Yuri tak menjawab, malah tersipu malu.Melihat Yuri tersipu, Wulan kembali bertanya."Kamu pacaran dengan Sekretaris Ang?""Tidak. Siapa yang pacaran?""Itu senyum-senyum, tersipu malu begitu, kenapa?""Tidak apa-apa," jawab Yuri, semakin membuat Wulan curiga."Ah, aku tahu. Kau suka pada Sekretaris Ang ya?""Wulan... berhenti. Aku kan malu.""Hahaha..." Wulan terbahak."Yuri jatuh cinta pada Sekretaris Ang...!" Wulan masih terbahak, sambil mendongak dan memegangi perutnya.Yuri menatap kesal pada Wulan, tetapi matanya segera melotot menangkap tanda merah begitu banyak di leher Wulan."Hahaha... Wulan, kau! Kau juga rupanya sudah jatuh cinta pada suamimu."Mendadak Wulan menghentikan tawanya."Apa sih?""Apa-apa? Itu apa di lehermu? Ya Tuhan, Wulan... Banyak sekali! Ini kerokan atau bekas kissmark dari Tuan Muda Saka?"Wulan segera sadar, langsung menutup lehernya dengan rambutnya."Ini namanya stempel tanda kepemilikan, kata suamiku," jawab Wulan tersipu."Banyak sekali, yang benar s
Sore merayap, sudah hampir senja.Wulan melirik jam, tapi kali ini bukan lagi jam dinding yang tergantung di sana, melainkan jam di HP yang saat ini digenggamnya. Sudah tahu, sudah sedikit pintar. Saat siang tadi Wulan menanyakan jam pada Yuri, dan Yuri menjawab, “Lihat saja di HP.”Wulan baru sadar, ternyata HP-nya ada jamnya juga. Dia pikir tidak ada.Sambil menatap jam di layar itu, dia mengusap wallpaper-nya. Tampan, pemilik wajah yang menghiasi HP-nya. Sangat tampan.Lalu menyentuh bibirnya. Jantungnya kembali berdebar. Lalu mengingat kejadian kemarin dan semalam juga. Wulan senyum-senyum sendiri, jadi merasa kangen. Kangen pada sosok yang ada di wallpaper-nya."Bang Saka, kok aku jadi sayang banget ya padamu," bisik Wulan pada dirinya sendiri."Sudah tampan, banyak uang, sayang lagi sama Wulan.""Tahu tidak sih, selama ini cuma Bang Saka yang benar-benar peduli sama Wulan. Sampai-sampai mau nurutin apa saja yang Wulan inginkan. Makan seafood, HP baru. Kira-kira kalau Wulan minta
"Aku tidak percaya. Aku tidak percaya. Dia itu suka pada Bang Saka. Datang pasti ada maunya. Tidak mungkin tidak. Dasar pelakor! Dasar Bang Saka juga suka digoda! Aku tidak mau!""Wulan... Wulan, kamu kenapa?" Saka semakin bingung, lalu berdiri menghampiri Wulan yang semakin menangis."Kenapa Bang Saka masih peduli padanya? Bang Saka tidak sayang lagi pada Wulan? Lebih menjaga perasaan perempuan itu daripada istrinya? Hiks... hiks...!""Perempuan? Siapa?" Saka semakin tak mengerti."Siapa lagi kalau bukan Citra? Apa ada yang lain? Siapa lagi?" Wulan menatapnya tajam.Glubrak...!Saka baru sadar, rupanya istrinya salah paham. Mengira yang datang adalah Citra.Lalu cepat mendekap Wulan."Wulan, yang datang itu bukan Citra. Kamu salah paham. Seorang pria dari perusahaan sebelah."Wulan langsung menoleh, berhenti menangis. Wajahnya memerah. Malu!"Benar?"Saka mengangguk."Rupanya istriku salah paham. Rupanya istriku sedang cemburu," ucap Saka semakin suka melihat wajah cemberut istrinya.
Wulan sampai heran melihat suaminya. Dia menarik tubuhnya untuk memperhatikan suaminya. Tangan Saka masih terlihat membelai, padahal yang dibelai sudah tidak di tempatnya. Entah apa yang dibelai Saka. Tatapannya pun kosong, menerawang ke depan.Wulan menyapukan tangannya di depan wajah Saka. Saka tak bergeming, masih saja begitu, senyum-senyum sendiri.Sampai Wulan mengguncang tubuh Saka dengan kuat karena khawatir Saka kesambet."Bang Saka? Bang Saka?" teriak Wulan.Saka terkejut sekali."Hah, ada apa Wulan, ada apa?""Bang Saka melamun?""Astaga!" Saka mengusap wajahnya dengan tangan."Maaf, maaf!" Dia menarik lagi tubuh Wulan."Maafkan Bang Saka!""Melamun apa sampai segitunya?" tanya Wulan, mulai curiga lagi.Saka tersenyum malu."Mau tahu?"Wulan mengangguk ragu."Membayangkan kita punya bayi. Kembar dua. Laki-laki dan perempuan," jawab Saka berterus terang.Mendengar ucapan suaminya, Wulan sebenarnya senang. Tapi karena masih belum mengerti, Wulan diam tak menjawab. Melihat itu,
"Tidak tahu, badan Bang Saka sakit semua. Mungkin masuk angin.""Biar Wulan gosok pakai minyak angin ya?"Saka mengangguk. Wulan lalu menuntun Saka kembali ke ranjang. Ia menggosok pundak dan punggung Saka dengan minyak angin serta memijatnya dengan lembut."Bang Saka pasti kecapean ini. Sudah dibilang sama Wulan, berhenti. Tapi semalam terus saja mengulangi. Begini kan jadinya?" gumam Wulan. Mendengar itu, Saka tersenyum."Namanya juga usaha, Wulan... butuh usaha yang keras! Kalau tidak, cicit Kakek kapan jadinya? Pusing kan, ditanyain terus," jawab Saka."Alah, alasan." Wulan memukul bahu Saka pelan."Hah! Kok alasan sih?" Saka menoleh."Aku tahu, itu cuma alasan Bang Saka saja kan? Wulan sudah tahu. Dasarnya Bang Saka saja yang ketagihan. Mau lagi mau lagi. Alasannya biar cicit kakek cepat jadi. Iya kan? Ngaku."Saka tergelak mendengar ucapan Wulan. Tidak menyangka istrinya sudah sedikit lebih pintar dan tahu kalau itu hanya akal-akalan Saka supaya Wulan mau melakukannya."Memangny
Rupanya pembicaraan bisik-bisik mereka di depan terdengar oleh pasangan yang ada di kursi belakang.Mereka ikut tertawa mendengar Yuri menyumpahi Sekretaris Ang."Hati-hati kamu, Ang. Sebentar lagi kutukan penyihir kecil ini akan menjadi kenyataan. Hahaha... Dan aku orang pertama yang akan mengucapkan selamat padamu: Selamat gila, Ang," ucap Saka, sontak membuat Wulan tertawa terpingkal.Membuat Ang menoleh pada Yuri."Kamu ini, berani menyumpahi aku di depan Tuan Muda dan Nyonya Muda. Awas kau ya!""Bodo amat! Bodo amat! Kesabaranku sudah habis. Dari kemarin kau mengataiku anak kecil. Memanggilku bocah terus! Aku ini sudah besar. Kalau masih anak kecil, aku tidak akan di sini, tapi di pangkuan ibuku," teriak Yuri.Mobil itu pun dipenuhi gelak tawa Saka dan Wulan, sementara Sekretaris Ang terdiam seribu kata, berpura-pura tidak mendengar Tuan dan Nyonya-nya yang sedang menertawakannya.—Sudah tidak ada sisa tawa di bibir Wulan dan Saka, sementara di depan, Sekretaris Ang dan Yuri tam
Mereka kemudian berjalan mendekati pintu kontrakan itu. Ketika hendak mengetuk, tiba-tiba pintu terbuka, dan Tiara muncul. Dia mengenakan daster kusut, dengan rambut acak-acakan dan mata yang cekung. Ia tampak terkejut melihat Wulan dan Yuri di depannya."Wulan… Yuri…!" jerit Tiara, membuat Gani Harmoko dan Jihan berlari keluar.Yuri dan Wulan sama-sama berlari menghampiri orang tua mereka. Sesaat mereka menghentikan langkah, lalu Yuri menubruk Tiara, dan Wulan memeluk erat Gani, ayahnya.Tiara terisak di pelukan Yuri, sementara Wulan terisak dalam pelukan Gani Harmoko. Di sisi lain, Jihan hanya bisa melongo melihat adegan tersebut. Pandangannya tertuju pada dua laki-laki tampan yang berdiri tidak jauh dari mereka. Jihan mengenali salah satu pria itu dengan baik. 'Bukankah pria itu pengawal Wulan yang menjadi selingkuhannya?' pikir Jihan dalam hati.Setelah lama terisak, Tiara dan Gani melepaskan pelukan mereka. Tiara memandangi Yuri dari atas ke bawah, lalu beralih menatap Wulan.Pla
"Benar, Tuan Gani Harmoko. Akulah Saka Brahmana, suami dari putrimu, Wulan. Akulah kakak ipar Yuri."Gani terkejut dan segera berdiri, melepaskan tangannya dari Saka. Saka berdiri dan menatap Gani dan Tiara bergantian.Gani menoleh pada Ang, yang langsung mengangguk. "Anda tidak mengingat saya, Tuan Gani? Saya pernah menemui Anda bersama Tuan Abraham saat menjemput Nyonya muda Wulan untuk pernikahannya."Tiara dan Gani sama-sama terkejut. Mereka saling menatap sebelum berseru serempak, "Anda… Sekretaris Ang!""Benar. Dan ini benar adalah Tuan muda Saka Brahmana," tegas Ang.Tiara dan Gani mendadak berlutut di depan Saka."Tuan muda Saka, maafkan kami. Ampuni kesalahan istri saya yang telah berbicara tidak sopan. Kami mohon ampun, Tuan muda!" Gani mengiba, sementara Tiara hanya bisa tertunduk malu. Di sudut ruangan, Jihan yang menyaksikan adegan itu tertegun, tubuhnya gemetar mengingat dirinya juga pernah mengucapkan kata-kata kasar kepada Saka.Saka mengangkat pundak Gani, sementara W
" Ayah..! Maafkan aku, jika aku akan menikahi gadis kecil. Aku tidak bisa menjaga pesan Ayah untuk tidak mengikuti jejak Ayah. Aku tidak bisa lagi menahan perasaanku. Aku terlanjur jatuh cinta padanya Ayah."" Aku kemari ingin meminta restu pada kalian. Minggu ini aku akan menikahinya.Tapi Ayah dan ibu jangan khawatir. Aku akan menjaga menantu kalian dengan nyawaku. Dengan badanku, percaya lah Ayah, kisah kalian tidak akan terulang pada kami. Ayah harus percaya itu. Tenanglah kalian di sana. Aku akan sering sering kemari bersama menantu kalian nantinya." ucap Sekretaris Ang, menoleh pada Yuri yang masih menatapnya.Tak ada suara dari mulut Yuri. Seperti nya hati gadis kecil itu ikut merasakan kepedihan hati kekasih nya, meskipun pria itu tak menunjukkan sedikitpun rasa sedihnya."Yuri, ucapkan sesuatu pada kedua calon mertuamu.""Ah, iya kakak." Yuri tergagap lalu menoleh kepada dua batu nisan itu secara bergantian.Ia sempat membaca nama yang terukir di sana.'Anggita dan Sebastian!'
"Sekali kali manja pada istri sendiri tidak apa apa kek. Kenapa di permasalahkan? Kakek ini, Aku sedang menderita begini masih saja dimarahi terus!""Lagian , tangan masih berfungsi juga. Jangan jadikan alasan ngidammu buat bermanja manja pada istrimu. Kasian dia, dia bukan pelayanmu. Dan kamu harus ingat, dulu Wulan sudah puas mengurusmu , memandikanmu dan menyuapmu sebelum tanganmu bisa berfungsi." ucap Kakek Abian semakin sewot."Hehe, Iya kek. Maaf maaf. Wulan, maafkan bang Saka. Bang Saka akan makan sendiri saja." Saka malu, segera mengambil alih mangkok di tangan Wulan .Tapi Wulan buru-buru mencegahnya."Tidak apa Bang Saka, Wulan senang kok menyuapi bang Saka. Memang menyuapi bang Saka harus karena tangan bang Saka tidak berfungsi? Ini tanda nya romantis . Begitu kek, bukan karena bang Saka manja. Bang Saka juga sering menyuapi Wulan, kan?" sahut Wulan , menoleh pada Kakek Abian dan Saka."Tuh, kakek dengar sendiri. Jangan terus menyalahkan Saka. Kita ini pasangan yang romanti
"Saya mengerti, Nyonya. Saya mengerti. Mohon maafkan saya, Nyonya. Bukan tidak percaya kepada Nyonya, tapi saya mohon, izinkan kali ini saya mendampingi Tuan Muda di setiap keadaannya. Saya hanya ingin menebus kesalahan saya di hari kemarin, yang terlalu sibuk dengan perusahaan hingga mengabaikan keamanan dan kesembuhan Tuan Muda. Saat ini saya hanya ingin memastikan jika Tuan Muda akan terus baik-baik saja, dan tidak mengulangi kesalahan saya yang kemarin," jawab Sekretaris Ang, menunduk. Tidak berani membalas tatapan sangar milik Wulan."Lalu bagaimana dengan ayah dan ibuku? Apa kamu tidak memikirkan itu, Tuan Ang? Apa kamu tahu, jika mereka sudah menyiapkan pesta kecil di rumahnya untuk kalian? Bahkan mereka sudah membagi sedekah pada para mantan tetangganya dulu di komplek kumuh itu, dan meminta doa mereka untuk hari pernikahan kalian yang sudah ditentukan? Mereka pasti akan kecewa hatinya, walau bibir mereka tidak akan berani mengatakan itu."Sekretaris Ang terkejut, mendongak. M
"Saya tidak mengatakan itu, tapi jika Anda ingin begitu, tidak masalah. Demi Tuan Muda, saya akan melakukan apa pun! Saya akan sangat senang, tidak harus bersusah payah, saya sudah akan mendapatkan bayi.""Dasar, gila kamu ya? Kamu pikir aku sapi atau bagaimana? Kamu ini, sudah dapat adiknya mau kakaknya juga. Langkahi dulu mayatku, Ang!"Ang tergelak melihat emosi Saka yang meluap."Kamu tahu tidak, aku sudah payah menanam benih, kamu yang enak mau mengambil untungnya. Aha... tidak mungkin terjadi. Wulan dan bayinya itu milikku. Jika kamu mau bayi, usaha sendiri. Cepatlah menikah dan membuatnya, kamu akan mengalami seperti aku juga." Saka menendang tangan Ang yang masih tergelak."Hanya bercanda, Tuan Muda! Mana saya berani. Mendapatkan Yuri saja sudah membuat saya beruntung. Habisnya Tuan Muda tidak bisa bersabar. Padahal tadinya Tuan Muda sendiri yang mengatakan jika akan rela menanggung derita ini setahun sekali pun," jawab Ang, masih dengan tertawa."Diam, bedebah! Kamu terus saj
Di hari di mana Saka diperiksa oleh sang dokter, di hari di mana Wulan dinyatakan positif hamil oleh dokter spesialis kandungan, di hari itu juga mereka sudah diperbolehkan pulang. Tak perlu menginap, tak perlu dirawat inap, kata sang dokter. Sebab keadaan Saka murni dinyatakan sebagai Sindrom Suami Ngidam atau Sindrom Couvade.Saka mengalami kehamilan simpatik, di mana istrinya yang tengah hamil, namun Saka yang menanggung masa ngidam istrinya.Sejak hari itu, sejak masuk ke dalam kamar mereka, Saka yang tadinya laki-laki tangguh dan kuat mendadak menjadi laki-laki lemah yang sensitif.Manja melebihi balita.Mual dan muntah pun terus berlanjut. Bukan hanya itu, Saka mulai tidak menyukai bau-bau wangi, seperti sabun, parfum, dan pewangi ruangan. Hari-harinya juga terlihat menyedihkan karena Saka hanya bisa meminum air teh manis hangat dan memakan buah saja. Jika ada minuman atau makanan lain yang ia telan, perut Saka langsung menolak.Bukan hanya itu, baik kamar dan seluruh ruangan ya
"Wulan," Saka bangun dan duduk. Wulan langsung menubruknya dan tersedu."Bang Saka, kamu menakutiku, bagaimana keadaanmu sekarang? Apa yang masih Bang Saka rasakan?""Wulan, jangan menangis lagi. Aku tidak apa-apa, hanya masih sedikit pusing dan sedikit mual. Sebentar lagi akan hilang. Dokter sudah memberiku obat anti muntah tadi," ucap Saka mengelus lembut kepala Wulan."Dokter, sebenarnya apa yang terjadi pada Tuan Muda Saka?" tanya Sekretaris Ang.Dokter itu menarik napas."Menurut hasil pemeriksaan, Tuan Muda baik-baik saja. Lambung, usus, dan semua organ di tubuh Tuan Muda tidak ada gangguan. Tidak juga keracunan," jawab sang dokter."Baik-baik saja bagaimana? Tuan Muda terlihat sakit parah sampai pingsan, kamu bilang baik-baik saja. Kamu ini bisa memeriksa tidak! Kamu mau bermain-main denganku, hah!" bentak Sekretaris Ang."Tuan Sekretaris, tolong tenanglah. Dokter kandungan sebentar lagi akan datang dan kita akan segera tahu penyebab sakit Tuan Muda.""Apa kamu bilang? Tuan Mud
"Benar, Ayah. Itu biar menjadi urusan mereka. Sekarang, mari kita membahas tanggal pernikahan," sahut Saka.Sekretaris Ang mengangguk. "Lebih cepat lebih baik, Tuan Gani. Saya ingin segera menghindari fitnah atau hal-hal yang tidak diinginkan.""Apa akhir minggu ini terdengar baik untuk Anda?" tanya Gani Harmoko.Sekretaris Ang menoleh pada Yuri. "Apa kamu setuju, sayang?""Iya, aku ikut keputusan Kakak saja," jawab Yuri dengan senyuman."Baiklah, Tuan Gani. Saya akan mempersiapkan semuanya untuk akhir minggu ini," balas Ang.Rencana PernikahanSemua sepakat. Mereka memutuskan pernikahan sederhana yang dilakukan di bawah tangan karena usia Yuri yang masih belum mencapai 19 tahun. Sekretaris Ang memahami konsekuensi pernikahan dini dan berjanji untuk menjaga Yuri dengan baik.Setelah obrolan selesai, mereka melanjutkan makan siang bersama. Yuri, Wulan, Jihan, dan Tiara sibuk menyiapkan hidangan, sementara para pria melanjutkan pembicaraan ringan.Saat semua sudah siap, Yuri memanggil c
"Dulu saya bertemu dengan ibunya Wulan. Gadis yang membuat saya jatuh cinta. Padahal saat itu keluarga saya sudah berencana untuk menjodohkan saya dengan istri saya ini.""Saya melakukan hal terlarang pada ibu Wulan, dan saya meninggalkannya karena terpaksa harus menikahi wanita pilihan orang tua saya. Saya tidak pernah tahu jika pada saat itu ibu Wulan mengandung benih saya. Saya sempat mencarinya ke mana-mana, namun saya gagal menemukannya karena ternyata ibu Wulan dibawa keluarganya pulang ke kampung. Hingga suatu hari, seorang famili ibu Wulan mengantar bayi merah kepada saya beserta selembar surat. Dia mengatakan bahwa ibu dari bayi itu sudah meninggal dunia beberapa jam setelah melahirkan." Kini air mata Gani yang tadi sudah kering kembali menetes. Tepukan-tepukan halus Tiara mengusap punggungnya."Sudah, Yah. Itu masa lalu. Tidak akan terjadi pada anak cucu kita. Cukup, Ayah. Cukup kita yang berbuat salah," ucap Tiara.Gani mengangguk, melirik wajah Wulan yang memerah dan teris
"Kalau begitu, aku akan membantumu, Wulan," seru Yuri, ikut berdiri.Tiara pun berdiri. "Yuri, calon pengantin. Kembali lah duduk. Biar Ibu yang membantu kakakmu Wulan. Kamu duduk manis saja, ya?"Yuri tersipu dengan ucapan ibunya dan kembali duduk di samping Sekretaris Ang yang terus tersenyum padanya.Wulan dan Tiara beranjak ke dapur, dan tak lama kemudian sudah kembali dengan membawa minuman—segelas teh untuk Gani Harmoko dan segelas kopi putih untuk Saka.Kembali mereka terlihat fokus sesaat setelah Gani menyeruput minumannya.Saka kembali menarik napas dan memulai obrolan yang kedua."Ayah dan Ibu, sekali lagi kami ucapkan terima kasih atas penerimaan ini. Dan kami minta maaf jika tidak membawa apa-apa dalam acara lamaran dadakan ini. Kami tidak mempersiapkan apa pun, karena keputusan ini kami ambil semalam. Dan pagi hari ini kami langsung kemari tanpa sempat ke mana-mana dulu.""Tuan muda Saka, apa yang harus dibawa memangnya? Ini saja sudah membuat kami hampir terbang ke awan.