Di ruang tunggu kantor Management Artist, Andre dan rekan-rekan sesama artis yang satu agency dengannya sedang menonton siaran infotainment yang meliput press conference rencana pernikahan CEO Grup Kusuma Mulia dengan mantan top model Maya Angelita. "Ndre, tuh mantan loe putus dari eloe malah mau nikah sama pengusaha super tajir. Nggak nyesel loe?!" ejek Andy Lukman, rekan sesama aktor layar lebar yang sering bermain dalam film satu judul bersama Andre."Rese loe, Ndy!" tukas Andre dengan wajah masam menanggapi komentar Andy.Rico Wijaya yang juga sering bermain film sebagai lawan main Andre pun menimpali, "Itu 'kan ibaratnya buang kerikil dapet berlian. Hahaha.""Ahh—sialan loe pada!" maki Andre lalu beranjak dari sofa meninggalkan rekan-rekannya yang membully dirinya. Dia melangkahkan kakinya keluar dari ruang tunggu artis menuju ke taman belakang kantor sembari menyulut sebatang rokok. Dia mengisap rokok itu dalam-dalam untuk meredakan amarahnya.Keputusannya meninggalkan Maya dul
"Dokter Armand, pasien kecelakaan tabrakan mobil dengan pembatas jalan tol siap dioperasi di ruang OK 1!" seru Suster Eveline seraya menyerahkan map berisi data kondisi pasien.Dengan sigap dokter bedah berusia 37 tahun itu membaca berkas dalam map itu seraya berkata, "Apa keluarga pasien Andre Cornelius Wijaya sudah tiba di rumah sakit? Pastikan nanti mereka diminta menanda tangani surat persetujuan operasi, kondisi pasien kritis dengan perdarahan hebat di daerah leher dan patah tulang lengan kanan. Ini harus dioperasi secepatnya!""Baik, Dok. Untuk pasien Sherrin Arthasena, siapa yang akan menanganinya?" tanya Suster Eveline."Apa berkas data pasien ada? Coba saya baca!" sahut Dokter Armand Rinjani sambil berjalan menuju ke ruang OK 1.Setelah dia membaca data kondisi pasien, dokter itu berkata, "Kalau lihat kondisinya, ini mungkin yang terpenting distabilkan dulu saja. Kalau pun ada operasi akan lebih ke operasi rekonstruksi wajah yang sifatnya kosmetik, tak ada yang tampak berbaha
"Semenjak berita mengenai kecelakaan aktor ganteng Andre Cornelius Wijaya ini diliput, kabar yang didapat dari rumah sakit tempat dia dirawat menyatakan Andre telah berhasil melewati maaa kritisnya. Operasi penjahitan luka robek lebar di leher dan juga fraktur lengan kanan telah berhasil dilalui. Sayang sekali aturan ketat Rumah Sakit Medika Husada tidak mengizinkan kami mengambil gambar di dalam rumah sakit. Demikian berita dari halaman depan Rumah Sakit Medika Husada. Kembali ke Studio 1 Surya TV!"Tayangan berita infotainment dari Surya TV yang sedang ditonton oleh Maya di kamar hotel tempat tinggalnya sementara barusan membuat gadis itu terdiam. Dia teringat akan kecelakaannya sendiri tahun lalu. Kali ini Andre-lah yang mengalami kecelakaan naas itu bersama tunangannya, Sherrin.Ananda yang menemaninya seusai acara press conference siang tadi pun mengerti apa yang sedang Maya pikirkan, ia lalu berkata, "May, apa kamu ingin menjenguk Andre di rumah sakit?"Mendengar pertanyaan calo
"Gimana kondisi Kak Andre? Aku tahu dari berita di TV tentang kecelakaan di jalan tol kemarin," ujar Maya seraya menaruh keranjang buah segar di nakas samping ranjang pasien.Tatapan mata Andre kabur oleh selapis air yang menggenangi bola matanya. Mantan kekasihnya itu selalu membawa kedamaian bagi hatinya. Dia menghela napas untuk menepis rasa haru akibat terbawa perasaan. Dulu dia justru tidak menjenguk Maya berminggu-minggu pasca tabrakan mobil yang membuat gadis itu lumpuh."Kondisiku nggak baik-baik saja, May. Di balik penyangga kepala ini, leherku dijahit karena robek lebar dan lengan kananku masih mati rasa. Sepertinya aku harus off sejenak dari dunia entertainment," jawab Andre apa adanya. Dia sekilas melirik ke wajah Ananda yang berdiri di sisi Maya.Namun, tidak nampak tanda-tanda kecemburuan di raut wajah calon suami Maya itu. Dia agak heran, padahal 'kan calon istrinya menjenguk mantan tunangannya dulu. Dia lalu berkata lagi, "Oya, selamat ya buat rencana pernikahanmu, May
"Sherrin ... apa kabar?" sapa Maya saat mendekati ranjang tempat Sherrin berbaring dengan mata yang terbebat kain kasa.Gadis itu menoleh ke kanan kiri mencari sumber suara dan bertanya, "Maya?"Tangan Maya meraih tangan Sherrin yang terletak di pahanya. "Iya, Sher. Ini Maya. Semoga kamu lekas sembuh ya," jawabnya.Sayang sekali sifat buruk gadis itu sudah mendarah daging. Dia bukannya menghargai Maya yang mau menjenguknya, alih-alih mengibaskan tangannya dari genggaman Maya. "Apaan loe?! Nggak usah sok baik sama gueh—ohh ... gueh ngerti, pasti loe mau dateng buat godain Mas Andre lagi 'kan mumpung gueh lagi sakit begini!" hardiknya judes.Ananda yang mendampingi Maya sampai terperangah melihat betapa kekasihnya dituduh yang tidak-tidak. 'Ini emang nggak si Andre nggak si Sherrin sama-sama toksik deh ... parah!' batin Ananda dengan kesal. Dia pun merangkul bahu Maya untuk menenangkannya. "May, kurasa lebih baik kita pulang saja karena nggak ada yang butuh kehadiranmu di sini!" ujar An
"Pa, gimana penampilan Mama? Sudah kelihatan glamor 'kan?" tanya Nyonya Shinta yang sedang mematut-matutkan gaun dan perhiasannya di depan cermin panjang kamarnya.Pak Arifian pun mendekati istrinya lalu memeluk pinggang ramping itu dari belakang. "Mama pokoknya cantik banget deh malam ini, nanti sepulang makan malam kita smack down di kasur ya?" godanya seakan dirinya masih muda saja."Wah ... babak belur dong ntar Mama, Pa!" sahut Nyonya Shinta seraya terkikik geli menanggapi candaan iseng suaminya."Nggak babak belur, tapi lemes iya, Ma. Hahaha," ujar Pak Arifian lalu ia pun mengajak istrinya untuk keluar kamar untuk berangkat ke Hotel Golden Lotus. Malam ini sekali lagi Deana Hartadinata akan dicarikan jodoh yang berasal dari keluarga konglomerat. Gadis itu didandani oleh make up artist terkenal di ibu kota hingga benar-benar tampil memesona. Balutan maxi body fit dress warna gold dari rumah mode Versace menyempurnakan tubuhnya dengan aura keanggunan nan mahal."Wow, kamu cantik
12 jam sebelumnya."TOK TOK TOK." Suara ketokan jamak di pintu depan sebuah rumah yang ada di dalam kampung Condet itu terdengar dari dalam."Tok, kamu bukain tuh pintunya ada tamu," suruh Abdul yang masih berbaring di kasur kapuk yang ada di lantai kamarnya. Dia malas bangun karena hari masih pukul 07.00, siapa pula yang mengganggu dengan bertandang ke rumahnya. Padahal dia seorang pengangguran.Dengan malas-malasan Anto pun mengalah untuk bangun dari tidurnya dan melangkah menuju pintu depan. Dia memutar anak kunci lalu membukakan pintu untuk tamunya. Namun, wajahnya sontak memucat saat melihat beberapa pria berseragam polisi di hadapannya."Maaf, cari siapa ya, Pak?" sapa Anto pura-pura santai padahal jantungnya berdegub kencang.Dengan sikap tegas sopan, Ipda Purnomo menjawab, "Kami ingin mencari Saudara Abdul Sukirman, pemilik rumah ini. Apa beliau ada?""Ohh—sebentar ya, teman saya itu masih tidur!" Anto bergegas masuk ke arah kamar Abdul untuk memanggilnya. Dia panik karena mer
"TING TONG." Bel pintu kamar Maya terdengar dari dalam kamar hotel tempat gadis itu tinggal selama seminggu terakhir ini. Di atas kursi rodanya, Maya mendekati pintu kamar lalu membukakannya. Dia tersenyum ketika mengetahui bahwa tamunya adalah Ananda."Selamat pagi, Cantik. Apa sudah siap untuk sarapan?" sapa Ananda seraya mengecup kening Maya. Dia lalu melihat di kamar itu ada Nyonya Melita juga masih mengenakan daster, mungkin karena tadi membantu Maya mandi pagi, duganya. "Pagi, Bu Melita!" serunya dari ambang pintu kamar."Pagi juga, Nak Nanda. Sudah kalian turun ke resto duluan saja. Nggak usah nunggu saya sama papanya Maya," ujar Nyonya Melita pengertian.Ananda memang menyukai calon mertuanya yang jarang sekali bertingkah merepotkan. Sekalipun keluarga Maya berasal dari kalangan menengah yang biasa sekali, bukannya keluarga konglomerat. Akan tetapi, mereka justru menyenangkan dan tak pernah berpura-pura demi menjaga gengsi."Oke, kalau begitu kami berangkat ya, Bu!" pamit Ana
Beberapa bulan kemudian sesuai janji Maya kepada Dokter Joyo Baskara, usai kelahiran anak kembar laki-laki dan perempuannya berselang masa nifasnya. Dia mengunjungi TPU Tanah Kusir bersama suaminya kali ini. Mereka hanya berdua saja dan ketiga anak mereka dititipkan di rumah kakek neneknya.Langit pagi itu biru cerah dengan gumpalan awan putih di angkasa. Musim kemarau baru berjalan tak lama di Indonesia waktu itu. Angin di taman pemakaman yang asri dan tenang itu bertiup sepoi-sepoi menerbangkan rambut panjang Maya yang tergerai. Suara serangga tongeret terdengar nyaring mengisi kesunyian tempat dimana ratusan jasad terkubur di bawah tanah berlapis rumput hijau yang terpangkas rapi.Ananda berjalan sembari menggenggam tangan kanan Maya dengan tangan satunya membawakan keranjang bunga mawar tabur untuk makam mendiang Andre dan mamanya.Dari kejauhan mereka dapat mengenali nisan putih bertuliskan nama sepasang ibu dan anak yang telah tiada tak lama berselang itu. Mereka berdua melangka
"Maafkan kami, Bu Maya. Kondisi fisik Nyonya Astrid semakin hari semakin melemah. Secara kejiwaan dan juga pikiran memang terapi psikologisnya berhasil membawa akal sehatnya kembali normal. Hanya saja—semangat hidupnya telah sirna, di situlah letak kesulitannya," terang Dokter Joyo Baskara yang merawat mama Andre selama berbulan-bulan terakhir ini.Maya pun menanggapi perkataan Dokter Joyo melalui sambungan telepon antar negara itu, "Baik, Dok. Kalau boleh saya tahu apakah Tante Astrid masih mau makan teratur setiap hari?""Masih, hanya terlalu sedikit. Dia juga lebih banyak tidur dibanding beraktivitas. Jarang berkomunikasi dengan orang lain yang ada di sekitarnya. Saya yang paling sering berbicara dengan beliau untuk menjalani konseling kejiwaan," ujar Dokter Joyo berusaha menjelaskan situasi sulit yang dihadapinya terkait pasien yang ditanganinya.Setelah berpikir sejenak, Maya pun bertanya, "Seandainya saya datang ke sana, apa beliau mau berbicara dengan tenang?""Nyonya Astrid me
Ketika Ananda sarapan pagi bersama Maya dan Bayu, di sekeliling meja makan juga ada Aji dan Marcella yang sudah dianggap seperti anggota keluarga kecil mereka."Ji, bikinin janji ke rumah sakit sepulang kerja nanti buat Maya ya. Kami mau periksa kehamilan," ujar Ananda santai sambil menikmati menu sarapan paginya.Mendengar perintah bosnya, Aji dan Marcella saling bertukar pandang kikuk. Mereka lalu diam-diam tersenyum satu sama lain. Aji pun menjawab, "Siap, Pak Nanda. Nanti saya buatkan janji ke dokter Obsgyn. Oya, kalau nanti kami nebeng berangkat ke rumah sakit apa boleh, Pak?"Kali ini Maya dan Ananda yang heran lalu Maya yang bereaksi terlebih dahulu, "Siapa yang sakit nih?""Cella juga mau periksa kehamilan sore ini, Bu Maya!" jawab Aji yang membuat seisi meja makan tertawa.Ananda pun menanggapi, "Kok bisa barengan nih jadinya. Padahal bikinnya nggak janjian 'kan?" Mendengar candaan suaminya, Maya mencubit pinggang pria itu hingga mengaduh-aduh. "Mas Nanda ini bisa-bisanya—"
"Hai, Hubby ... apa kamu capek?" sambut Marcella Wrigley saat bayi besarnya memeluknya erat-erat di balik pintu kamar tidur mereka sepulang kerja.Dengan manja Aji menyurukkan wajahnya di lekuk leher istrinya yang menguarkan aroma parfum feminin nan lembut. Dia menyesap kulit putih terang itu, tetapi Marcella membiarkannya begitu sekalipun akan membekas tanda kepemilikan berwarna merah tua nantinya yang tentu saja bertahan cukup lama."Baby Cella, Sayangku ...," gumam Aji sembari meraup tubuh istrinya menuju ke tempat tidur mereka.Wanita berambut pirang dengan sepasang mata biru itu melingkarkan kedua lengannya di leher Aji sambil menatap wajah pemuda berondong menggemaskan yang sedang menggendongnya. "Ji ... aku punya kabar mengejutkan untukmu," ujar Marcella hati-hati saat tubuhnya dibaringkan di atas ranjang. "Apa tuh, Cella?" sahut Aji santai seolah yakin dia tak akan terkejut mendengar pemberitahuan istrinya. Mereka sudah menikah berbulan-bulan dan kipernya telalu ahli menjaga
"Terdakwa penculikan putera dari CEO Grup Kusuma Mulia yaitu pasangan ibu dan anak Hartadinata telah menerima vonis bersalah dari pengadilan dan dijatuhi hukuman kurungan selama 5 tahun. Demikian laporan Desti Triana dan cameraman Rizky Setiadi dari depan ruang sidang. Kembali ke studio 5 Surya TV!" Berita siaran petang itu menjadi tayangan yang menyita perhatian Pak Alan dan Nyonya Belina. Mereka saling bertukar pandang prihatin. Kemudian Nyonya Belina berkata, "Kasihan sebenarnya, Pa. Sekeluarga kok bisa masuk bui semua. Mas Arifian juga masih 14 tahun penjara hukumannya."Pak Alan mendesah lelah, dia pun menanggapi, "Itu keluarga kacau balau, Ma. Kita telah salah mengenali di awal berteman dengan mereka. Tadinya konglomerat, sekarang malah sudah jatuh miskin masih harus tinggal di hotel prodeo. Malunya berlipat-lipat kalau dulu kita jadi berbesan sama mereka, tingkah mereka aneh-aneh begini!""Benar, Pa. Memang Mama dulu salah menilai, justru keluarganya Maya yang baik-baik saja m
Selang 24 jam pasca menghilangnya Bayu dari kediaman Kusuma Mulia. Pihak kepolisian dan juga Ananda Kusuma ditemani oleh sekretarisnya mendatangi Royal Heir Dharmawangsa apartment."TING TONG." Bunyi bel apartment milik Nyonya Shinta terdengar mengejutkan dia dan puterinya yang memang sengaja tidak keluar kemana pun dari apartment itu sejak kemarin malam."Ehh—siapa tuh, Ma?" tanya Deana cemas bertukar pandang dengan mamanya di sofa.Kemudian Nyonya Shinta berjalan ke pintu keluar unit apartmentnya dan mengintip siapa tamunya dari lubang intip. Ketika dia melihat petugas polisi berseragam, makin paniklah dia. "Dea ... Dea, ada polisi di depan!" serunya berlari menuju ke sofa.Namun, gedoran di pintu terdengar bersama suara amarah Ananda. "Buka pintunya atau perlu didobrak?!" teriaknya mengancam dari balik pintu. "Waduh Ma, gimana nih? Kok Mas Nanda tahu kita ada di sini?" Deana mencicit panik.Sementara Bayu yang tadinya diam mulai menjerit-jerit, "PAAPAA ... PAAAPAAA ...."Setelah m
Suara tangisan dan rengekan bayi terdengar memenuhi mobil Alphard putih yang tengah melaju di jalanan ibu kota yang padat oleh kendaraan bermotor petang itu. Sang sopir melirik curiga melalui spion tengah mobil yang dia kemudikan. 'Perasaan tadi nyonya besar dan nyonya muda berangkat nggak bawa bocah. Lha ini ... lantas anak siapa? Jangan-jangan mereka nyulik anak orang!' batin Pak Suryo gelisah sembari berjibaku dengan lalu lintas yang begitu ramai."Rewel banget sih nih bocah!" keluh Deana yang memangku putera Maya. Dia memang tidak suka anak kecil. "Sabar, Dea. Sebentar lagi juga sampai di apartment," bujuk Nyonya Shinta melirik puterinya dan Bayu yang menangis tak henti-hentinya. Memang mereka berdua tidak mengerti kalau bocah laki-laki itu kelaparan, tadi Suster Sisca pergi ke dapur untuk membuatkan susu untuk Bayu dan Nyonya Shinta membawa pergi bocah itu diam-diam.Mobil Alphard putih itu membelok ke apartment Royal Heir Dharmawangsa yang mewah. Pasca hotel milik keluarga Ha
Sore itu kediaman Keluarga Kusuma Mulia ramai dikunjungi oleh serombongan nyonya-nyonya sosialita. Ada arisan elite bulanan yang digelar di sana. Tempat acara bergengsi itu berpindah-pindah sesuai giliran dan kebetulan kali ini jatuh di rumah mama Ananda.Maya pun diundang bersama putera tunggalnya untuk diperkenalkan ke teman-teman arisan Nyonya Belina. Sekalipun Maya sebenarnya tidak terbiasa mengikuti acara semacam itu, mau tak mau demi menghormati mama suaminya dia pun hadir."Jeng-jeng, kenalkan ini Maya Angelita, menantu saya. Mungkin sebagian sudah kenal ya karena dia ini penulis dongeng anak terkenal lho, nggak cuma di Indonesia ... sampai luar negeri juga bukunya dijual. Dan yang ini cucu saya, namanya Bayu. Lucu ya?!" tutur Nyonya Belina berdiri bersama Maya dan Bayu yang digendong mamanya di hadapan teman-teman arisan yang tajir melintir itu.Apa pun yang bisa disombongkan harus ditonjolkan, itulah prinsip anggota arisan elite yang diikuti Nyonya Belina. Para wanita itu pun
Pagi dengan gerimis rintik-rintik sisa hujan besar semalam masih mengguyur kota Jakarta. Wanita cantik dengan gaun hitam selutut itu menguatkan tekadnya untuk mengunjungi TPU Tanah Kusir, tempat dimana mendiang Andre dimakamkan. Mungkin sedikit terlambat, tetapi dia memang baru mengetahui berita duka cita itu belakangan.Payung hitam yang dia bawa untuk menaungi tubuhnya meneteskan air di ujung-ujung rusuk benda itu. Angin dingin yang menerpanya serasa menusuk tulang, pipinya basah oleh air mata yang mengalir di balik kaca mata hitam yang menutupi sebagian wajahnya.Selangkah demi selangkah Maya menuju ke sebuah gundukan tanah merah yang masih baru dibuat. Ada sebentuk nisan yang tertancap bertuliskan nama familiar seorang pemuda yang pernah begitu berarti dalam hidupnya.Keranjang bunga mawar tabur terayun pelan di tangan kanannya. Semakin dekat ia melangkah, dadanya terasa semakin sesak. Maya mungkin telah memiliki cinta baru yang indah bersama Ananda. Namun, kenangan manis masa pac