerti kalau bocah laki-laki itu kelaparan, tadi Suster Sisca pergi ke dapur untuk membuatkan susu untuk Bayu dan Nyonya Shinta membawa pergi bocah itu diam-diam.Mobil Alphard putih itu membelok ke apartment Royal Heir Dharmawangsa yang mewah. Pasca hotel milik keluarga Ha
Sore itu kediaman Keluarga Kusuma Mulia ramai dikunjungi oleh serombongan nyonya-nyonya sosialita. Ada arisan elite bulanan yang digelar di sana. Tempat acara bergengsi itu berpindah-pindah sesuai giliran dan kebetulan kali ini jatuh di rumah mama Ananda.Maya pun diundang bersama putera tunggalnya untuk diperkenalkan ke teman-teman arisan Nyonya Belina. Sekalipun Maya sebenarnya tidak terbiasa mengikuti acara semacam itu, mau tak mau demi menghormati mama suaminya dia pun hadir."Jeng-jeng, kenalkan ini Maya Angelita, menantu saya. Mungkin sebagian sudah kenal ya karena dia ini penulis dongeng anak terkenal lho, nggak cuma di Indonesia ... sampai luar negeri juga bukunya dijual. Dan yang ini cucu saya, namanya Bayu. Lucu ya?!" tutur Nyonya Belina berdiri bersama Maya dan Bayu yang digendong mamanya di hadapan teman-teman arisan yang tajir melintir itu.Apa pun yang bisa disombongkan harus ditonjolkan, itulah prinsip anggota arisan elite yang diikuti Nyonya Belina. Para wanita itu pun
Pagi dengan gerimis rintik-rintik sisa hujan besar semalam masih mengguyur kota Jakarta. Wanita cantik dengan gaun hitam selutut itu menguatkan tekadnya untuk mengunjungi TPU Tanah Kusir, tempat dimana mendiang Andre dimakamkan. Mungkin sedikit terlambat, tetapi dia memang baru mengetahui berita duka cita itu belakangan.Payung hitam yang dia bawa untuk menaungi tubuhnya meneteskan air di ujung-ujung rusuk benda itu. Angin dingin yang menerpanya serasa menusuk tulang, pipinya basah oleh air mata yang mengalir di balik kaca mata hitam yang menutupi sebagian wajahnya.Selangkah demi selangkah Maya menuju ke sebuah gundukan tanah merah yang masih baru dibuat. Ada sebentuk nisan yang tertancap bertuliskan nama familiar seorang pemuda yang pernah begitu berarti dalam hidupnya.Keranjang bunga mawar tabur terayun pelan di tangan kanannya. Semakin dekat ia melangkah, dadanya terasa semakin sesak. Maya mungkin telah memiliki cinta baru yang indah bersama Ananda. Namun, kenangan manis masa pac