"Apanya yang berapa part??? Emangnya Author yang lagi nulis novel ini? Ah... Kakek..!!" jerit Saka."Lho.. apa yang terjadi? Kenapa kok frustasi begini?" Kakek Abian menatap khawatir."Frustasi... Saka memang sedang Frustasi..!!""Ini semua gara-gara Kakek. Memanfaatkan kebodohan Wulan. Bukannya part yang didapat, malah menyiksa!" Saka sewot."Saka, Maafkan kakek..Bukan begitu maksud kakek... Kakek cuma ingin membantumu.""Tapi berhasil kan?" sambung kakek."Mana ada. Kalau berhasil, gak mungkin sekarang Saka ada di sini. Pasti saat ini aku sedang melanjutkan part-part berikutnya." sahut Saka. "Dasar tidak berguna.!!" plak... Kakek Abian menampol kepala Saka.Saka mengusap kepalanya dan menggerutu, "Lagian kakek, sudah tau kalau Wulan itu gak pintar, malah di pintaran. Ngenes kan aku.." Saka masih sewot."Huh, lemes kan, kakek jadinya ? Ternyata cucuku tidak berhasil." Kakek Abian ikut merasa frustasi, duduk menopang dagu di sebelah Saka.Nenek Sulis juga ikut melongo di depan mereka
Begitu cerah langit hari ini. Hanya beberapa titik awan putih terlihat bergantung. Terik matahari pun terasa begitu menyengat kulit. Itu keadaan di luar rumah Keluarga Brahmana. Namun di dalam sana, didalam kamar Saka, terasa kehangatan mengalir di antara sepasang suami istri yang semalam baru saja mengalami gagal belah duren.Keduanya terlihat saling menatap penuh kehangatan. Wulan berbalut gaun putih dengan model yang tidak terlalu terbuka pilihan Sakad. Ditambah dengan paduan makeup yang tidak lagi setipis semalam, karena hari ini Wulan bermake-up di bantu oleh mbak Endang sang pelayan pribadinya. Wulan tampak begitu manis dan semakin menggemaskan.Pagi tadi mbak Endang selaku pelayan wanita lama di rumah itu resmi diangkat oleh Saka menjadi pelayan pribadi Nyonya Muda Brahmana alias Wulan dengan gaji tiga kali lipat, dengan syarat harus menjadi pelayan yang baik dan dapat diandalkan, jika tidak maka hukumannya adalah, dipecat!Menurut Saka, Wulan memang harus memiliki pelayan khu
Saka menyesal melihat Wulan sepertinya takut, dia buru-buru menjelaskan, "Aku tidak marah.. cuma mau tau saja, siapa yang sudah memujimu sebelum aku. Yang mendahului aku?" Saka menurunkan nada bicaranya."Ayo coba beritahu aku." Saka masih saja bertanya karena memang masih penasaran."Bang Saka mau marah padanya?" Wulan merasa khawatir."Tidak, Wulan.. Memang siapa?" kembali bertanya , kali ini dengan nada merayu mirip seperti sedang bicara pada anak kecil."Bu Asri."Glubrak...!!!Sekali lagi, Saka menjerit dalam hati.'Aaarhhg.. Kenapa tidak bilang dari tadi kalau cuma Bu Asri... Menghabiskan waktu dan energiku saja. Gila... aku benar-benar hampir gila di buat Wulan.!!''Ingat Saka, hayo ingat... istrimu tidak pintar.' akhirnya menasehati diri sendiri.Sekretaris Ang yang berada di depan ikut menahan tawa yang hampir saja meledak. Beruntung dengan sekuat tenaga sekretaris Ang masih mampu menahan tawanya.'Tuan mudanya kurang pintar dan Nona muda juga tidak pintar.’Wulan menoleh kem
Setelah selesai dengan makan siang di restoran seafood Pondok Laguna, Saka membawa istrinya untuk jalan-jalan.Sebelum sekretaris Ang melajukan mobilnya, Saka bertanya kepada Wulan tentang keinginan Wulan ingin pergi kemana dulu."Kita mau kemana dulu ini?" Tanya Saka sembari mengatur posisi duduknya.Wulan menggeleng."Katanya kamu mau ke Monas?""Tidak jadi." jawab Wulan."Lho.. kenapa?"Wulan menggeleng, "Oammmmm....!!" sambil menguap."Kita pulang saja ya? Sepertinya karena kekenyangan , aku jadi mengantuk berat." jawab Wulan . Memang benar katanya, tadi dia makan melebihi porsi biasa. Satu piring kepiting, lobster juga kerang. Semua makanan yang ada dicobanya. Mungkin kalau perutnya muat, semua makanan itu sudah pindah semua ke perutnya.Bahkan sisanya pun tak luput di bungkus olehnya. Buat oleh-oleh katanya. Saka hanya bisa mengiyakan saja. Asal dia senang...**Saka menghela nafas. Menatap mata Wulan yang memang sudah terlihat mirip lampu bohlam lima watt."Tidak penasaran den
Lalu Saka membangukan Wulan dengan menepuk lembut pipinya. "Wulan, ayo bangun." Wulan menggeliat, membuka matanya. Lalu menarik tubuhnya untuk bangun. "Kita sudah sampai." ucap Saka membetulkan rambut Wulan dengan sisir kecil dari tas Wulan. "Sampai di mana?" tanya Wulan sedikit linglung. "Di rumah Gani Harmoko." "Hah! Apa? Benarkah?" Wulan terperangah, lalu mengintip keluar dari balik kaca. "Benar..!" Wulan tak sabar, menarik gagang pintu mobil. "Tunggu dulu. Betulkan dulu makeupmu. Luntur terkena ilermu tuh..." ucap Saka mencegah Wulan. "Ah, iya." Wulan segera mengambil kaca dari tasnya. Dan dengan bantuan Saka , dia membetulkan make up-nya. Setelah merasa cukup, Saka dan Wulan turun dari mobil. Melangkah membuka gerbang yang tidak di kunci. Saka melangkah bersama Wulan dengan tidak melepaskan genggaman tangannya. Mereka sudah berdiri di depan pintu itu. Wulan seperti ragu untuk mengetuk pintu. Ada rasa perih di hatinya ketika mengingat bagaimana kehidupannya di
Jihan menyeringai dingin sambil mendekat pada Wulan. "Pengawal apa selingkuhan? Pengawal kok sedekat ini? Pake genggaman tangan segala." ucap Jihan dengan nada menyindir. Wulan langsung melepaskan genggaman tangan Saka. "Tidak, aku tidak selingkuh. Dia memang.." "Saya memang harus menjaga Nyonya Wulan dengan baik. Jika hanya menggenggam tangan Nyonya , itu tidak masalah. Saya hanya ingin menjaganya dari hal-hal yang tidak diinginkan. Bukankah dulu kalian semua selalu menyakiti nyonya Wulan? Jadi, saya hanya ingin melindunginya. Itu sudah menjadi tugas dan tanggung jawab saya." Saka berpura-pura menjelaskan. "Alah.. bilang saja kalian selingkuh." sahut Jihan. "Jihan.. aku tidak selingkuh!" bantah Wulan. "Ooh.. Aku paham... mungkin karena suamiku Tuan muda yang lumpuh ya.. Makanya kamu sengaja mencari pria lain yang normal, yang bisa memuaskan kamu. Begitu, kan ? Dasar perempuan tidak benar, kelakuan sama dengan ibunya." ucap Jihan lagi. "Jihan.. Jangan bawa-bawa ibuku...
"Bagaimana kabarmu dan pernikahanmu, Wulan?. Apa mereka memperlakukanmu dengan baik?" tanya Gani menatap Wulan."Baik, kok Ayah. Pernikahanku juga baik-baik saja. Mereka memperlakukan Wulan dengan baik juga. Ayah tidak perlu khawatir. Wulan baik-baik saja. Malah lebih baik di sana daripada di sini." jawab Wulan dengan polos."Maafkan ayah, Wulan. Maafkan ayah sekali lagi."" Tidak usah meminta maaf segala , Ayah.. Wulan sudah ikhlas kok.. Bagaimana kabar Ayah dan kabar perusahaan Ayah? Apa sudah membaik dan tidak bangkrut lagi kan?" tanya Wulan. Gani terdiam mendengar pertanyaan dari Wulan ini. Tidak menjawab malah menangis."Ayah....ada apa? Sepertinya Ayah sedang ada masalah?" Tanya Wulan melihat ayahnya menangis."Memang ada masalah!" Tiba-tiba Tiara sudah ada di depan mereka menyerobot bicara. Lalu duduk di depan mereka. Sementara Jihan diam di ujung sana tidak jauh dari Saka berdiri.Wulan menatap Tiara. " Memang ada masalah apa, Bu?" tanya Wulan dengan penasaran. 'Apa ini yang
"Tadi bingung mau tinggal di mana. Di kasih tau kontrakan bagus yang murah malah marah... Gimana sih..??" ucap Wulan tak kalah kesalnya."Wulan, Tolonglah kami. Bantu kami y, Nak..??" sekali lagi, Tiara harus berpura-pura lembut. Sekuatnya menahan amarahnya."Ya sudah. Wulan akan merayu Tuan muda Saka. Semoga saja dia mau membantu kalian. Tapi,""Tapi apa, Wulan??" Tiara bertanya."Tapi, Suamiku itu orangnya pelit. Punya uang banyak saja, bilangnya tidak punya uang. Bagaimana kalau untuk membantu kalian? Aku jadi ragu." ucap Wulan, melirik Saka yang melotot padanya, Saka merasa tersindir dengan ucapan Wulan , yang mungkin masih mengingat tentang kejadian dia meminta uang dan tidak diberinya tempo lalu. 'Kenapa jadi menggibahiku sih?'"Jangan begitu dong. Kan belum mencoba. Berusahalah Wulan, demi kami. Demi ayahmu dan demi rumah ini." Tiara kembali mengiba."Baik, baik. Wulan akan berusaha. Tapi sekali lagi tidak janji. Banyak-banyak berdoa saja, Ibu ya.." jawab Wulan."Ah, iya. Teri
" Ayah..! Maafkan aku, jika aku akan menikahi gadis kecil. Aku tidak bisa menjaga pesan Ayah untuk tidak mengikuti jejak Ayah. Aku tidak bisa lagi menahan perasaanku. Aku terlanjur jatuh cinta padanya Ayah."" Aku kemari ingin meminta restu pada kalian. Minggu ini aku akan menikahinya.Tapi Ayah dan ibu jangan khawatir. Aku akan menjaga menantu kalian dengan nyawaku. Dengan badanku, percaya lah Ayah, kisah kalian tidak akan terulang pada kami. Ayah harus percaya itu. Tenanglah kalian di sana. Aku akan sering sering kemari bersama menantu kalian nantinya." ucap Sekretaris Ang, menoleh pada Yuri yang masih menatapnya.Tak ada suara dari mulut Yuri. Seperti nya hati gadis kecil itu ikut merasakan kepedihan hati kekasih nya, meskipun pria itu tak menunjukkan sedikitpun rasa sedihnya."Yuri, ucapkan sesuatu pada kedua calon mertuamu.""Ah, iya kakak." Yuri tergagap lalu menoleh kepada dua batu nisan itu secara bergantian.Ia sempat membaca nama yang terukir di sana.'Anggita dan Sebastian!'
"Sekali kali manja pada istri sendiri tidak apa apa kek. Kenapa di permasalahkan? Kakek ini, Aku sedang menderita begini masih saja dimarahi terus!""Lagian , tangan masih berfungsi juga. Jangan jadikan alasan ngidammu buat bermanja manja pada istrimu. Kasian dia, dia bukan pelayanmu. Dan kamu harus ingat, dulu Wulan sudah puas mengurusmu , memandikanmu dan menyuapmu sebelum tanganmu bisa berfungsi." ucap Kakek Abian semakin sewot."Hehe, Iya kek. Maaf maaf. Wulan, maafkan bang Saka. Bang Saka akan makan sendiri saja." Saka malu, segera mengambil alih mangkok di tangan Wulan .Tapi Wulan buru-buru mencegahnya."Tidak apa Bang Saka, Wulan senang kok menyuapi bang Saka. Memang menyuapi bang Saka harus karena tangan bang Saka tidak berfungsi? Ini tanda nya romantis . Begitu kek, bukan karena bang Saka manja. Bang Saka juga sering menyuapi Wulan, kan?" sahut Wulan , menoleh pada Kakek Abian dan Saka."Tuh, kakek dengar sendiri. Jangan terus menyalahkan Saka. Kita ini pasangan yang romanti
"Saya mengerti, Nyonya. Saya mengerti. Mohon maafkan saya, Nyonya. Bukan tidak percaya kepada Nyonya, tapi saya mohon, izinkan kali ini saya mendampingi Tuan Muda di setiap keadaannya. Saya hanya ingin menebus kesalahan saya di hari kemarin, yang terlalu sibuk dengan perusahaan hingga mengabaikan keamanan dan kesembuhan Tuan Muda. Saat ini saya hanya ingin memastikan jika Tuan Muda akan terus baik-baik saja, dan tidak mengulangi kesalahan saya yang kemarin," jawab Sekretaris Ang, menunduk. Tidak berani membalas tatapan sangar milik Wulan."Lalu bagaimana dengan ayah dan ibuku? Apa kamu tidak memikirkan itu, Tuan Ang? Apa kamu tahu, jika mereka sudah menyiapkan pesta kecil di rumahnya untuk kalian? Bahkan mereka sudah membagi sedekah pada para mantan tetangganya dulu di komplek kumuh itu, dan meminta doa mereka untuk hari pernikahan kalian yang sudah ditentukan? Mereka pasti akan kecewa hatinya, walau bibir mereka tidak akan berani mengatakan itu."Sekretaris Ang terkejut, mendongak. M
"Saya tidak mengatakan itu, tapi jika Anda ingin begitu, tidak masalah. Demi Tuan Muda, saya akan melakukan apa pun! Saya akan sangat senang, tidak harus bersusah payah, saya sudah akan mendapatkan bayi.""Dasar, gila kamu ya? Kamu pikir aku sapi atau bagaimana? Kamu ini, sudah dapat adiknya mau kakaknya juga. Langkahi dulu mayatku, Ang!"Ang tergelak melihat emosi Saka yang meluap."Kamu tahu tidak, aku sudah payah menanam benih, kamu yang enak mau mengambil untungnya. Aha... tidak mungkin terjadi. Wulan dan bayinya itu milikku. Jika kamu mau bayi, usaha sendiri. Cepatlah menikah dan membuatnya, kamu akan mengalami seperti aku juga." Saka menendang tangan Ang yang masih tergelak."Hanya bercanda, Tuan Muda! Mana saya berani. Mendapatkan Yuri saja sudah membuat saya beruntung. Habisnya Tuan Muda tidak bisa bersabar. Padahal tadinya Tuan Muda sendiri yang mengatakan jika akan rela menanggung derita ini setahun sekali pun," jawab Ang, masih dengan tertawa."Diam, bedebah! Kamu terus saj
Di hari di mana Saka diperiksa oleh sang dokter, di hari di mana Wulan dinyatakan positif hamil oleh dokter spesialis kandungan, di hari itu juga mereka sudah diperbolehkan pulang. Tak perlu menginap, tak perlu dirawat inap, kata sang dokter. Sebab keadaan Saka murni dinyatakan sebagai Sindrom Suami Ngidam atau Sindrom Couvade.Saka mengalami kehamilan simpatik, di mana istrinya yang tengah hamil, namun Saka yang menanggung masa ngidam istrinya.Sejak hari itu, sejak masuk ke dalam kamar mereka, Saka yang tadinya laki-laki tangguh dan kuat mendadak menjadi laki-laki lemah yang sensitif.Manja melebihi balita.Mual dan muntah pun terus berlanjut. Bukan hanya itu, Saka mulai tidak menyukai bau-bau wangi, seperti sabun, parfum, dan pewangi ruangan. Hari-harinya juga terlihat menyedihkan karena Saka hanya bisa meminum air teh manis hangat dan memakan buah saja. Jika ada minuman atau makanan lain yang ia telan, perut Saka langsung menolak.Bukan hanya itu, baik kamar dan seluruh ruangan ya
"Wulan," Saka bangun dan duduk. Wulan langsung menubruknya dan tersedu."Bang Saka, kamu menakutiku, bagaimana keadaanmu sekarang? Apa yang masih Bang Saka rasakan?""Wulan, jangan menangis lagi. Aku tidak apa-apa, hanya masih sedikit pusing dan sedikit mual. Sebentar lagi akan hilang. Dokter sudah memberiku obat anti muntah tadi," ucap Saka mengelus lembut kepala Wulan."Dokter, sebenarnya apa yang terjadi pada Tuan Muda Saka?" tanya Sekretaris Ang.Dokter itu menarik napas."Menurut hasil pemeriksaan, Tuan Muda baik-baik saja. Lambung, usus, dan semua organ di tubuh Tuan Muda tidak ada gangguan. Tidak juga keracunan," jawab sang dokter."Baik-baik saja bagaimana? Tuan Muda terlihat sakit parah sampai pingsan, kamu bilang baik-baik saja. Kamu ini bisa memeriksa tidak! Kamu mau bermain-main denganku, hah!" bentak Sekretaris Ang."Tuan Sekretaris, tolong tenanglah. Dokter kandungan sebentar lagi akan datang dan kita akan segera tahu penyebab sakit Tuan Muda.""Apa kamu bilang? Tuan Mud
"Benar, Ayah. Itu biar menjadi urusan mereka. Sekarang, mari kita membahas tanggal pernikahan," sahut Saka.Sekretaris Ang mengangguk. "Lebih cepat lebih baik, Tuan Gani. Saya ingin segera menghindari fitnah atau hal-hal yang tidak diinginkan.""Apa akhir minggu ini terdengar baik untuk Anda?" tanya Gani Harmoko.Sekretaris Ang menoleh pada Yuri. "Apa kamu setuju, sayang?""Iya, aku ikut keputusan Kakak saja," jawab Yuri dengan senyuman."Baiklah, Tuan Gani. Saya akan mempersiapkan semuanya untuk akhir minggu ini," balas Ang.Rencana PernikahanSemua sepakat. Mereka memutuskan pernikahan sederhana yang dilakukan di bawah tangan karena usia Yuri yang masih belum mencapai 19 tahun. Sekretaris Ang memahami konsekuensi pernikahan dini dan berjanji untuk menjaga Yuri dengan baik.Setelah obrolan selesai, mereka melanjutkan makan siang bersama. Yuri, Wulan, Jihan, dan Tiara sibuk menyiapkan hidangan, sementara para pria melanjutkan pembicaraan ringan.Saat semua sudah siap, Yuri memanggil c
"Dulu saya bertemu dengan ibunya Wulan. Gadis yang membuat saya jatuh cinta. Padahal saat itu keluarga saya sudah berencana untuk menjodohkan saya dengan istri saya ini.""Saya melakukan hal terlarang pada ibu Wulan, dan saya meninggalkannya karena terpaksa harus menikahi wanita pilihan orang tua saya. Saya tidak pernah tahu jika pada saat itu ibu Wulan mengandung benih saya. Saya sempat mencarinya ke mana-mana, namun saya gagal menemukannya karena ternyata ibu Wulan dibawa keluarganya pulang ke kampung. Hingga suatu hari, seorang famili ibu Wulan mengantar bayi merah kepada saya beserta selembar surat. Dia mengatakan bahwa ibu dari bayi itu sudah meninggal dunia beberapa jam setelah melahirkan." Kini air mata Gani yang tadi sudah kering kembali menetes. Tepukan-tepukan halus Tiara mengusap punggungnya."Sudah, Yah. Itu masa lalu. Tidak akan terjadi pada anak cucu kita. Cukup, Ayah. Cukup kita yang berbuat salah," ucap Tiara.Gani mengangguk, melirik wajah Wulan yang memerah dan teris
"Kalau begitu, aku akan membantumu, Wulan," seru Yuri, ikut berdiri.Tiara pun berdiri. "Yuri, calon pengantin. Kembali lah duduk. Biar Ibu yang membantu kakakmu Wulan. Kamu duduk manis saja, ya?"Yuri tersipu dengan ucapan ibunya dan kembali duduk di samping Sekretaris Ang yang terus tersenyum padanya.Wulan dan Tiara beranjak ke dapur, dan tak lama kemudian sudah kembali dengan membawa minuman—segelas teh untuk Gani Harmoko dan segelas kopi putih untuk Saka.Kembali mereka terlihat fokus sesaat setelah Gani menyeruput minumannya.Saka kembali menarik napas dan memulai obrolan yang kedua."Ayah dan Ibu, sekali lagi kami ucapkan terima kasih atas penerimaan ini. Dan kami minta maaf jika tidak membawa apa-apa dalam acara lamaran dadakan ini. Kami tidak mempersiapkan apa pun, karena keputusan ini kami ambil semalam. Dan pagi hari ini kami langsung kemari tanpa sempat ke mana-mana dulu.""Tuan muda Saka, apa yang harus dibawa memangnya? Ini saja sudah membuat kami hampir terbang ke awan.