"Tuan muda! Ada apa ini?" Ang tentu bingung. "Ada apa, ada apa..? Gara-gara kamu, Wulan mengatakan kalau pernikahan kami tidak sah! Dia bilang kamu yang sudah menikahinya, karena kamu yang mengucapkan ijab kabulnya. Benar begitu, Ang? Ayo jawab!" Saka mencengkram pundak Sekretaris Ang. Yang ditekan kebingungan, lalu menoleh pada Wulan. 'Nona, apa yang kamu lakukan?' pekik sekretaris Ang dalam hati. "Wulan bilang, kamu yang jadi suaminya, Ang? Benar begitu?" Saka mengulang pertanyaannya. Wulan kesal setengah mati, 'Bukan seperti itu! Aku tidak bilang seperti itu.' "Tuan muda. Tolong jelaskan duduk persoalannya dulu ya.. Saya ini tidak tau apa-apa. Ini maksudnya apa? Bagaimana?" Ang, pura-pura tenang. Padahal bulu kuduknya sudah berdiri. 'Kenapa tiba-tiba Tuan muda semarah ini? Apa sebenarnya yang dikatakan Nona muda?’ "Wulan!" Saka memanggil tanpa menoleh. Wulan gemetar, takut. Tapi tetap mendekat. "Jelaskan ucapanmu tadi pada orang yang kamu anggap suamimu ini!" Daka
Dan hanya sekali-kali waktu dia singgah ke kamar kakek Abian, ngobrol ringan dengan nenek Sulis.Tapi itu tidak bisa ngobati rasa suntuknya. Jika dulu sewaktu sebelum mengurus Saka , Wulan biasa menghabiskan waktunya untuk berbenah rumah keluarga Harmoko dan belanja ke pasar."Ahhh... Aku kangen.!"Wulan bukan sedang rindu dengan ibu tirinya. Bukan merindukan Yuri ataupun Jihan. Tapi Dia sedang merindukan pasar, rindu naik angkot. Lalu korupsi uang belanja untuk membeli es cendol.Tapi sekarang, dia hanya bisa di kamar. Di kamar dan di kamar. "Huh!" Wulan menghela nafas kasar.Sebenarnya Saka pun tidak ingin berlama-lama meninggalkan Wulan. Tapi ini adalah tuntutan Perusahaan yang saat ini sedang masa perbaikan akibat kepemimpinan Abraham yang ternyata membuat kacau. Bukan hanya uang perusahaan yang kacau tapi kinerja mereka pun terganggu. Saka perlu sedikit waktu untuk membenahinya, untuk kembali menormalkan keadaan seperti semula.Saka sering pulang cepat, kadang pun sengaja tidak b
Wulan sudah berada jauh di luar kamar Saka. Jantungnya terus berdebar kencang. Dia berjalan mengendap-ngendap sambil menengok ke kiri dan ke kanan. Mirip seperti maling yang takut tertangkap.'Sepi.' gumamnya, sakit merasa lega dan melanjutkan langkah menuruni tangga dengan sangat hati-hati. Matanya tak lepas mengintai sekitar.'Ini rumah tumben kayak kuburan.' Wulan rasa sedikit heran tapi masih celingukan.'Tuhan memang sedang berpihak padaku.' Dia bergumam lagi dalam hati lalu melanjutkan langkah, sampai menggapai pintu.Pelan-pelan Wulan membuka pintu. Mengintip sebentar keluar. Dia melihatnya beberapa penjaga yang tertidur di kursi.'Dasar pemalas. Di suruh jaga malah tidur. Kalau aku jadi Tuan muda, sudah ku pecat kalian.' dalam hati Wulan mengutuk mereka."Bagaimana kalau ada maling masuk?" Dia masih mengumpat para penjaga yang malah asyik terbuai mimpi."Ah iya. Kan malingnya memang sudah ada di dalam. Di dalam kamar Tuan muda. Hihi…” bulan tertawa di dalam hati, sambil memega
"Nona tunggu sebentar di sini." ucap si bapak sopir, menyuruh Wulan menunggu di depan sementara si bapak masuk ke dalam menemui si pemilik kontrakan.Tak butuh waktu lama untuk menunggu, si bapak sudah keluar bersama seorang ibu ibu.Ibu itu memperkenalkan dirinya pada Wulan sebagai pemilik kontrakan tersebut dan mempersilahkannya untuk melihat-lihat dulu di dalam.Wulan mengangguk, dan mengikuti ibu itu setelah membayar taksi dan mengucapkan terima kasih kepada si bapak sopir.Ibu itu dengan ramahnya membawanya masuk dan memperlihatkan kamar kontrakan untuk Wulan.Wulan membelalakkan matanya ketika melihat ruangan yang sangat besar itu. Ranjang tidur yang berukuran besar lengkap dengan lemari dan meja riasnya. Lalu ada kamar mandi dan dapur khususnya. Juga ada sisa ruang yang di taruh sebuah sofa seperti sengaja untuk tempat bersantai."Besar sekali? Ini sudah seperti ngontrak satu rumah." gumamnya lalu menoleh pada Si ibu pemilik kontrakan."Apa tidak ada yang lain, Bu? Yang satu
Mengenai Saka yang menawarkan Wulan untuk belanja, lalu menawarkan Black Card. Saka sudah yakin jika Wulan pasti akan menolaknya, karena yang sebenarnya Wulan inginkan adalah uang cash, untuk apa lagi kalau buat untuk modal hidupnya di luar hidup Saka.Lalu saat Saka menghitung uang dan menaruhnya di laci begitu saja, sebenarnya Saka sengaja melakukannya, berharap agar Wulan melihatnya, lalu sakit hati. Dan menganggapnya pelit. Setelah itu berharap agar Wulan mengambilnya untuk kemudian kabur darinya.Dan semua berjalan lancar sesuai rencana.Bahkan saat Wulan melangkah keluar rumahnya, semua sudah diatur secara rapi oleh mereka. Rumah yang sepi, penjaga yang tertidur dan gerbang yang tidak terkunci.Lalu Taksi? Rumah kontrakan dan ibu pemilik kontrakan? Jelas sudah masuk daftar rencana mereka. Sampai sudut ruangan Wulan berada saat ini, dipasang kamera tersembunyi agar Sakanbisa tetap melihat Wulan.Saka bukan senang melakukan itu, ia juga sebenarnya menyesal melakukan ini semua pad
Saka sudah melangkah keluar dari rumah kontrakan itu.Sekretaris Ang tersenyum tipis saat melihat tangan Tuan mudanya yang terkait erat di jemari Wulan. Apalagi ketika melihat Wulan yang patuh dan yang menurut saja.Lalu, setelah sekretaris Ang berpamitan pada pemilik kontrakan dan mereka bertiga memasuki mobil.Sekretaris Ang duduk sendirian di depan mengendalikan setir. Tidak seperti ketika mereka berangkat, Saka duduk di sisinya.Karena saat ini Saka berada di kursi belakang bersama Wulan.Tidak ada percakapan sedikit pun di dalam mobil yang sudah melaju kencang itu.Wulan terus menundukkan wajahnya. Entah malu, entah menyesal atau saat ini ia merasa sudah putus asa karena tidak bisa lari dari Saka dan harus kembali lagi ke rumah suaminya.Sementara Saka sendiri tidak berhenti menoleh pada Wulan.Hingga mobil mereka telah tiba kembali di depan rumah Saka. Saka segera turun membukakan pintu untuk Wulan. Tetap tanpa suara, Saka lalu membawa Wulan kembali ke kamarnya.***Hari ini Wul
Sama-sama kembali berdiam, sama-sama saling menoleh lalu tersenyum tipis. Sampai suapan suapan Saka selesai. Lalu memberi minum Wulan. Dan membersihkan bibir Wulan dengan sebuah tisu. Terakhir, Saka meneguk habis sisa air minum bekas Wulan.Wulan semakin keheranan, menatap Saka yang menyandarkan kembali punggungnya di sofa. Lalu menoleh, menatap Wulan yang juga masih menatapnya.Kedua mata itu kini bertemu, terdiam cukup lama sampai Saka menarik tubuhnya sendiri untuk duduk tegak dan mendekat pada Wulan."Wulan," panggil Saka, pelan. Hampir tak terdengar. Yang dipanggil tidak menjawab dengan suara, melainkan anggukan samar tanpa mengalihkan matanya."Mulai detik ini, bolehkah aku memberimu apa yang tidak pernah kamu dapatkan dari keluargamu?" tanya Saka."Maksud Tuan muda..""Aku tahu, perjalanan sulitmu di rumah itu. Jadi, ijinkan aku mengganti seluruh apa yang kamu butuhkan yang tidak terpenuhi di sana.""Tuan, ti.. tidak perlu. Saya sudah tidak menginginkan lagi uang. Saya juga sud
"Stop…!" Tiba-tiba Wulan menutup mulutnya dengan tangannya."Aku ingin menciummu, Wulan.. Sedikit saja..!!" Saka cepat menurunkan tangan Wulan. Kedua mata mereka kini beradu. Hembusan nafas Saka terasa menyapu wajah Wulan. Wulan kelabakan. Merasakan hangat nafas Saka. Hangat, lalu perlahan menjadi panas. Semakin panas membuat keringatnya bercucuran dengan jantung yang siap meledak.Tegang..! Keduanya semakin tegang. Bibir Saka siap bergerak.Tok...tok..tok..!!Pintu diketuk. Membuyarkan semua rasa dan pandangan mereka.Saka menoleh ke pintu. Lalu cepat menoleh pada Wulan kembali.Cup..cup..cup…Tiga kali, bibir Saka menyambar bibir Wulan. Cepat secepat kilat.Brak….! Pintu dibuka paksa seseorang. Dan sebelum itu terjadi, Wulan sudah berdiri, berlari masuk ke kamar mandi. Sembunyi..Mengusap bibir na di depan cermin.Menyeka keringat dingin di dahinya.Masih dengan jantung yang belum juga stabil."Tuan muda. Kenapa menciumku??" Wulan rasanya ingin menangis. Tapi hatinya bahagia.Di l
" Ayah..! Maafkan aku, jika aku akan menikahi gadis kecil. Aku tidak bisa menjaga pesan Ayah untuk tidak mengikuti jejak Ayah. Aku tidak bisa lagi menahan perasaanku. Aku terlanjur jatuh cinta padanya Ayah."" Aku kemari ingin meminta restu pada kalian. Minggu ini aku akan menikahinya.Tapi Ayah dan ibu jangan khawatir. Aku akan menjaga menantu kalian dengan nyawaku. Dengan badanku, percaya lah Ayah, kisah kalian tidak akan terulang pada kami. Ayah harus percaya itu. Tenanglah kalian di sana. Aku akan sering sering kemari bersama menantu kalian nantinya." ucap Sekretaris Ang, menoleh pada Yuri yang masih menatapnya.Tak ada suara dari mulut Yuri. Seperti nya hati gadis kecil itu ikut merasakan kepedihan hati kekasih nya, meskipun pria itu tak menunjukkan sedikitpun rasa sedihnya."Yuri, ucapkan sesuatu pada kedua calon mertuamu.""Ah, iya kakak." Yuri tergagap lalu menoleh kepada dua batu nisan itu secara bergantian.Ia sempat membaca nama yang terukir di sana.'Anggita dan Sebastian!'
"Sekali kali manja pada istri sendiri tidak apa apa kek. Kenapa di permasalahkan? Kakek ini, Aku sedang menderita begini masih saja dimarahi terus!""Lagian , tangan masih berfungsi juga. Jangan jadikan alasan ngidammu buat bermanja manja pada istrimu. Kasian dia, dia bukan pelayanmu. Dan kamu harus ingat, dulu Wulan sudah puas mengurusmu , memandikanmu dan menyuapmu sebelum tanganmu bisa berfungsi." ucap Kakek Abian semakin sewot."Hehe, Iya kek. Maaf maaf. Wulan, maafkan bang Saka. Bang Saka akan makan sendiri saja." Saka malu, segera mengambil alih mangkok di tangan Wulan .Tapi Wulan buru-buru mencegahnya."Tidak apa Bang Saka, Wulan senang kok menyuapi bang Saka. Memang menyuapi bang Saka harus karena tangan bang Saka tidak berfungsi? Ini tanda nya romantis . Begitu kek, bukan karena bang Saka manja. Bang Saka juga sering menyuapi Wulan, kan?" sahut Wulan , menoleh pada Kakek Abian dan Saka."Tuh, kakek dengar sendiri. Jangan terus menyalahkan Saka. Kita ini pasangan yang romanti
"Saya mengerti, Nyonya. Saya mengerti. Mohon maafkan saya, Nyonya. Bukan tidak percaya kepada Nyonya, tapi saya mohon, izinkan kali ini saya mendampingi Tuan Muda di setiap keadaannya. Saya hanya ingin menebus kesalahan saya di hari kemarin, yang terlalu sibuk dengan perusahaan hingga mengabaikan keamanan dan kesembuhan Tuan Muda. Saat ini saya hanya ingin memastikan jika Tuan Muda akan terus baik-baik saja, dan tidak mengulangi kesalahan saya yang kemarin," jawab Sekretaris Ang, menunduk. Tidak berani membalas tatapan sangar milik Wulan."Lalu bagaimana dengan ayah dan ibuku? Apa kamu tidak memikirkan itu, Tuan Ang? Apa kamu tahu, jika mereka sudah menyiapkan pesta kecil di rumahnya untuk kalian? Bahkan mereka sudah membagi sedekah pada para mantan tetangganya dulu di komplek kumuh itu, dan meminta doa mereka untuk hari pernikahan kalian yang sudah ditentukan? Mereka pasti akan kecewa hatinya, walau bibir mereka tidak akan berani mengatakan itu."Sekretaris Ang terkejut, mendongak. M
"Saya tidak mengatakan itu, tapi jika Anda ingin begitu, tidak masalah. Demi Tuan Muda, saya akan melakukan apa pun! Saya akan sangat senang, tidak harus bersusah payah, saya sudah akan mendapatkan bayi.""Dasar, gila kamu ya? Kamu pikir aku sapi atau bagaimana? Kamu ini, sudah dapat adiknya mau kakaknya juga. Langkahi dulu mayatku, Ang!"Ang tergelak melihat emosi Saka yang meluap."Kamu tahu tidak, aku sudah payah menanam benih, kamu yang enak mau mengambil untungnya. Aha... tidak mungkin terjadi. Wulan dan bayinya itu milikku. Jika kamu mau bayi, usaha sendiri. Cepatlah menikah dan membuatnya, kamu akan mengalami seperti aku juga." Saka menendang tangan Ang yang masih tergelak."Hanya bercanda, Tuan Muda! Mana saya berani. Mendapatkan Yuri saja sudah membuat saya beruntung. Habisnya Tuan Muda tidak bisa bersabar. Padahal tadinya Tuan Muda sendiri yang mengatakan jika akan rela menanggung derita ini setahun sekali pun," jawab Ang, masih dengan tertawa."Diam, bedebah! Kamu terus saj
Di hari di mana Saka diperiksa oleh sang dokter, di hari di mana Wulan dinyatakan positif hamil oleh dokter spesialis kandungan, di hari itu juga mereka sudah diperbolehkan pulang. Tak perlu menginap, tak perlu dirawat inap, kata sang dokter. Sebab keadaan Saka murni dinyatakan sebagai Sindrom Suami Ngidam atau Sindrom Couvade.Saka mengalami kehamilan simpatik, di mana istrinya yang tengah hamil, namun Saka yang menanggung masa ngidam istrinya.Sejak hari itu, sejak masuk ke dalam kamar mereka, Saka yang tadinya laki-laki tangguh dan kuat mendadak menjadi laki-laki lemah yang sensitif.Manja melebihi balita.Mual dan muntah pun terus berlanjut. Bukan hanya itu, Saka mulai tidak menyukai bau-bau wangi, seperti sabun, parfum, dan pewangi ruangan. Hari-harinya juga terlihat menyedihkan karena Saka hanya bisa meminum air teh manis hangat dan memakan buah saja. Jika ada minuman atau makanan lain yang ia telan, perut Saka langsung menolak.Bukan hanya itu, baik kamar dan seluruh ruangan ya
"Wulan," Saka bangun dan duduk. Wulan langsung menubruknya dan tersedu."Bang Saka, kamu menakutiku, bagaimana keadaanmu sekarang? Apa yang masih Bang Saka rasakan?""Wulan, jangan menangis lagi. Aku tidak apa-apa, hanya masih sedikit pusing dan sedikit mual. Sebentar lagi akan hilang. Dokter sudah memberiku obat anti muntah tadi," ucap Saka mengelus lembut kepala Wulan."Dokter, sebenarnya apa yang terjadi pada Tuan Muda Saka?" tanya Sekretaris Ang.Dokter itu menarik napas."Menurut hasil pemeriksaan, Tuan Muda baik-baik saja. Lambung, usus, dan semua organ di tubuh Tuan Muda tidak ada gangguan. Tidak juga keracunan," jawab sang dokter."Baik-baik saja bagaimana? Tuan Muda terlihat sakit parah sampai pingsan, kamu bilang baik-baik saja. Kamu ini bisa memeriksa tidak! Kamu mau bermain-main denganku, hah!" bentak Sekretaris Ang."Tuan Sekretaris, tolong tenanglah. Dokter kandungan sebentar lagi akan datang dan kita akan segera tahu penyebab sakit Tuan Muda.""Apa kamu bilang? Tuan Mud
"Benar, Ayah. Itu biar menjadi urusan mereka. Sekarang, mari kita membahas tanggal pernikahan," sahut Saka.Sekretaris Ang mengangguk. "Lebih cepat lebih baik, Tuan Gani. Saya ingin segera menghindari fitnah atau hal-hal yang tidak diinginkan.""Apa akhir minggu ini terdengar baik untuk Anda?" tanya Gani Harmoko.Sekretaris Ang menoleh pada Yuri. "Apa kamu setuju, sayang?""Iya, aku ikut keputusan Kakak saja," jawab Yuri dengan senyuman."Baiklah, Tuan Gani. Saya akan mempersiapkan semuanya untuk akhir minggu ini," balas Ang.Rencana PernikahanSemua sepakat. Mereka memutuskan pernikahan sederhana yang dilakukan di bawah tangan karena usia Yuri yang masih belum mencapai 19 tahun. Sekretaris Ang memahami konsekuensi pernikahan dini dan berjanji untuk menjaga Yuri dengan baik.Setelah obrolan selesai, mereka melanjutkan makan siang bersama. Yuri, Wulan, Jihan, dan Tiara sibuk menyiapkan hidangan, sementara para pria melanjutkan pembicaraan ringan.Saat semua sudah siap, Yuri memanggil c
"Dulu saya bertemu dengan ibunya Wulan. Gadis yang membuat saya jatuh cinta. Padahal saat itu keluarga saya sudah berencana untuk menjodohkan saya dengan istri saya ini.""Saya melakukan hal terlarang pada ibu Wulan, dan saya meninggalkannya karena terpaksa harus menikahi wanita pilihan orang tua saya. Saya tidak pernah tahu jika pada saat itu ibu Wulan mengandung benih saya. Saya sempat mencarinya ke mana-mana, namun saya gagal menemukannya karena ternyata ibu Wulan dibawa keluarganya pulang ke kampung. Hingga suatu hari, seorang famili ibu Wulan mengantar bayi merah kepada saya beserta selembar surat. Dia mengatakan bahwa ibu dari bayi itu sudah meninggal dunia beberapa jam setelah melahirkan." Kini air mata Gani yang tadi sudah kering kembali menetes. Tepukan-tepukan halus Tiara mengusap punggungnya."Sudah, Yah. Itu masa lalu. Tidak akan terjadi pada anak cucu kita. Cukup, Ayah. Cukup kita yang berbuat salah," ucap Tiara.Gani mengangguk, melirik wajah Wulan yang memerah dan teris
"Kalau begitu, aku akan membantumu, Wulan," seru Yuri, ikut berdiri.Tiara pun berdiri. "Yuri, calon pengantin. Kembali lah duduk. Biar Ibu yang membantu kakakmu Wulan. Kamu duduk manis saja, ya?"Yuri tersipu dengan ucapan ibunya dan kembali duduk di samping Sekretaris Ang yang terus tersenyum padanya.Wulan dan Tiara beranjak ke dapur, dan tak lama kemudian sudah kembali dengan membawa minuman—segelas teh untuk Gani Harmoko dan segelas kopi putih untuk Saka.Kembali mereka terlihat fokus sesaat setelah Gani menyeruput minumannya.Saka kembali menarik napas dan memulai obrolan yang kedua."Ayah dan Ibu, sekali lagi kami ucapkan terima kasih atas penerimaan ini. Dan kami minta maaf jika tidak membawa apa-apa dalam acara lamaran dadakan ini. Kami tidak mempersiapkan apa pun, karena keputusan ini kami ambil semalam. Dan pagi hari ini kami langsung kemari tanpa sempat ke mana-mana dulu.""Tuan muda Saka, apa yang harus dibawa memangnya? Ini saja sudah membuat kami hampir terbang ke awan.