Keesokan harinya.
Perlahan Ginda membuka matanya, ia dapati Marvin yang tertidur disebelahnya dalam satu selimut yang sama dan bahkan masih bertelanjang dada.Melihat itu membuat Ginda tersenyum, tak menyangka akhirnya setelah sekian lama menikah, kini mereka telah melakukan kewajibannya, rasanya benar benar membuat Ginda bahagia.Perlahan Ginda meraih wajah tampan itu, membelainya dengan lembut dan dengan pandangan tak berkedip, wajah tampan dihadapannya itu benar benar membuat Ginda terpesona, tak terasa belaian itu dirasa oleh Marvin hingga membuatnya kini membuka mata.Wajah ayu yang pertama kali ia lihat itu ada dihadapannya, sejenak terdiam sebelum kini ia memperhatikan kondisi tubuhnya bersama Ginda, matanya sedikit melebar, namun tanpa ucapan."Jadi, aku dan Ginda telah melakukannya?" batin Marvin dengan pandangan bingung.Entahlah apa yang terjadi pada Marvin, bukankah ia sendiri yang menggoda dan sekarang malah ia sendi"Pak Lian, saya mau bicara sebentar, bisa?" ucap Ginda menatap wajah Lian penuh tanya."Bisa, ayo disana!" jawab Lian yang kini melangkah lebih dulu dan diikuti oleh Ginda.Langkahnya terhenti ditaman kampus, kini Lian dan Ginda terduduk."Ada apa, Ginda?""Pak Lian, sebelumnya saya mau minta maaf atas apa yang saya lakukan sama Bapak kemarin, saya benar benar ngga tau kalau ternyata bukan bapak pemilik pertama mobil itu, dan saya juga sangat marah saat itu, saya pikir Bapak adalah laki laki pembunuh yang selama ini saya cari, tapi ternyata bukan.""Sudahlah, Ginda. Tidak apa.""Tapi, Pak Lian. Saya mau bertanya, tolong beri tahu saya siapa pemilik pertama mobil itu, Pak? saya perlu tau, Pak. Saya tidak bisa membiarkan pembunuh itu hidup bahagia, sementara saya yang sempat tersiksa karena kelakuannya itu.""Tapi Ginda, apa tidak sebaiknya kamu maafkan saja dia, karena menurut saya menyimpan dendam itu tidak baik, kamu me
"Sekarang aku mau cari laki laki itu kemana lagi? Yaallah, kenapa sulit sekali sih?" batin Ginda yang kini terdiam di halaman belakang rumahnya.Melihat sang menantu merenung, Sukma pun kini menghampiri. Sukma adalah sosok Ibu mertua yang terbilang perhatian, entah lah apa kah karena ia merasa bersalah dengan Ginda, atau karena memang Sukma orang yang baik?"Ginda," panggil Sukma yang membuat Ginda seketika memutar wajahnya."Ibu.""Kamu kenapa, Nda? Ibu perhatiin kamu lebih banyak melamun," tanya Sukma yang membuat Ginda kembali menunduk.Ingin sekali rasanya ia bercerita tentang kegundahan hatinya saat ini. Namun kembali lagi, ia tak ingin merepotkan orang lain untuk perkara ini, jadi mungkin lebih baik Ginda diam saja."Aku ngga papa kok, Bu. Aku... Aku lagi kangen aja sama Ibu Rumi, udah lama ya aku ngga ketemu Ibu," jawab Ginda beralibi."Kenapa kamu ngga ajak Marvin aja untuk berkunjung kerumah Ibumu? besok dan lus
Sesampainya dirumah Rumi.Rumi yang terkejut atas kedatangan anak dan menantunya itu, karena sebelumnya ia tak memberi tahu terlebih dulu.Dengan hangat Rumi mempersilahkan Ginda dan Marvin masuk ke rumahnya. Menjamunya dengan teh hangat dan cemilan sederhana."Kenapa kalian ngga kabari Ibu dulu kalau mau datang? jadi biar Ibu bisa siapin makanan buat kalian sejak tadi.""Ngga papa, Bu. Nanti aku bantuin masak ya," jawab Ginda yang membuat Rumi tersenyum dan mengangguk."Emm, Mas, apa mau istirahat dulu? ayo aku antar ke kamar.""Iya, Nak Marvin. Lebih baik kamu istirahat dulu, biar Ibu Masak dulu buat makan siang kita nanti," sambar Rumi yang membuat Marvin mengangguk.Kini langkah Marvin dan Ginda pun berjalan memasuki ruang kamar. Ruangan yang sempit dengan tempat tidur yang kecil dan tampak keras., hingga membuat pandangan Marvin tak berkedip memperhatikan sekelilingnya."Kalau mau tidur silahkan tidur aja,
"Mas."Terdengar panggilan itu dari suara Ginda yang membuat Marvin seketika menoleh. Ekspresi wajahnya tampak terkejut dan kemudian dengan cepat meletakkan kembali bingkai foto yang sedari tadi ia genggam itu."Ginda.""Mas, kenapa?"Mendapat pertanyaan itu Marvin pun bingung menjawabnya, ia tak tahu harus berkata apa saat ini? Sementara Ginda yang terus menatapnya dengan pandangan ingin tahu."Kenapa Mas minta maaf? apa Mas kenal sama Ayah?"Kembali lagi Ginda melontarkan pertanyaan yang membuat Marvin gelagapan. Jika saya Ginda dapat mendengar suara hati Marvin, saat ini Marvin sedang meminta maaf karena pernah berbuat kesalahan padanya dan Danang, sang Ayah mertua.Namun sayangnya Ginda tak pernah tau apa yang sedang dipikirkan Marvin, sementara Marvin yang terus berusaha menutupi rahasianya itu."Eemm, tidak apa, s-saya minta karena saya merasa pernah membuat Ayahmu bersedih, syaa yang sempat tidak bersyuku
Keesokan harinya.Dreet dreet!Sebuah panggilan masuk diponsel Marvin, dengan cepat ia pun meraih ponselnya yang terletak dimeja dekat dimana Marvin terduduk."Ada Apa?""Selamat siang, Tuan. Saya hanya ingin memberitahu bahwa jadwal meeting dimajukan siang ini pukul satu, perwakilan PT Sentosa menunggu kehadiran, Tuan."Mendengar ucapan itu seketika pandangan Marvin tertuju pada Ginda dan Bu Rumi yang sedang asik membersihkan halaman rumahnya.Sepertinya jika ia harus memotong kebersamaan itu, rasanya ia tak tega, namun ini pilihan yang sulit untuk Marvin."Apa harus siang ini? kenapa tidak besok saja?""Maaf, Tuan. Perwakilan PT Sentosa sendiri yang meminta.""Astaga, yasudah saya akan datang, kamu siapkan semuanya ya, dan kamu juga harus menemani saya.""Baik, Tuan."Tut tut tut!Panggilan pun terputus, Marvin yang masih sedikit bingung, karena rasanya enggan untuk menyampa
Apakah laki laki tersebut adalah laki laki yang ia cari selama ini? pandangan mata Ginda kini mulai memerah, memperhatikan laki laki bernama Yahya itu dengan pandangan nanar.Ingin sekali ia menamparnya saat ini, memarahinya dan memakinya, namun ia masih menghargai sang suami yang tampak sedang sibuk bersamanya. Saat ini Ginda hanya perlu bersabar, menunggu waktu yang tepat, yang akan ia gunakan untuk bertanya kebenarannya.Sepuluh menit kemudian.Beberapa orang berpenampilan rapi yang kini datang memasuki ruangan meetingnya, yang sudah disambut oleh Yahya, dan akan segera dimulai inti dari pertemuannya. Hal ini menjadi kesempatan bagi Ginda untuk mencari tahu apakah benar benar Yahya pemilik mobil Mercy tersebut? Langkah Ginda yang kini keluar dari ruangan Marvin dan hendak mencari ruangan sekretaris.Tak jauh dari ruang CEO, tampak satu ruangan yang berplakat Sekretaris. Tak menunggu lama, ia yang kini memasuki ruangan terseb
Di perjalanan pulang.Ginda yang kini hanya terdiam, tak bersuara, membuat Marvin yang melihatnya bertanya tanya, ada apakah dengan Ginda? mengapa moodnya tiba tiba berubah?"Nda, kamu kenapa?" Tanya Marvin.Namun pertanyaan itu tak dihiraukan olehnya, Ginda yang malah membuang muka seolah tak ingin melihat Marvin lagi.Tak tahu harus bagaimana ia saat ini? segalanya membuatnya gusar, ingin berbuat sesuatu pun seakan tak tenang, perkara sebuah kenyataan yang membuat Ginda seketika kecewa.Sesampainya dirumah.Ginda yang dengan cepat melangkah memasuki ruang kamarnya, melewati Sukma dan meninggalkan Marvin begitu saja. Melihat Ginda yang aneh, Sukma pun mengerutkan dahi."Vin, Ginda kenapa sih, kok aneh gitu?" tanya Sukma yang membuat Marvin menggelengkan kepala."Aku ngga tau, Bu. Perasaan tadi baik baik aja kok, kenapa tiba tiba gitu ya?""Oh, mungkin dia lagi PMS, udah kamu tenang aja," jawab Sukma ya
Pagi ini, Ginda yang berjalan tak semangat menyusuri koridor kampusnya. Pandangannya kosong seperti sedang memikirkan banyak masalah. Karena tak fokus pada tempatnya saat ini berada, hingga panggilan Dela pun tak ia hiraukan. Langkah Ginda yang terus berjalan hendak menuju ruang kelasnya, hingga tiba tiba...Bruukkk!Ginda bertabrakan dengan Lian, dan membuat lamunannya seketika terbuyar."Astagfirullah, Pak Lian. Maaf maaf," ucap Ginda yang dengan cepat menjauh."Kamu kenapa, Nda? kamu melamun?"Mendengar ucapan itu rasanya Ginda ingin sekali menceritakan apa yang menjadi unek uneknya saat ini, apa Ginda harus bercerita dengan Lian? sepertinya memang iya, karena rasa hati Ginda yang seakan penuh dengan permasalahan yang tak terbagi itu."Pak, maaf. Apa saya boleh cerita sesuatu sama, Bapak? tapi kalau bapak ngga sibuk sih, kalau Bapak sibuk ya...""Boleh, Ginda. Apa yang mau kamu ceritakan pada saya?" tanya Lian memutus